BLBI dan "Release and Discharge"
Release and Discharge (R & D) yang arti harafiahnya adalah bebaskan dan bayar utang merupakan kebijakan yang diberikan oleh pemerintah Megawati kepada para obligor hitam untuk mengembalikan cicilan kerugian negara dengan potongan dari 16-36 persen, yang diatur dalam MSAA (Master of Acquisition and Agreement) dan merupakan perjanjian penyelesaian utang di luar pengadilan (settlement out of court).
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas (Kwik Kian Gie), sebagai anggota Kabinet dalam pemerintahan waktu itu, sangat menentang kebijaksanaan "R & D" yang berlandaskan MSAA dan tidak sesuai dengan sistem hukum kita, karena perjanjian perdata tidak bisa meniadakan pelanggaran pidana yang diatur oleh UU. Bahkan Kwik Kian Gie minta agar penerbitan Release & Discharge diusut tuntas tentang kemungkinan permainan di balik kebijakan tersebut terhadap konglomerat. Beberapa pakar hukum perbankan dan ekonomi dari INDEF (Institute for Development of Economic and Finance) mendesak Pemerintah membatalkan keputusan soal penetapan prosedur pemberian "R&D".
[img][/img]
http://skandal-blbi.blogspot.com/
source :
http://forum.detik.com/megawati-sosok-pelindung-konglomerat-hitam-t102969.html
Seyogyanya Kejaksaan tidak merujuk kepada "R & D" yang kontroversial dan bersifat Keperdataan (privaatrechtelijk] tersebut, tetapi fokus pada pelanggaran pidana terhadap para obligor penunggak utang triliunan rupiah dalam kasus BLBI, yang dengan sengaja selama puluhan tahun menggunakan aset negara dan enggan menyelesaikannya, sampai diberikan semacam "pengampunan" berupa "Release and Discharge" tadi berdasarkan MSAA.
Ketentuan MSAA ditandatangani pada 1998, yang kemudian diatur dalam Inpres No. 8/2002, namun jangan dianggap Inpres ini dapat menghilangkan tuntutan pidana kepada obligor, tetapi hanya terhadap gugatan perdata saja, karena presiden tidak berhak mencampuri proses teknis penegakan hukum kecuali wewenangnya yang tersebut di dalam UUD 1945 menyangkut grasi, abolisi, amnesti atau remisi yang hanya dapat diterapkan bila kasus telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Akuntabilitas Pemerintah
Ada dua ketentuan hukum yang diabaikan bila tidak melakukan tindakan litigasi atau tindak lanjut terhadap kasus BLBI. Pertama Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, UU No. 31/1999, Pasal 4 yang menegaskan, "Pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3. Kedua, TAP MPR-RI No.X/2001 huruf C tentang Ekonomi dan Keuangan yang menugaskan Pemerintah melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku yang terbukti secara hukum terlibat dalam penyimpangan BLBI.
Kebijakan diskriminatif "R & D" yang menguntungkan para obligor triliunan rupiah yang diberikan potongan pembayaran dan bunga rendah tersebut, oleh para pakar ekonomi termasuk internal pejabat pemerintah dianggap mengurangi akuntabilitas pemerintah di masyarakat bisnis internasional, terutama di mata investor asing yang memerlukan kepastian hukum untuk investasi mereka.
Dengan membebaskan para obligor dengan fasilitas "R & D" dari tuntutan pidana akan merusak sistem keadilan hukum (legal justice) an sich maupun merusak rasa keadilan masyarakat (social justice) yang dengan transparan masyarakat memantau bahwa ada triliunan rupiah yang belum/tidak dikembalikan mereka dan telah dinikmati puluhan tahun. Sedang di NTT dan Sulsel, ada ibu dan anak-anaknya mati kelaparan.
Penghentian penyelidikan bukan harga mati. Perlu disimak kembali adagium dari kolumnis David Mc.Casland yang mengatakan "Unrestrained corporate greed is greater threat than terrorism," yang bermakna betapa berbahayanya suatu badan usaha yang tidak terkendali dalam ketamakannya karena dapat mengancam kepentingan umum melebihi bahaya terorisme.
Penulis adalah pengamat hukum, mantan Jam Datun
source :
http://forum.detik.com/megawati-sosok-pelindung-konglomerat-hitam-t102969.html
[/quote]
Comments
Jakarta, Bernas
Tudingan skandal Bank Bali (BB) yang berhasil mengeruk dana Rp 546 milyar dan diduga telibatkan elit pemerintahan, mulai dari Golkar, anggota DPR, menteri hingga Presiden BJ habibie bisa jadi memang terkait dengan politik. Tuduhan serupa kini menimpa PDI-P yang disebut menerima dana Rp 482,5 milyar dari sejumlah konglomerat untuk mengegolkan Megawati menjadi presiden.
Desas-desus PDI-P pimpinan Megawati Soekarnoputri menerima dana ratusan milyar untuk memenangkan Pemilu lalu dan SU MPR mendatang kini kian santer. Bahkan, tuduhan tersebut seakan-akan menyambut lontaran Ketua Umum DPP PAN Amien Rais tentang dugaan adanya permainan uang oleh salah satu Parpol terbesar seperti halnya Golkar.
Menanggapi tudingan tersebut, Wakil Bendahara PDI-P Noviantika Nasution ketika dikonfirmasi Bernas, Rabu (25/8) membantah. Ia justru menduga, beredarnya desas-desus tersebut merupakan upaya dari kelompok tertentu untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari skandal BB.
"Isu itu ada datanya nggak. Beda kan dengan kasus BB yang jelas datanya. Tuduhan itu tidak berdasar sama sekali. Ini hanya upaya pengalihan perhatian saja," tandasnya.
Beberapa pengusaha disebut memberi bantuan dana kepada PDI-P sebelum kampanye Pemilu lalu. Dana-dana dari para pengusaha inilah yang dijadikan 'senjata' bagi partai berlambang banteng kekar untuk memenangkan Pemilu.
Bahkan, bantuan itu hingga kini terus mengalir ke rekening PDI-P dengan tujuan memenangkan SU MPR sekaligus mengantarkan Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri sebagai presiden mendatang. Ada beberapa pengusaha bermasalah, bahkan dua anak mantan Presiden Soeharto yang menjadi donatur. Para pengusaha yang bermasalah itu antara lain Liem Sioe Liong (Sudono Salim), Prajogo Pengestu, The Nin King, Hendra Rahardja dan Ricardo Gelael. Selain itu, disebutkan juga Rudy Ramli yang saat ini menjadi tersangka skandal BB juga ikut menyumbang dana ke PDI-P.
Dua anak Soeharto yang diam-diam memberi bantuan belasan milyar rupiah adalah Siti Hardiyanti Indra Rukmana (Mbak Tutut) dan Sigit Harjojudanto. Dari para donatur tersebut terkumpul dana sebesar Rp 482,5 milyar.
