It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
disumbangkan kepada pasien kanker. Bocah 9
tahun dari Melbourne, Florida, Amerika Serikat, ini
akhirnya memotong rambutnya yang sudah panjang dan disumbangkan ke lembaga amal, St Judge. Dikutip Dream dari laman Metro.co.uk, Jumat 5 Juni 2015, McPhilamy memanjangkan rambut sejak berusia 6 tahun.
Keputusan memelihara rambut diambil setelah melihat sebuah iklan layanan masyarakat di Rumah Sakit St Jude Children’s Research. "Dua tahun lalu anak saya melihat iklan di St Jude
yang mengubah hidupnya selamanya. Dia
menemukan caranya sendiri untuk menolong orang. Setelah dua tahun memanjangkan rambut,
McPhilamy akhirnya berhasil mencapai panjang
yang diinginkannya untuk disumbangkan ke St Jude," tutur Ibunda McPhilamy, Deanna Thomas. Tak mudah bagi McPhilamy untuk menjalani hari-
harinya selama memanjangkan rambut. Dia harus
menahan emosi setiap kali mendapat ejekan dari
teman-teman sekelas karena memelihara rambut.
Dia bahkan sering disebut sebagai anak perempuan. Tak hanya itu, guru dan teman-temannya memberikan iming-iming uang agar McPilamy memotong rambutnya. "Namun, dia tidak pernah menyerah dan selalu mengatakan kepada orang lain tentang mengapa ia membuat pilihan untuk memanjangkan rambutnya. Saya sangat bangga dengannya," tambah Deanna.
Namun McPhilamy sudah membajakan tekad.
Ejekan dan cemoohan tak digubris. Lebih dari 2
tahun rambut itu terus memanjang. Dan akhirnya
beberapa waktu lalu dia memotong rambut itu dan
menyumbangkannya kepada pasien kanker untuk
rambut palsu, karena rambut pasien kanker itu rontok akibat pengobatan yang dijalani.
Melihat perilaku Deacon, Summer begitu yakin anak bungsunya ini telah mengerti arti sebuah
pertemanan. Namun kabar sedih harus menyapa Deacon. Persahabatan dengan O'Dee akan segera berakhir. Bakal menjadi seorang kakak, Deacon harus pindah ke rumah baru. Tempat tinggal yang ditempati selama ini terlalu kecil untuk seluruh anggota keluarganya. "Ini hari terakhir kami melihat sahabat terbaik Deacon, O'Dee," ujar Ada Grace Ross, sang kakak. Hari yang ditunggu datang. Sebuah truk sampah terdengar dari ujung jalan. Dengan wajah sumringah, Deacon berteriak kegirangan. "Dia datang! dia datang, dia datang. Mengambil sampah kami," ujar Deacon ketika O'Dee menyapanya. Deacon pun menyerahkan sebuah hadiah perpisahan kepada sahabatnya. Hadiah yang telah dibuah bersama ibunya. Selama ini O'Dee tak menyadari efek yang telah dilakukannya terhadap bocah kecil ini. Namun
hadiah itu menyadarkannya. "Kini saya bisa
melihatnya,' ujar O'Deee lirih.
Namun di balik kebahagiaan kala itu, sebuah
penyakit mematikan tengah menggerogotinya.
Sebelum menjalani foto wisuda, gadis yang dikenal
cerdas dan periang ini mengeluh sakit. Aminah mengutarakan kondisinya itu kepada teman-
teman dan keluarga. Dia merasa tak kuat menahan
sakit. Sehingga sang ayah, Shamsul Ahmed,
segera memboyongnya pulang ke rumah. "Tak ada
gejala, tak ada tanda-tanda. Dia bilang sakit kepala
dan pulang," kata Shamsul. Sesampai di rumah, Aminah tidur di sofa. Kondisi Aminah semakin memburuk pada pukul delapan malam. Jumat malam itu, dia mengalami sesak napas. Keluarga dengan segera membawa Aminah ke rumah sakit. Dokter belum mengeluarkan diagnosanya. Tapi gadis itu kemudian dinyatakan meninggal dunia. Saat ini, teman-teman dan keluarganya menduga Aminah mengalami aneurisma atau kelainan pembuluh darah otak.
Kabar meninggalnya Aminah itu terang saja
membuat teman-teman dan keluarga berduka.
