It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ayah Edwin kembali menyalakan mesin mobilnya dan mengendarai mobilnya. Sementara Ibu Edwin, masih mengurusku mengoleskan cairan ke lenganku yang berwarna merah mawar, namun sudah pudar sedikit demi sedikit. Warna merahnya kembali seperti sebelumnya berada di Rumah Sakit. Ibu Edwin pun melepaskan lenganku, dan merapihkan obat-obatan yang ia keluarkan untuk mengobati radiasi di kulitku ini.
“Yang terpenting sekarang kau harus tenang dulu. Merahnya sudah pudar, sudah lebih pucat dibanding terakhir di rumah sakit. Selama kau tidak dalam emosi yang tinggi, semua akan baik-baik saja Rico”, kata Ibu Edwin.
“Baiklah kalau begitu. Terima kasih atas bantuannya. Pegal, perih dan sakit di lenganku juga sudah hilang. Maafkan aku begitu temperamental”, jawabku.
“Tidak Apa Rico, kami sudah terbiasa. Edwin lebih parah, haha”, kata Ayah Edwin.
Mobil melaju lebih cepat dari sebelumnya. Ibu Edwin duduk di sebelah kiriku yang kemudian tertidur. Ayah Edwin yang terfokus di jalan memperhatikan laju mobil, sedangkan aku yang hanya melihat keadaan diluar mobil. Pepohonan yang berjejer, mobil-mobil melalui mobil kami dari arah yang sama, mobil dari arah sebaliknya dan sebagainya. Aku merasa, kehidupanku begitu perih, tapi perih itu tidak terasa karena ada orang-orang yang sangat menyayangi aku. Walaupun aku tidak dapat mengingat bagaimana orang tuaku, tapi aku yakin semua yang mereka berikan kepadaku adalah yang terbaik untukku.
Mobil tiba-tiba melaju lebih lambat, hingga terhenti. Aku melihat dari dalam mobil terjadi kemacetan pada jalan tersebut. mobil melaju secara perlahan. Tiba-tiba aku melihat seorang polisi yang sedang mengatur jalan. Polisi tersebut terlihat sangat familiar, seperti aku pernah bertemu dengannya. Aku berusaha mengingatnya, dan akhirnya aku mendapatkan ingatan tersebut. polisi itu adalah polisi yang takut karena menyangkaku sebagai hantu. Aku langsung meminta Ayah Edwin untuk ke pinggir sejenak, karena ada yang perlu aku bicarakan dengan polisi tersebut.
“Paman, boleh minggir sejenak. Aku kenal dengan polisi itu. Ada yang ingin aku bicarakan kepadanya”, kata Aku.
“Baiklah, tunggu sebentar”, kata Ayah Edwin sambil meminggirkan mobil.
“Terima kasih paman, aku keluar dulu sebentar”, kata aku sambil membuka pintu mobil.
Aku bergegas keluar dari mobil berlari ke arah polisi tersebut yang sedang mengatur jalan. Aku menyebrang jalan dengan mudahnya, karena macetnya dua arah dari jalan tersebut. jika diperhatikan secara detail, ternyata tempat ini adalah tempat macet yang semalam aku datangi dengan Ario diatas motor, dimana aku terbangun dari tidurku. dan sesampainya aku di polisi tersebut, aku langsung mewawancarainya.
“Selamat sore pak Polisi, apa kau ingat aku?”, tanyaku.
“Banyak sekali orang yang aku temui di jalan, bagaimana bisa aku mengingatmu kalau kau bukan orang terdekatku. Ada yang bisa saya bantu, Pak?”, kata Polisi.
“Coba kau ingat kembali kejadian malam kemarin. Aku mengunjungi tempat ini sekitar pukul 18an. Kau menanyakan kepadaku apa yang aku lakukan disini. Dan saat aku menjawab aku dengan pacarku, kau sangat ketakutan”, kata Aku.
“Ah, itu kau! Hantu yang kemarin malam?”, kata Polisi yang memperhatikan aku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
“Iyaa, kau tampak ketakutan malam itu. Boleh tahu kenapa?”, tanyaku.
“Kau datang dengan tiba-tiba berada disebelah kananku. Berdiri sendirian malam itu. Untuk itu aku tanyakan mungkin kau membutuhkan bantuanku, tapi kau berkata sesuatu yang tidak jelas tentang pacarmu, bahwa kau pergi bersama pacarmu naik motor. Padahal jelas-jelas kau berdiri sendirian. Cara bicaramu itu juga menyeramkan, seperti hantu-hantu di film. Bagaimana aku tidak shock, aku langsung berlari menjauhimu. Tapi dari kejauhan, kau berlari sangat amat cepat, melibihi kecepatan tertinggi di speedometer mobil. Tidak salah jika aku menganggapmu sebagai hantu”, Polisi tersebut menjelaskan.
