It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Dunno tp gw suka cara ts gambarin feel chara nya
tertutup tp terlihat (bingung deh gambarinya )
tinggalin jejak aja deh,, aku membaca ceritamu TS
kalo boleh saran ya TS, bahasanya kalo bisa make bahasa sehari" aj, dengan begitu feel.a akan dapet n gk sekaku ini... dan lagi alurnya diperbaiki lagi yaw, biar tambah greget bacanya...
kalo masalah ide ceritanya, aye kasih jempol buat TS
mention kalo udah update yeee....
Kulirik jam tanganku sekali lagi. “Sudah jam 10 malam,” gumamku pelan sambil menghela nafasku.
Sejak kejadian tadi sore, aku belum pulang ke rumah. Aku masih duduk terdiam di taman yang tak jauh dari rumahku. Masih menenangkan otakku yang sedang bertengkar dengan hatiku. Manakah yang harus lebih kupercayai..
Kulihat kesekeliling, walaupun sudah cukup malam tapi tempat ini masih cukup ramai dengan anak-anak seusiaku yang sedang berkumpul dan bercanda dengan teman-temannya.
“Lian!” teriak Nino dari kejauhan sambil berlari kearahku.
“Apa yang kamu lakukan sebenarnya? Jangan membuat kami khawatir!” bentak Nino dengan nafas terengah-engah.
Aku tak berani menjawabnya, hanya menundukkan kepalaku
“Ini sudah malam! Dan ponselmu tidak bisa dihubungi!”
“Maaf,” ucapku pelan.
“Tapi aku bersyukur bahwa kamu tidak apa-apa,” ucapnya sambil menarik sudut-sudut bibirnya. “Ayo kita pulang! Semuanya sedang khawatir.”
Aku menangguk lalu beranjak dari dudukku, menyamakan langkah dengannya.
“Apa terjadi sesuatu dengan Andra?” tanya Nino tiba-tiba sambil masih tetap berjalan. “Apa dia bertindak terlalu jauh dan melakukan sesuatu?”
Aku menggeleng. “Ini salahku.. aku membuat Andra berwajah seperti itu. Aku yang jahat,” jawabku sambil menunduk, menyesali perbuatanku.
“Apa Andra tidak baik?” tanyanya lagi.
“Bukan karena dia tidak baik..,” aku tidak melanjutkan kalimatmu.
Nino memejamkan matanya dan merentangkan tangannya lalu menghembuskan nafasnya.
Aku masih terdiam, mengamati pria yang sedang menutup kedua matanya, “Tapi aku ingin melihat wajahmu lebih lama,” gumamku pelan, sangat pelan. Kugenggam perlahan tangan Andra Saat genggaman itu semakin erat pada Nino, dia langsung tersadar hingga dengan cepat ia melepaskan genggamannya. Genggaman itu terlepas dengan perlahan.
Tatapanku masih mengarah pada kedua mata sipit yang tengah terpejam itu. Bukannya merasa terkejut, tetapi dia masih terlihat nyaman pria itu menutup matanya, tangannya bahkan masih direntangkannya, hanya saja tidak lagi kugenggam. Seulas senyum terbentuk pada bibirnya sebelum ia kembali membuka mata dan menghadapkan pandangannya ke depan. Aku juga tak tahu sebab mengapa dia tersenyum, hanya saja kejadian yang baru saja kualami itu sedikit menggetarkan hati hingga dengan sendirinya kedua ujung bibirku tertarik membuat seulas senyum kecil juga.
Kulihat dia merogoh saku celana lalu mengambil handphonenya yang bergetar. Dia tersenyum seperti tadi saat melihat pesan dari seseorang. Ya, siapa lagi kalau bukan dari Viny, tebakku.
Cinta tidak akan berjalan seperti yang aku inginkan.
***
Pagi ini aku harus masuk sekolah, setelah semaleman tidak tidur. Sekarang malah aku merasa benar-benar ngantuk. Untungnya semalam ayah dan ibu tidak memarahiku. Karena aku beralasan berniat menginap di rumah teman. Mereka hanya menasehatiku untuk memberi kabar kepada mereka lain kali sebelum aku pergi kemana-mana.
