It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Seorang pria mengalami kecelakaan mobil. Kakinya patah dan ia harus beristirahat beberapa hari di dalam rumah hingga kondisinya pulih. Pria itu tinggal di apartemen bersama istrinya. Sayangnya istrinya harus bekerja sehingga tak bisa merawat pria itu. Beberapa hari pertama, pria itu merasa senang karena bisa tinggal di rumah seharian. Namun lama-kelamaan ia merasabosan.
Suatu hari saat menyalakan televisi, ia mendengar suara tertawa anak-anak di lantai atasnya. Terdengar pula suara bola yg menggelinding sepanjang hari. Ia berpikir ini aneh, sebab jam segini harusnya anak-anak belum pulang dari sekolah. Esoknya, ia juga mendengar suara anak bermain dari lantai atas.
Si pria merasa lapar dan memesan dua kotak pizza melalui layanan pesan antar. Ia merasa sudah kenyang setelah memakan sekotak pizza dan merasa tak sanggup menghabiskan satu kotak pizza lagi. Jika ia menunggu istrinya pulang, mungkin pizza itu rasanya sudah tak enak lagi. Akhirnya ia memutuskan untuk berbuat baik dengan memberikan pizza itu pada keluarga yang tinggal di atasnya. Bukannya ada anak-anak tinggal di bawahnya? Mereka pasti senang dengan pizza gratis.
Dengan kepayahan iapun keluar dari kamar dan naik dengan lift. “Ouch...ouch...” sesekali ia mengerang karena kakinya belum sembuh benar ketika berjalan menuju kamar di lantai atasnya itu.
“Ting tong.” ia menekan bel, namun tidak terdengar jawaban. Ia kembali menekan bel dan terdengar suara dari dalam pintu.
“Siapa?” terdengar suara wanita dari balik pintu.
“Saya tetangga yang tinggal satu lantai di bawah anda.” Pintu dibuka, namun hanya sedikit. Dari sela pintu, terlihat wajah seorang wanita separuh baya. Namun kamar itu sangat gelap sehingga yang bisa ia lihat hanya kepala wanita itu.
“Ada apa?”
“Anda mau pizza? Saya tadi memesannya namun tidak habis. Mungkin anda mau?”
“Tidak, terima kasih.” Jawab wanita itu tanpa ekspresi.
“Ehm, mungkin anak-anak anda mau?” Tiba-tiba terlihat kepala seorang anak laki-laki dan anak perempuan di bawahnya kepala sang ibu. Mereka pasti anak-anak yang kerap ia dengar suaranya saat bermain. Ketiga wajah itu menatapnya, berbaris membentuk satu lajur dari atas ke bawah.
“Baiklah, kami mau.” Wanita itu menerima pizza itu dan pintu itupun dibanting, tertutup.
Pria itu berbalik, namun entah kenapa ia merasa ada yang aneh. Seluruh bulu kuduknya terasa mengigil. Wajah ketiga orang itu terpatri dalam ingatannya. Ia mengambil langkah cepat, tanpa peduli rasa sakit di kakinya, untuk segera menuju lift. Ia menekan tombol lift, namun lift itu tak kunjung datang. Ada yang aneh dengan wajah mereka. Lift itu terlalu lama. Pria itu mulai menyadari apa yang salah dengan keluarga itu.
Seorang pemuda menerima pekerjaan sebagai pengurus makam. Ini sebenarnya bukan jenis pekerjaan yang ia inginkan. Namun apa boleh buat, ia sangat membutuhkan uang dan hanya pekerjaan ini yang berhasil ia dapatkan dalam waktu singkat. Pemuda itu sangat takut pada mayat, namun untunglah pekerjaannya hanyalah pekerjaan-pekerjaan ringan. Tugasnya hanyalah menyapu, memotong rumput, dan membersihkan makam. Sedangkan tugas-tugas yang berhubungan dengan mayat seperti menyiapkan jenazah dan prosesi pemakaman adalah tugas para pengurus makam yang lebih senior. Namun ada satu hal yang dibenci oleh pemuda itu. Ia memang tak perlu melihat mayat secara langsung saat bekerja. Namun ada kalanya ia bekerja di ruangan bawah tanah tempat pet-peti mati berisi jenazah disimpan. Di negara Barat, orang-orang kaya biasanya membuat sebuah ruangan bawah tanah dimana peti-peti mati mereka dan keluarga mereka diletakkan, bukan dikubur seperti orang biasa. Pemuda itu sangat membenci ruang bawah tanah, sebab ruangan itu gelap, berdebu, dan penuh mayat.
