It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Pokoknya klo berkunjung disini harus baca didalem kamar,gak bisa baca diluaran
Udah ah Ol mulu.Tidur sana katanya capek #ngomel ala emak² )
sekolah dengan membawa semua bukunya.
Namanya Kyle. Saya berpikir, “Mengapa dia
membawa pulang semua bukunya di hari Jumat?
Pasti dia orang yang aneh.” Saya sendiri sudah memiliki rencana untuk akhir minggu ini, pesta dan nonton pertandangan sepakbola. Jadi saya mengangkat bahu saya dan kembali berjalan pulang.
Dalam perjalanan, saya melihat beberapa anak lain
berlari melewati Kyle dan menyenggolnya. Kyle
terjatuh, buku-bukunya berhamburan, kacamatanya terlempar dan saya berdiri sekitar
sepuluh kaki di belakangannya. Saya melihat matanya terlihat sangat sedih. Hati saya merasa kasihan, jadi saya mendekatinya dan membantunya bangun. Saat saya menemukan kaca matanya dan memberikan kepadanya, saya berkata, “Anak-anak itu pecundang. Mereka harusnya agak menjauh tadi.” Dia menatap saya dan berkata, “Terima kasih!” Terlihat sebuah senyum yang besar di wajahnya. Senyum itu benar-benar tulus yang mengungkapkan rasa terima kasih. Saya membantunya memunguti
bukunya yang berhamburan, dan bertanya dimana
dia tinggal. Ternyata dia tinggal tidak jauh dari
saya. Tapi saya belum pernah melihat dia di
lingkungan saya sebelumnya, jadi saya bertanya. Kyle mengatakan dia sebelumnya mengikuti
sekolah khusus. Sepanjang perjalanan pulang, kami banyak berbincang dan saya membawakan beberapa bukunya. Ternyata dia anak yang cukup asik. Saya mengajaknya untuk bermain bola Sabtu besok dengan teman-teman saya, dan dia menjawab, “ya.”
Semakin saya mengenal Kyle, semakin saya suka
dengannya. Selama empat tahun kemudian, kami
menjadi teman baik. Hingga hari kelulusan menjelang, Kyle yang lulus dengan nilai terbaik
diminta untuk menyampaikan pidato perpisahan.
Saya sangat bersyukur, bukan saya yang diminta untuk menyampaikan pidato itu. Pada hari kelulusan saya bertemu dengan Kyle. Dia
terlihat sangat hebat. Dia adalah salah satu dari
pria-pria yang favorit semasa SMA. Sangat
bersemangat dan terlihat gagah dengan
kacamatanya. Lebih banyak gadis yang menyukai
dia dari pada saya. Terkadang saya iri juga kepadanya. Saya lihat dia sangat gugup menjelang pidatonya, jadi saya pukul dia dari belakang, “Hei bung, kamu pasti hebat!” Dia melihat saya dan tersenyum. "Terima kasih,” ungkapnya.
Ketika dia mulai berpidato, dia menarik nafas
panjang dan mulai berkata, “Kelulusan adalah
waktu untuk berterima kasih kepada mereka yang
menolong kita menjalani tahun-tahun yang berat.
Orang tua Anda, guru Anda, saudara Anda,
mungkin pelatih.., tetapi yang terutamama adalah teman-teman. Saya disini untuk memberi tahu Anda bahwa menjadi teman seseorang adalah hadiah terindah yang bisa Anda berikan. Saya akan menceritakan sebuah cerita kepada Anda.” Saya hanya memandang sahabat saya itu dengan
rasa tidak percaya, ketika ia menceritakan
perjumpaan pertama kali kami saat ia jatuh
dengan buku-bukunya itu. Saat itu dia sedang
merencanakan untuk bunuh diri di akhir minggu
itu. Dia mengatakan sengaja membawa semua benda miliknya pulang, sehingga ibunya tidak perlu lagi melakukannya nanti. Dia memandang lurus pada saya dan tersenyum, “Untunglah saya
diselamatkan. Sahabat saya telah melakukan
sesuatu yang tidak terkatakan.” Saya mendengar tepuk tangan dari kerumunan bagi pria gagah yang menceritakan masa terlemah dalam hidupnya itu. Saya melihat ayah dan ibunyamemandang saya dengan senyuman penuh terima kasih. Hingga saat ini, saya tidak pernah tahu bahwa apa yang saya lakukan ternyata berdampak begitu besar.
