It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ginjalnya kepada anak berusia 14 tahun yang
terbaring sakit. Keputusan mulia itu dia ambil
setelah melihat tangis ibu anak itu. Kisah itu bermula saat Fahd memberi tumpangan kepada seorang ibu saat hendak pulang dengan mobil ke rumahnya di Kota Hail, yang terletak di barat laut Arab Saudi. Fahd melihat perempuan tua itu tampak lelah dan kesulitan mendapatkan taksi. Fahd kemudian menawarkan tumpangan kepada ibu tersebut.
Saat menanyakan arah tujuannya, Fahd melihat ibu itu sedang menangis. Perempuan itu
mengaku seorang janda yang tengah tertimpa
musibah. Sebab anak satu-satunya, Mohammed Al
Shammari, kini sedang sakit ginjal dan butuh proses cuci darah setiap hari. Namun ibu itu khawatir karena anaknya mungkin tidak bisa menjalani proses cuci darah hari itu lantaran dia terlambat datang ke rumah sakit dan tidak mampu lagi untuk membayar. "Wanita itu mengatakan dia sedang berjuang untuk mendapatkan uang untuk proses cuci darah harian karena tidak bisa menemukan donor ginjal. Dia juga mengatakan tidak mampu membeli ginjal dari luar negeri," demikian laporan harian bahasa Arab, Sabq,
sebagaimana dikutip Dream dari laman Emirates 24l7, Selasa 28 Juli 2015.
Setelah memberi tumpangan, pada hari berikutnya
Fahd datang ke rumah sakit tempat Al Shammari
dirawat. Di sana dia menawarkan ginjalnya untuk
putra kesayangan janda tua itu. "Pemeriksaan
menunjukkan bahwa Fahd memenuhi syarat untuk
menjadi pendonor ginjal." "Ketika ibu itu bertemu dengan pendonor, yang tak lain adalah Fahd, dia langsung mengenalinya dan matanya pun berurai air mata." Ibu itu bilang dia tidak bisa membalas semua kebaikan Fahd, namun pria berhati mulia ini mengatakan apa yang dilakukannya semata-mata hanya karena Allah.
Dilansir Dream dari Huffingtonpost, Selasa 28 Juli 2015, Sam menemukan ada seorang pengendara
yang tidak membayar tol sebesar US$ 5.50 karena
tidak membawa uang. Dia kemudian mengambil uang sakunya sendiri untuk membayarkan biaya tol pengendara itu. Tujuannya hanya untuk membantu pengendara tadi. "Namun sayang, perbuatan baik tersebut dianggap melanggar aturan dan dia pun dipecat," kata putri Sam, Patricia Samsonov Gillis, di Facebook.
Sam dikenal sebagai penjaga pintu tol yang ramah
dan baik hati. Dia sering membelikan lolipop untuk
anak-anak dan memberikan makanan pada anjing
yang melintas gerbang tol yang dijaganya. Pemecatan Sam telah menarik simpati banyak
kalangan. Sejumlah pihak menunjukkan dukungan
pada Sam dengan membuat sebuah halaman
Facebook. Selain menampilkan foto-foto saat Sam bertugas, para simpatisan juga menulis kata-kata
penyemangat dan dukungan untuk pria pensiunan
tentara tersebut. Putri Sam mengatakan ayahnya tidak langsung dipecat tetapi diberi pilihan untuk bekerja dua kali dalam seminggu. Namun Sam menolak dengan mengatakan, "Jika mereka tidak mempercayai saya (bekerja) untuk lima hari, bagaimana mungkin mereka percaya kepada saya untuk dua hari (kerja)."
Meski beberapa pendukung menyarankan agar
kembali bekerja sebagai penjaga pintu tol, Sam,
mengatakan dia akan mencari pekerjaan lain. "Saat kami berbicara kemarin, ayah menyatakan
akan bekerja di rumah sakit terdekat sebagai relawan untuk beberapa hari dalam seminggu agar
menjaganya tetap sibuk."