Selain cerdas, selama ini Aminah dikenal sangat
aktif dalam kegiatan mahasiswa. Dia juga aktif
dalam berbagai kegiatan masjid dan berbagai amal. Salah satu proyek yang tengah dia jalankan adalah operasi mata untuk anak-anak miskin di Asia Selatan. Khususnya di negara nenek moyangnya, Bangladesh.
Sejak kematian gadis cantik inilah nama proyek amal ini diubah menjadi "Aminah See." Foto Aminah dipajang pada website proyek amal
yang dibuat oleh keluarga. Dan hasilnya luar biasa.
Kisah mengharukan itu rupanya menyedot orang
untuk bersimpati. Lihat saja. Hanya dalam dua hari,
proyek itu sudah menerima sumbangan senilai US$ 20 ribu atau sekitar Rp 263.510.000. Komunitas amal itu berduka untuk gadis yang
sangat peduli pada sesama itu. Dia diambil oleh
Sang Khaliq pada hari di mana seharusnya
berbahagia. Namun, Aminah telah membuat orang-
orang di sekitarnya bahagia. Terutama anak-anak
calon penerima bantuan proyek yang dia bangun sebelumnya. Selamat jalan Aminah
Anek Wei, Tutu, sebetulnya telah menjalani
pengobatan kemoterapi sejak tahun lalu. Namun
penyakitnya kambuh kembali dan membuatnya
harus kembali bertaruh nyawa. Zhang pertama kali menyadari adanya sesuatu yang janggal di tubuh anaknya pada Juni tahun lalu. "Dia terkada sering deman dan kakinya lemah. Seringkali dia sama sekali tak sanggup berdiri," ujarnya. Setelah didiagnosa mengidap leukimia, Tutu pun menjalani 11 kemoterapi dalam delapan bulan. Biaya kemoterapi ini menguras uangnya hingga Rp 628 juta. Tak sanggup membayar, Tutu menjalani proses pengobatan alternatif di rumah. Namun dokter menyarankan Tutu agar dioperasi mengingat kankernya semakin agresif. Tanpa operasi, hidupnya takkan bertahan sampai Agustus. Baik China Bone Marrow Bank dan Taiwan Marrow Donor Programme tak sanggup menemukan pasangan yang bisa menjadi pendonor sumsum Tutu.
Zhang sendiri tak bisa berbuat banyak untuk
mendonorkan sumsum tulang belakangnya kepada
putranya itu. Maklum biayanya mencapai 72 ribu
poundsterling, jauh diatas penghasilannya. Dia sendiri pernah memutuskan berhenti mengajar
untuk mengurus buah hatinya tersebut. Namun
kebutuhan biaya yang besar memaksanya harus
kembali mengajar dengan membawa serta anaknya.
Sebuah video yang diunggah perusahaan streaming Spotify dan pembuat alat bantu dengar Starkey Hearing Foundation menangkap momen
mengharukan pria dan wanita penderita tuna rungu
dari Puerto Princesa, Filipina. Daerah ini memang terkenal sebagai kawasan yang penuh keluarga miskin. Dalam video berdurasi empat menit tersebut, menggambarkan keseharian para penderita tuna rungu. Mereka menjelaskan bagaimana ketidakmampuan mendengar mereka berpengaruh pada kehidupan dan keluarganya.
Eugene, seorang sopir berusia 28 tahun, mengaku
kehilangan pendengarannya ketika terserang panas tinggi ketika kecil. Tak ingin kehilangan anaknya, sang ibu memutuskan memasukan anaknya ke dalam bak berisi air dingin kala kecil. Tak disangka, tindakannya ini justru membuat Eugene kehilangan kemampuan mendengar. "Eugene adalah pemberian dari Tuhan," ujar sang
ibu seperti dikutip laman Dailymail.co.uk, Minggu,
24 Mei 2015. "Dia selalu berusaha menolong orang
lain." Sementara itu, Isagani seorang ayah dari tiga anak berharap alat bantu dengat bisa mewujudkan
mimpinya mendengarkan alunan musik dari anaknya yang berprofesi sebagai musisi. Tak ada yang diinginkannya selain mendengarkan anaknya
memainkan instrumen musik.
Penderita lain adalah Jessa Mae, putri nelayan
berusia 16 tahun. Selama hidupnya hanya
keheningan yang dilihatnya. Kini impian mereka terwujud. Keinginan mendengarkan suara alam menjadi kenyataan. Ketika alat bantu dengar terpasang di telinganya, mereka begitu takjub dengan cara alat tersebut bekerja. Titik air mata tak kuasa ditahan Jessa. Untuk pertama kalinya dia bisa mendengar suara sang ibu memanggilnya. Sementara Eugene dan Isagani tak bisa menyembunyikan senyum bahagia dari wajahnya.