Suatu hari, pemuda itu ditugasi untuk membersihkan sebuah ruang bawah tanah. Dengan berat hati ia melakukan tugasnya itu. Saat ia sedang membersihkan papan-papan nama yang ada di ruangan itu, angin kencang bertiup dan menutup pintu kamar bawah tanah itu. Pemuda itu langsung panik dan berusaha membukanya, namun percuma. Ia terkunci di ruangan penuh mayat itu. Pemuda itu mencoba berteriak, namun tak ada yang mendengar teriakannya. Pemuda itu lalu mencoba menenangkan dirinya dan melihat sebuah jendela di atas ruangan. Cahaya matahari menembus jendela itu dengan enggan. Berarti ia bisa merangkak keluar lewat jendela itu. Masalahnya, jendela itu letaknya sangat tinggi. Ia tak mungkin dapat mencapainya. Ia melihat ke sekeliling ruangan. Yang ada di situ hanyalah peti-peti mati. Pemuda itu mendapatkan akal. Bila ia menumpuk peti-peti itu, ia dapat membuat semacam tangga yang dapat digunakannya untuk mencapai jendela itu. Ia lalu mencoba mengalahkan ketakutannya dan mulai memindahkan peti-peti mati itu. Di luar dugaannya, peti-peti itu ternyata ringan. Mungkin karena mayat di dalamnya sudah lama membusuk dan meninggalkan tulang belulang saja. Ia berhasil menumpuk beberapa peti mati dan mulai naik.
“Ouch!” teriak pemuda itu lirih. Ia merasakan sakit di tumitnya. Ia menduga kayu dari peti mati itu yang menggoresnya.
“Ouch!” rasa perih itu kembali lagi. Namun ia terus melanjutkan mendaki peti-peti mati itu, meskipun nyeri itu terus terasa.
Akhirnya ia berhasil mencapai jendela itu dan merangkak keluar. Pemuda itu berjalan kepincangan dan akhirnya bertemu dengan penjaga makam yang merupakan bosnya.
“Apa yang terjadi padamu?” tanya bosnya keheranan. Pemuda itupun menceritakan segalanya.
“Lalu kenapa kau berjalan terpincang seperti itu?”
“Tadi kaki saya tergores kayu dari peti mati.”
“Ya ampun itu bisa infeksi. Mana, coba aku periksa.” Pemuda itu duduk di atas sebuah batu nisan dan bosnya kemudian memeriksa tumit pemuda itu. Penjaga makam itu lalu menatap pemuda itu dengan wajah pucat.
“Tapi ini bukan luka goresan kayu, Nak.”
“Lalu apa?”
“Ini bekas gigitan manusia ...”
Suatu hari seorang gadis muda tengah menunggu di sebuah stasiun kereta ketika ia mendengar seseorang bergumam di belakangnya. Ia berbalik dan melihat seorang wanita duduk di sebuah bangku. Gadis itu menyadari saat itu hanya ada mereka berdua di stasiun tersebut. Wanita itu sangat aneh, pikir gadis itu. Wanita itu berumur 40-an dan duduk dengan tidak tenang. Ia menggoyang-goyangkan badannya ke depan dan ke belakang sambil bergumam, “21...21...21...”.
Gadis itu bisa melihat kalau wanita itu terlihat agak “stress”, bahkan mungkin gila. Ia berniat untuk mengacuhkan saja wanita itu. Namun wanita itu terus saja bergumam, “...21...21...21...”
Lama-kelamaan gadis itu menjadi penasaran. Iapun bangkit dari kursinya dan menghampiri wanita itu.
“Ibu, apa yang sedang ibu hitung?” Wanita itu tak menjawab, bahkan tak menatap gadis itu.