Pada 2005, saat berusia 5 tahun, dia sudah duduk
di bangku kelas IX. Saat berusia tujuh tahun, Sushma masuk dalam daftar Limca Book of Records sebagai murid termuda yang menyelesaikan kelas X. Dan pada usia 13 tahun, dia lulus sarjana. Pada Juni silam, Sushma tak hanya lulus program MSc , tapi juga jadi jawara kelas. Nilai rata-ratanya 8. Keren bukan? Dan saat ini, remaja kelahiran Februari 2000 ini bersiap menjadi mahasiswa termuda untuk jenjang S3 Babasaheb Bhimrao Ambedkar University (BBAU) di Lucknow. Dia mendapat beasiswa setelah nangkring di peringkat ke tujuh dalam tes masuk uni universitas. "Saya sangat bahagia mencapai prestasi ini. Ini merupakan prestasi yang sangat besar. Saya berhutang budi kepada Prof RC Sobti, wakil rektor universitas, yang selalu mendukung saya dalam mencapai ini," kata Verma sebagaimana dikutip Dream dari Hindustan Times, Sabtu 25 Juli 2015.
Bagi Sushma, belajar dengan orang-orang yang jauh lebih tua tak menjadi masalah. Dia bisa
menyesuaikan diri dengan temanteman sekelas
meski berusia lebih muda. "Belajar dengan murid
lebih tua dariku bukanlah hal baru. Aku sudah
terbiasa," kata Sushma. Sushma lahir dan tumbuh dari keluarga miskin. Sang ayah hanya bekerja sebagai petugas kebersihan. Sang ayah dan bunda buta huruf. Meski demikian, anak-anak mereka berotak cemerlang. Lihatlah kakak lelaki Sushma, Shailendra, hingga kini memegang rekor sebagai sarjana komputer yang lulus dengan usia paling muda. Shailendra berusia 14 tahun saat lulus sarjana pada 2007. Dia kini mengejar gelar MBS di Bangaluru. Sang ayah, Tej Bahadur, tak punya kata-kata untuk mengungkapkan kebahagiaannya, selain bersyukur pada Tuhan. "Saya buta huruf dan tidak bisa membimbing anak-anak," ujar Tej Bahadur.
kebiasaanya mengenggak minuman keras, kini telah ditanggalkan dan diganti dengan nama Zikir.
Sehingga kini namanya menjadi Johni Zikir. “Hampir semua warga Mampang mengenalnya,”
demikian kisah Ustaz Arifin Ilham dalam akun Facebook, sebagaimana dikutip Dream, Selasa 24 Februari 2015. Sebelum bertobat, Warga Mampang Indah Dua, Depok, Jawa Barat, kerap berpapasan dengan rombongan Ustaz Arifin. Sebab, saat Ustaz Arifin pulang dari jamaah salat Subuh, saat itu pula Jhoni pulang dalam kondisi mabuk. Terkadang, Jhoni menghadang iring-iringan Ustaz Arifin. “Jhoni pulang dari begadangnya dengan teriakan cihui. Mobil abang pun sepulang dakwah pernah dicegat Jhoni, padahal saat itu ada tiga mobil jamaah yang menyertai abang,” tambah Ustaz Arifin. Namun Ustaz Arifin berusaha sabar. Tak marah ketika dicegat Jhoni. Bukan hanya karena tahu Jhoni sedang mabuk, Ustaz Arifin mengekang amarahnya karena ingin menyadarkan Jhoni. “Itu
pula yang membuat jamaah menahan diri dari
marah.”
Ustaz Arifin pun berusaha bersikap baik kepada
Jhoni Ao. Dia selalu menyapa terlebih dahulu jika
bertemu Jhoni. Tak hanya itu, Ustaz Arifin tak
jarang membungkuskan makanan untuk Jhoni.