Keterbatasan ekonomi tak membuat semangat
Sony surut. Kondisi itu bahkan menjadi bahan bakar untuk menyalakan semangat. Preatasi pun terukir. Hebatnya, dia sukses masuk kelas (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SMAN 1 Lamongan. “Saat itu nilai ujian SMP saya belum keluar. Karena di SMAN 1 Lamongan ada jalur tes untuk masuk RSBI, akhirnya saya nekat ikut, dan ternyata diterima. Alhamdulillah selama di SMAN 1 Lamongan saya sangat terbantu dengan adanya beasiswa,” ujar remaja kelahiran 24 Mei 1997 itu. Di SMA itu, Sony dikenal sebagai murid berotak encer. Prestasi Sony melambung tinggi. Lihatlah nilai Ujian Nasioanal (UN) berbais komputer atau Computer Based Test (CBT) miliknya. Nilai terendah Sony 90. Bahkan untuk mata pelajaran Biologi mendapat nilai 95. Prestasi gemilang itu mengantarkan Sony ke jenjang Perguruan Tinggi. Dia diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang,
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguran
Tinggi Negeri (SNMPTN). Namun, kegembiraan itu seolah sirna begitu saja. Sebab, pada Mei 2015 ini orangtuanya memutuskan bercerai. Sang ayah kini tinggal di Surabaya, dan ibunya pulang ke Semarang bersama kedua adiknya.
Bak roller coaster. Asa yang semula telah membumbung tinggi seakan terhempas kembali.
Pikirannya semakin kusut. Di tengah perceraian
orangtua, dia harus memikirkan rencana kuliah.
Meski diterima mendapat beasiswa Bidik Misi, dia
tetap harus membayar dana pendidikan yang harus disetor di awal kuliah. Sony nyaris putus asa. “Saya waktu itu bingung sekali, tidak memiliki uang
dan hidup sendiri. Sehingga sempat akan
memutuskan untuk tidak melanjutkan Ke Undip,”
ujar dia. Tapi, dunia belum tamat. Impian Sony belum buyar. Kisah Sony itu ternyata sampai ke telinga Bupati Lamongan, Fadeli. Sang bupati merasa prihatin dengan kondisi Sony. Sehingga memutuskan untuk memberikan bantuan. “Jangan sampai ada siswa Lamongan yang pintar tapi tidak bisa melanjutkan kuliah hanya karena kesulitan biaya,” kata Fadeli. Tak hanya memberi bantuan melalui kas daerah. Fadeli juga berjanji membantu Sony dengan kocek pribadinya. “Pokoknya kamu harus lanjutkan kuliah, jangan khawatirkan soal biaya,” tutur Fadeli saat memberikan bantuan pada Kamis pekan lalu.
guru layak diacungi jempol. Kebanyakan orang di usia tersebut telah pensiun dan menghabiskan masa tuanya di rumah. Hal itu tidak berlaku bagi Maman. Ia memutuskan tetap mengajar dan tidak ingin pensiun. "Kalau pensiun ya ingin. Tapi melihat orang-orang yang pensiun akhirnya dekat dengan penyakit," ujar Maman ketika berbincang dengan Dream.co.id, akhir pekan lalu.
Maman mengatakan ada manfaat tersendiri yang dia rasakan dengan terus mengajar. Manfaat tersebut antara lain fisik yang masih kuat dan ingatan yang tidak mudah lupa. "Sekarang dengan mengajar, ingatan saya masih kuat, masih bisa jalan kesana-kemari dan naik motor juga masih kuat," ungkap dia. Tidak hanya itu, ada alasan lain yang mendorong Maman untuk tidak berhenti mengajar. Pendidikan merupakan dunia yang sudah lama dia cintai. "Selama saya masih mampu menularkan ilmu yang saya miliki. Walaupun hanya seni, sebisanya saya mengajarkan dan anak didik saya menerimanya," kata dia. Selain itu, Maman mengaku tidak pernah ketinggalan perkembangan teknologi. Dia mengatakan buah mengajar membuatnya akrab dengan penggunaan teknologi. "Saya perkembangan sekarang juga selalu
mengikuti, kayak penggunaan teknologi sekarang
kayak laptop saya juga ikuti," tutur dia.