bersaudara. Sang kakak tlh berkeluarga dgn 2 orang anak, sedangkan si adik masih melajang. Mereka menggarap satu lahan berdua dan ktka
panen, hasilnya mereka bagi sama rata.
Disuatu malam setelah panen, si adik duduk sendiri dan berfikir. “pembagian ini sungguh tidak adil, seharusnya kakakku lah yg mendapat bagian lebih banyak karena dia hidup dengan istri dan kedua anaknya. “Maka dimalam yang sunyi itu diam2 dia menggotong satu karung padi miliknya dan meletakkanya dilumbung padi milik kakaknya”.
Ditempat yg lain, sang kakak juga berfikir,
“pembagian ini adil jika adikku mendapat bagian
yang lebih bnyak, karena ia hidup sendiri, jika terjadi apa2 dengannya tak ada yang mengurus, sedangkan aku ada anak dan istri yg kelak merawatku.” Maka sang kakakpun bergegas mengambil satu karung dari lumbungnya dan mengantarkan dengan diam2 ke lumbung milik sang adik. Kejadian ini terjadi bertahun-tahun. Dalam benak mereka ada tanda tanya, kenapa
lumbung padi mereka seperti tak berkurang meski
telah menguranginya setiap kali panen?
Hingga disuatu malam yang lengang setelah panen, mereka berdua bertemu ditengah jalan. Masing2 mereka menggotong satu karung padi. Tanda tanya dalam benak mereka terjawab sudah,
seketika itu juga mereka saling memeluk erat,
mereka sungguh terharu ber urai air mata menyadari betapa mereka saling menyayangi.
Beginilah seharusnya kita bersaudara. Jangan biarkan Harta menjadi pemicu permusuhan melainkan menjadi perekat yg teramat kuat diantara saudara.
tapi di dalam kalengnya hanya ada beberapa keping uang. Padahal sedari tadi, banyak orang yang lalu lalang melewatinya.
Tanpa diketahui anak itu, ada seorang pria yang
sempat memperhatikan kejadian ini selama
beberapa menit. Pria itu pun akhirnya berjalan
menghampiri anak itu. Setelah memasukkan
beberapa uang koin ke dalam topi si anak, pria itu mengambil papan, membaliknya dan menulis
beberapa kata. Pria tersebut menaruh papan itu kembali, sehingga orang yang lalu lalang dapat melihat apa yang ia baru tulis. Segera sesudahnya, kaleng itu pun terisi penuh. Semakin banyak orang yang memberi uang pada si anak tunanetra.
Saat sore menjelang, pria yang mengubah kata-kata di papan itu datang kembali untuk melihat
perkembangan yang terjadi. Nah, si anak tunanetra
ini mengenali langkah kakinya dan segera bertanya, "Apakah bapak yang telah mengubah tulisan di papanku tadi pagi? Apa yang bapak tulis?" Pria itu menjawab, "Saya hanya menuliskan sebuah kebenaran. Saya menyampaikan apa yang telah kamu tulis, dengan cara yang berbeda."
Apa yang ditulis oleh pria tadi adalah: "Hari ini adalah hari yang indah dan saya tidak bisa melihatnya."
sekolah dengan membawa semua bukunya.
Namanya Kyle. Saya berpikir, “Mengapa dia
membawa pulang semua bukunya di hari Jumat?
Pasti dia orang yang aneh.” Saya sendiri sudah memiliki rencana untuk akhir minggu ini, pesta dan nonton pertandangan sepakbola. Jadi saya mengangkat bahu saya dan kembali berjalan pulang.