“Saat abang mampir ke rumah beliau, abang melihat beliau sedang melukis wanita dengan gambar yang kurang baik. Sambil melukis beliau merokok diselingi minum Ao.” Sudah empat tahun perjumpaan Ustaz Arifin dengan Jhoni. Sejak 1999 hingga 2003. Dan secara tak terduga, Jhoni pun datang ke rumah Ustaz Arifin meminta bimbingan. “Akhirnya hari Jum'at pagi beliau sendiri datang ke rumah abang yang tidak jauh dari rumah beliau.” Jhoni kemudian meminta maaf kepada Ustaz Arifin.
Dia minta dibimbing salat. “Abang pun langsung
mendekap beliau, abang menangis, beliau juga, istri abang dan yang kerja di rumah abang pun yang menyaksikan ikut menangis,” terang Ustaz Arifin.
Sejak itulah Jhoni Ao mulai salat. Dia juga rajin
zikir. “Warga Mampang Depok pun senang bahagia menyambut hijrah Jhoni Ao. Dan kini julukan nama beliau pun ikut berubah menjadi Jhoni Zikir.” Tak hanya rajin berzikir. Jhoni kini mengajak para pemabuk di Depok untuk bertobat. “Dan kini beliau tidak melukis yang tidak baik lagi tetapi membuat kaligrafi yang indah. Dan kaligrafi beliau yang bertulis Allah, abang pasang di ruang tamu gubuk abang,” tambah Ustaz Arifin Ilham.
putus. Meski harus merangkak, Hyvon Ngetich
bertekad menyelesaikan lomba lari marathon. Kisah nyata yang sulit dipercaya ini benar-benar
terjadi. Di ajang 2015 Austin Marathon and Half
Maratho Sunday, bukti semangat itu tersiar.
Mengutip laman Dailymail, Rabu, 18 Februari 2015, Hyvon Ngetich, pelari Kenya berusia 29 tahun
tengah berada di jajaran terdepan. Menempuh jarak 23 mile, Ngetich tampak perkasa bersama para pelari top wanita lainnya. Kemenangan seolah sudah berada di pelupuk matanya. Namun kelelahan mulai menyerang. Bayang-bayang kabur mulai dialami Ngetich. Sekejap, garis finis semakin dekat. Seluruh tubuh Ngetich mulai berontak, tak sanggup melanjutkan larinya. Namun Ngetich belum siap menyerah. Tak sanggup lagi berlari, Ngetich sempat kolaps. Lututnya telah menyentuh jalan beraspal. Dengan tenaga tersisa, Ngetich memutuskan terus berlari. Meski dengan lutut yang harus menopang badannya.
Melihat keadaannya, tim medis berlari menghampiri Ngetich. Membawa kursi roda, Ngetich menampik bantuan tim paramedis. Tatapan ratusan mata melihat kejadian tersebut. Di
jalan Congress Avenue, Ngetich terus merangkak.
Tim paramedis terus berjaga, mengawai setiap
langkah yang dijejakannya. Satu orang saja menawarkan bantuan pada Ngetich, panitia akan mendiskualifikasinya. Pada satu titik, Ngetich meminta berhenti. Ketika badannya mulai mengumpulkan tenaganya, pelarin Hanna Steffan melaluinya. Posisi kedua Ngetich pun direbutnya. "Kamu berlari dengan berani, merangkak paling
berani yang pernah saya lihat sepanjang hidup.
Kamu berhak mendapatkan penghargaan dan saya
memutuskan untuk menyesuaikan hadiah yang
kamu terima, sama dengan nilai yang diterima jika
menjadi juara kedua," kata pelaksana perlombaan, John Conley kepada Ngetich.
Dengan merangkak jelang garis finis Ngetich
mencatat waktu lari dalam ajang marathon ini
selama 2 jam 34 menit 42 detik. "Untuk dia kilometer terakhir, saya tidak ingat. Garis finis.... saya tidak punya gambaran sama sekali,"
ujar Ngetich. Dia mengatakan, salah satu yang membulatkan tekadnya untuk mengakhiri lomba tersebut adalah teriakan seorang penonton yang mengatakan dirinya tinggal sedikit lagi menyentuh garis finis.