Lebih lanjut, Maman bersyukur masih memiliki fisik
yang mampu untuk mengajar. Sehingga, bagi dia,
mengajar merupakan salah satu bentuk syukur
baginya atas nikmat dari Allah SWT yang
diterimanya. "Kecintaan saya dengan pendidikan, pengabdian saya. Selain itu, juga dengan saya mengajar anak-anak selalu bisa bergembira, daripada berdiam diri di rumah. Allah sudah memberikan seperti ini dan sudah takdir Allah, ya saya terima," ungkap dia.
Ayah Try Sutrisno, Subandi, adalah tentara asal
Surabaya yang senantiasa siaga untuk berperang
melawan tentara kolonial Belanda. Statusnya itu
membuat keluarganya kerap harus berpindah dari
satu kota ke kota yang lain. "Ayah saya itu ikut berjuang, tapi tidak dibayar. Oleh karena itu, ketika Surabaya diduduki Jepang, saya dan keluarga harus mengungsi ke beberapa tempat. Dari Surabaya, ke Sidoarjo, lalu ke Mojokerto dan Kediri," kenang Try Sutrisno. Suasana pengungsian inilah yang akhirnya melahirkan karakter Try Sutrisno sebagai pemimpin. Dalam usia belasan tahun, ia mengaku sudah harus
punya kemampuan mempertahankan diri dengan
berwirausaha. "Semasa dalam pengungsian, saya ber-entrepreneur untuk mempertahankan hidup. Pertama saya menjual air di dalam kendi di stasiun. Setelah itu, meningkat jadi menjual Koran di dalam kereta api. Lalu, meningkat lagi, saya menjual rokok di dalam kotak itu kepada orang-orang di stasiun dan kereta api," ucapnya.
Keadaan berubah ketika Try dan keluarga harus
kembali berpindah tempat tinggal hingga ke
Mojokerto dan bertemu sang ayah. “Saat itulah
kehidupan saya berubah sangat drastis, Ketika
bertemu ayah, saya mulai menjadi kacung tentara.
Bertugas mengambilkan makanan dan minuman untuk para pejuang, hingga membersihkan sepatu
mereka,” tutur mantan Wapres RI itu. Di saat itu pula ia diperbantukan oleh tentara RI untuk menjadi seorang intelijen. “Pada waktu itu tahun 1948, umur saya masih 13 tahun dipercaya menjadi Penyelidik Dalam (PD). Tugasnya adalah
masuk ke daerah Belanda untuk memberikan
dokumen pada tentara republik lalu membawa pulang obat-obatan untuk para tentara juga,” kenang Try Sutrisno.
Pekerjaan tersebut tentu punya resiko tinggi, sebab
ia harus melewati garis status quo yang dibuat
Belanda dan terancam dibakar bila tertangkap basah oleh tentara kolonial. “Pada umur 13 tahun itulah saya punya kemampuan untuk mengembangkan siasat. Waktu itu yang saya
gunakan namanya siasat melambung. Jadi untuk
memasuki wilayah Belanda tanpa melewati garis
status quo saya masuk dari sawah ke sawah. Dari
sawah di daerah republik kemudian muncul di sawah di daerah Belanda.” katanya berbangga. “Dengan cara itu saya tidak pernah tertangkap, bahkan saya pernah membawa ibu saya dan siasat tersebut aman.”
Kegiatan ini merupakan salah satu tugas teritorial, selain tugas pokok yaitu pengamanan perbatasan. Pos Wembi merupakan salah satu pos dari Satgas
Yonif 400/Raider, yang berada di antara Kampung
Wembi dan Kampung Piyawi. Penduduk wilayah ini
merupakan masyarakat asli dan pendatang. Mereka hidup berdampingan, walau berbeda suku agama. Salah satu prajurit TNI yang menjadi pengajar, Pratu Suprat, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan niat mulia untuk mengajak anak-anak masyarakat untuk bergabung menuntut ilmu agama Islam.
Sebelum dijalankan, kegiatan ini dilaporkan terlebih
dahulu kepada Komandan Pos (Danpos), Kapten Inf Manashe Lomo. "Ternyata Danpos sangat antusias dan mempersilakan kegiatan tersebut untuk dilaksanakan," ungkap Suprat. Menurut dia, anak-anak di sekitar Musala Pos Wembi tak hanya diajari membaca dan menulis Alquran. Melainkan juga amalan-amalan lainnya.