Dari jumlah dana tersebut, yang paling banyak menyumbang adalah Sudono Salim, yakni Rp 100 milyar. Di bawahnya secara berurutan adalah Prajogo Pangestu, The Nin King, Anthony Salim (anak Sudono Salim), Eka Tjipta Widjaya, Hendra Rahardja, Rudy Ramli, Mbak Tutut, Arifin Panigoro, Sigit Soeharto dan Ricardo Gelael.
Sumbangan dari dua anak Soeharto disebutkan sebesar Rp 22,5 milyar denga perincian Tutut sebesar Rp 10 milyar dan Sigit sebesar Rp 10 milyar. Tetapi tidak jelas kapan sumbangan kedua anak mantan penguasa Indonesia ini diberikan dan siapa pula fungsionaris DPP PDI-P yang menerimanya.
Dari catatan Bernas, jumlah sebesar Rp 482,5 milyar yang diterima PDI-P ini jauh lebih kecil dari jumlah yang diisukan sebelumnya. Dalam isu yang terkenal dengan sebutan Lippogate itu, dikabarkan PDI-P telah melakukan praktek yang hampir mirip dengan skandal BB yakni menerima dana sebesar Rp 1,2 trilyun.
Alihkan perhatian Menurut Noviantika, sebagai wakil bendahara, dirinya tahu persis partainya tidak pernah menerima bantuan dari para pengusaha tersebut. Selain itu, arus keluar masuk dana kampanye PDI-P ini telah diumumkan di media massa pada tanggal 18 Mei silam. Bahkan, saat diaudit tim dari KPU juga tidak ditemukan penyimpangan tersebut.
"Kami siap diaudit. Bahkan, kalau perlu, diselesaikan melalui jalur hukum supaya jelas. Memang ada sumbangan donatur dari para kader kami sendiri termasuk Arifin Panigoro, bukan mereka, tetapi jumlahnya tidak sebesar itu," tandasnya.
Secara terpisah, pengamat ekonomi Dr Syahrir menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia kian suram, karena terlalu banyak kasus korupsi. "Korupsi di Indonesia mega berat. Bahkan, megawati sekalipun tidak akan bisa mengatasi," kata Syahrir di Jakarta, Rabu (25/8).
Memburuknya korupsi di Indonesia terjadi sesudah jatuhnya Soeharto. Semakin besarnya ingkat korupsi itu terjadi karena institusi politik dan hukum tidak berfungsi. "Baik kepolisian, TNI dan kejaksaan, tidak berfungsi mengatur korupsi," ujar Syahrir.
Syahrir yakin bahwa keampuhan kebijakan ekonomi sudah tidak berfungsi pula. Bahkan bila pemerintahan baru terbentuk lusa, dia pesimis korupsi bisa diberantas.
"Bila Mega jadi presiden, apakah dia mampu memberantas korupsi yang mahaberat itu, tentu saja tidak," tegas dosen FE-UI ini.
Ia menunjuk skandal BB tidak juga bis ditangani hingga kini. "Bagaimana saya bisa yakin korupsi mega berat tingkat atas akan hilang, karena skandal BB kalau mau diusut cuma butuh waktu satu jam saja," tukas Syahrir. (jj)
Daftar nama donatur
Sudono Salim (Liem Sioe Liong) Salim Group Rp 100 milyar
Prajogo Pangestu (Phang Djun Phen) Barito Rp 80 milyar
The Nin King Argo Pantes Rp 75 milyar
Anthony Salim Salim Group Rp 60 milyar
Eka Tjipta Widjaya (Oei Ek Tjhong) Sinar Mas Rp 45 milyar
Hendra Rahardja BHS Rp 45 milyar
Rudy Ramli (Hua Tong Tjing) Bank Bali Rp 40 milyar
Siti Hardiyanti (Tutut Soeharto) Lamtoro Gung Rp 12,5 milyar
Arifin Panigoro Medco Rp 10 milyar
Sigit Hardjojudanto (Sigit Soeharto) Arseto Rp 10 milyar
Ricardo Gelael Gelael Rp 5 milyar
Jika menengok latar belakang krisis yang melanda tanah air yang dimulai pada September 1997, niat pemerintah dan Bank Indonesia untuk memberikan bantuan dana BLBI adalah mulia. Yakni untuk melokalisir krisis hanya pada bank-bank tertentu, sehingga dampak sistemik bisa diminimalisir. Karena itu disalurkanlah BLBI.
Argumentasi lain, jika bank-bank yang mengalami saldo debet atau rekening merah di Bank Indonesia tidak dibantu, maka paling tidak dibutuhkan dana sekitar Rp600 triliun lebih untuk membiayai krisis saat itu. Dana pihak ketiga yang berpotensi di-rush pada sektor perbankan sebesar Rp454,4 triliun (Desember 1997) atau Rp680,2 triliun (Desember 1998), jauh lebih besar dari jumlah BLBI yaitu Rp48,8 triliun (Desember 1997) atau Rp147,7 triliun (Desember 1998). (http://www.bi.go.id/ : tengok masalah BLBI).
Kenyataannya, setelah pemerintah dan Bank Indonesia akhirnya membantu, jumlah dana yang dikeluarkan untuk membantu perbankan nasional dalam bentuk obligasi rekapitalisasi mencapai Rp645 triliun. Dari jumlah tesebut, sebesar Rp144,54 triliun dalam bentuk obligasi BLBI.
Mengenai jumlah BLBI, posisi Desember 1998 mencapai Rp147,74 triliun. Pada saat dilakukan ‘kesepakatan’ bersama antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI pada 6 Februari 1999, posisi BLBI direvisi menjadi Rp144,54 triliun.
Sementara, hasil audit investigasi BPK menunjukkan nilai komersial dari jaminan aset para pemilik bank yang bermasalah dan para obligor, yang kemudian dikelola Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), ternyata hanya sebesar 8,54% atau ekuivalen dengan Rp12,35 triliun.
Pada angka-angka inilah terjadi multi tafsir, baik dari segi penyaluran, penggunaan, maupun penyelesaian, baik dalam bentuk uang tunai, saham di perusahaan, maupun dalam bentuk aset lainnya.
Ada yang beranggapan dana BLBI adalah sejenis penjarahan kekayaan nasional oleh para konglomerat dan dibantu pejabat, ada yang memberi titel ini sebagai bail out persoalan privat (swasta) oleh publik (rakyat), ada yang menilai ini adalah biaya krisis, ada yang memberi pengertian bahwa kejadian dimasa lalu itu sebagai produk manajemen BLBI yang amburadul.
Itu sebabnya Bank Indonesia kemudian meminta jaminan tambahan berupa jaminan pribadi (personal guarantee) dari salah satu pemilik bank penerima BLBI, konon untuk mendapatkan jaminan pribadi ini bank sentral harus menemui sang pemilik bank hingga ke negeri Paman Sam. Jumlah jaminan itu lebih kurang sama dengan total jumlah BLBI sebesar Rp144,5 triliun. Namun setelah dilakukan audit, nilai komersial jaminan tersebut hanyalah 8,54% saja.