Xiao mengaku tidak menduga jika Kong cacat dan
sedikit terkejut saat mengetahuinya. Xiao bilang dia chatting dengan Kong karena pandai bermain piano dan wajahnya mirip selebriti asal Taiwan, Jay Cho. Namun selama chatting dengan Kong, Xiao kagum dengan pandangan hidup Kong yang selalu optimis. Xiao juga merasa terinspirasi oleh tekad yang luar biasa dari Kong untuk berhasil, terlepas dari kondisi fisiknya.
Pasangan yang sedang dirundung asmara ini kini tinggal di rumah keluarga Kong di kota Guangzhou,
Guangdong, Tiongkok. Xiao mengatakan dia akan mencari pekerjaan dan pindah ke rumah mereka sendiri sehingga bisa merawat calon suaminya dengan baik. "Aku tidak menganggap diriku optimistis. Aku hanya tahu kemana aku melangkah dan meraih apa yang aku inginkan," kata Kong. Kong merasa sangat bahagia Xiao memilih dirinya
sebagai suaminya. "Aku sebenarnya tidak pantas untuknya. Tapi aku berjanji akan membuatnya terus bahagia."
George mengaku sangat suka membuat pesawat di rumahnya Juba, ibukota Sudan Selatan. "Waktu masih kecil, aku ingin bisa terbang seperti burung. Aku naik ke atap rumah, memakai kain gorden dan lembaran besi di kedua tangan sebagai sayap. Aku kemudian melompat, kakiku hampir patah," kenang George dikutip Dream.co.id dari laman BBC, Selasa 17 Februari 2015.
George pergi ke Uganda untuk melanjutkan
pendidikan di sekolah menengah atas. Namun pada 2011 saat mempersiapkan ujian akhir, ayahnya dipanggil Yang Maha Kuasa. Hal itu membuatnya tak bisa membayar biaya sekolah. George tidak punya pilihan lain selain meninggalkan bangku sekolah dan pulang ke
kampung halaman. Namun kecintaan George terhadap dunia penerbangan sangat besar. Kehilangan ayah dan tidak pergi ke sekolah justru memacu semangat George mempelajari ilmu merancang pesawat. Setelah melakukan riset kecil-kecilan, George mulai mengerjakan proyeknya membangun pesawat sederhana. Dia tak lelah keliling Juba untuk membeli komponen yang bisa dirakit menjadi kerangka pesawat. Tak lupa, dia membeli dua mesin dengan tenaga kecil untuk menghidupkannya. Menggunakan kursi kebun sebagai tempat duduk pilot, George akhirnya bisa membuat pesawat dengan melakukan perbaikan di sana sini menggunakan informasi yang didapatnya dari buku dan internet.
Pada akhir 2013, Sudan Selatan tenggelam dalam
perang saudara. Namun George tak pernah berhenti bereksperimen dengan pesawat ciptaannya meski terjadi perang di jalanan dekat rumahnya. Dia bahkan bisa mendengar suara tembakan di sekitar rumahnya. "Aku tidak berhenti mengerjakan proyek pesawat," katanya. "Saat semua orang pergi mengungsi, aku tetap di
dalam kamarku yang berfungsi sebagai 'pusat
penelitian'," katanya. George kemudian membawa pesawat rancangannya itu ke markas AU Sudan Selatan. Tak disangka, pejabat di AU mengagumi karya George dan memberinya pekerjaan di bagian TI.
Meski mendapat pujian dari pejabat AU, pesawat rancangan George tidak mendapat izin uji terbang.