Ia hanya terus bergumam, “....21....21...21....”
Gadis itu melihat di sekitarnya, mencoba mencari tahu apa yang sedang wanita itu hitung. Di saat yang sama, gadis itu heran. Jika ia memang menghitung sesuatu, mengapa angkanya selalu sama. Kemudian terdengar suara kereta datang. Tiba-tiba saja wanita itu menerjang gadis muda dan mendorongnya ke arah rel.
“Aaaaaa!!!” teriak gadis itu, namun terlambat. Kereta yang melaju kencang itu terlanjur menyambar tubuhnya. Warna merah dari darah gadis itu bercipratan hingga ke dinding dan kursi-kursi di stasiun itu. Wanita itu kembali duduk seolah tak terjadi apa-apa dan mulai bergumam.
“...22....22...22...”
aku mengubah beruang kutub menjadi putih
aku bisa membuat mu menangis
aku membuat pria buang air kecil
aku membuat wanita menyisir rambutnya
membuat selebritis bodoh membuat orang biasa menjadi selebritis
aku membuat pancake kecoklatan
dan membuat sampanye mengeluarkan gelembung
ada sebuah ruangan yang pintunya yang dijaga oleh seorang pria tua. setiap orang yang ingin masuk ke dalam ruangan tersebut harus terlebih dahulu menjawab pertanyaan sang penjaga pintu.
Seorang pria paruh baya berniat masuk kedalam, setelah mengetuk pintu, si penjaga berkata "sembilan". pria tersebut menjawab "delapan", akhirnya masuklah ia kedalam ruangan.
Kemudian seorang wanita muda mengetuk pintu, kali ini si penjaga berkata "enam". sang wanita menjawab "empat". pintu tersebut dibuka dan ia masuk.
Suatu hari aku inhin masuk ke dalam ruangan itu. Penjaga. Pintu pun berkata "tujuh". Tak perlu berpikir lama aku pun dapat memasuki ruangan itu setelah menjawab dengan tepat.
Wushhh.. kencang sekali ku mengendarai sebuah motor bertenaga 250CC, pada saat itu memang aku sedang terburu buru untuk menjenguk ayah ku yang sedang sakit parah akibat kecelakaan sehabis ia pulang dari bandara. Rasa khawatir terhadap ayah ku bercampur satu padu saat aku mengendarai motor tersebut, air mata jatuh begitu saja ketika senyum ayah ku muncul di dalam pikiran. Aku tidak bisa berkonsentrasi air mata jatuh terus menerus mengingat kisah lampau saat aku bersama ayah ku.
"Ayaaahhhh.." Teriak ku dengan sekuat tenaga, kembali ku tancap gas sekencang-kencangnya. air mata jatuh tak terhitung jumlahnya. Setelah beberapa saat kemudian aku sampai di rumah sakit dan aku berlari menuju ruangan ayah ku dirawat, duka menyelimuti keluarga kami dan rasa dingin ruangan akibat udara malam lengkap sudah pikir ku. Badan ku tiba tiba menjadi lemas dan dingin ketika aku melihat ayah ku terbaring di tempat tidur dengan di bantu alat pernafasan, dua kaki ayah ku terpaksa di amputasi akibat kecelakan maut itu.
Tiba dimana keesokan hari nya aku bangun dari kamar tidur ku dan melihat seseorang yang di tutupi kain kafan, aku menangis dan aku bingung padahal semalam ayah ku melihat aku sambil tersenyum, dan berkata "maafkan ayah ya nak, selama ini ayah selalu memarahimu. dan tidak bisa mengetahui keinginan mu. Sekarang pulang lah pasti kau sudah capek dan lelah".
Gudang peralatan dipenuhi dengan perkakas kan?
Udah pasti perkakas yang ada disana terbuat dari besi,
Saat sang ayah menghidupkan magnet super kuat ketelinga si anak bisa dibayangkan kan?
Semua perkakas melayang kencang ke kepala si anak. . .
Yang cacat bukan temannya,tapi anak tersebut. . .
lol iya juga, ngga kepikiran guanya - , -