“Sedirian? Berlari dengan cepat? Hmm …”, kata aku terkejut yang kemudian berfikir.
“Apa kau hantu? Jika bukan, kenapa kau bertindak seperti bukan orang yang biasanya malam kemarin, pak?”, tanya Polisi tersebut.
“aku manusia pak, bukan hantu. Aku sendiri tidak mengerti kenapa aku seperti itu, aku berkata jujur bahwa kemarin malam aku benar-benar bersamanya diatas motor, di jalan ini”, kata Aku menunjuk jalan raya.
“Tapi apa yang aku katakan hari ini adalah kebenaran atas apa yang ku lihat kemarin malam. Jika kau bukan hantu dan berperilaku seperti semalam, apakah kau menggunakan alat khusus, seperti berlari sangat amat cepat itu?”, Tanya polisi tersebut
“Alat khusus? Apakah …”, jawabku ketus sambil terlamun.
Kenapa aku bisa melihat Ario dengan motornya. Dan apa yang orang lihat adalah aku sendirian dan berperilaku bukan seperti manusia biasanya. Berlari sangat kencang yang mungkin secepat ferari, tapi aku sama sekali tidak berlari. Apakah ada kaitannya dengan chip yang tertanam dalam tubuhku?
“Halo, apa kau baik-baik saja?”, tanya kembali polisi itu.
Aku teringat bahwa bibi melarangku untuk menceritakan apapun tentang chip itu.
“Aku tidak tahu. Sama sekali aku tidak berlari semalam, Pak. Kau hanya tidak dapat melihat atau merasakannya”, jawabku.
“Melihat dan merasakannya? Siapa?”, tanya Polisi tersebut kebingungan.
“Mungkin kau tidak akan pernah mempercayainya. Akupun tak bisa membuktikannya. Kau boleh bilang aku berhalusinasi. Malam itu aku bersama dengan pacarku yang bernama Ario Gautama, diatas motornya kami pergi. Lalu…”, jawab aku.
“Sebentar, maaf aku potong. Boleh diulang namanya? Sepertinya sangat familiar”, pinta polisi tersebut.
“Iya. Ario Gautama. Tentu saja, dia salah satu korban yang ditemukan atas kecelakaan kemarin malam”, jawab aku tertunduk karena malu melihat air mata yang tiba-tiba terjatuh.
Keheningan pun terasa ditengah keramaian kendaraan yang macet di jalan. Polisi tersebut kemudian memegang kedua pundakku, kemudian membelai rambutku lalu memegang daguku dan mengangkat kepalaku yang tertunduk.
“Walau terlihat tidak mungkin, tapi aku mempercayaimu. Jika dia adalah sebuah arwah, sepertinya dia ingin memberitahumu bahwa sebenarnya dia tidak ada. Aku sudah sering melihat spirit seperti itu, kebanyakan dari mereka memang memberi tahu. Mereka biasanya terlihat sendirian, tertunduk dan tak bicara. Tiap kali disapa, dia hanya menoleh dengan wajah yang pucat, terkadang tersenyum kemudian berjalan kembali. Tapi tak satupun dari mereka yang bersuara. Seperti yang ku temukan setelah kecelakaan itu, aku mencoba mengikuti mereka, tiba-tiba ia menghilang, namun saat balik ke tempat dimana bertemu dengan mereka, biasanya aku menemukan hal-hal yang aneh, seperti sepatu dan tas. Dan kau tahu, disekitar situ terdapat jasad orang yang aku sapa”, kata polisi itu.
Aku kembali menunduk, menutup mulutku dan menangis. Aku berfikir, jika memang apa yang dikatakan oleh polisi tersebut benar, berarti aku tidak akan pernah bisa bertemu dengan Ario lagi, karena aku sudah mengetahui tentang dirinya sebenarnya. Dengan cepat aku langsung menghapus air mataku, lalu kembali menatap polisi tersebut, dan aku terkejut.
“Ario? Ario, kau disini? Ario”, kataku sambil memegang wajah polisi tersebut.
Tiba-tiba wajah polisi tersebut berubah menjadi wajah Ario. ia masih memegang kedua pundakku dan menatapku. Aku sangat senang apa yang aku pikirkan ternyata tidak benar, bahwa aku masih bisa bertemu dengan Ario kembali. Sekarang ia berada di depanku. Dengan cepat aku langsung memeluknya.