Pesawat itu kini terparkir di halaman rumahnya. Tapi George tetap bertekad untuk mewujudkan
ambisinya, bagi dirinya dan bagi masa depan
negaranya. "Aku sangat berharap. Apa yang terjadi telah terjadi dan kita harus melanjutkan hidup," kata George. Salah satu harapan George adalah membuat drone (pesawat tak berawak) yang bisa menyemprot tanaman pertanian. Namun dia sangat ingin merancang dan membangun pesawat sungguhan.
karyawannya.
Jiao menjelaskan bahwa meskipun semua karyawan juga akan menerima bonus reguler yang diberikan tiap akhir tahun, dia ingin melakukan sesuatu yang istimewa untuk menunjukkan penghargaan atas kerja keras mereka. "Jika tidak benar-benar menganggap karyawan sebagai keluarga, maka hal seperti ini tidak mungkin untuk dilakukan. Tetapi jika melihat mereka sebagai
keluarga, maka membasuh dan membersihkan kaki mereka adalah hal yang sangat normal untuk
dilakukan," kata Jiao.
Dalam budaya Cina, membasuh dan membersihkan kaki adalah cara untuk menunjukkan bakti atau rasa hormat kepada orang tua. "Bos saya, yang merupakan salah satu orang
penting perusahaan, berjongkok dan membasuh
kaki saya. Saya merasa sangat gugup tapi juga
sangat tersanjung," komentar salah satu programer
perusahaan, Zhang Xian.
Kisah hidup Lewis memang menginspirasi banyak
orang. Tak pernah menyerah. Meski tergilas roda
kehidupan, dia tak lantas melempar handuk. Pasrah dengan keadaan. Namun sebaliknya, dia terus berlari, mengejar cita-cita. Lihat saja lika-liku kehidupannya. Dia harus keluar sekolah, drop out, pada usia 17 tahun karena tak punya biaya. Namun Lewis tak patah arang. Dia terus memperjuangkan nasibnya. Datanglah saat itu. Ketika Coleg Y Cymoedd di Kota Aberdare, Wales, memberinya beasiswa. Tak hanya itu, karena tak punya tempat tinggal, Lewis juga ditempatkan di hotel. Fasilitas itu tak membuat hatinya tenang. Lewis masih merasa sebagai tunawisma. Dia kemudian hidup menumpang dari rumah teman yang satu ke lainnya. Itu dia jalani selama bertahun-tahun Selama belajar dan bekerja. “Itu perjuangan yang sangat sulit,” kata Lewis
sebagaimana dikutip Dream dari The Independent, Sabtu 15 Agustus 2015. “Awal tahun ini saya bekerja 24 jam selama seminggu untuk membiayai pendidikan dan memenuhi kebutuhan, saya hampir tidak makan,” tambah dia. Ya, jalan hidupnya benar-benar sulit. Sangat pahit.
Menumpang tidur di sofa teman dan tetangga sudah biasa untuk Lewis. Bagi dia, memiliki sebuah rumah menjadi impian yang terlampau jauh untuk jadi kenyataan. “Memiliki rumah permanen dengan keluarga saya, itu bukan pilihan,” tutur Lewis mengenang masa sulit itu. Namun, kondisi itulah yang menjadi bahan bakar. Dia terus memompa semangatnya untuk belajar. Demi memperbaiki nasib. Nafsu belajar pun membuncah. Dalam sehari, dia habiskan 12 jam di perpustakaan. Melahap buku-buku. Semua perjuangan dan pengorbanan itu terbayar. Dia diterima di Fakultas Hukum. Sebuah fakultas
bergengsi di kampus elite, Cambridge. Lewis memang belum tahu pasti apakah setelah lulus nanti, bisa mebubah nasibnya. Tapi satu hal,
dia tetap yakin. Dia ingin membuat kehidupannya
menjadi jauh lebih baik. Setidaknya dengan
keunggulan pendidikan elite itu. Sementara, kepala sekolah Coleg y Cymoedd, Judith Evans, mengatakan, bisa masuk ke Fakusltas Hukum, Universitas Cambridge, sudah menjadi prestasi luar biasa bagi Lewis. “Tetapi ketika Anda melihat perjuangan Lewis maka ini benar-benar menakjubkan. Kami sangat bangga padanya dan senang menjadi bagian dari perjalanannya,” tutur Judith.