Belum lagi terjadi perdebatan serius pada kejanggalan lonjakan BLBI yang pada Maret 1998 masih di level Rp87,04 triliun menjadi Rp103,05 triliun per April 1998. Bahkan akhir Agustus tahun yang sama, jumlah itu telah melambung hingga Rp140 triliun. Jumlah itu terus meningkat hingga Desember 1998 menjadi Rp147,74 triliun, walau kemudian setelah dilakukan perhitungan ulang antara Departemen Keuangan dan Bank Indonesia, disepakati jumlah akhirnya sebesar Rp144,5 triliun. Angka itu setelah dilakukan penyesuaian baik pokok, bunga maupun denda atas BLBI.
Atas aliran dana ini juga mengandung perdebatan yang tak kalah seru dan hingga kini belum kunjung tuntas. Apakah dana itu murni dana krisis, sebagai hadiah kepada konglomerat, atau sebagai konsekuensi yang bebannya harus ditanggung oleh rakyat.
Lepas dari perdebatan-perdebatan yang mengemuka, kenyataannya kini rakyat semakin menderita dengan tekanan ekonomi yang serius, sementara sebagian konglomerat yang dulu dibantu rakyat kini masih tetap menjadi konglomerat dengan ranah bisnis yang semakin ekspansif.
Berdasarkan majalah Globe Asia edisi September 2007, sejumlah konglomerat yang banknya mendapat bantuan BLBI, menunjukkan sesuatu yang kontradiktif dengan kehidupan rakyat yang kini sangat menderita. Pendapatan Salim Group (BCA-BTO) hingga Desember 2006 mencapai US$6,95 miliar, Bakrie Group (Bank Nusa Nasional-BTO) sebesar US$2,80 miliar, Chandra Asri Group (Bank Andromeda-BDL) sebesar US$1,10 miliar. (Suara Pembaruan, 28 Agustus 2007).
Sementara kekayaan para konglomerat itu secara pribadi juga lumayan besar, Soedono Salim (BCA-BTO) memiliki kekayaan sebesar US$2,80 miliar, Sukanto Tanoto (Unibank-BBKU lanjutan) sebesar US$1,30 miliar, Aburizal Bakrie (Bank Nusa Nasional-BTO) sebesar US$1,05 miliar, Sri Sultan Hamengkubuwono X (Bank Mataram Dhanarta-BDL) sebesar US$140 juta dan Pontjo Sutowo (Bank Pacific-BDL) sebesar US$125 juta. (Suara Pembaruan, 30 Juli 2007).
Perang audit
Jika ditelisik hasil audit beberapa auditor yang khusus menangani masalah BLBI ini, kita akan mendapati aneka opini yang semua mencerminkan pendapatnya masing-masing. Paling tidak ada beberapa pihak yang bersentuhan langsung dalam proses audit itu, yakni BPK, BPKP, PriceWaterhouseCoopers, Lehman Brothers, KPMG, CSFB, Danareksa, dan Bahana.
Ada persamaan, dan ada pula perbedaan dalam hasil audit para auditor tersebut, perbedaan terutama disebabkan asumsi yang dijadikan alasan dalam menarik kesimpulan para pihak yang mengaudit, disamping juga perbedaan objek yang diaudit.
Pertama, laporan hasil audit investigasi BPK pada 31 Juli 2000 dengan Nomor 06/01/Auditama II/AI/VII/200 menyimpulkan, bahwa dari total BLBI yang disalurkan kepada 48 bank sebesar Rp144,54 triliun, terdapat potensi kerugian negara hingga Rp138,44 triliun atau sebesar 95,78%-nya. Potensi kerugian itu didasarkan pada temuan penyimpangan terhadap ketentuan, kelemahan sistem dan kelalaian.
Kedua, laporan gabungan hasil audit investigasi BPKP pada 17 Juli 2000 dengan nomor LAP-02.02.07.437/D VII.2/2000 terhadap 42 bank yang diaudit menyimpulkan, bahwa terdapat penyimpangan penggunaan dana BLBI sebesar Rp54,56 triliun atau 51,45% dari saldo debet per tanggal 31 Januari 2000, atau 94,92% dari jumlah bukti yang diaudit.
Ketiga, hasil audit auditor asing Lehman Brothers yang diperbantukan untuk mengaudit aset Holdiko (khusus terkait BLBI Salim Group) menyatakan, total BLBI yang diterima dengan total penyerahan aset dalam rangka asset settlement, terdapat jumlah yang sama yakni Rp52,7 triliun.
Keempat, hasil audit auditor asing PriceWaterhouseCoopers khusus terhadap penyerahan aset Holdiko (terkait BLBI Salim Group sebesar Rp52,7 triliun) menunjukkan, bahwa aset yang diserahkan hanyalah Rp23 triliun.
Kelima, hasil audit auditor asing Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) terhadap penyerahan aset Holdiko (terkait BLBI Salim Group sebesar Rp52,7 triliun) menunjukkan, terjadi kelebihan penyerahan aset oleh Salim Group sebesar Rp240 miliar.
Keenam, Bahana dan Danareksa yang merupakan auditor local partners Lehman Brothers memiliki kesimpulan yang sama dengan Lemhan Brothers.
Ketujuh, hasil audit CSFB yang memeriksa penyerahan aset Sjamsul Nursalim menyimpulkan total aset yang diserahkan sama dengan total utang yang dimiliki, artinya utang dianggap lunas. Namun auditor sebelumnya Erns and Young (E&Y) mensinyalir justru ada kelebihan setor sebesar US$1,3 juta. Sjamsul Nursalim telah menyerahkan aset senilai Rp27,4 triliun terdiri dari GT Petrochem, PT Tire dan Dipasena Darma Citra Darmaja (senilai Rp20 triliun) ditambah setoran kas Rp428 miliar, namun laporan Tim Bantuan Hukum BPPN pada 2002 menunjukkan bahwa nilai riil Dipasena hanya Rp5,2 triliun.
Lantas, apa yang melatarbelakangi perbedaan hasil audit masing-masing auditor. Paling tidak ada lima alasan mengapa hasil audit itu berbeda. Pertama, aset yang diserahkan kepada BPPN tidak terawat secara baik, sehingga value-nya anjlok drastis. Dalam kasus Sjamsul Nursalim asetnya—tambak udang Dipasena Dharma Manunggal--anjlok hingga Rp27 triliun.
Kedua, kondisi pasar saat aset-aset itu dijual juga sedang jatuh, sehingga tak ada pembeli yang berani menawar aset dengan harga tinggi. Ketiga, waktu dan cara menjual aset yang tidak pas.
Keempat, terdapat perbedaan misi dan metode audit dari masing-masing auditor, dimana audit PWC ditujukan untuk penjualan aset (Overall Asset Disposal—OADP) sehingga wajar kalau harganya jatuh. Jatuhnya harga ini secara prinsip akuntansi dapat diterima lantaran diharapkan proses penjualan aset-aset tersebut bisa cepat laku terjual. Sementara KPMG ditugasi melakukan Financial Due Dilligence (FDD) saat penyerahan aset penerima BLBI, dalam kasus ini terdapat kelebihan jumlah aset yang diserahkan. Sedangkan Lehman Brothers ditugasi sebagai Financial Advisor (FA) BPPN dalam proses penyerahan aset.
