It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
buat tulisannya. menurut kacamata gue, ni cerita udah bagus(sejauh ini)
Buka laptop kirain mau update, kira nya mau nonton wkwkwkwkw :v
#AkuRapika :V
selamat malam hehe... mohon yang tidak bersedia di mensen bilang. yang belum ke mensen juga harap bilang. mohon ya komen, boleh komen asem, komen asin, komen pedes. lol atau click "Like" aja
thanks
Sambil terus menyabuni setiap bagian tubuku, menggosok-gosoknya, aku hanya bisa diam. Ku lihat Havi juga hampir selesai tinggal beberapa bilasan lagi selesai. Aku tidak berani mengucap kata apapun. Karena aku yakin jika aku bersuara pasti terdengar trembe. Dan suara tremble menandakan emosi yang tidak stabil atau deru nafsu birahi. Dia lantas mengambil handuk melilitkan pada pinggangnya, membuka pintu dan melangkah keluar. “Ayo cepetan”, ucapnya pelan sambil berlalu. Aku terdiam sejenak membilas tubuhku, dan mulai menyikat gigi.
Aku mulai berganti pakaian ketika Havi sudah mulai memakai sepatu. Dia beranjak keluar dan sambil menenteng tasnya. “Buruan ku tunggu di bawah” ucapnya sambil menutup pintu. Cepat-cepat ku memakai sepatu dan melangkah keluar. Ku lihat di teras Havi dan Edrick saling berbicara. “Ayo berangkat, kurang dari 10 menit sebelum terlambat”, ucapku pada mereka. Edrick menyerahkan barang bawaan yang ku titipkan padanya. “Bertiga kayak kemarin aja biar cepet”, ucap Edrick. Tanpa sepatah kata pun aku dan Havi menaiki motornya Edrick.
Sepanjang perjalanan beberapa menit itu aku hanya bisa melamunkan kejadian tadi malam ketika Havi tidak tidur satu ranjang, bangun terlambat dan mandi dalam satu kamar mandi. Berbagai macam prasangka membuatku menahan diri untuk bertanya pada Havi kenapa dia bangun terlambat kenapa dia tidak tidur di kamar. Sepulang ospek akan ku bicarakan dengan sejelas-jelasnya apa yang ada di benakku semalam kepada Havi. Ku minta mandi bareng bukan tanpa tujuan. Sebenarnya aku bisa saja langsung turun ke bawah dan mandi di kamar mandi yang ada disana. Aku ingin tahu apakah Havi tahu aku homo dan homophobic. Setahuku seorang straight yang homophobic tidak akan mau mandi dengan homo dalam satu kamar mandi dalam keadaan telanjang seperti itu.
Jika aku harus come out ketika aku nanti berbicara dengan Havi aku siap. Entah apa jadinya tapi bersikap pura-pura seperti beberapa hari ini membuatku tidak nyaman sendiri.
Kami pun tiba di lapangan kampus, meyiapkan atribut dan mencari ke barisan kelompok yang sudah berbaris di lapangan. Acara dimulai dengan acara seremonial yang singkat. Beberapa panitia mulai menyisir ke dalam barisan dan mengecek atribut dan bawaan yang wajib dibawa para peserta.
Mulai banyak yang dikeluarkan dari barisan. Beberapa temen dalam kelompok ku juga di keluarkan dari barisan karena aribut yang tidak lengkap atau barang bawaan yang kurang. Ku lihat dari kejauhan Havi menuju ke depan lapangan beserta yang lain. Sepertinya Havi juga tidak lengkap. “tenang saja man, kita lengkap kok”, ucapnya lirih. Beberapa panitia tetap mengawasi peserta yang masih di dalam barisan dan berteriak-teriak untuk tetap dalam keadaan siap. Dari kejauhan ku lihat peserta yang bisa dibilang “tidak patuh” dipecah dalam beberap bagian dan di arahkan ke bawah pohon di pinggir lapangan. Matahari pukul 8 rasanya lumayan panas. Di tambah perut yang belum terisi, hanya sempat minum air mineral. Membuatku sebel sendiri. Ku lihat peserta yang “tidak patuh” ada yang dihukum push up, tapi kebanyakan sedang berbicara atau berdialog dengan panitia ospek.
Peserta yang di dalam barisan dipaksa mendengarkan berbagai orasi dari panitia. Hampir 40an menit harus berdiri dan dijejali dengan berbagai “idealisme” mahasiswa, sampai akhirnya kami disuruh duduk dan di suruh memakan makanan yang kami bawa. “Syukur ya kita lengkap” ucap Edrick. “hmm… tapi coba deh liat peserta yang tidak lengkap, mereka malah di bawah pohon dan nggak kepanasan”, balasku. “Tapi terima kasih ya Ed udah nyiapin ini semua.” “gak papa” jawab Edrick dengan senyum mengembang. Untung aku cepat sadar bahwa secara tersirat Edrick mau bilang kalau bukan karena dia mungkin aku sudah dihukum. Udah hampir terlambat tadi berangkat, terus udah merepotkan dengan barang bawaan tapi aku baru sempat mengucapkan terima kasih.