Aku berjalan di belakang Nino menuju sekolah. Untungnya dia tidak menyadari keberadaanaku, lagian aku juga masih merasa malu untuk menyapanya deluan pagi ini.
“Nino!” ujar Viny yang sudah menunggu di depan gerbang sekolah. “Apa terjadi sesuatu kemarin?”
“Hmm?” gumam Nino.
“Karena tidak biasanya kamu tidak membalas SMS-ku.”
“Semalam Lian pulang terlambat, jadi membuat seisi rumah khawatir,” jelas Nino. Aku menghela nafasku. Kenapa dia harus menceritakannya pada Viny, tukasku dalam hati.
“Bukannya kemarin dia pulang sama Andra?” tanyanya lagi.
“Sepertinya, dia berhenti sebentar setelah berpisah dengan Andra. Tapi akhirnya dia baik-baik saja.”
“Hmm, begitu. Jadi kamu ikut mencarinya juga?” tanya Viny sambil menghentikan langkahnya.
Nino tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.
***
“Ah, ini jelek sekali!” gumamku sambil menatap nilai ulangan harian fisikaku.
"Lihat nilaiku lebih besar darimu!" ejek Bimo sambil melambai-lambaikan kertas ujiannya di depan wajahku.
"Ya! Nilai kita cuma berbeda sedikit, itu takkan ada gunanya bagimu!" balasku ketus.
"Beneran?" ujarnya menatap nilai yang ada dikertasnya lalu menatap kertas ujianku. "Haha, yang penting nilaiku 70 dan kamu 69," ledeknya tertawa yang seperti dibuat-buat. “Ingat! Dibawah 70 tetap saja remedi!”
"Aiii, baru dapat nilai segitu sudah sombong! Aku sudah sering dapat nilai seratus, aku sudah bosan jadi untuk kali ini aku biarkan kau menikmatinya," ujarku tak mau kalah.
"Lian? Kapan kau pernah dapat nilai seratus hah?” tanyanya sombong.
Aku menghela nafasku, merasa lelah untuk meladeninya. Aku melangkah ke bangkuku, disana sudah ada Yoshi yang duduk di bangku Anjar, teman sebangkuku.
"Lian? Kamu nggak belajar ya semalam?" tanyanya sambil menatap nilaiku.
"Iya, semalaman aku tidak tidur,” jawabku duduk lalu mengeluarkan buku catatanku.
“Kamu kan enak banyak yang tinggal dirumahu, jadi bisa minta ajari mereka. Dan juga menurutmu apa yang lebih penting dari belajar? Apa yang kau lakukan semalam?"
"Sebenarnya.. sebenarnya aku ada masalah sama Andra..”
"Kamu menolaknya? Tapi kamu nggak keterlaluan kan caranya?"
"Hmm.. hmm, iya,” aku bingung harus menceritakan kejadian yang sebenarnya, yang ada aku bakal kena omelan dia. “Yoshi! kenapa aku tidak bisa merahasikan sesuatu darimu?" ujarku sambil menggaruk-garuk kepalaku.
"Itu karena kau terlalu cepat mengakuinya, kenapa tidak kau tutupi dulu?" ucapnya santai.
Aku terdiam, ragu untuk mulai bercerita.
"Sudahlah, cepat ceritakan!" Yoshi menarik buku catatan yang dari tadi kubaca, aku menggeleng lalu merebut kembali bukuku.
Akhirnya dengan berat hati, kuceritakan cerita yang terjadi kemarin padanya yang berakhir dengan komentar-komentar Yoshi yang membuatku makin merasa bersalah.
***
Aku berencana mengikuti saran yang diberikan Yoshi tadi untuk meminta maaf kepada Andra deluan. Karena tak tau apa yang harus kulakukan atau kukatakan pada Andra, Yoshi menyarankanku untuk meminta bantuan Andra untuk menyelesaikan tugas remedi Fisikaku baru meminta maaf atas kejadian kemarin. Itung-itung sambil menyelam minum air.
