It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"ke.. kenapa dokter..''
''apa kamu nggak suka?.'' potong dokter itu lembut.
"saya tadi memperhatikanmu juga, setiap sikapmu, setiap gerakanmu.. perubahan raut wajahmu. tak ada penjelasan lain,..
kau menyukaiku, bener kan?''..
Sang diva gelagapan, wajahnya mendadak horor, dengan lesu kepalanya tertunduk ke bawah.
Tangan sang dokter menyentuh dagu diva, lalu memutarnya sejajar tepat dihadapannya
''benar,kan?'' dr. greensun bertanya lembut. ada suatu pengharapan dibalik ucapannya.
Sang diva hanya terdiam. Matanya kosong, mulutnya kelu. Untuk jeda waktu yang lama, tak ada suara apapun,tak ada gerakan apapun. terbujur kaku, sang waktu seolah olah menjadi beku.
Hingga desahan pelan, keluar dari mulut diva ''i..i..iya.. saya su.. suka sama dokter, I'm gay dok.''
dokter itu tersenyum..
'Syukurlah, i'm gay too''.
Diva menutup kedua matanya dengan bingung sekaligus penasaran. Dengan satu gerakan cepat, Diva sudah berada dalam bopongan sang Dokter.
"Ah" Diva tersentak karena kaget mendadak dibopong Greensun
"ssssttt..tutup mata lagi" ujar GreenSun tenang.
GreenSun membopong Diva masuk ke dalam vila. Setelah sampai di suatu ruangan yang terlihat seperti aula, GreenSun berhenti.
"Sekarang kamu boleh buka mata kamu."
Diva terkejut. Tidak. Ini lebih daripada terkejut. Dilihatnya villa ini penuh dengan poster dan foto dirinya dalam berbagai macam jenis dan ukuran. mulai dari potongan artikel tenang dirinya yg berasal dari majalah atau koran, sampai CD2 dan Kaset2 terpajang rapih disemua sudut rumah ini. Museum adalah kata yang tepat untuk menggambarkannya..
Diva tak bisa berkata-kata...
Grrrnggggg
Grrrnggggg
Lantai villa menjadi merah.
Tamat.
Betapa terkejutnya sang diva melihat ruangan tersebut.
"Aku telah lama menjadi penggemarmu. Aku ingin kamu tahu hal ini.."
"This is too much, doc.."
"Just call me grin, my diva.."
"....."
"Ayo.. Aku ingin mengajakmu ke ruang sebelah.." Ajak dr. Greensun saraya membopong kembali sang diva..
sang diva sendiri. tiba-tiba ia teringat akan kenangan masa lalunya yang suram.
salah sedikit saja, siap siap badan binasa..
ditampar, diludahi, dan yang paling memalukan, dijambak dihadapan teman teman sepermainannya, adalah makanan sehari hari sang diva..
Setelah diva berada satu atap dengan mereka.. Ia seolah olah dianggap tidak ada, diva dipandang seperti kerikil di jalanan, seolah olah keberadaanya adalah sebuah kekosongan yang hidup dan berjalan di sebuah ruangan..
Diva menjadi yatim piatu, saat umurnya masih 4 tahun. ayah ibunya serta calon adik yang dikandung ibunya, tewas dalam kecelakaan sebuah pesawat terbang milik swasta, berita itu katanya begitu menghebohkan, hingga diliput stasiun tv berhari hari..
Warisan yang seharusnya ia dapatkan, diperebutkan oleh kedua bibinya dari pihak ayah, sang ibu adalah anak tunggal yang tak punya karib kerabat..
Kedua bibinya sangat serakah, sebagian besar harta warisan hanya habis di meja judi, sedangkan sisanya dipakai tuk membangun rumah bibi yang satunya lagi di bandung.. Tak sedikitpun harta yang tersisa buat sang diva kecil.
Kalau bukan karena asuransi pendidikan hingga jenjang kuliah dari sang ayah, yang dibayar secara perlahan, mungkin diva takkan pernah bisa mengenyam bangku sekolah..
"su..sudah agak baikan dok." jawab diva tergagap-gagap.
dia terkejut melihat dokter grinsan bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek dari salah satu club sepak bola.
mendadak diva merasa horny. dia mulai gelisah. dia terangsang melihat rambut2 yang tumbuh di dada dokter grinsan. dedeknya pun mulai terbangun, menjulang dengan gagahnya. pikiran-pikiran kotor mulai berkecamuk di dalam otaknya.
namun semua itu seketika menghilang saat dokter grinsan berbalik badan. di punggungnya terdapat banyak sekali bekas kerokan.
brat bret brot bruuuuuut
lalu dokter grinsan memutar kepalanya dan mengatakan, "hehe maaf ya, saya lagi masuk angin."
"Oh.. Ngga.. Hanya sebuah lamunan masa lalu yg tak patut kukenang disini"
"Maukah kamu ceritakan agar aku dapat memahamimu?"
"....."
"Percayakan padaku, div. Everything's gonna be fine.."
"Aku ingat pertama kali aku mendatangi sebuah restoran.. Aku melihat sebuah mikrofon diatas panggung..
"Penduduk di kota ini sudah kehilangan semangatnya untuk bernyanyi. Semenjak kami kehilangan Diva pujaan kami, musik sepertinya hilang dari denyut nadi kami."
"Bolehkah aku mencoba menggunakannya. Aku bisa bernyanyi sedikit-sedikit. Walaupun mungkin tidak sebagus Diva pujaan kalian."
"Silahkan saja. Tapi saya tidak tanggung resikonya ya..Sudah banyak yang mencoba. Tapi hanya cercaan dari pengunjung yang mereka dapatkan."