Kelima, waktu audit yang berbeda, sehingga antara jumlah dana BLBI yang diserahkan dan nilai aset itu seperti moving target, atau angka yang selalu bergerak naik dan turun, sesuai kurun waktu dan situasi pasar yang ada pada saat itu. Karena pada saat itu berada pada situasi krisis, wajar kalau ada hasil audit yang sangat rendah. Tapi aset yang dulu di jual rendah itu, value-nya kini ada yang sudah melonjak hingga 802,7% seperti pada Bank Danamon dan 609,9% pada Bank Central Asia.
Tafsir atas audit
Pertanyaan lanjutannya, lantas mengapa BLBI sekarang menjadi ramai kembali? Disinilah menariknya pengusutan dan pelacakan kasus BLBI ini, karena seolah-olah menjadi isu yang selalu segar. Magnitude isu BLBI biasanya menghangat satu dua tahun menjelang Pemilu, sehingga ada yang berpendapat ini hanyalah upaya para pentalitan politik yang mengharapkan adanya fund rising menjelang Pemilu.
Sisi lain yang tak kalah seru, opini BPK yang sama sekali mengalami site back, bertolak belakang dengan pendapatnya terdahulu. BPK saat dipimpin Satrio Budihardjo ‘Billy’ Joedono sejak awal kasus itu mencuat hingga habis masa kepemimpinannya, konsisten berpendapat bahwa, terdapat penyimpangan dalam penyaluran dan penggunaan dana BLBI.
Sebaliknya, BPK saat dipimpin Anwar Nasution—yang nota bene pernah menjabat sebagai Deputi Gubernur Senior BI—telah menerbitkan laporan yang membenarkan hasil audit Lehman Brothers. Perbedaan kutub kepemimpinan ini layak untuk didalami dan menjadikannya diskusi yang intensif.
Hal yang menarik dan perlu juga didalami adalah sinyalemen dari Jampidsus Kejakgung di era Kemas Yahya Rahman menyatakan, saat diserahkan aset-aset obligor tersebut terlebih dulu dinaikkan agar seolah-olah sama dengan utangnya.
Tapi hasil akhir penyelidikan kasus BLBI I (Grup Salim) dan BLBI II (Grup Sjamsul Nursalim) menyebutkan tidak ada unsur melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
Yang jelas, semua sinyalemen itu haruslah dapat dibuktikan di pengadilan agar ada kepastian hukum, namun pihak yang memproses di pengadilan seharusnya mereka yang faham dan mengerti kasus tersebut dengan benar. Bagaimana akhir dari cerita BLBI memang masih sulit diprediksi. Yang mudah diprediksi adalah, genderang BLBI selalu berbunyi nyaring menjelang pemilu.
Bukan kriminal biasa
Dalam pengamatan dan penelusuran penulis selama 10 tahun terkahir, persoalan BLBI pada dasarnya adalah persoalan niat baik pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengamankan sistem pembayaran nasional. Persoalan muncul ketika menyelinap ‘penumpang gelap’ dalam proses penyaluran, penggunaan dana BLBI serta proses settlement aset di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Penulis mendapati sejumlah data yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum, baik berupa pelanggaran pidana korupsi maupun pidana pebankan. Perbuatan melawan hukum itu tentu terkait dengan orang-orang yang terlibat dalam penyaluran penggunaan dana BLBI serta settlement aset dari para obligor dan pemegang saham.
Proses melawan hukum itu tidak tanggung-tanggung melibatkan 100-an pejabat BI, 203 pemilik dan pengurus 48 bank dan puluhan pejabat di BPPN. Jadi proses ini selain melibatkan banyak orang, banyak modus, juga melibatkan likuiditas yang sangat besar yakni Rp144,54 triliun. Oleh karena itu penulis tertarik untuk memberi judul pada buku ini dengan: BLBI, Extrairdinary Crime.
Alasannya, proses bagaimana BLBI mengalir ke rekening 48 bank, proses pemanfaatan dana-dana tersebut oleh bank, dan proses bagaimana penyelesaian kewajiban para obligor dan pemegang saham atas beban BLBI benar-benar mencengangkan. Karena itu perlu dilakukan penyelidikan ulang yang jujur, berani dan transparan, sejauh ini baru segelintir orang saja yang menjalani proses hukum dari kasus BLBI ini.
Sebagaimana diungkapkan oleh Soehandjono (dalam buku Bank Indonesia Dalam Kasus BLBI, 2002, halaman 124-125), tindakan melawan hukum paling tidak memenuhi lima unsur: harus ada perbuatan, perbuatan itu melawan hukum, harus ada kesalahan, harus ada kerugian dan harus ada hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian.
Penulis melihat unsur-unsur melawan hukum pada beberapa indikator: pertama, perbuatan yang bersifat penyimpangan dana BLBI sudah terbukti. Kedua, perbuatan itu tentu saja melawan prinsip-prinsip hukum perbankan dan hukum perusahaan. Ketiga, kesalahan terjadi pada saat penyaluran dan penggunaan serta penyelesaian kewajiban. Kesalahan dalam penyaluran dan penggunaan BLBI penulis dapati sebesar Rp84,84 triliun, sementara kesalahan dalam settlement aset sedikitnya penulis dapati sebesar Rp52,3 triliun (dari kasus Anthoni Salim dan Sjamsul Nursalim).
Keempat, penulis mencatat ada kerugian negara dalam proses ini sebesar Rp118,02 triliun (dari selisih nilai recovery rate dengan nilai BLBI). Kelima, jelas besarnya kerugian sebesar itu lantaran perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para pihak terkait kasus BLBI tersebut.
Terlihat betapa audit yang dilakukan atas BLBI sangat beragam, tergantung cakupan dan wewenang masing-masing lembaga audit yang ditugaskan. Hanya saja dalam perkembangannya, audit BPK dan BPKP yang merupakan audit paling komprehensif, cenderung dipetieskan. Padahal kalau dibuka, maka akan terkuak sejumlah kejanggalan-kejanggalan yang tak lazim, bahkan menurut ukuran teknis perbankan itu sendiri.
Saat buku ini ditulis, dukungan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih penanganan kasus BLBI terus meluas. Mulai dari DPR, DPD, LSM, pribadi-pribadi, pengamat, hingga pejabat pemerintah.
Wapres Jusuf Kalla mengapresiasi wacana pengambilalihan kasus BLBI oleh KPK. Menurut JK, rencana itu sangat baik dan tepat. Karena KPK memang mempunyai kemampuan ekstraordinari, KPK mempunyai hak dan wewenang yang tidak dimiliki aparat penegak hukum yang lain. Antara lain bisa melakukan penggeledahan dan penyadapan. KPK bisa menggeledah setiap saat dan memonitor pembicaraan. Itu hanya bisa yang melakukan KPK. Kalau polisi hanya kasus-kasus normal.
