It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
#mengalunlagunyeritaeffendi
#mengalunlagunyeritaeffendi
namun meninggalkan luka
tak terhapus oleh waktu
tertawa hanya tuk tenangkan jiwa
namun yang kurasa hampa
semua hilang tak tersisa
bayangkan rasakan
bila semua berbalik kepadamu
bayangkan rasakan
bila kelak kau yang jadi diriku
terdiam ditengah heningnya malam
mencoba tuk memaafkan
dan melupakan kesedihan
maaf sangat sulit kau ucapkan
selalu ada pembenaran atas hal
yang engkau lakukan
bayangkan rasakan
bila semua berbalik kepadamu
bayangkan rasakan
bila kelak kau yang jadi diriku
Satu pertanyaan (Pertanyaan umun yg sering ditanyakan reader lainnya) : Kapan lanjut?
Semangat buat lanjutannya. Keep writing ya
Satu pertanyaan (Pertanyaan umun yg sering ditanyakan reader lainnya) : Kapan lanjut?
Semangat buat lanjutannya. Keep writing ya
Ya tanpa nunggu lama (sebelum TS dirajam batu), saatnya update....
@Tsunami @ryanadsyah @lulu_75 @3ll0 @arifinselalusial @d_cetya @4ndh0 @Adamx @kaka_el @Tsu_no_YanYan @dafaZartin @Cyclone @Rika1006 @Adi_Suseno10 @boygiga @JengDianFebrian @cute_inuyasha @Ndraa @Otho_WNata92 @ciel_P @Rifal_RMR @nakashima @Rikadza @Sho_Lee @revan_27
Its time to move
Ternyata melupakan seseorang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Bayang-bayang dirinya masih tetap mengikuti, bahkan semakin dalam merasuki. Setiap malam, aku hanya dapat diam merenung. Berjalan keluar teras, duduk memandang langit dan menghitung bintang yang indah berkilau.
Semua kenangan kembali berputar bagaikan sebuah film yang menampilkan segala cerita yang telah kulalui bersamanya. Saat kututup mataku, disana suaranya jelas terdengar, disana tawanya sungguh nyata bahagia. Namun dikala mataku membuka, semua kebahagiaan itu sirna. Menyadarkanku dari dekapan kenangan hangat pada kenyataan yang dingin membeku.
Entah karena suasana hatiku yang tengah gundah atau apa, setiap kali memandang bintang, aku selalu ingin meraihnya. Membayangkan bahwa sang bintang adalah "dia".
Kuangkat tanganku berusaha menggapai bintang yang kini kulihat. Dengan perlahan kuraih bintang itu. Hap! Dan dengan cepat, ku katupkan tanganku berharap sang bintang tak lepas dari genggaman. Namun begitu kubuka tanganku, tidak ada apapun disana. Aku gagal mendapatkannya.
Atau mungkin, aku yang terlalu bodoh untuk menangkap bintang itu dan berharap dapat menyimpannya dihati. Setitik air mata lagi-lagi menetes, jatuh membasahi telapak tanganku yang masih membuka. Kukepalkan tanganku dan kugigit bibirku sekuat mungkin. Berharap rasa sakit tak berwujud ini dapat segera lenyap. Tetapi air mataku tetap mengalir entah untuk kesekian kalinya. Dan lagi-lagi, aku hanya mampu meringkuk di bawah gelapnya malam dan sinar rembulan penyaksi kesedihan.
****
Banyak cara telah kulakukan untuk melupakan William. Aku benar-benar ingin melupakannya. Mengingat dirinya dan segala kenangan bersamanya, hanya membuatku merasakan perih. Ya, semua telah berubah. Dan kini hanya ada aku seorang. Segala tindakan telah kulakukan, mulai dari menghapus semua chat, foto, bahkan nomornya pun telah kulenyapkan.
Kurasa ini satu-satunya jalan untuk memutuskan hubungan secara total dengannya. Tapi apa...? Aku mungkin dapat menghapus semua itu, namun tetap saja ada hal yang tak dapat ku hilangkan dengan mudah. Ya, kenangan dari dirinya. Hal itulah yang hingga kini tak mampu kulenyapkan. Kemana pun aku berlari, kemana pun kaki melangkah, dirinya kan tetap bersamaku. Tersimpan jauh di dasar hati.
****
"Ma, aku boleh ikut bimbel ga?" tanyaku pada mama. Saat ini kami tengah makan malam bersama di rumah dan kurasa ini saat yang tepat untuk mengutarakan keinginanku.
"Loh... kenapa? Kamu ga bisa ngikutin pelajaran di sekolah?" tanya mamaku heran setelah meneguk air putih terlebih dahulu.
"Bukan gitu ma, kan sekarang aku udah kelas tiga, jadi lebih baik ikut bimbel. Itung-itung buat persiapan UN dan PTN juga nantinya" jelasku memberi alasan.
"Oh... yaudah kalo kamu maunya gitu, mama dukung. Kapan mulainya?" ucap mama yang kini dengan serius menatapku.
"Besok" jawabku.
****
Seperti yang telah kuucapkan kemarin, hari ini aku datang ke salah satu tempat bimbel di dekat sekolah dengan membawa serta uang yang telah disiapkan sebelumnya.
"Kak, aku bisa bimbel tiap hari ga?" tanyaku kepada seorang kakak administrator.
"Bisa aja kalau kamu mau, tapi gak capek? Ini aja kan bimbelnya udah dari setengah lima sampai jam delapan malam" terangnya.
