It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Permainan biola Jerry indah. Luar biasa indah dan menyedihkan. Dari nada pertama pikiranku dibawa pada pertemuan pertama kami. Seakan setiap nadanya bercerita dan kilasan-kilasan itu nyata tergambar dari setiap nadanya.Semakin dalam nada yang dimainkan, aku melihat perpisahan kami. Pelukan Jerry, seolah tidak rela pergi ke luar negeri. Lalu kerinduannya. Sayatan demi sayatan bow yang dimainkannya membuat nafasku terhenti. Kerinduan yang teramat sangat itu. pada siapa? Untuk siapa? Adakah rasa rindu yang sedemikian menyiksa? Itu indah, menyesakkan dada dan membuat resah. Dadaku seolah ikut merana. Pasrah. Nada terakhir seolah menyerah. Bukan semata-mata menyerah tapi seperti berdoa. Memasrahkan semua pada nasib Yang Kuasa. Dadaku terasa berat. Tenggorokan seakan tercekat. Dan ketika permainan Jerry berakhir aku tersadar, pipiku basah tanpa kusadari.
Jerry membuka matanya dan biola serta bow ditaruhnya di meja kecil dekat dia berdiri. Dengan muka tertunduk seperti malu dia berkata, “So, gimana? Rei suka? Aku tulis apa yang aku rasain. Aku tahu ini masih jauh dari sempurna. Jadi..” Jerry masih menunduk dan sekarang sambil meracau. Seperti tidak percaya diri dengan musik yang dibawakannya tadi.
“So, Rei suka?” Dengan itu dia mulai menatapku untuk pertama kali setelah selesai memainkan lagunya.
“Eh, Rei kenapa? Kok nangis? Rei sakit?” Suaranya terdengar khawatir.
“Jer..” kuatur nafasku. Dadaku masih terasa sesak dengan sayatan nada tadi. “Aku ga suka Jer,” Aku berhenti sesaat dan melanjutkan,“tapi aku jatuh cinta sama lagu yang kamu bawain tadi. Lagu kamu indah. Aku kayak ngeliat isi hati kamu tertuang dalam setiap sayatan bow kamu.”
Aku berdiri dan mendekat ke Jerry. Kuraih tangannya dan kutatap matanya. “Aku liat orang lain yang aku ga tau siapa, tapi aku tahu orang-orang itu penting buat kamu. Terus, aku lihat diri aku di lagu kamu, aku liat kita, jumpa kita yang pertama, Dan aku bisa dengar nada rindu yang teramat sangat.” Aku menggeleng terpesona.“Bisa menciptakan musik seperti itu.. itu luar biasa. Luar biasa banget Jer..”
“Rei..” Suara Jerry terdengar lirih, nyaris seperti bisikan. Detik berikutnya, Jerry memelukku erat.
“Yang luar biasa itu kamu Rei. Kamu bisa ngerti lagu aku. Apa yang aku pikirkan waktu nulis lagu itu, dan itu keren Rei. Makasih udah suka dan mengerti musik aku ya Rei..” Dia melepas pelukannya dan tersenyum.
Clap
Jerry menepuk kedua tangannya. “Ok. Sekarang waktunya makan. Ayo Icchi kita makan.” Yes makan. “Aku taruh biolaku di kamar dulu ya.” Aku mengangguk.. terakhir sebelum Jerry berbalik kulihat pipinya sedikit merona. Lalu sambil bersiul dia berlalu.
*
“Aku suka ekspresi kamu lagi makan Icchi. Lucu.” Aku hanya tersenyum. Terlalu sibuk mengunyah makanan yang telah disajikan Jerry.
“Siapa yang nanti nyiapin kostum untuk manggungnya Rei?” Hah? Kostum? Iya ya. Siapa ya yang nyiapin?
Aku geleng-geleng. “Nga tau Jer. Kak Farel sama kak Jessica bilang nga usah khawatirin kostum. Udah disiapin katanya.”
Jerry manggut-manggut. “Kamu tau nama keluarga si Farel sama Jessica ini Rei?”
“Hmm.. Farel Suryodiningrat sama Jessica Danusuwiryo kayaknya Jer. Kenapa gitu?”