Kasus BLBI mengalami jalan buntu ketika Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Terhadap hal tersebut, Wapres menegaskan KPK bisa mengambil alih kasus BLBI yang macet tanpa takut terbentur konflik antar institusi. Dalam UU KPK jika ada satu kasus yang mandeg, maka bisa diambilalih oleh KPK.
Hanya saja Kejaksaan Agung yang sudah terbukti gagal menangani kasus BLBI dalam 10 tahun terakhir, tampak masih berusaha agar KPK tak mengambil alih kasus BLBI, paling tidak dalam pernyataan resminya.
Menurut JAM Pidsus Mawran Effendi lembaganya tidak yakin kalau KPK akan mengambil alih kasus BLBI yang kini ditanganinya. Kejagung menilai itu hanya wacana belaka. KPK masih menunggu keputusan pengadilan.
Menurut Marwan, Kejagung belum berkoordinasi dengan KPK soal pengambilalihan penyidikan kasus BLBI. Bahkan Ketua KPK Antasari Azhar beberapa kali sudah mengatakan sebaiknya menunggu hasil keputusan pengadilan tinggi.
@2000LY
@rigil
@praddim
@Wpeee
Hanya saja dalam bahasa retorika Marwan mempersilakan KPK jika ingin mengambil alih kasus tersebut. Tapi ditegaskan, pengambilalihan itu harus sesuai mekanisme yang ada. JAM Pidsus yakin KPK sangat memahami mekanisme tersebut sehingga tidak akan sembrono.
Semakin jelas, bahwa ada yang terselubung dalam kasus BLBI ini, terutama dalam proses hukum yang ditangani oleh Kejaksaan Agung. Karena itu pengambilalihan kasus itu oleh KPK menjadi strategis guna menangani masalah BLBI secara komprehensif.
Boleh jadi argumentasi penulis tidak tepat, tapi penulis merasa yakin bahwa tidak semua proses penyaluran dan penggunaan BLBI benar, sebagaimana tidak semua proses itu salah. Artinya diperlukan penyelidikan ulang yang jujur, berani dan transparan, sehingga menghasilkan sebuah proses hukum yang berkualitas dan proses seperti ini tidak pernah muncul dalam 10 tahun terakhir.
Akhirnya penulis berharap buku ini dapat membuka kembali kasus yang nyaris dipetieskan ini. Sehingga berapapun hasil proses hukum BLBI ini akan dapat dirasakan keadilannya oleh rakyat.
Genap 11 tahun sudah Indonesia melewati krisis multidimensi sejak dimulainya pada 1997, setelah selama masa krisis, ekonomi, sosial dan politik nasional menjadi porak poranda. Kini sisa-sisa krisis itu belum hilang baik dalam benak rakyat maupun dalam beban APBN, termasuk masalah penyaluran dan penggunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) per 29 Januari 1999 sebesar Rp144,54 triliun.
Dana sebesar itu tersalur ke 48 bank yang terdiri atas kelompok 16 Bank Dalam Likuidasi (BDL) sebesar Rp11,89 triliun, 10 Bank Beku Operasi (BBO) sebesar Rp57,69 triliun, lima Bank Take Over (BTO) sebesar Rp57,64 triliun, dan 18 Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) sebesar Rp17,32 triliun. (Rekomendasi BPK atas hasil audit investigatif penyaluran dan penggunaan dana BLBI).
Tarik ulur persoalan BLBI tak lepas dari mindset atau cara pandang persoalan itu oleh para pelaku sekaligus pengambil keputusan, yang kurun waktunya berbeda, berhadapan dengan komponen rakyat yang menanggung beban bunga, yang kurun waktunya juga berbeda. Ditambah lagi persoalan audit atas penyaluran dan penggunaan BLBI, serta settlement atas beban utang BLBI kepada pemegang saham yang saat ini ada tujuh jenis. Sehingga wajar bila polemik BLBI hingga kini tak berkesudahan. BLBI bak bola liar, selalu dijadikan komoditas politik paling mujarab, terutama menjelang dan pasca pergantian pimpinan nasional.
Multi tafsir
Oleh karena kurun waktu yang memandang berbeda, maka wacana yang muncul pun merepresentasikan wawasan dan kepentingan para pihak yang ada dalam kurun waktu tersebut. Baik itu pejabat penegak hukum, pejabat pelaksana, pengamat, hingga para politisi. Secara teknis, perbedaan itu bisa difahami mengingat BLBI sendiri telah menjadi persoalan yang sangat kompleks, baik regulasi, periodesasi penyaluran, penggunaan, maupun audit atasnya, sehingga bisa difahami kalau kemudian menimbulkan multi tafsir. Itu sebabnya BLBI menjadi sangat unik lantaran difahami oleh multi profesi, multi ormas, multi ras dan multi generasi.
Tepat 10 tahun krisis, wacana pelanggaran dalam penyaluran dan penggunaan dana BLBI serta penyerahan aset (settlement asset) kembali mengemuka. Adalah praktisi hukum senior, Kartini Mulyadi yang mengisyaratkan adanya ketidakberesan antara perikatan hukum penyerahan aset (MSAA, MRNIA, maupun APU) dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), PriceWaterhouseCoopers, Lehman Brothers, Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG), Credit Suisse First Boston (CSFB), PT Danaresksa dan PT Bahana Pengembangan Usaha Indonesia.
Khusus konsultan penilai yang pernah dilibatkan dalam menilai aset Grup Salim, antara lain, KPMG, Lehman Brothers, Merril Lynch, dan JP Morgan. Dari dalam negeri, yang pernah dilibatkan menjadi appraisal atau konsultan penilai aset Grup Salim adalah dua BUMN, yakni PT Danareksa dan PT Bahana.
Disamping juga laporan verifikasi konsultan hukum Kertopati, Muchtar dan Rekan yang ditunjuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yang menyebutkan nilai jaminan yang diserahkan Bank Central Asia (BCA) yang diserahkan Bank Indonesia (BI) kepada BPPN hanyalah Rp5,61 triliun atau 21,09% dari jumlah BLBI yang diterima sebesar Rp26,59 triliun.
Kejaksaan Agung Republik Indonesia sendiri melakukan penyidikan dan pengkajian ulang atas segala perikatan antara pemegang saham bank, obligor, dan pihak terutang dengan pejabat pengambil keputusan yang menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL), bahkan surat Release and Discharge (R&D).
Tak kurang 35 Jaksa berprestasi dilibatkan dalam Tim Penanganan Kasus BLBI, tugasnya menangani kasus hukum atas bail out persoalan privat kepada publik itu. (Bandingkan dimasa Jaksa Agung Marzuki Darusman yang melibatkan 225 Jaksa unggulan di pusat dan di daerah, namun ujung-ujungnya kasus BLBI tetap melandai atau tak memuaskan).