Memang betul apa yang dikatakan kakak ini. Tapi aku benar-benar butuh kesibukan yang membuatku berhenti untuk merenung. Merenungkan segala masa lalu yang kutahu takkan mungkin terulang.
"Gak lah kak. Aku kuat" jawabku mantap.
"Yaudah kalo kamu yakin. Dateng aja kapanpun" ucap sang kakak baik dengan senyuman hangat.
"Makasih ya kak" balasku dengan seuntai senyuman terima kasih.
Oh ya selain aku, ada Novi dan Bunga juga yang bimbel bersama di tempat ini. Hanya saja mereka di kelas yang berbeda karena memang beda jurusan juga sih.
"Kak toilet dimana ya?" tanyaku pada kakak baik ini.
Setelah diberi petunjuk arah toilet, dengan segera, aku berjalan—sedikit cepat—karena kurasakan kantung kemihku penuh dan menuntut untuk segera dikeluarkan. Sesampainya di depan pintu toilet, tiba-tiba saja pintu terbuka dan sesosok orang muncul menabrak diriku yang tepat berada di hadapannya.
"Woi! Kalo jalan liat-liat dong" ucap orang itu kurang senang. "Elu....?!" lanjutnya kemudian dengan ekspresi yang tak kalah terkejutnya denganku.
****
"Pen pen!" panggil Novi sesaat setelah kami keluar kelas bimbel.
"Kenapa nov?" tanyaku.
"Itu cowok yang tadi lu tabrak, siapa?"
"Oh dia namanya Alvin. Dulu pernah ketemu pas olim" jawabku sambil mengingat kembali kejadian dimana pertama kali kami berkenalan.
Apa kalian masih ingat dengan Alvin? Ya, dia adalah orang yang dulu pernah berkenalan denganku saat tanpa sengaja menabrakku dan membuatku terjatuh. Sebuah perkenalan yang tidak disengaja. Sekedar informasi saja, saat ini aku dan dia berada di satu tempat bimbel yang sama. Dan kebetulan juga jadwal kami sama. Sayangnya ia berada di kelas yang berbeda.
"Ganteng juga ya" ucap Novi dengan muka yang berseri.
"Cieee... naksir ya?" tanyaku sambil menoel lengannya.
"Ih apaan sih? Ngak yee" elaknya.
"Udah modusin aja. Ntar keburu di rebut orang aja nyesel" bersamaan dengan ucapanku, Alvin terlihat berjalan keluar kelas bersama teman-temannya.
Disaat tatapanku dan Novi sedang tertuju padanya, ia pun tengah melihat ke arah kami dan tersenyum.
"Nov muka lu kok merah gitu sih? Hahaha..." tawaku melihat wajah Novi merah merona hanya karena melihat senyuman Alvin. Saat aku tengah sibuk menertawakan Novi, Alvin datang menghampiri kami.
"Hey" ucapnya sambil mengangkat tangan.
"Hai" balasku sambil mengangkat tangan juga. Kulirik dari sudut mataku Novi menundukkan kepala malu. Hahaha... sepertinya temanku yang satu ini tengah kasmaran. Andai saja Bunga disini, dapat kupastikan ia juga akan tersenyum melihat Novi bahkan ikut menggodanya.
"Wah gak nyangka kita bisa ketemu lagi" ucapnya yang disusul dengan tawa kecil.
"Iya gak nyangka juga, dunia emang sempit ya?" ucapku geli menyadari perkataanku yang begitu klise.
"Atau mungkin juga jodoh?"
"Jodoh apaan? Orang sama-sama laki" balasku menanggapi guyonnya. "By the way, kenalin nih temen gw, Novia" kutarik Novi yang sejak tadi bersembunyi di belakangku dan memperkenalkannya pada Alvin.
"Oh hai... Alvin" ucapnya memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan. Kulihat Novi hanya menunduk dan dengan ragu membalas uluran Alvin.
"Novi..." jawabnya pelan tanpa berani mengangkat wajah.
"Vin! Jangan modusin cewek aja, sini!" teriak seorang temannya yang sudah berada di luar bersama beberapa yang lain.
"Iya sabar!" teriaknya. "Gw cabut dulu ya udah di tunggu. Kapan2 ngobrol lagi" ucapnya pamit kemudian pergi menyusul temannya yang tadi.
Sesudah Alvin menghilang, kulirik Novi yang ternyata masih terpaku menatap pintu dimana terakhir kali Alvin terlihat.
"Udah jangan diliatin terus. Besok juga masih bisa liat kan" kusenggol bahunya sehingga membuatnya tertegun.
"Sial lu ya!" teriaknya geram dengan muka merah padam. Hahaha.... sepertinya akan ada satu temanku lagi yang mulai merasakan cinta. Sama seperti seseorang yang saat ini berusaha tuk kulupakan.
Aku menunduk dan tersenyum. Memikirkan betapa cinta bisa datang dimana dan kapan saja, sama seperti diriku dulu. Namun kini aku tahu bahwa tidak semuanya dapat bersatu. Ada beberapa hal yang mungkin memang sukar tuk terjadi — dan disitulah aku. Memendam rasa yang salah, jatuh terlalu dalam pada hati yang salah.
Waktu terus berlalu dan aku pun harus bangkit dan melangkah. Aku harus bisa bagaimanapun caranya untuk melupakan cinta ini dan aku yakin, 'mungkin' suatu hari seluruh perasaanku padanya dapat terlupakan. Tapi tidak untuk saat ini, ataupun untuk waktu yang lama.