Sebenarnya mau bilang kepada Edrick, kalau atribut yang lengkap itu bukan ide yang tepat. Tapi bukan saat yang tepat. Entar dikira tidak tahu terima kasih toh aku tinggal terima jadi. Tepat pukul Sembilan pagi barisan dibubarkan dan mengikuti acara selanjutnya yang ada di dalam ruangan. Seperti hari kemarin Edrick terus nempel selama perjalanan menuju ke dalam ruangan. Duduk di sampingku dan sesekali ku merasa dia memandangi ku dan tersenyum sendiri.
Jam 4 kami sudah tiba di kos. Acara ospek hari ini lumayan bikin capek, selain di dalam ruangan beberapa kali rangkaian kegiatannya juga digelar di lapangan. Edrick mengantar aku dan Havi. Ku lihat kami bertiga sudah semakin akrab. “Gak mampir dulu Ed?” Tanya ku ketika turun dari sepeda motornya. “Enggak deh hari ini capek banget dan ngantuk!” ucapnya dengan senyum lebar. “Kalau capek sini ku pijit,” ucap Havi sambil memijat punggung Edrick. “haha… geli tau ah.” Ucapnya sambil berusaha mengebaskan tangan havi. Tidak mau kalah Havi malah membuat gerakan menggelitik pinggang Edrick. Karena Edrick tidak tahan geli hampir saja motor yang ditumpanginya oleng dan hampir jatuh. Cepat cepat kupegangi setang sepeda motornya, kemudian Havi menghentikan tindakannya.
“Haha… geli banget tau” ucap Edrick sambil tetap tertawa. “Lagi dong!” ucap Edrick yang spontan sambil pasang muka pengen. Ku lihat Havi mau ambil gerakan menggelitik lagi, ku pegang tangannya Havi, “Udah udah biar pulang.” Sesaat mereka menatapku sekilas dengan tatapan tanda Tanya. “Lagian kalau masih diatas motor gitu bisa jatuh tauk”, ucapku sambil menatap ke arah Havi dan ke arah Edrick. “Ya udah sampai jumpa besok” ucap Edrick pelan sambil menstarter motornya dan berlalu. Aku dan havi berjalan ke arah kamar kami. Aku pun langsung berbaring dan membelakangi havi yang yang sedang berganti pakaian. Entah aku sepertinya sudah tidak tertarik lagi untuk melihat tubuhnya.
Kejadian tadi pagi masih sangat jelas di ingatanku walau memori tiap inchi tubuh nya sudah semakin kabur, apalagi bagian terlarangnya. Sama sekali tidak bisa mengingatnya. Tunggu aku bahkan tidak sempat memandang anunya Havi bahkan untuk sekilas. Aku Cuma melirik dan dan tidak berani menurunkan pandangan agar bisa melihat daerah selangkangannya.
Hentikan apapun pikiran mesum yang ada di otakmu itu, ucapku pada diriku. Aku harus minta penjelasan kepada Havi kenapa dia tidak tidur di kamar. Prasangka bahwa Havi menghindar untuk seranjang denganku benar benar menghantuiku. Mumpung ada waktu bicara empat mata. Tapi bagaimana jika nanti salah satu dari kami harus pindah? Setelah dia tahu aku yang sebenarnya.
“Havi aku ingin ngomong sesuatu nih?”
“ngomong apaan Man?”
“beberapa hari jadi temen sekamar aku ingin membuat kesepakatan”
“hah kesepakatan apaan?”
“eh enggak enggak bercanda”
“heh dasar bocah dari tadi ku kira mau ngomong serius”
“kalo ini beneran serius. Aku tidak tahu apakah aku membuatmu nyaman atau tidak. Tiba tiba kita satu kamar berbagi ranjang, lemari, terus berbagi kebiasaan jelek. Pasti ada yang bikin kamu tidak nyaman, apalagi kejadian semalam dimana kau nggak tidur di dalam bikin ku bertanya-tanya apakah aku benar-benar membuatmu tidak nyaman tidur di atas ranjang yang sama. Apalagi kemarin malam aku benar-benar tidak sopan untuk coli tepat di sampingmu yang sedang tertidur.”
“oooohhh semalam aku nonton sampai larut sekitar jam satu. Ya udah karena ngantuk berat tidur di sofa aja. Eh gak taunya bangun kesiangan “
“Udah gitu aja? Gak ada alasan lain?”