Bripka ini tak sekadar menjaga ketertiban dan
keamanan masyarakat. Namun dia telah melampaui tugasnya sebagai seorang Bhayangkara dengan mengajar suku yang masih buta huruf. "Setiap Senin dan Selasa malam, Suheri meluangkan waktu memberikan ilmunya kepada masyarakat Desa Pauh yang buta huruf, khususnya Suku Sakai," demikian dikutip Dream dari fanspage Facebook Humas Polri, Senin 10 Agustus 2015.
Ya, polisi yang bertugas sebagai Bhabinkamtibmas
di Desa Pauh, Kecamatan Kunto Darussalam,
Kabupaten Rohul, Provinsi Riau, itu tak segan
mengajar Suku Sakai di Desa Pauh untuk membaca dan menulis. "Pekerjaan mulia ini sudah dijalaninya pria kelahiran Asahan, Sumatera Utara, 15 Januari 1979 ini sejak tahun 2013." Pekerjaan itu dilakukan setiap Senin dan Selasa malam. Setelah melaksanakan tugasnya sebagai
Bhabinkamtibmas dari pagi sampai sore, selepas
Isya Suheri berangkat dari Kantor Pos Pengamanan (Pospam) KM 25 Lintas Libo-Pauh menuju tempatnya mengajar, di sebuah bangunan bekas musala, lebih kurang 3 kilometer dari Pospam Desa Pauh. Bripka Suheri merupakan lulusan SPN Sempali Sumatera Utara tahun 1999. Sejak lulus pendidikan dengan pangkat Bripda sampai tahun 2007, dia berdinas di Polda Sumut. Tahun 2018 dimutasi ke Polda Riau ditempatkan di Binkar Polda Riau.
Tahun 2009, anak ke dua dari 6 bersaudara ini
dipindahkan ke Polres Rohul, dan tahun 2011
ditugaskan ke Polsek Kunto Darussalam. Sejak
Februari 2012, Suheri ditunjuk sebagai
Bhabinkamtibmas di Desa Pauh Kecamatan Kunto
Darusssalam.
uang tunai 130 ribu yuan (sekitar Rp 260 juta) saat
dia sedang mencari pekerjaan di sebuah bursa
tenaga kerja di Nanjing. Setelah tiga hari mencemaskan uang tersebut, ia
akhirnya memutuskan untuk menyerahkan ke polisi, Xinhua melaporkan. Wu Xuede sedang nongkrong di sebuah bursa tenaga kerja ketika ia menemukan sebuah tas kulit yang berisi uang tunai sebesar 130 ribu yuan.
Sebelumnya, Wu tidak pernah melihat uang dalam
jumlah besar seperti ini. Saat itu, dia tidak memberitahu siapa pun dan langsung memasukkannya ke dalam koper. Wu pun pulang. Tanpa disadari Wu, aksinya itu terekam dalam kamera CCTV di gedung tempat digelarnya
bursa tenaga kerja itu. Polisi ternyata mengawasi Wu setelah melihatnya melalui kamera CCTV. Alih-alih menangkap Wu, polisi mengirim beberapa SMS untuk membujuk dia agar mengembalikan uang secara sukarela.