Dalam perjalanan, saya melihat beberapa anak lain
berlari melewati Kyle dan menyenggolnya. Kyle
terjatuh, buku-bukunya berhamburan, kacamatanya terlempar dan saya berdiri sekitar
sepuluh kaki di belakangannya. Saya melihat matanya terlihat sangat sedih. Hati saya merasa kasihan, jadi saya mendekatinya dan membantunya bangun. Saat saya menemukan kaca matanya dan memberikan kepadanya, saya berkata, “Anak-anak itu pecundang. Mereka harusnya agak menjauh tadi.” Dia menatap saya dan berkata, “Terima kasih!” Terlihat sebuah senyum yang besar di wajahnya. Senyum itu benar-benar tulus yang mengungkapkan rasa terima kasih. Saya membantunya memunguti
bukunya yang berhamburan, dan bertanya dimana
dia tinggal. Ternyata dia tinggal tidak jauh dari
saya. Tapi saya belum pernah melihat dia di
lingkungan saya sebelumnya, jadi saya bertanya. Kyle mengatakan dia sebelumnya mengikuti
sekolah khusus. Sepanjang perjalanan pulang, kami banyak berbincang dan saya membawakan beberapa bukunya. Ternyata dia anak yang cukup asik. Saya mengajaknya untuk bermain bola Sabtu besok dengan teman-teman saya, dan dia menjawab, “ya.”
Semakin saya mengenal Kyle, semakin saya suka
dengannya. Selama empat tahun kemudian, kami
menjadi teman baik. Hingga hari kelulusan menjelang, Kyle yang lulus dengan nilai terbaik
diminta untuk menyampaikan pidato perpisahan.
Saya sangat bersyukur, bukan saya yang diminta untuk menyampaikan pidato itu. Pada hari kelulusan saya bertemu dengan Kyle. Dia
terlihat sangat hebat. Dia adalah salah satu dari
pria-pria yang favorit semasa SMA. Sangat
bersemangat dan terlihat gagah dengan
kacamatanya. Lebih banyak gadis yang menyukai
dia dari pada saya. Terkadang saya iri juga kepadanya. Saya lihat dia sangat gugup menjelang pidatonya, jadi saya pukul dia dari belakang, “Hei bung, kamu pasti hebat!” Dia melihat saya dan tersenyum. "Terima kasih,” ungkapnya.
Ketika dia mulai berpidato, dia menarik nafas
panjang dan mulai berkata, “Kelulusan adalah
waktu untuk berterima kasih kepada mereka yang
menolong kita menjalani tahun-tahun yang berat.
Orang tua Anda, guru Anda, saudara Anda,
mungkin pelatih.., tetapi yang terutamama adalah teman-teman. Saya disini untuk memberi tahu Anda bahwa menjadi teman seseorang adalah hadiah terindah yang bisa Anda berikan. Saya akan menceritakan sebuah cerita kepada Anda.” Saya hanya memandang sahabat saya itu dengan
rasa tidak percaya, ketika ia menceritakan
perjumpaan pertama kali kami saat ia jatuh
dengan buku-bukunya itu. Saat itu dia sedang
merencanakan untuk bunuh diri di akhir minggu
itu. Dia mengatakan sengaja membawa semua benda miliknya pulang, sehingga ibunya tidak perlu lagi melakukannya nanti. Dia memandang lurus pada saya dan tersenyum, “Untunglah saya
diselamatkan. Sahabat saya telah melakukan
sesuatu yang tidak terkatakan.” Saya mendengar tepuk tangan dari kerumunan bagi pria gagah yang menceritakan masa terlemah dalam hidupnya itu. Saya melihat ayah dan ibunyamemandang saya dengan senyuman penuh terima kasih. Hingga saat ini, saya tidak pernah tahu bahwa apa yang saya lakukan ternyata berdampak begitu besar.
sekolah dengan membawa semua bukunya.
Namanya Kyle. Saya berpikir, “Mengapa dia
membawa pulang semua bukunya di hari Jumat?