Ada kelompok penekan (pressure group) semisal 14 ormas Islam dengan tekad ’Jihad Melawan Koruptor BLBI’, Brigade Pemburu Koruptor (BPK) BLBI. Niat mereka sama, mengungkap sesuatu yang masih disembunyikan dalam kasus BLBI.
Dukungan politis pun mengalir, paling tidak delapan parpol mendukung adanya interpelasi BLBI. Kedelapan parpol itu adalah PAN, PPP, PBR, PKS, Partai Bintang Pelopor Demokrasi, Partai Demokrat dan PDS. Tapi ujung dari interpelasi ini pun tak memuaskan. Karena itu sejumlah anggota dewan meningkatkan tekanan dengan berupaya menggalang hak angket.
Tidak hanya berhenti disitu, dukungan terus mengalir dengan adanya usulan untuk pembentukan Densus 88 untuk meringkus ‘maling’ BLBI. Pertimbangannya, Densus 88 selama ini terlihat profesional dalam mencokok para teroris, para ‘maling’ BLBI tak ubahnya adalah teroris dalam sektor perbankan. Karena itu pembentukan Densus 88 BLBI menjadi sebuah keharusan sejarah.
Pendek kata, ada sesuatu yang janggal dalam penyaluran, penggunaan dan penyelesaian atas BLBI ini. Saat artikel ini ditulis, dukungan terhadap penegakkan hukum atas penyaluran dan penggunaan dana BLBI yang dikomandani langsung Jaksa Agung Hendarman Supandji semakin meluas. Seolah tak terbendung, bak bola salju dimusim dingin.
Namun setelah melewati masa delapan bulan penyelidikan, Jaksa Agung menyimpulkan tak ada unsur melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi. Celakanya dua hari setelah pengumuman itu disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap tangan Jaksa Urip Tri Gunawan yang menerima dana tunai sebesar US$660 ribu dari orang dekat Sjamsul Nursalim, yakni Artalyta Suryani.
Saat buku ini ditulis, dua pejabat Kejakgung, yakni Kemas Yahya Rachman dan M. Salim, dinonaktifkan sementara sebagai bentuk tanggung jawab Jaksa Agung Hendarman Supandji. Tapi publik sudah terlanjut tidak percaya, bahkan kendati Jaksa Agung diberhentikan sekalipun.
Begitulah cara Allah, ketika ada tangan-tangan besar berusaha menyembunyikan kasus BLBI, selalu ada tangan yang maha besar yang mengungkap dengan caranya sendiri.
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:24:00 PM PST
1. Skandal keuangan negara ratusan miliar dan proses penyelesaian penerbitan obligasi eks BLBI pada 1998 msh terkatung2 hingga kini.
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:27:14 PM PST
2. Skandal itu justru membuat obligor yg harusnya bayar utang obligasi rekap perbankan, malah bisa membeli kembali perusahaannya. @rdungga
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:28:28 PM PST
3. Dari jual beli murah oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), obligor BLBI kini nikmati untung besar dari operasional perusahaan.
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:29:03 PM PST
4. Dari bunga obligasi eks-BLBI itu pun para obligor dapat meraup untung luar biasa besar. Bahkan kini bisnisnya makin menggurita. @KPK_RI
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:31:45 PM PST
5. Makanya, mega-skandal BLBI dinilai sbg satu dari beberapa skandal yg masuk kategori kejahatan kemanusiaan paling fenomenal. @TriMacan2000
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:32:44 PM PST
6. Sebab rakyat yg tidak mendapat bantuan, justru wajib/harus/kudu bayar cicilan pokok & bunga setiap tahun, hingga tahun 2043. @KPK_RI
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:33:45 PM PST
7. Mega skandal BLBI justru membuat obligor yg harusnya membayar utang obligasi rekapitalisasi perbankan, kembali memiliki perusahaannya.
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:37:16 PM PST
8. Caranya: lewat penjualan murah BPPN kala itu, dan kini para obligor menikmati untung besar dari perusahaannya yg dulu diambil alih BPPN.
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:37:37 PM PST
9. Misalnya BCA yg diambil BPPN, lalu dijual murah & dibeli pemilik yg sama. Pada tahun pertama, BCA sudah untung Rp 4 triliun. @HaloBCA
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:41:30 PM PST
10. Ambil-alih perusahaan oleh pemilik lama dgn cara manipulatif inilah yg disebut: "kejahatan ekonomi yg sangat tdk berperikemanusiaan".
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:44:35 PM PST
11. Krn semua perusahaan yg semula diambil BPPN sebelum krisis, sedang mengalami masalah keuangan. @TrioMacan2000 @KPK_RI @KEJAGUNG_RI
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:48:44 PM PST
12. Namun pengambilalihan oleh BPPN membuat perusahaan itu menjadi sehat kembali. Anehnya, perusahaan itu kemudian dijual murah oleh BPPN.
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:49:17 PM PST
13. Lima puluh pengemplang BLBI, menikmati keuntungan ganda dari skandal BLBI yang sampai saat ini belum terungkap. @bank_indonesia @KPK_RI
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:56:07 PM PST
14. Sedangkan rakyat sebagai pembayar pajak justru harus menanggung beban utang BLBI & harus menerima dana kesejahteraan, seperti anggaran:
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:56:30 PM PST
15...pendidikan, kesehatan & anggaran kesejahteraan lain yg sangat minim, krn APBN terkuras utk bayar utang 50 konglomerat perampok BLBI.
InfoBLBI 17/Dec/2012 08:56:44 PM PST
16. Bagaimana mungkin kenyataan itu bisa terjadi di negeri yg menganut demokrasi & memiliki DPR RI? @bambangsoesatyo @anismatta @pantauDPR
InfoBLBI 17/Dec/2012 09:00:05 PM PST
17. Krn mega skandal ini tdk hanya melibatkan 50 konglomerat, tapi juga lembaga penilai luar negeri yg disewa pemerintah, BPPN, & seluruh...
InfoBLBI 17/Dec/2012 09:01:44 PM PST
18. ...aparat pemerintah yg ketika itu memiliki akses terhadap keputusan BLBI tersebut.
InfoBLBI 17/Dec/2012 09:02:03 PM PST
19. Menurut UU, kasus itu bukan korupsi, tetapi menurut UNCAC (United Nations Convestion against Corruption), jelas korupsi yg wajib diusut.
InfoBLBI 17/Dec/2012 09:03:05 PM PST
20. Dan seluruh yg terlibat harus dihukum seberat-beratnya. Dalam menangani kasus BLBI, pemerintah telah mengorbankan kepentingan rakyatnya.
InfoBLBI 17/Dec/2012 09:05:11 PM PST
21. Hak rakyat jg terabaikan krn pemerintah tak bisa memenuhinya di tengah kemiskinan masif, koruptif akut, dan mandulnya penegakan hukum.
InfoBLBI 17/Dec/2012 09:10:26 PM PST
22. ketidakseriusan menangani BLBI sama halnya dgn kejahatan kemanusiaan. Makanya, obligor BLBI baiknya dipidanakan krn tdk mau bayar utang.