“Ario, aku sangat merindukanmu. Tetaplah bersamaku, aku tidak tahu harus bagaimana tanpamu. Kaulah satu-satunya pria yang aku cintai, tak satupun orang dapat menggantikan posisimu. Kumohon, jika kau adalah arwah sekalipun, berjanji padaku kau dapat sadar dan aku akan memenuhi apapun permintaanmu sebisaku”, kata aku memeluknya membahasi pundaknya karena air mataku yang terus jatuh.
Tak lama, kedua pundakku didorong ke belakang makin menjauh dari tubuh Ario yang aku peluk itu. “Maaf pak, Aku bukan orang yang kau maksud”, kata Polisi itu.
Oh tidak, aku benar-benar bodoh. Orang yang aku peluk bukanlah Ario, tapi Polisi yang sedang aku temui. Aku terdiam kaku. Aku sangat malu akan tingkahku yang begitu kanak-kanak, sangat tidak sesuai dengan penampilan dan umurku terutama. Entah harus bagaimana, aku hanya dapat tertunduk.
“Kau terlalu berat memikirkannya, Pak. Hingga kau berhalusinasi bahwa aku adalah dia”, kata Polisi tersebut.
“Iya, aku hanya belum bisa menerima kejadian ini. terjadi sangat cepat, seolah aku sudah berada di puncak gunung kemudian terjun ke jurang yang dalam. Semua yang aku alami, sepertinya hanyalah halusinasi atau memang aku bersama dengan arwahnya, entahlah. Sekarang ia sedang sekarat di Rumah Sakit”, kata aku tertunduk.
“Berdoalah, yakinlah dia dapat bangun sehingga bisa bersamamu kembali. Aku berdoa untuk kesembuhannya dan dapat hidup kembali seperti biasa”, kata Polisi itu.
“Amin. Terima kasih doanya. Maaf atas apa yang telah kulakukan”, kataku masih tertunduk.
“Tidak apa. Naikkan dagumu dan tataplah, ketika berbicara dengan orang lain. Itu merupakan sebuah manner bukan?”, kata Polisi tersebut.
Aku mengangkat daguku dan menatap polisi tersebut. Ia tersenyum kepadaku, terlihat lebih tampan dari pertama kali aku menemuinya malam ini. Senyuman yang terukir di wajahnya itu memberikanku semangat, seolah memintaku untuk bangkit dari kesedihan. Jantung berdetak kencang, bulu kudukku berdiri dan pikiranku kembali positif, entah kenapa aku begitu yakin bahwa harapan tipis Ario untuk hidup kembali dapat terwujud.
“Maafkan aku tidak menunjukkan Manner kepadamu. Terima kasih banyak pak”, kata aku.
“Iya, karena kau sudah melanggar etika kepada aparat pemerintahan, maka kau dikenakan sanksi. hukumanmu adalah, cepat pulang dan istirahatkan dirimu. jangan terlalu stress memikirkan hal ini. ingat, berdoa dan yakinlah dia akan hidup”, kata Polisi itu.
“Baiklah, akan kujalani hukuman itu dengan baik. Sekali lagi aku berterima kasih. Aku pamit pulang dulu pak Polisi”, kata aku.
Aku berbalik dan pergi menuju mobil yang berada di jalan do arah sebaliknya. Jalanan tiba-tiba terlihat sangat lancar hingga aku sedikit kesulitan untuk menyebrang. Tak lama terdapat sesuatu di pundakku. Aku langsung menoleh, dan yang aku lihat adalah Polisi tersebut yang merangkulku sambil membuka jalan untukku menyebrang. Aku dan dia pun berjalan menyebrangi jalan tersebut hingga sampai di dekat mobil Ayah Edwin.
“Ya, kita sudah sampai Pak. Aku hanya membantumu untuk menyebrang, karena biasanya dalam pikiran yang sedang kalut agak kesulitan untuk menyebrang”, kata Polisi itu.
“Iya pak, terima kasih. Oh iya, aku Rico. kau tak perlu memanggilku pak, cukup namaku saja”, kata aku sambil mengulurkan tangan untuk salaman dengan polisi tersebut.
“Oke Rico. Aku Ferry. Semoga dapat bertemu dengan mu lagi”, kata Polisi tersebut yang kemudian pergi menyebrang jalan.
Aku melihatnya menyebrang dan kembali pada posisinya. Ia melambaikan tangannya kearahku, begitupun juga aku. Lalu kembali masuk ke dalam mobil depan, disebelah ayah Edwin yang terlihat sibuk dengan handphonenya.
“Maaf Paman, merepotkan. Jadi menungu lama”, kata aku.
“Tidak apa. Sudah berbicara dengannya?”, tanya Ayah Edwin sambil menaruh handphonenya.
