It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
apa yg bisa ane bantu gan? potong tangan? potong kaki? ato potong leher? wkwkwk
makasih ya gan buat like dan penialainnya. jujur, ane jadi semangat neh.
Halo, welcome to my Thread.
wah makasih gan udah melipir dimari tanpa diundang. dan penilaiannya juga. heheh .. maap kalo bikin kesel jadinya, klo dari pilihan yang dlm kurung itu semoga ente yang sukanya yaa, jangan bencinya. hahaha ...
ntar ane update lagi, ane mention ente. makasih gaan.
makasih agan ganteng udah nyundul thread ane.
********
Chika duduk tepat disebelahku sambil memegang leher belakangku yang tertunduk. Dia membelai rambutku dan memintaku untuk tidak terlalu memikirkan apa yang dikatakan Detective Fritz. Dia berkata bahwa aku berada di pihak yang benar, jadi aku tidak perlu khawatir atas kecelakaan tragis tersebut. Sidik jariku yang ditemukan di Camp Motel yang dikunci dianggap sebagai bukti, menunjukkan bahwa aku adalah tersangka, memiliki hubungan atas kecelakaan tersebut. Benar jika memang aku berada di pihak yang benar, tapi sampai sekarang aku masih belum menemukan bukti untuk menyangkalnya.
Aku mengangangkat kepalaku yang tertunduk. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 13.00, yang kulihat dari jam yang terpasang di dinding yang mana diletakkan di atas lorong toilet tersebut. Melihat jam yang terpasang di dinding tersebut mengingatkanku pada jam tangan yang sering aku pakai, namun tertinggal di rumahku. Sampai hari ini, aku belum memperbaiki jam tanganku karena sering kali menunjukkan waktu yang tidak relevan.
“Sudah jam 13.00, waktu sangat cepat sekali. Baru kali ini aku merasakan waktu berputar sangat relevan. Sesuai dengan apa yang telah aku kerjakan. Selama aku bersama Ario, tiap kali aku melihat jam, waktu menunjukkan waktu yang sangat lama. Seharusnya aku sudah menghabiskan waktu 1 jam, tapi kenyataannya baru berputar 10 menit. Tapi sepertinya memang jam tanganku yang rusak”, keluhku.
“Sebentar Rico. Lagi-lagi pemikiran kita sama. Aku merasakan hal yang sama. Ketika Rangga datang ke rumahku pada sore hari, ku pikir aku sudah berbincang-bincang dengannya sekitar dua jam lamanya, tapi ternyata saat aku melihat jam di rumahku ketika Rangga telah pergi, ternyata setengah jam pun belum ada. Kupikir battery jam di rumahku sudah mau habis. Aku membeli battery lagi di warung, dan menanyakan kepada si penjual waktu pukul berapa, ternyata tidak ada perbedaan antara jamku dengan jamnya dia”, ungkap Chika.
“Jadi menurutmu, kemungkinan jam tanganku tidak rusak?”, tanyaku.
“Sepertinya begitu. Tapi tidak ada salahnya untuk kau tanyakan ke tukang jam lain waktu”, jawab Chika.
“Hmm … tapi Chika, sewaktu aku ke Butik untuk membeli pakaian karena acara Memorial of Love, jam tanganku menunjukkan waktu yang sama dengan jam yang ada di butik. Terkadang jam tanganku menunjukkan waktu yang cukup relevan, tapi seringnya waktunya tidak sesuai dengan kegiatan yang telah aku lakukan. Dan semua itu aku cek setelah tidak bersama dengan Ario”, jawabku.
“Atau mungkin terjadi perbedaan waktu antara kita dengan dunia mereka?”, tanya Chika.
“Aku belum yakin. Aku belum pernah melakukan pengecekkan waktu ketika aku bertemu dengan arwah Ario. Tapi setelah kasus mereka terungkap, apakah kita akan bertemu dengan arwah mereka lagi?”, tanyaku.