InfoBLBI 17/Dec/2012 09:12:57 PM PST
23. Tingkat pengembalian/recovery rate utang BLBI, minus. Obligasi tdk memiliki landasan kuat, baik secara hukum maupun jaminan pd pinjaman.
InfoBLBI 17/Dec/2012 09:15:04 PM PST
Content from Twitter
Load Remaining (12)
1. DI satu masa, BLBI pernah diplesetkan sebagai Bantuan Liar Bank Indonesia. Dan karenanya dianggap sebagai Biang Lapar Bangsa Indonesia
Reply RT Favorite InfoBLBI 29/Oct/2012 04:58:21 AM PDT
2. Mungkin 10-15 thn ke depan akan diplesetkan: Bahan Lamunan Bangsa Indonesia, jika dalam 5 thn ke depan tak ada upaya nyata mengungkapnya
InfoBLBI 29/Oct/2012 04:59:17 AM PDT
3. Maklum, sebentar lagi kejahatan ini akan memasuki masa kedaluarsa alias tak bisa lagi diutak-atik! @TrioMacan2000 @KPK_RI @KEJAGUNG_RI
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:01:13 AM PDT
4. Yang bisa diutak-atik hanyalah cara bangsa ini untuk menanggung beban kerugian yang ditimbulkan BLBI
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:03:01 AM PDT
5. Ketika bicara BLBI, tidaklah lengkap jika tak bicara juga tentang program penjaminan & program rekapitalisasi
perbankan
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:05:33 AM PDT
6. Dus, dgn begitu kita akan utak-atik cara dapatkan dana utk ongkosi biaya BLBI yg secara keseluruhan ditaksir capai 1000-an triliun rupiah
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:06:44 AM PDT
7. Sekadar menengok ke belakang, banyak upaya dilakukan berbagai pihak agar keadilan ditegakkan dalam soal BLBI ini @TrioMacan2000 @KPK_RI
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:08:04 AM PDT
8. Langkah hukum, dulu dan sekarang, baik berupa kajian hingga eksekusi di pengadilan sudah pernah dilakukan @TrioMacan2000 @KEJAGUNG_RI
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:10:28 AM PDT
9. Langkah politik, dulu & sekarang juga sudah diupayakan, dari mulai Panja hingga Hak Interpelasi @TrioMacan2000 @presidenSBY @PRESIDEN_RI
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:11:58 AM PDT
10. Belum lagi berbagai aksi jalanan, kajian2, diskusi-diskusi hingga penerbitan buku @KEJAGUNG_RI @KPK_RI @presidenSBY @TrioMacan2000
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:15:31 AM PDT
11. Semuanya tak pernah mengubah keadaan: pengemplang tetap tak tersentuh, uang negara juga tak kembali utuh. Setengahnya saja tidak
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:16:34 AM PDT
12. Bahkan, tidak mustahil kelak akan muncul kisah-kisah heroik tentang pengorbanan para pengemplang yang rela asetnya diambil alih negara
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:24:22 AM PDT
13. Juga tentang pengemplang yang tak bersalah tapi dijadikan bulan-bulanan media massa dan seterusnya @TrioMacan2000 @KPK_RI @presidenSBY
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:27:40 AM PDT
14. Atas dasar itu Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan & Keadilan (Humanika) berinisiatif menerbitkan buku: Tipu Muslihat Menghapus BLBI
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:28:49 AM PDT
15. Maksudnya sederhana saja: memelihara memori kolektif bangsa ttg sepak terjang para pengemplang & pengambil kebijakan yg terkait dgn BLBI
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:29:36 AM PDT
16. Pada 2007, Humanika juga menerbitkan buku bertajuk: BLBI: Mega Skandal Ekonomi Indonesia: Siapa Sesungguhnya Perusak Ekonomi Indonesia
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:31:01 AM PDT
17. Ajakan memerangi para pengemplang masih relevan. Malah kini jalan kian terjal krn pengemplang punya tameng utk hadang upaya pengusutan
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:31:39 AM PDT
18. Memerangi bukan dilandasi semangat balas dendam / ingin hancurkan para pengemplang @TrioMacan2000 @KPK_RI @KSHFHUnpad @klinikhukum
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:32:48 AM PDT
19. Memerangi artinya utk mengajak semua elemen bangsa bersatupadu tegakkan keadilan & kembalikan hukum bekerja utk memenangkan kebenaran
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:34:03 AM PDT
20. Masalahnya, kita sbg bangsa hrs berpacu dgn waktu. Terlebih upaya sebagian kalangan utk cepat2 mengubur BLBI, makin agresif dilakukan
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:34:48 AM PDT
21. Demikian kultwit kami. Berharap ada respon pihak terkait utk mengurai benang kusut mega skandal BLBI. Kita akan lanjutkan dlm tema lain
Tahukah anda bhw utang BLBI baru lunas 2032 dan dibayar melalui APBN yg merupakan uang rakyat ?
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:24:08 PM PST
Tahukah anda bhw BLBI yg totalnya 560 T dan jadi beban rakyat itu sebagian besar di korupsi oleh pemilik2 bank yg skrg status buron?
Reply RT Favorite TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:25:01 PM PST
Tahukah anda bhw konglomerat2 buronan BLBI itu selalu berupaya bisa kembali ke RI krna banyak usaha dan asset mereka masih tertinggal?
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:25:54 PM PST
Tahukah anda bhw dulu konglo2 buronan BLBI itu membantu dana kampanye pilpres SBY ?
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:26:35 PM PST
Tahukah anda bhw kemudian buronan BLBI itu kecewa thdp SBY karena gagal menghapus tuduhan pidana dalam utang BLBI tsb ?
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:27:19 PM PST
Tahukah anda bhw 23 buronan BLBI itu dalam pilgub DKI kemaren membantu pendanaan kampanye jokowi ratusan milyar ? Kenapa?
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:28:18 PM PST
penghapusan tuntutan pidana dalam kasus BLBI dgn pola MSAA, MRNIA dst itu masih terus diupayakan oleh para buronan BLBI meski pernah gagal?
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:31:01 PM PST
Siapakah pihak yg berjasa besar menggagalkan rencana kolusi antara pemerintah dan para buronan BLBI utk hapus tuntutan pidana utang BLBI?
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:31:57 PM PST
ingat kasus Ayin alias arthalita suryani yg sedikitnya menyuap Jaksa Urip Tri Gunawan ( UTG) sedikitnya 6.6 M tapi kemudian ditangkap KPK?