"Selain kami ajarkan cara membaca Alquran, kami
juga ajarkan beberapa Salawat di sela-sela kegiatan, selain itu juga kami berikan wawasan tentang berbangsa dan bernegara," ujar Suprat. "Secara pribadi, sebagai seorang muslim, saya
merasa senang di sela-sela tugas pokok yaitu
menjaga wilayah darat perbatasan RI-PNG, saya
masih mendapatkan kesempatan untuk berbagi ilmu dengan mengajar mengaji di daerah perbatasan, kami rasakan kesulitan mengenai fasilitas belajar mengajar bagi masyarakat di daerah perbatasan," tambah dia.
Sementara itu, Pratu Arif, menambahkan bahwa
anak-anak dan para orang tua sangat antusias
dengan kegiatan belajar ini. Kegiatan ini telah
mendorong masyarakat sekitar untuk bergotong
royong memperbaiki musala. "Masya Allah sekarang kondisi Musala di Pos sudah nyaman untuk digunakan sebagai tempat ibadah. Berbuat yang terbaik, tulus dan ikhlas adalah motto kami didalam melaksanakan tugas sehari-hari, dan semata-mata untuk mendapat ridho dari Allah SWT," kata Arif.
Khalifa itu mendapat penghargaan dari kota Roma
berupa izin untuk tinggal dan bekerja di Italia.
Wanita itu dibawa ke rumah sakit dan dalam kondisi baik setelah Sobuj Khalifa, 32, asal Bangladesh melompat ke sungai Tiber, yang dikenal sangat tercemar. "Saya bukan pahlawan," katanya kepada televisi Italia TV2000. "Allah ingin kita membantu semua orang." "Saya melihat dia jatuh dari jembatan, saya pikir dia sudah mati. Tapi saat mendekatinya dan melihat matanya bergerak-gerak, saya langsung mengangkatnya, " kata Khalifa yang menjadi imigran gelap di kota Roma selama 8 tahun.
Atas aksi heroiknya itu, pemerintah kota Roma
memberikan Khalifa, yang telah tinggal di Italia
selama delapan tahun dan menjadi tunawisma
dalam empat tahun terakhir, izin untuk tinggal dan
bekerja di negara Uni Eropa itu. Walikota kota Roma Ignazio Marino menulis di halaman Facebook miliknya bahwa ia telah berbicara dengan Khalifa dan berterima kasih karena aksi "heroik dan manusiawi" yang ditunjukkannya.
Secara terpisah, komunitas Yahudi kota Roma
bekerja sama untuk mencarikan Khalifa rumah dan
pekerjaan. Riccardo Pacifici, kepala Komunitas Yahudi Roma, mengatakan kepada Haaretz bahwa orang-orang Yahudi di kota ingin berterima kasih kepada Khalifa karena keberaniannya.
oleh Himan Utomo dalam tulisan yang diunggah di
akun facebook One Day One Juz. Himan sempat bertemu di suatu malam dengan Sukur, dan
mengajak pria tersebut berbincang.
Waktu itu, tepatnya pukul 23.05 WIB, Himan melihat Sukur berhenti di depan ITC. Sukur kemudian turun dan menurunkan bongkahan batu dari becaknya. Batu-batu itu ditaruh di jalan yang berlubang. Setelah meletakkan batu, Sukur memecah batu tersebut menggunakan palu besar. Ini agar batu dapat pecah sehingga bisa diratakan dan membuat permukaan jalan halus. Sukur lalu duduk sebentar, setelah selesai melakukan aktivitasnya. Lalu ia mengambil topi dari kepalanya, dan mengipaskannya. "Alhamdulillah," ujar Sukur. Sukur hanyalah tukang becak biasa. Ia melakukan aktivitas menutup lubang tanpa mendapat bayaran dari siapapun. Semua dia lakukan dengan penuh keikhlasan. "Ini sudah jadi hobi saya tiap malam. Setelah cari rejeki dengan menjadi tukang becak, malamnya saya selalu mencari bongkahan batu aspal, buat nutup jalan yang berlubang. Ya, hitung-hitung abdi saya sebagai warga kota Surabaya," kata dia.