“No particular reason. Cuma tanya aja.”
“Kirain ada apa.” Kulanjutkan makanku.
*
“Hah?! Apa?!”
“Kamu ga salah denger Rei..”
“Tapi Jer.. Kamu.. Aku.. Ya.. kamu tahu kan kalo aku punya sedikit masalah dengan..”
“Duet. I know. That’s why..”
“Huh? Aku masih belum ngerti Jer..”
Jerry menghela nafas. “Well, masalah kamu itu sebenarnya disini..” tangan kanan Jerry menyentuh dada kiriku. “Kamu terlalu banyak mikirin yang ga penting sehingga lupa untuk mendengarkan dengan hati.”
“Hati..?”
“Iya. Ha-ti Rei.. If kamu listen with all your heart seperti kamu denger permainan biola aku tadi, aku yakin duet kita ini kemungkinan besar berhasil. Besides..”
“Lagipula apa Jer?”
“Besides.. La Campanella – Liszt itu merupakan aransemen dari Violin Concerto no.2 in B minor Opus 7-nya Niccolo Paganini. Salah satu favorit aku.”
“...” Aku hanya bisa terdiam.
Jerry melanjutkan,“Time for sejarah sepertinya. Jadi, Franz Liszt itu sangat terkesan oleh karya Paganini ini sehingga mengadopsinya dalam pertunjukan piano solonya dan meng-incorporated efek seperti-Bell dalam satu piano Concerto-nya. Itulah kenapa ini disebut La Campanella. Karena artinya itu little bell atau ring of a bell.”
“...” Aku masih terperangah. Aku tahu Jerry pernah satu kursus dengan Alfi. Tetapi aku tidak menyangka pengetahuannya sehebat Alfi.
“Wow, Jerry Parengkuan kamu keren.” Jerry nyengir.
“So.. kamu setuju duet sama aku sekarang? Let’s consider it practice sebelum kamu duet sama Alfi nanti. Ok Icchi?”
Jerry benar. Tidak ada salahnya kucoba. “Ok. Yuk Jer.”
“Allright Icchi.. that’s the spirit..” Aku nyengir.
Liszt la campanella. Aku mencoba mengingat yang pernah Alfi katakan padaku. Étude (seperti semua karya Liszt yang lebih banyak menampilkan Etude) ini dimainkan pada Allegretto tempo cepat dan tangankanan melompat antara interval di atas satu oktaf, kadang-kadang bahkan peregangan selama dua oktaf penuh pada saat nada-keenambelas. Secara keseluruhan, étude dapat dilakukan untuk meningkatkan ketangkasan dan akurasi pada lompatan besar di piano, bersama dengan kelincahan jari-jari tangan.
Note-keenambelas dimainkan antara dua nada, dan nada yang sama dimainkan dua oktaf atau dua setengah oktaf lebih tinggi tanpa istirahat. Sedikit waktu yang disediakan untuk pianis dalam menggerakkan tangan, sehingga memaksa pianis untuk menghindari ketegangan di dalam otot. Tangan kiri sekitar empat interval lebih besar dari tangan kanan.
Sebagai contoh, di bar 101, tangan kiri membuat lompatan-note-enambelas hanya setengah-langkah di bawah tiga oktaf. Étude juga melibatkan kesulitan teknis lainnya, misalnya trills dengan jari keempat dan kelima.
Singkat kata, La Campanella ini cukup susah dan memerlukan jari-jari yang lincah. Setelah dipikir-pikir, aku rasa kesulitanku bukan pada kelincahan jari seperti yang dikatakan Alfi, namun lebih kepada harmonisasi tempo yang takut kukacaukan. Karena itukah Alfi menyuruhku berlatih Hanon? Untuk mempertajam insting tempoku? Seperti yang Jerry bilang tadi, merasakan dengan hati.
Dua orang itu, kenapa begitu berbeda. Alfi yang tidak pernah secara langsung menyatakan maksudnya. Alfi lebih ingin aku sendiri yang menemukan jawaban dari kekuranganku.Dan Jerry yang dengan senang hati menjawab segala kesulitanku langsung pada inti poinnya. Satu yang kutahu, aku kagum dengan mereka berdua. Begitu muda dan sangat berbakat. Aku bersyukur bisa mengenal mereka.