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:32:58 PM PST
Arthalita Suryani yg ditangkap KPK bersama Jaksa UTG terkait penghapusan pidana utang BLBI kelompok BDNI/ Gajah tunggal grup/ syamsul N
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:34:46 PM PST
Akibat dari KPK pimp antasari menangkap UTG, arthalita ( ayin) cs ini sejumlah Jaksa Agung Muda dan direktur di Kejagung divonis bersalah jg
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:35:45 PM PST
Akibat KPK menangkap UTG dan Ayin cs ini, utang BLBI syamsul nursalim yg mau dihapuskan pidananya menjadi sorotan luas publik
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:36:50 PM PST
Akibatnya, upaya penghapusan pidana utk konglo2 buronan BLBI tsb terhenti total. Antasari dan KPK jadi musuh No. 1 konglo2 bajingan itu
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:37:45 PM PST
Di sisi lain, konglo2 buronan BLBI yg jumlahnya 23 orang itu juga merasa kecewa besar pada SBY yg dianggap mereka ingkar janji
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:38:31 PM PST
Padahal mereka sdh bantu kampanye SBY habis2an hingga SBY terpilih jadi presiden. SBY dinilai mreka tdk lagi bisa jadi pelindung
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:39:26 PM PST
Konglo2 buronan BLBI itu kemudian mencari sosok capres yg bisa jadi sandaran mereka dan nantinya akan bantu masalah pidana mreka di BLBI
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:40:13 PM PST
Nah, pd pilgub DKI kemaren, dgn bantuan lobi dari Jenderal Luhut Panjaitan, mereka sepakat support prabowo sbg capres 2014 dan bantu jokowi
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:41:16 PM PST
Informasi yg kami terima, sedikitnya uang muka bantuan buronan BLBI yg dicairkan utk kepentingan prabowo dan jokowi itu sebesar USD 25 juta
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:42:07 PM PST
Berapa total uang yg akan dikucurkan 23 buronan BLBI ini utk sukseskan prabowo atau jokowi pada pilpres 2014 yad ? Min, usd 100 juta
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:43:28 PM PST
Apa kompensasi yg diharapkan para buronan BLBI ini dari Prabowo dan Jokowi cs atas bantuan dana ratusan juta usd itu? Penghapusan pidana dll
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:45:40 PM PST
Sebab itu tdk heran jika kami mendapatkan informasi, bhw biaya promosi jokowi sampai 2014 via media mencapai 200 M.
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:46:22 PM PST
Buronan2 BLBI ini butuh dukungan politik yg kuat utk bisa menghapuskan tuntutan pidana terkait BLBI. Mereka incar capres yg mau kolusi
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:47:13 PM PST
Jika penghapusan pidana BLBI tsb terjadi, 23 buronan BLBI yg rampk uang negara ratusan Triliun itu bisa kembali ke indonesia dgn aman
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:47:54 PM PST
Siapa yg saat ini peduli dgn BLBI ? Hanya segilintir. Kwik kwan Gie cs saja yg terus desak agar BLBI dituntaskan. KPK? Ga peduli. Takut
http://chirpstory.com/li/41870
Memang negara kita inii anehh , wihh jadi kesimpulannya pak jokowi udah termasuk salah satu pelindung orangorang ituu yaaa?
Milih siapa yaa 2014 nantiii , kalau milih yg buruk jadinya dosa,kalau golput sama aja dong enggak ada perubahan -_-"
Kalau udah bacabaca tweet triomacan itu benerbener bikin naik darah ckckckck konspirasi nya mengerikan semuaaa
kalo soal RnD, megawati memberi kepastian hukum kpd obligor yg sdh melunasi kewajibannya. klo kebijakan RnD merugikan negara sekian rts triliun, knp ga diusut??? knp ga dilaporin ke kpk ???
ini kan kampanye hitam dari golongan neolib kampret pendukung kebo dunguk korupsi dari cikeas yg bentar lagi masuk bui !
baca kronologi nya pake akal sehat;
ditelaah sepenuhnya dgn jernih
jgn terlalu subjektif dan malas nbelajar...
lu percaya amat dgn kpk besutan bamsut itu?
kalo terlalu subjektif gmana mo liat kasus scr objektif?
.........
Tahukah anda bhw utang BLBI baru lunas 2032 dan dibayar melalui APBN yg merupakan uang rakyat ?
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:24:08 PM PST
Tahukah anda bhw BLBI yg totalnya 560 T dan jadi beban rakyat itu sebagian besar di korupsi oleh pemilik2 bank yg skrg status buron?
Reply RT Favorite TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:25:01 PM PST
20. Masalahnya, kita sbg bangsa hrs berpacu dgn waktu. Terlebih upaya sebagian kalangan utk cepat2 mengubur BLBI, makin agresif dilakukan
InfoBLBI 29/Oct/2012 05:34:48 AM PDT
Tahukah anda bhw 23 buronan BLBI itu dalam pilgub DKI kemaren membantu pendanaan kampanye jokowi ratusan milyar ? Kenapa?
TrioMacan2000 25/Dec/2012 05:28:18 PM PST
...
tthx to @Wpeee
begitulah indonn;
destruction in the making...
kalo lembaga nya busuk;
ya kesian indonn kelak..
.
juga sejarah yg dibelokkan sesuai kebutuhan2 para pelaku2 nya...;
sperti sejarah g30s..
jd jgn memuja sesorg figur scr berlebihan dan penuh polesan berlebihan...;
tends jd kultus individu dan diabolik/ pemujaan setan2..
.
Sebenarnya kalau baca mengenai g30s sedih karena garagara itu presiden soekarno jadi turun , coba aja itu enggak pernah ada , pasti indo sekarang melebihi maju nya aus sama sg , terlalu banyak kepentingan orang luar di indo mas , jadi emang indonesia ini enggak boleh maju
Gue beberapa bulan yg lalu pernah dengar cerita dari temen gue yg punya ladang jeruk , jadi ada satu pembeli yg profesinya itu nahkoda kapal , jadi sinahkoda ini cerita ke dia kalau sebenarnya dia itu kerja sama usa. sewaktu piala dunia afsel kemaren kan penduduk disana fokusnya sama piala dunia , jadi usa itu udah ngincar satu daerah tambang disana yg mau dijarah , begitu perhatian ke daerah itu lengah , yaudah deh orang itu buruburu ngangkutin itu hasil tambang ke kapal , jadi kegiatan itu benerbener ilegal , tapi siapa sih yg berani sama usa?
sinahkoda itu juga cerita kalau usa juga lagi ngincar tambang batu giok di aceh yg katanya benerbener berharga , jadi dia mau buat juga modelmodel skema kegiatan kaya di afsel sono, "piala dunia " juga , udah denger kan gosipgosip yg ngomong indonesia mau jadi tuan rumah piala dunia? Kalau dipikir pakai logika ajaa enggak mungkin kali diadain disini , liat aja tuh stadionstadion kita penuh krikil semuaa.
Jadi menurut kesimpulan gue , negara kita emang enggak boleh maju ...
monggo silakan dilaporin megawati terima sekian milyar..
jadi jgn nyuruh org laen setuju dgn jalan pikiran ente, sementara diadili saja belum megawati nya..
bailout century thn brp ? siapa presidennya?
antara thn 2001-2004 ada bailout bank tidak? siapa presidennya?
okeh itu saja dari gw, males ngomong politik...