“Sudah Paman”, jawabku. “Ooh, Bibi sudah bangun juga”, Sapa Aku.
“Iya, aku sangat mengantuk Rico. Maaf kalo tidurku tadi merepotkanmu, Rico. aku benar-benar lelah dari luar kota” kata Ibu Edwin.
“Tidak apa, Bibi. Kau sama sekali tidak merepotkanku”, jawabku.
Mesin mobil kembali dinyalakan. Ayah Edwin terfokus pada jalanan, mengendarai mobilnya menuju sebuah tempat yang aku belum mengetahuinya. Ibu Edwin sedang terfokus dengan handphonenya, sedangkan aku hanya melihat sekeliling jalan.
“Bagaimana keadaan lenganmu sekarang, Rico?”, kata Ayah Edwin.
“Sudah lebih baik, namun merahnya masih terlihat di kulitku. Seperti alergi”, jawab aku.
“Tidak apa Rico. Selama kau dapat mengontrol emosimu. Ngomong-ngomong, dapat kau jelaskan kronologi dari suntikan ke lenganmu yang diberikan Fritz?”, Tanya Ibu Edwin yang sambil terfokus dengan handphonenya.
“Ya, ia bercerita sebagian tentang keluargaku namun sepertinya diluar batas yang harus ia ceritakan kepadaku. kemudian ia menyuntikanku cairan amnesia, tapi aku hanya pingsan saja. Cairan amnesia itu tidak bekerja dengan baik, mungkin karena jarum suntiknya tidak masuk secara keseluruhan lalu dengan cepat alat suntik tersebut aku ambil dan aku buang, cairan tersebut masuk ke tubuhku mungkin dalam kadar yang sedikit, tapi …”, ujarku berfikir.
“Sebentar, jarum yang tidak masuk keseluruhan karena sudah menempel pada Chip yang terpasang, kemudian cairannya tumpah pada Chip tersebut sebelum aku mengambil dan membuang alat suntik tersebut”, aku menambahkan.
“Yap. Molekul kimia pada cairan tersebut, dan goresan ke Chip tersebut membuat Chip menjadi bekerja sebagai pelindung data. Ia mengeluarkan signal bahwa Chip sedang terserang. Radiasi Signal Chip yang terserang itu tidak cocok dengan tubuh manusia, sehingga membentuk warna yang berbeda pada kulit. Mungkin bisa dianggap sebagai Alergi kulit yang disebabkan oleh Chip yang terpasang bermasalah”, Ibu Edwin menjelaskan.
“Mengapa Fritz begitu takut aku mengetahui historical tentang keluargaku?”, tanyaku.
“Aku juga tidak tahu kenapa. Tapi yang jelas, pasti ada hubungannya antara Fritz dengan keluargamu, Rico”, jawab Ibu Edwin.
Tak lama handphone Ibu Edwin berdering, ia pun berbincang-bincang di telepon.
“Halo Pak! Tidak bisa pak, aku tidak bisa datang ada hal penting yang harus aku lakukan? Apa?, tolonglah, kau urus dulu. Tunggulah hingga besok malam, aku tidak bisa jika harus kesana malam ini. Sungguh, tidak mungkin. Keadaannya darurat kalau begitu. Baiklah, malam ini kita akan kesana”, kata Ibu Edwin dalam telepon.
“Yah, kita mendapatkan masalah, kita harus ke Greecity secepatnya. Kita antar Rico pulang dulu, kita urus Chipnya dia besok”, kata Ibu Edwin sambil membuka tasnya.
“Rico, kau ambil beberapa cairan ini jika radiasi di kulitmu mulai berubah warna merah yang semakin jelas, atau justru merubah warnanya. Satu pesanku, kau harus control emosimu setidaknya satu malam saja. Kami usahakan sampai di rumahmu besok pagi”, Kata Ibu Edwin sambil memberikan beberapa cairan di botol kecil kepadaku.
“Terima kasih Bi, aku akan mengontrol emosiku untuk tetap stabil. Semoga masalah Bibi dan Paman di Greecity bisa diselesaikan secepatnya”, Ujarku.
“Iya, sama-sama Rico. terima kasih atas doanya juga”, jawab Ibu Edwin.
“Baiklah, Mah. Kau kenakan Safebelt-mu dan kencangkan. Kau juga, Rico. aku ingin menaikkan kecepatan mobil ini”, kata Ayah Edwin.