“Setelah aku mengetahui bahwa Rangga masuk Rumah Sakit karena kecelakaan, aku tidak pernah bertemu dengan arwahnya lagi. Mungkin saat itu dia ingin menyadarkan aku. Ingin memberitahu aku tentang kenyataan. Tapi entahlah, dia tidak bicara yang aneh-aneh semua terlihat seperti biasa, Rico”, kata Chika.
“Begitupun dengan Ario. Dia sangat biasa, tak sedikitpun menceritakan tentang kecelakaan ini. Atau mungkin sebenarnya mereka tidak mengetahui kalau mereka adalah arwah. Jadi mereka tiba-tiba keluar dari jasad mereka untuk bertemu dengan kita”, kata aku.
“Mungkin saja, Rico. Tak ada yang mengetahuinya bukan. Aku sangat berharap Rangga dan Ario dapat kembali, mereka dapat menceritakan semuanya”, kata Chika.
“Ngomong-ngomong kita jadi menjenguk jasad dari Frojan, Michael dan Rangga tak? Waktu semakin terus berputar. Kita bahkan belum makan siang”, kata Chika.
“Baiklah, cepat kita bergegas ke kamar mayat untuk melihat kondisi jasad mereka dulu, kemudian kita makan siang, meskipun aku belum lapar”, kata Aku.
Aku dan Chika terbangun dari duduk dan berjalan menuju kamar mayat. Chika jalan terlebih dahulu, sedangkan aku mengikuti dari belakangnya. Letaknya cukup jauh, karena letaknya berada di gedung belakang yang hanya setinggi dua tingkat. Sesampainya di gedung itu, aku merasakan bulu kudukku merinding. Tidak heran jika memang begitu, pembangunan Rumah Sakit mengharuskan adanya gedung utama dengan gedung untuk mayat. Gedung ini dikhususkan untuk kamar mayat beserta dengan pembakarannya. Jika memang ditemukan mayat tanpa diketahui asal-usulnya dalam kurun waktu 2 bulan, maka mayat akan dibakar habis menjadi abu. Dan abunya tersebut dimasukkan kedalam kotak kecil. Tidak hanya itu, untuk masyarakat yang tidak mampu membayar biaya pemakaian secara sewa ataupun beli, mereka akan membakarnya menjadi abu. Dan abu tersebut, akan diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu tersebut. tidak sedikit dari orang-orang yang sudah memiliki rumah, memakamkan sanak keluarga mereka di area rumah.
Aku tidak setuju tentang pembakaran mayat manusia itu merupakan sebuah aturan kota ini, menurutku sangat tidak berperikemanusiaan. Jangankan manusia, kucing pun kadang aku tidak tega untuk melihatnya harus terbakar. Peraturan pemerintah kota ini menganggap manusia mati adalah Sampah, tak pandang bulu presiden sekalipun. Perbedannya adalah, jika dianggap sebagai pejuang Negara, abunya akan di taruh di Museum Juang. Tapi tak sedikit dari keluarga yang dianggap pejuang Negara tersebut memilih untuk membeli tanah untuk dikuburkan. Agar tetap dikenang jasa-jasanya, keluarga tersebut memotong bagian tubuhnya untuk ditaruh di Museum Juang karena hal ini merupakan keharusan. Kebanyakan dari keluarga memilih memotong rambut, gigi atau kuku untuk dimuseumkan.
“Rico, kau kelewatan!”, panggil Chika sambil membuka pintu.
“Oh iya. Aku tidak memperhatikanmu, Chika”, jawab aku menghampiri Chika.
“Kau melamunkan sesuatu lagi. apakah tentang Fritz, atau Ario?”, Tanya Chika.
“Tidak keduanya. Aku hanya berfikir mengenai Rumah Sakit di Negara kita”, Jawabku.
Aku dan Chika memasuki ruangan dimana jasad tak hidup Ojan, Michael dan Edwin diletakkan. Di ruangan itu sudah ada orang tua Edwin yang berdiri di depan jasad Edwin. Ibunya menangis dipelukan ayahnya. Aku dan Chika sangat prihatin melihat mereka yang begitu bersedih. Kami pun menghampiri mereka.