Setelah tiga hari menimbang pilihan, Wu bersedia
mengembalikan uang 130 ribu yuan tersebut. "Saya berada di Nanjing selama lebih dari enam
bulan. Selama beberapa bulan pertama, saya sudah berganti tiga pekerjaan tapi hanya mendapatkan 4 ribu yuan (Rp 8 juta)," katanya kepada Xinhua. Dalam beberapa minggu terakhir, dia belum menemukan satu pekerjaan pun. Wu punya dua anak laki-laki, keduanya belum menikah". "Saya harus mengakui butuh setidaknya tiga tahun untuk mengumpulkan 130 ribu yuan," tambahnya. "Tapi saya bukan orang jahat. Saya tidak akan pernah menyimpan uang yang bukan milik saya."
uang tunai 130 ribu yuan (sekitar Rp 260 juta) saat
dia sedang mencari pekerjaan di sebuah bursa
tenaga kerja di Nanjing. Setelah tiga hari mencemaskan uang tersebut, ia
akhirnya memutuskan untuk menyerahkan ke polisi, Xinhua melaporkan. Wu Xuede sedang nongkrong di sebuah bursa tenaga kerja ketika ia menemukan sebuah tas kulit yang berisi uang tunai sebesar 130 ribu yuan.
Sebelumnya, Wu tidak pernah melihat uang dalam
jumlah besar seperti ini. Saat itu, dia tidak memberitahu siapa pun dan langsung memasukkannya ke dalam koper. Wu pun pulang. Tanpa disadari Wu, aksinya itu terekam dalam kamera CCTV di gedung tempat digelarnya
bursa tenaga kerja itu. Polisi ternyata mengawasi Wu setelah melihatnya melalui kamera CCTV. Alih-alih menangkap Wu, polisi mengirim beberapa SMS untuk membujuk dia agar mengembalikan uang secara sukarela.
Setelah tiga hari menimbang pilihan, Wu bersedia
mengembalikan uang 130 ribu yuan tersebut. "Saya berada di Nanjing selama lebih dari enam
bulan. Selama beberapa bulan pertama, saya sudah berganti tiga pekerjaan tapi hanya mendapatkan 4 ribu yuan (Rp 8 juta)," katanya kepada Xinhua. Dalam beberapa minggu terakhir, dia belum menemukan satu pekerjaan pun. Wu punya dua anak laki-laki, keduanya belum menikah". "Saya harus mengakui butuh setidaknya tiga tahun untuk mengumpulkan 130 ribu yuan," tambahnya. "Tapi saya bukan orang jahat. Saya tidak akan pernah menyimpan uang yang bukan milik saya."
uang tunai 130 ribu yuan (sekitar Rp 260 juta) saat
dia sedang mencari pekerjaan di sebuah bursa
tenaga kerja di Nanjing. Setelah tiga hari mencemaskan uang tersebut, ia
akhirnya memutuskan untuk menyerahkan ke polisi, Xinhua melaporkan. Wu Xuede sedang nongkrong di sebuah bursa tenaga kerja ketika ia menemukan sebuah tas kulit yang berisi uang tunai sebesar 130 ribu yuan.
Sebelumnya, Wu tidak pernah melihat uang dalam
jumlah besar seperti ini. Saat itu, dia tidak memberitahu siapa pun dan langsung memasukkannya ke dalam koper. Wu pun pulang. Tanpa disadari Wu, aksinya itu terekam dalam kamera CCTV di gedung tempat digelarnya
bursa tenaga kerja itu. Polisi ternyata mengawasi Wu setelah melihatnya melalui kamera CCTV. Alih-alih menangkap Wu, polisi mengirim beberapa SMS untuk membujuk dia agar mengembalikan uang secara sukarela.
Setelah tiga hari menimbang pilihan, Wu bersedia
mengembalikan uang 130 ribu yuan tersebut. "Saya berada di Nanjing selama lebih dari enam
bulan. Selama beberapa bulan pertama, saya sudah berganti tiga pekerjaan tapi hanya mendapatkan 4 ribu yuan (Rp 8 juta)," katanya kepada Xinhua. Dalam beberapa minggu terakhir, dia belum menemukan satu pekerjaan pun. Wu punya dua anak laki-laki, keduanya belum menikah". "Saya harus mengakui butuh setidaknya tiga tahun untuk mengumpulkan 130 ribu yuan," tambahnya. "Tapi saya bukan orang jahat. Saya tidak akan pernah menyimpan uang yang bukan milik saya."