“Earth to Icchi.. Earth to Icchi.. Wakey wakey..” Aku tersadar setelah merasakan panas di kedua pipiku.
“Ouch. Ih Jellyfish maaahh.. Ga pake nyubit berapa?” Aku ralat. Aku batal kagum sama Jerry.
Jerry cekikikan. “Hihihi.. habisnya kamu diajak duet malah ngelamun. Mikir apa Rei?” Kali ini tangannya ditaruh dikepalaku. Lembut. Kupikir dia akan mengacak-acak rambutku. Ternyata tidak. Jerry hanya mengusapku lembut. Ralat lagi. Aku balik kagum.
“Gapapa Jer, Cuma mikirin pertunjukan nanti.” Aku tersenyum. Senyum yang biasa kupasang agar orang percaya padaku. “Okay.. Ayo kita duet Jellyfish..” Aku nyengir.
**
“Oookay.. that was sucks..”
“Udah aku bilang ugh Jer..” kataku lemah.
“Tidak seburuk yang kamu pikir Rei.” Alisku naik. “Oke. Permainan kamu tidak bagus.”
“Iya kan..” tertunduk lesu.
“At first i thought kamu just nervous. Mungkin persoalannya lebih dari itu. I wonder..”
“Apa Jer? Kamu tau apa yang salah?”
“Pertama, latihan kita cukup sampe disini. Udah sore juga. Kedua, Eneng harus ikut abang sekarang.”
“Kemana Jer?”
“Just trust me Icchi..” Jerry nyengir jahil.
Dari situ, mulailah ‘petualanganku’ dengan Jerry dimulai. Awalnya, dia mengajakku ke pusat perbelanjaan membeli kemeja, jeans dan sweater. Lalu kembali ke rumahnya dan menyuruhku mandi serta bersiap-siap. Ketika aku bertanya bersiap untuk apa, Jerry hanya mengeluarkan cengiran jahil khasnya. Ish menyebalkan.
Aku terpaksa menurutinya. Lagipula aku butuh mandi untuk menghilangkan penat seharian ini. Jerry menyuruhku mandi dikamarnya, sedang dia mandi dikamar lainnya. Setelah selesai aku keluar dengan handuk di sekeliling pinggang. Baru selangkah aku sudah dikejutkan oleh pemandangan yang membuat polusi mata. *halah.
“Huwaaaaa.. Jerry porno ih..” Dia hanya nyengir. Ugh menyebalkan.
“Like what you saw Icchi?”
“Like palamu bau menyan. Polusi mata ih Jer. Pake bajunya ih buru.” Tanganku menutupi muka. Padahal aku baru mandi, tetapi kenapa panas begini ih.
“As you wish princess.” Terdengar suara tawanya. Nyebelin si Jellyfish. “Icchi mulus yah. Abang suka deh.”
“Abang tukang bakso kamu mah. Buru ih Jer pake bajunya.”
“Icchi liat abang dong..” Lalu tiba-tiba tanganku ditariknya dari muka. “Taraaaaa..” aku tutup mataku. Biar kami sama-sama lelaki, tapi ituh aurat kan yah. “Hwahahahaha.. aku udah pake baju Icchi.. Hahaha.. kamu harus liat muka kamu Icchi.. So red.”
“Nyebelin ah Jellyfish mah. Keluar ih. Aku mo pake baju.”
“Hey ini kan kamarku Icchi.”
“Eh iya ya.. Tapi kan aku mau pake baju ih.. keluaarrr” aku dorong Jerry keluar kamar. Suara tawanya mengiringi usahaku mendorongnya keluar.
Ketika pintu akan aku tutup Jerry menahannya sebentar. “Oh ya. Pakaian untuk kamu pakai udah aku siapin di atas tempat tidur. And btw, aku suka warna merah di wajah dan nipple-mu Icchi. Hahaha..” setelah mengatakan itu dia kabur. Meninggalkan aku yang membeku di tempat.
Ketika kesadaranku kembali aku berteriak, “Jerry pornooo.. Dasar mesuuumm.” Nyebelin nyebelin nyebelin. Hufth. Gerah.