Aku langsung mengencangkan Safebelt-ku. Begitupun Ibu Edwin yang terduduk dibelakang mobil yang langsung mengenakan Safebelt-nya, kemudian mengencangkannya. Ayah Edwin menekan sebuah tombol pada bagian bawah stir mobilnya, dan muncul sebuah layar kecil keluar dari tombol klaksonnya. Ayah Edwin sedang mengutak-atik layar kecil tersebut. tiba-tiba keluar asap dari pinggiran mobil, aku panik. Aku berfikir mobil mungkin sedang bermasalah sehingga Ayah Edwin mengatur dari layar kecil tersebut.
“Jangan Panik Rico. aku dan istriku hanya terlalu lelah, harus mondar-mandir sana-sini. Pasti kau bertanya akan asap yang muncul dan berfikir buruk akan mobil ini. aku hanya mengaktifkan Sleepy-Air, sehingga aku dan istriku dapat beristirahat. Kau juga harus beristirahat, Rico. aku juga mengaktifkan Auto-drive dengan memasang tempat tujuan, yaitu rumahmu dan tempat kami pergi setelahnya. Mobil ini akan bergerak dengan sendirinya mengantar kita ke tempat tujuan tersebut. dan kita akan dibangunkan ketika sampai di tempat tujuan tersebut”, Ayah Edwin menjelaskan.
“Oh begitu, baiklah Paman. Kau tahu apa yang dibilang Polisi tadi? Aku dianggap melanggar etika, sehingga aku dikenakan sanksi. Hukuman yang harus kujalani adalah beristirahat. Hahaha … dia bergurau seperti itu”, kata Aku.
“Kalau begitu, selamat menikmati hukumanmu, Rico”, kata Ayah Edwin.
Layar kecil tersebut tiba-tiba masuk kembali ke dalam tombol klakson. Dan Ayah Edwin dengan cepatnya langsung tertidur, begitupun juga dengan istrinya. Mobil kemudian bergerak maju, masuk ke dalam jalan dan mengikuti barisan diantara kendaraan-kendaraan lain. Awalnya aku meragukan Auto-drive ini, tapi mobil ini mengendarai dengan baik tanpa adanya pengemudi. Mungkin bisa disebut sebagai Smart-Car, atau bahkan Genius-Car. Lama kelamaan, aku merasa sangat mengantuk. Sepertinya efek dari Sleepy Air ini mulai bekerja. Aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak tidur karena aku ingin melihat kinerja Auto-drive di Smart-Car ini, tapi tak dapat kupungkiri, aku tidak bisa. Bangku yang aku duduki sangat amat nyaman, aku seolah berada di tempat tidur. Aku akhirnya berubah pikiran yaitu dengan menjalani hukuman yang diberikan Polisi tadi kepadaku, yaitu beristirahat.
Plot : Apa yang Rico rasakan, sangat berbeda dengan apa yang orang lain telah lihat. Seperti kejadian saat ia bertemu dengan polisi dalam perjalanan menuju acara Love of Memorial, yang polisi ketahui bahwa Rico sendirian dengan berlari sangat kencang.
Invitation for :
@octavfelix @Lee_4ndy @adamy @Tsunami @sinjai @kristal_air @haha5 @lulu_75 @elul @hananta @balaka @3ll0 @d_cetya @polos @cute_inuyasha @Aji_DrV @zakrie
Ane kembali, setelah lama ga update disini. semoga masih nyambung sama ceritanya. ditunggu responnya dari agan-agan semua.
Makasih agan spongebob. jgn lp dibaca ye gan.
Makasih agan patrick. Yaa lupa yee? Yodah baca lagi dari awal gan. Haha.
seneng ceritanya bisa dilanjut. semangat!!
Iyaa gan. Makasih yaa syukur bgt msh ada yg sneng crita ane #Terharu :')
Jgn lupa dikomen yaa gan. Like apalagi bole bgt gan. Hihihi.
Polisiny kan Empati sm Rico, org yg sdg brmslah. Hehe. Itu yg dsbut pelayanan, mengayomi masyarakat. Hahaha.
Sapa tau bisa ama Rico :P
Hahaha. Bisa2, keren idemu gaan. Yg gk belok mah polisi tidur, yg laen bs dibelokkin. Hahaha.
ayo arioo idup doong
Makasih gan reviewny.
Hmmm...bisa dibilang begitu (mungkin) gan. Tapi Yg jelas bukan ganteng2 serigala atau manusia harimau ya. Haha.
Kita lihat episod berikutny apakah Rico dengan .... #JrengJreng
Mkasih Reviewny gaan.
Ya, kan mengayomi rakyat. Bntuk playnan pmerintah lah. Hehe.
Hahaha ... klo crita snowhite dicium dlu biar bngun. Mungkin klo Rico cium Ario bisa bngun gan. Hihihi ...