“Selamat Siang, Om Tante! Kalian sudah disini rupanya”, kata Chika.
“Iya, terima kasih informasinya, Chika”, kata Ayah Edwin yang kemudian meninggalkan istrinya dan bergerak menghampiriku. Ia memelukku dengan erat.
“Rico… kau baik-baik saja bukan? Kau tidak sakit kan?”, tanya Ayah Edwin.
“Paman. Iya, aku sehat, terima kasih. Aku turut berduka atas sepeninggal Edwin karena kecelakaan itu. Bahkan aku sendiri tidak tahu sebelumnya jika Edwin sudah meninggal. Baru saja semalam dia datang ke rumahku, merayakan hari ulang tahunku. Menurutku yang datang adalah Arwah Edwin. Aku sangat kacau kemarin, tapi sekarang jauh lebih baik”, jawabku.
“Iya, tidak apa Rico. Edwin sudah pergi meninggalkan kita semua. Penguasa Alam-lah yang meminta bertemu dengannya. Kita sebagai manusia hanya bisa Ikhlas, bersabar atas kepergiannya, Rico. walaupun aku sangat bersedih dan terpukul, tapi apa dayaku. Apapun yang aku lakukan takkan bisa membawanya kepada kehidupan”, kata Ayah Edwin.
“Itu benar Paman. Kau benar-benar pria yang hebat, bahkan satu-satunya anak yang kau punya, yang paling kau sayangi, kau masih bisa menahan semua ini. tidak sepertiku yang cengeng, padahal Ario sendiri masih memiliki harapan untuk hidup”, jawabku menangis.
“Itu wajar, Rico. semua butuh pembelajaran. Kau juga pria yang tangguh, hidup seorang diri tanpa ayah dan ibu hingga sebesar ini. aku sebagai pamanmu hanya mengawasimu saja, tapi kaulah yang telah menjalani hidup dengan baik”, kata Ayah Edwin sambil membelai punggungku. Kemudian melepaskan pelukannya.
“Temui bibimu, dia sangat ingin bertemu denganmu”, kata Ayah Edwin berbisik.
Aku melepaskan pelukan Ayah Edwin, kemudian pergi ke Ibu Edwin yang masih menangis terisak-isak. Aku langsung memeluknya, diapun menangis hebat di pelukanku.
“Rico, bagaimana keadaanmu? Baik-baik saja bukan? Aku sangat khawatir kepadamu setelah aku mendapat kabar dari Chika bahwa Edwin dan teman-temannya masuk Rumah Sakit karena kecelakaan tersebut”, kata Ibu Edwin.
“Iya bi, aku juga sangat tidak menyangka. Rasanya tidak mungkin, baru saja semalam Edwin dan teman-temannya datang ke rumahku, merayakan ulang tahunku. Tapi saat itu, kecelakaan telah terjadi. aku bingung apakah aku berhalusinasi atau memang itu meruapakan Arwah yang hadir dalam kenyataan. Aku benar-benar seperti orang gila bi”, kata aku menangis.
“Mereka mungkin memberikan pertanda kepadamu, Rico”, kata Ibu Edwin.
“Entahlah bi, semuanya begitu nyata. Bahkan kejadian kemarin dari pagi hingga malam, aku menghabiskan waktu bersama Ario. pergi ke lokasi kecelakaan yang terkunci dan aku dinggap sebagai tersangka atas kecelakaan ini, aku benar-benar dalam kegilaan. Tak satu orangpun mempercayai aku kecuali Chika. Ku harap Bibi bisa mempercayai aku”, kata aku yang masih menangis.
“Aku mempercayai mu, Rico. Begitupun pamanmu”, kata Ayah Edwin.
“Terima kasih Bi. Setidaknya dengan beberapa orang yang mempercayaiku bisa membantuku untuk menjelaskan hal ini”, jawab aku yang masih menangis.
“Kau tidak perlu khawatir, Rico. kami akan membantumu mengungkapkan yang sebenarnya”, Jawab Ibu Edwin yang melepaskan pelukanku dan memegang kedua lenganku yang kemudian ia menekan lengan kananku lebih kencang.