“Alasan apalagi? Apakah aku harus bilang kalau aku takut kamu coli lagi di samping ku dan aku takut pejuhmu mengenai ku, baru percaya?”
“…”
“atau kamu mau bilang bahwa kamu…”
“…”
“bahwa kamu punya penyakit menular?”
“nggak lah..”
“jadi berhenti memiliki prasangka yang aneh-aneh. Kayak cewek aja kamu”
-___-“
“selama temen sekamarku bukan psiko atau klepto aku gak masalah kok. Ini juga kita baru kenal beberapa hari, belum kenal ibu kos kayak apa, belum juga kenal penghuni kos lain, jika mereka sudah balik. Jadi selama tidak ada masalah yang benar benar masalah, abaikan. Buat dirimu senyaman mungkin biar betah. Cari kos bukan perkara gampang.”
“bagaimana aku memastikan suatu prasangka bukan masalah adalah dengan cara ngomong sejujur-jujurnya kayak gini.”
“tapi ada hal yang harus dibiarkan saja menjadi prasangka agar tidak menjadi masalah yang lebih besar. Itulah pentingnya kekuatan mengabaikan dan cuek bahkan terhadap prasangka kita sendiri.”
“…”
“Aku nyaman dan berusaha membuat nyaman siapapun yang ada didekatku.” Ucap Havi yang membuatku terdiam sejenak. Sepertinya aku memang dihantui oleh prasangka ku sendiri. Kemudian Havi mennganti posisi duduknya menjadi tengkurap. Aku tidak berani menatapnya. Ku lihat dia memainkan hapenya sementara aku masih duduk di pinggir ranjang. Aku masih berpikir betapa beruntungnya aku, bahwa aku tidak perlu come out.
“Havi maaf ya aku aku udah berprasangka jelek terhadapmu”, ucapku lirih. Dia merubah posisinya di ranjang, dengan gerakan tiba-tiba dia mengambil selimut dan mengerudungkan nya padaku.”iya Susi yang cantik ku maafkan kok,” ucapnya sambil tertawa terpingkal-pingkal. Sambil berdiri Ku tarik selimut di kepala ku dan ku lemparkan pada Havi. “Diajak serius juga”, “emang sedang lebaran pakai maaf maaf segala” dia malah menarik ku dann mulai mengelitikku. Aku yang tidak tahan geli jadi tertawa terpingkal-pingkal. Bukannya berhenti dia malah ikut tertawa dan terus menggelitikku sampai tubuhku kaku.
Akhirnya dia berhenti dan kami sama sama menatap langit-langit kamar. Untuk sesaat aku terkesan bagaimana havi berusaha membuat nyaman diriku setelah aku mengungkapkan semua isi hatiku dan meminta maaf padanya. Pertemuan hari pertama sampai sekarang, aku tahu havi adalah satu-satunya temen yang bisa seakrab ini dalam waktu yang singkat.
“Nanti malam makan di warung yang deket toko kelontong kiri jalan aja” ucap Havi memecah lamunan ku. “Boleh, bayar sendiri-sendiri ya!”, “iya sip lah”. Ku menoleh menatap Havi dan seketika ku sadar apa yang dia pegang. Ku rebut hape ku yang ada di tangannya. Memang di benakku barusan kau adalah temen akrabku tapi bukan berarti bisa pegang hape ku seenaknya, batinku sebel. “Pinjam sebentar” ucapnya sambil nyengir. Cepat-cepat ku buka galeri hapeku, ada beberapa foto yang berbahaya yang seharusnya ku hapus dari dulu.
Dia terbengong-bengong, sepertinya dia tahu aku beruaha menghapus sesuatu. Dengan wajah penuh tanda tanya dia menerima hapeku. Semakin dilarang bakal semakin penasaran jadi sebaiknya ku hapus dulu baru ku pinjamkan, kalau sekarang udah gak ada yang berbahaya.”Emang ada apa di hape kamu?” Tanya nya penuh selidik. “Gak ada apa-apa”, ucapku sambil bangun dari ranjang dan melangkah keluar. Aku keluar bermaksud menghindari investigasinya tentang apa yang ku hapus.
Belum sempat ku sampai bawah, ku baru sadar kalau opera mini di hape ku masih membuka beberapa halaman boyzforum yang ku buka ketika ospek tadi.
kyak aku yg ktahuan tmen kampus pas buka BF. untung dia cewek dan cuek, jd ga kepo nanya2 apa itu boyzforum )
dulu juga sekos n seranjang ama temen karena kos mahal, wkwk )
btw mensyen doong oom ~~
lagii ommm
pasti ntr ketahuan n ngeles gaje lagi#wkwkwkwk