Pasti dia orang yang aneh.” Saya sendiri sudah memiliki rencana untuk akhir minggu ini, pesta dan nonton pertandangan sepakbola. Jadi saya mengangkat bahu saya dan kembali berjalan pulang.
Dalam perjalanan, saya melihat beberapa anak lain
berlari melewati Kyle dan menyenggolnya. Kyle
terjatuh, buku-bukunya berhamburan, kacamatanya terlempar dan saya berdiri sekitar
sepuluh kaki di belakangannya. Saya melihat matanya terlihat sangat sedih. Hati saya merasa kasihan, jadi saya mendekatinya dan membantunya bangun. Saat saya menemukan kaca matanya dan memberikan kepadanya, saya berkata, “Anak-anak itu pecundang. Mereka harusnya agak menjauh tadi.” Dia menatap saya dan berkata, “Terima kasih!” Terlihat sebuah senyum yang besar di wajahnya. Senyum itu benar-benar tulus yang mengungkapkan rasa terima kasih. Saya membantunya memunguti
bukunya yang berhamburan, dan bertanya dimana
dia tinggal. Ternyata dia tinggal tidak jauh dari
saya. Tapi saya belum pernah melihat dia di
lingkungan saya sebelumnya, jadi saya bertanya. Kyle mengatakan dia sebelumnya mengikuti
sekolah khusus. Sepanjang perjalanan pulang, kami banyak berbincang dan saya membawakan beberapa bukunya. Ternyata dia anak yang cukup asik. Saya mengajaknya untuk bermain bola Sabtu besok dengan teman-teman saya, dan dia menjawab, “ya.”
Semakin saya mengenal Kyle, semakin saya suka
dengannya. Selama empat tahun kemudian, kami
menjadi teman baik. Hingga hari kelulusan menjelang, Kyle yang lulus dengan nilai terbaik
diminta untuk menyampaikan pidato perpisahan.
Saya sangat bersyukur, bukan saya yang diminta untuk menyampaikan pidato itu. Pada hari kelulusan saya bertemu dengan Kyle. Dia
terlihat sangat hebat. Dia adalah salah satu dari
pria-pria yang favorit semasa SMA. Sangat
bersemangat dan terlihat gagah dengan
kacamatanya. Lebih banyak gadis yang menyukai
dia dari pada saya. Terkadang saya iri juga kepadanya. Saya lihat dia sangat gugup menjelang pidatonya, jadi saya pukul dia dari belakang, “Hei bung, kamu pasti hebat!” Dia melihat saya dan tersenyum. "Terima kasih,” ungkapnya.
Ketika dia mulai berpidato, dia menarik nafas
panjang dan mulai berkata, “Kelulusan adalah
waktu untuk berterima kasih kepada mereka yang
menolong kita menjalani tahun-tahun yang berat.
Orang tua Anda, guru Anda, saudara Anda,
mungkin pelatih.., tetapi yang terutamama adalah teman-teman. Saya disini untuk memberi tahu Anda bahwa menjadi teman seseorang adalah hadiah terindah yang bisa Anda berikan. Saya akan menceritakan sebuah cerita kepada Anda.” Saya hanya memandang sahabat saya itu dengan
rasa tidak percaya, ketika ia menceritakan
perjumpaan pertama kali kami saat ia jatuh
dengan buku-bukunya itu. Saat itu dia sedang
merencanakan untuk bunuh diri di akhir minggu
itu. Dia mengatakan sengaja membawa semua benda miliknya pulang, sehingga ibunya tidak perlu lagi melakukannya nanti. Dia memandang lurus pada saya dan tersenyum, “Untunglah saya
diselamatkan. Sahabat saya telah melakukan
sesuatu yang tidak terkatakan.” Saya mendengar tepuk tangan dari kerumunan bagi pria gagah yang menceritakan masa terlemah dalam hidupnya itu. Saya melihat ayah dan ibunyamemandang saya dengan senyuman penuh terima kasih. Hingga saat ini, saya tidak pernah tahu bahwa apa yang saya lakukan ternyata berdampak begitu besar.