*
“Jakarta Sinfonietta?”
“Yup.”
Butuh perjuangan dan sedikit ancaman aku-akan-pulang-nih sebelum akhirnya Jerry memberitahu kemana dia akan membawaku. Si Jellyfish dengan gaya sok kerennya menjawab dengan hanya memberi tiket. Bukan sekedar tiket biasa. Tapi tiket pertunjukan musik klasik. Yang mana membuat nafasku tertahan. Tidak percaya, antusias, senang, dan desakan ingin jingkrak-jingkrak memenuhi diriku ketika melihat tiket yang Jerry berikan padaku.
Kupeluk Jerry erat. “Makasih Jer..”
“Your welcome Rei.”
Pertunjukan itu sendiri diselenggarakan di Goethe Institue. Menampilkan solois pianist Toru Oyama. Pertunjukan dibuka dengan Mozart’s symphony no.29 In A Major K.201 sebagai penampilan debutnya. Dikatakan debut karena ini adalah pertunjukan pertama dari Jakarta Sinfonietta. Dan aku beruntung bisa menyaksikan sekaligus menjadi bagian dari sejarah penampilan perdana mereka. Terima kasih pada Jerry.
Setelah beberapa Mozart, Tchaikovsky juga Bach, pertunjukan ditutup dengan indah. Pertunjukan itu menampilkan sonata for two piano juga. Bedanya denganku, mereka membawakan Mozart’s Concerto no.10 for two pianos in E flat Major K.365.
Ini terlalu cepat. Aku bisa duduk ditempatku dan melihat pertunjukan mereka seharian penuh. Aku masih ingin merasakan pengalaman ini lebih lama lagi.
“Rei are you ok?” aku hanya bisa menganggukkan kepalaku lemah. Masih tidak rela pertunjukan telah berakhir.
“Ayo pulang..” Jerry mengangsurkan tangannya. Aku menatapnya lama.
“Whooaa.. I..Icchi.. what..” Perkataan Jerry terhenti ketika aku memeluknya erat. Aku tak peduli dengan keberatannya ketika kupeluk dirinya. Erat. Semakin erat. Yang mana kuharap bisa menyampaikan rasa terima kasihku padanya.
“Uhm.. Hmm.. Rei.. kehormatan apa yang kulakukan hingga kamu hadiahi..” Jerry terdengar berdeham sebentar, “pelukan ini..”
Kulepas pelukanku perlahan dan memandang wajah Jerry. Eiy, kenapa mukanya merah padam begitu? Lalu aku dengar bisikan orang-orang yang melewati kami. Huwaaa.. iiihh.. aku bodoh sekali memeluk Jerry di tengah banyaknya orang yang lalu lalang setelah selesai menyaksikan pertunjukan musik klasik yang luar biasa ini. Pantas saja wajah Jerry merah begitu. Kurasa wajahku tak beda jauh dengannya. Bahkan mungkin lebih parah. Panas aliran darah seketika memenuhi mukaku. Huwaaa.. aku bodoh sekali. Duh Gusti.. tolong buat aku hilang sekarang.
Cut sampe sini dulu ya guys..
Postingan selanjutnya.. ga selama ini..
jgn ngilang lagi ya Rei. Bawa segera Alfi ke hadapan kita2.
Jerry so sweet bgt sih ngajakin nnton pertunjukan musik klasik. Salah satu rencana gue yg belum terealisasi, nonton pertunjukan musik klasik bareng si doi, layaknya Rei n Jerry.
Jakarta Sinfonietta beneran ada kah? atau nama fiktif?
beneran ada @anohito akhir bulan januari kemarin. tepatnya tanggal 30. itu debut concert mereka. bener2 perdana.^^
ngantuk bgt (:|
@fuumareicchi
@fuumareicchi
@fuumareicchi
Aduhh lama amat Rei, sempet lupa tadi, untung Rei baik hati dan tidak sombong mau memberi tau di mana letak updatean terdahulu alhasil intip-intip dulu ke masa lalu walau sakit~ *ceritanyasusahmoveon*
Dramaaaaaaaaa!!! Ditunggu! Ngga sabar lagi!><
fuu muach :-*
fuu muach :-*
Mesti ulang ni bacanya:)