Dan akhirnya setelah aku berada dirumah. Aku langsung beranjak ke kamar Andra dan memberanikan diri untuk bercakap padanya.
“Apa?” ujarnya dingin.
“Tidak.. aku hanya ingin meminta bantuanmu sedikit,” ujarku kikuk. “Kalau sudah ganti baju, ke kamar aku langsung ya,” lanjutku, lalu berbalik tanpa perduli tatapan dan reaksinya.
Setelah menunggu beberapa saat, Andra pun mengetuk pintu kamarku dan masuk setelah kubukakan pintunya.
Andra melangkah masuk ke dalam kamarku lalu melihat-lihat keadaan kamarku yang sudah ku tata rapih.
“Aku ingin meminta bantuanmu, untuk mengajariku mengerjakan beberapa soal ini..,” ujarku sambil menunjukkan padanya soal fisikaku yang kuletakkan diatas meja belajarku.
“Hmm,” jawabnya singkat. Hanya itu? Sungutku dalam hati.
Andra menarik kursi yang berada di sampingku lalu duduk diatasnya. Dia langsung mengerjakan beberapa soal yang dia ketahui tanpa berbicara. Bukannya mengajariku, dia malah mengerjakan soalnya sendirian.
Tak ada percakapan diantara kami selama beberapa menit. Dia sibuk mengerjakan soal dan memainkan pensil di telinganya, sementara aku juga sibuk dengan permainan pada ponselku.
“Aku hanya bisa mengerjakan segini. Sisanya aku sudah lupa rumusnya,” ujarnya tiba-tiba.
“Nggak apa, kok,” jawabku. “Maaf, sudah ngerpotin. Tadinya cuma mau minta ajarin,” sindirku.
“Maaf— ” ucapnya, sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, Nino tiba-tiba membuka pintu kamarku dan masuk dengan membawa sebuah piring berisi semangka.
“Hei, ini untuk kalian dari Ibu tadi,” ujar Nino sambil menaruh piringnya di meja belajarku.
“Terimakasih,” balasku.
“Ini pertama kalinya aku masuk ke kamarmu,” gumam Nino sambil mengedarkan padangannya kesekeliling kamarku.
“Beneran? Hmm, jangan diteliti seperti itu,” ujarku sambil tertawa.
“Yan, kamu punya benda tidak lucu ini?” ujar Nino sambil mengambil benda berbentuk hati yang jika dibuka akan ada pasangan yang sedang menari diiringi lagu beethoven.
“Aku sudah pernah mencoba untuk membuangnya,” ujarku sambil tertawa.
“Sama, aku juga selalu lupa untuk membuangnya. Kalau dilihat-lihat benda seperti ini memang lucu,” balas Nino sambil tertawa juga.
Tiba-tiba Andra berdehem, yang membuat tawaku dan Nino berhenti.
“Eh, Andra punya satu juga kaya gini dirumah, kan?” tanya Nino pada Andra. “Yang seperti Anjing?”
“Dari singapura,” balas Andra.
“Bentuk patung merlion ya?” tukasku.
Sejenak aku dan Andra membahas tentang patung merlion dan suasana berada di sana, karena Andra telah mengunjunginya sekali. Ya, akhirnya tembok es yang membatasi kami tadi mulai mencair.
Ketika kulihat kebelakang tak ada lagi sosok Nino, bahkan pintunya telah tertutup kembali.
“Apa mungkin bisa memutar waktu kembali?” tanya Andra tiba-tiba.
“Hmm?” gumamku bingung.
“Seperti kembali pada saat kita belum mengunjungi kebun binatang..,”
“Kenapa kamu baik sekali?” ujarku kikuk.
“Tidak juga. Itu karena aku masih ingin menjadi payungmu, yang ada tiap kali kau hujan,” ujarnya sambil tersenyum.
maaf baru sempet update,
makasih udah baca..