Jawaban itu bagi sebagian besar orang mungkin
dianggap keanehan. Sukur pun memahami
pandangan tersebut. Dia pun pernah ditertawakan
rekan-rekannya. "Saya sering diolok-olok sama teman-teman seprofesi tukang becak, 'Wes Pak Dhe, gak onok sing mbayari kok yo dilakoni ae. Gak kiro direken lha karo wong-wong nduwuran pemerintah kota. Opo maneh Bu Risma. Istirahat ae, sampeyan wes tuek (Sudah Pak De, tidak ada yang membayar kok masih dikerjakan saja. Nggak bakal ada yang merespon lah sama orang-orang atasan Pemerintah Kota. Apa lagi sama Bu Risma. Istirahat saja, kamu sudah tua)," ungkapnya. Tetapi, hal itu tidak membuat pria yang tinggal di
Jalan Tambak Segaran Barat Gang 1 Nomor 27,
Kota Surabaya ini berputus asa. Ia terus menutup
lubang di jalan raya dengan harapan tidak ada orang yang mendapat musibah kecelakaan.
diceritakan seorang kaskuser yang berprofesi pegawai kantor. Si tukang sampah tidak banyak bicara, namun perilakunya sungguh menusuk hati kita semua.
Berawal dari obrolan singkat. Si pemuda berkali-kali mendengar perut sang kakek berbunyi kruuuuukk. Ia pun berinisiatif membelikan si kakek nasi. Tapi sang kakek menolaknya dengan halus; "Waduh mas, saya ga punya uang buat bayarnya," ujarnya lirih. Si pemuda berusaha membujuk sang kakek menerima nasi tersebut. "Ga papa pak, makan aja. Saya bayarin dah, saya lagi ulang tahun hari ini," kata pemuda itu berbohong. Sang kakek terus mengucap syukur berkali-kali dan
berterima kasih. "Makasih sudah dibelikan makanan. Saya belum makan dari kemarin sebetulnya. Cuma saya malu mas, saya inginnya beli makan sama uang sendiri karena saya bukan pengemis. Saya sebetulnya lapar sekali mas, tapi saya belum dapet uang hasil nyari sampah," kata si kakek. Pemuda itu tertegun. Secara tak sadar ia hampir meneteskan airmata.
Sambil makan bareng, si kakek menceritakan jika ia punya dua anak, yang satu sudah meninggal karena kecelakaan. Satu lagi sudah pergi dari rumah dan tidak pulang hingga tiga tahun. Sedangkan istrinya sudah meninggal kena kanker.
Parahnya lagi, rumahnya diambil orang karena tidak bisa melunasi uang pinjaman untuk mengobati istrinya. Miris betul. Tapi si kakek menolak menyerah. Ia pantang menengadahkan tangan, meminta-minta.
Merasa iba, si pemuda dengan sedikit memaksa
memberikan uang ke si kakek. Dan ada satu hal lagi yang bikin si pemuda tercengang, waktu hendak meninggalkan tempat ia bertemu tadi, sambil jalan menoleh ke belakang, ia melihat si kakek sudah depan kotak amal masjid, memasukkan uang ke dalam kotak amal.
Sebelum pelaksanaan UN, Tsaqif dan teman-
temannya mendapatkan tautan di sebuah situs
berbagi yang berisi soal mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Pada awalnya, mereka mengira itu
merupakan soal latihan. Ada sebagian yang
mengunduh untuk latihan, ada yang tidak. Namun ternyata saat hari pertama UN, Senin 13 April, Tsaqif menyadari soal-soal dari link tersebut sama 100 persen dengan soal UN yang dihadapinya. Sepulang sekolah di hari itu juga, Tsaqif mengirimkan email kepada Universitas Gajah Mada. Dia mengaku emosi dan sangat kecewa. "Saya saat itu sangat emosi dan kecewa. Saya ingin mencari keadilan," ujar Tsaqif dikutip Dream dari laman kpk.go.id, Kamis 23 Tsaqif mengatakan keputusan untuk berani melaporkan terkait bocoran UN muncul karena tergerak melihat lingkungan di sekitarnya. "Saya lihat teman-teman sudah belajar dengan serius untuk persiapan UN dan menyita waktu dan dana orang tua maka saya putuskan untuk mencari keadilan dengan melaporkannya, jadi saya berpikir tak bisa diam," ungkapnya.
Sebagai bentuk apresiasi, KPK diberikan dalam
bentuk penyematan pin "Berani Jujur Hebat" oleh
Fungsional Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat
(Dikyanmas) Pauline Arifin. KPK juga memberikan penghargaan bagi SMA Negeri 3 Yogyakarta yang memberikan pengajaran kejujuran pada siswanya. "Mereka ini berani jujur dan menyuarakannya,
sehingga harusnya memang menjadi role bagi masyarakat yang jujur namun masih diam. KPK
mengapresiasi keberanian siswa-siswa ini untuk
bersuara," kata Pauline