“Awww …”, teriakku.
“Kenapa Rico?”, Tanya Ibu Edwin.
“Lengan kananku, Bi. Kau menekannya cukup keras jadi aku kesakitan. Disitu ada bekas luka suntikan yang dilakukan Detective Fritz”, jawabku.
Dengan cepat Ibu Edwin langsung menarik lengan kananku dan melihat lengan kananku yang bekas disuntik oleh Detective Fritz. Aku kaget melihat lenganku itu. Kulitku disekitar lengan yang disuntik berubah menjadi merah, seperti orang habis dikerok ketika masuk angin.
“Sepertinya aku terkena Alergi obat. Atau efek mungkin efek dari cairan yang disuntikkan oleh Fritz, Bi”, kata aku.
“Ini merupakan radiasi, Rico. Tapi kau tidak perlu khawatir, karena radiasi ini tidak berpengaruh buruk terhadap kesehatanmu. Tutupi lenganmu dengan jaketku ini. Aku tidak ingin orang lain melihatnya dan menganggap alergi, sehingga memberimu obat yang salah yang justru akan menggangu kesehatanmu, Rico”, kata Ibu Edwin.
“Radiasi? Apa maksudmu?”, Tanya Rico.
“Kau percaya padaku Rico. aku akan jelaskan nanti, tidak sekarang”, Jawab Ibu Edwin sambil melepaskan jaketnya dan memberikannya kepadaku.
Aku mengenakan jaket yang ia berikan kepadaku. Chika pun memeluk Ayah dan Ibu Edwin sebagai rasa empati atas meninggalnya Edwin. Kami pun meninggalkan ruangan untuk makan siang bersama di cafeteria yang ada di rumah sakit ini. kami berbicara banyak mengenai kehidupan kami masing-masing.
Ayah dan Ibu Edwin seakan seperti keluargaku sendiri. Berawal dari pertama kali ia menyukai aku, ia mengenalkan aku kepada orang tuanya. Dia bercerita banyak tentang semua kebaikanku. Itulah kenapa aku memanggil mereka Paman dan Bibi. Biasanya untuk memanggil orang lain aku menyebutnya Om atau Tante. Aku sangat dekat dengan mereka. Bahkan ketika aku dalam masa-masa sulit, Ayah dan Ibu Edwin mengunjungiku, menengok keadaanku. Mereka begitu tahu tentang keadaanku. Mungkin aku bisa dianggap bersalah karena aku tidak berpacaran dengan Edwin, tapi hal ini sama sekali tidak merusak hubunganku dengan Edwin dan keluarganya.
Bahkan disatu sisi saat aku berpacaran dengan Ario, Edwin sangat sedih. Dia tidak ingin bertemu denganku, tapi orang tuanya marah terhadapnya. Yang lebih konyolnya, orang tuanya mengundangku makan malam bersama dengan Ario, Edwin dan Orang Tuanya di rumahnya. Entah mengapa begitu kejam Orang Tuanya kepada Edwin, menurutku. Aku tidak mengerti apa yang mereka pikirkan, dan Edwin tidak bisa berkutik di atas meja karena ayahnya sangat marah jika ia berani keluar dari meja makan.
Sampai dia pergi entah kemana menghilang dari peredaran karena aku yang memintanya. Aku tak ingin dia menaruh harapan yang begitu besar kepadaku, karena aku sangat mencitai Ario. Saat Ario menyelingkuhi aku, Edwin datang kepadaku dan mencoba mengisi hati yang kosong, dan memperbaiki hati yang telah rusak ini, tapi aku menolaknya. Sungguh aku memiliki banyak kesalahan terhadapnya. aku sendiri belum meminta maaf kepadanya.
Sekitar pukul 16.00, Selepas makan siang dan perbincangan yang sangat menarik, Ayah dan Ibu Edwin ini pamit pulang, dan aku diminta untuk ikut dengannya karena ada hal yang perlu dibicarakan. Padahal, aku ingin sekali berada di rumah sakit menemani Chika, menunggu kabar terupdate Rangga dan Ario, tapi aku tidak boleh menolak permintaan dari Ayah dan Edwin, karena terkait dengan pengungkapan kebenaran atas apa yang aku alami, untuk meyakinkan pihak kepolisian bahwa aku tidak bersalah.
Akhirnya aku memutuskan untuk ikut Ayah dan Ibu Edwin, sedangkan Chika menunggu di rumah sakit untuk kabar terupdate Rangga dan Ario. mengenai Jasad Edwin, akan diantar dengan mobil ambulance ke rumahnya besok. Mobil pun melaju meninggalkan area rumah sakit. Aku duduk dibelakang sendirian, Ayah Edwin mengendarai Mobil ini dengan sangat standard. Keadaan jalan sangat lancar. Kami pun berbincang-bincang di dalam mobil.
“Rico, aku akan menjelaskan tentang luka di lenganmu itu”, kata Ibu Edwin.
“Iya, apa yang kau maksudkan dengan radiasi tadi?”, Tanyaku.
“Sebelumnya kami minta maaf tidak bercerita sebelumnya. Kulit yang memerah di lukamu itu merupakan Radiasi yang terpancar dari Chip yang tertempel di lengan kananmu. Chip itu merupakan storage backup atas apa yang ada di otakmu. Chip itu kemungkinan bermasalah, sehingga ia memberikan satu signal untuk diperbaiki dengan mengubah warna kulit disekitarmu itu menjadi merah”, kata Ibu Edwin.
“Oh tidak mungkin. Aku adalah seseorang dengan sistem, terdapat Chip dalam tubuhku dan selama ini aku tidak mengetahuinya. Itulah kenapa kalian selalu datang ketika aku butuhkan? Kalian lah yang memasang Chip dalam tubuhku? Apa maksud semua ini, Bi? Apakah ini ada hubungannya dengan Edwin?”, kataku dengan kesal.
“Kau harus tenang, Rico. semakin kau emosional, semakin jelas warna kulitmu. Bahkan dapat berubah menjadi keunguan. Itu dapat memperparah kerusakan Chip yang terpasang”, kata Ayah Edwin.
“Jadi kalian berdua bersekongkol melakukan ini? jadi seperti ini cara kalian membalaskan dendam anak kalian kepadaku? hentikan mobil dan Turunkan aku sekarang, aku perlu kembali ke rumah sakit, Ario lebih membutuhkanku dibanding Informasi penting dari kalian. Atau mungkin kalian sengaja memisahkan aku dengan Ario dengan misi tertentu. Turunkan aku, Paman. Bibi!”, teriakku.
Tiba-tiba lengan kananku terasa sangat pegal. Semakin lama menjadi perih dan sakit. Aku mengusap-usap lenganku. Aku melihat lenganku berwarna merah, sangat merah, semerah mawar yang berduri. Ibu Edwin langsung melepaskan safe belt-nya dan berpindah ke pintu belakang. Ayah Edwin pun menghentian mobilnya sejenak.
“Rico, tenanglah. Tenang. Kami sama sekali tidak memiliki niat buruk kepadamu. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Edwin. Ceritanya sangat panjang, aku akan ceritakan setelah Chip ini diperbaiki. Tolong lah percaya kami. Ini ada hubungannya dengan keluargamu, terutama Ibumu yang menghilang secara misterius”, kata Ibu Edwin.
“Iya Rico, sebenarnya yang memasang Chip itu bukan kami, tapi Ibumu sendiri. Ia sudah memiliki pandangan bahwa akan terjadi hal buruk terhadap keluarganya, apalagi semenjak sepeninggal Ayahmu yang diracun oleh seseorang. Saat itu sangat booming, orang-orang disekitar justru senang tentang kehancuran keluarga Biesch yang dianggap gila, karena fakta yang sebenarnya diputar balikkan. Ibumu percaya, suatu saat akan terjadi juga kepadamu, untuk itu ia menaruh Chip sebagai Storage Backup untuk membuktikan kebenaran. Bahkan disaat kau mati nanti, saksi hidup dari kebenarannya ada dalam Chip tersebut. Orang tuamu adalah ilmuwan yang sangat hebat, yang disalah perdayakan pemerintah”, kata Ayah Edwin.
“Tenangkan dirimu Rico, aku akan coba obati radiasi ini”, kata Ibu Edwin sambil mengambil kapas dengan sebuah cairan dingin yang dioleskan ke kulitku yang berwarna merah mawar.
“Baiklah aku akan tenang”, jawabku sambil mengambil nafas dalam-dalam.
“Menanggapi pertanyaanmu, benar sekali. Kami mengetahui kau sedang dalam masalah, takut, sedih dan sebagainya. Tapi hanya sebatas pengetahuan status saja, kami tidak diberikan akses untuk melihat segala aktivitasmu Karena bersifat privacy. Kami dapat mengukur dari kejauhan, apakah kau baik-baik saja atau tidak. Namun, kami sempat kehilangan jaringan akhir-akhir ini, dan ternyata memang Chip mu bermasalah. Ibumu menitipkannya kepada kami, Rico”, kata Ibu Edwin.
“Tapi, jika memang benar Chip itu dipasang atas sepeninggal ayahku, kenapa aku tidak pernah tahu mengenai ayah ibuku, setidaknya wajah mereka, apa yang pernah mereka lakukan kepadaku dan sebagainya. Yang aku ingat adalah seseorang yang amnesia, hidup sendirian dalam sebuah rumah dengan aktivitas rutinintas yang telah terporgram, harus melakukan A, B, C dan sebagainya. Seakan hidupku dimulai bukan dari bayi, tapi dari aku berumur 15 tahun. Aku tidak mengingat apapun dibawah umur 15 Tahun”, Ujarku.
“Ada hal-hal yang ibumu lakukan. Ia menarik seluruh ingatanmu tentang keluarga Biesch agar kau tidak trauma atau tidak memandang keluargamu buruk seperti orang-orang lain di Negara ini. Keluargamu adalah keluarga Pemberontak secara terang-terangan. Sedangkan keluarga kami, Octoseiz, adalah keluarga pemberontak secara diam-diam. Ayah Ibumu adalah teman baik kami. Kita akan lanjutkan ceritanya setelah Chipmu diperbaiki saja. Aku khawatir kau tidak bisa mengontrol emosimu, Rico jika kami ceritakan. Hal ini akan mempengaruhi Chip yang terpasang lama oleh Ibumu”, kata Ibu Edwin.
“Baiklah, aku jalankan mobilnya kembali”, kata Ayah Edwin.
Plot : Misteri waktu yang tidak relevan masih dipertanyakan oleh Rico, karena Chika mengalami hal yang sama juga. Misteri Keluarga Biesch, tentang luka karena radiasi Chip yang terpasang dalam tubuh Rico mulai tercium dalam episod ini, setelah datangnya keluarga Octoseiz, yang merupakan keluarga Edwin.
Invitation for :
@octavfelix @Lee_4ndy @adamy @Tsunami @sinjai @kristal_air @haha5 @lulu_75 @elul @hananta @balaka @3ll0 @d_cetya @polos @cute_inuyasha @Aji_DrV @zakrie
Nambah lagi misterinya...
bang @tsunami sama @3110 kompak bgt pic nya, aku iri looh, hahaha
Hehe ... makasih gan. Liat komen kutipan ente ni ane jd inget. Kelupaan buat sesi ngeliat jasad Ojan dan Michael. Haha ane terlalu terfokus di Edwin.
Makasih gan revieewnya. Hmm ... begitulah konsep ceritanya. Semoga ane bisa lanjutin lebih baik ye gan, doakan ane gan. Hahaha
Btw bolle di like gan kalo suka :P #NyodorinGolok. Wkwkwk.
Makasih reviewnya gan.
Waah ente smp mikir sabotase. Tp bisa jdi gan. Hehehe.