It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"It's none of my business baby" Bima berjalan kembali ke arah jendela dan menghempaskan bokongnya diatas kursi. "Semoga nanti berhasil nge-datenya"
What? "I'm not dating anyone"
"Of course you are"
Ah terserah sajalah. Lebih baik aku mandi dan lalu berangkat menuju rumah Nial untuk membantunya
Cool hoody? Check. Rambut? Swaggie. Jam tangan? Done. Parfum Kapak? Gentle. Aku kembali men-check diriku didepan cermin. Terkadang aku juga berputar putar sih untuk memastikan ada yang kurang atau tidaknya dari penampilanku malam ini. Tapi.. isn't this too much? I'm not dating him!
Stay calm , Harris. Stay Calm. Kau tak mengencani siapapun malam ini. Kau hanya menemaninya. Menjalankan perintah dari Bapak. Membantunya menyebarkan undangan. Lalu pulang. No kissing , no .. wait , sesaat tadi kenapa aku berharap bisa mendapatkan ciuman Nial?
Arrghh kenapa jadi ribet begini sih!
"Mau kemana?"
"Oh , 'Ssup Bima"
Bima bersandar pada pintu dan menatap penampilanku dari atas kebawah. "Are you sure you're not dating anyone?". Aku langsung menganggukkan kepalaku dan berjalan keluar dari kamar. Tiba-tiba Bima menahan bahuku dan memberikanku ponselnya. Aku mengernyit tanda kebingungan. "It's your father"
Kenapa dia masih menerima telfon dari Dad sih? I've told him to tell my dad that i won't go home at the moment. Bima kembali menyodorkan ponselnya. Damn! "Kalau sudah selesai letakkan didalam kamarku"
Aku menatap layar ponsel itu sebentar.
"Halo?"
"Harris! God , finally aku bisa mendengar suaramu!"
"Ada apa?"
"Tak ada. Daddy is just miss you"
Aku memutar bola mata. "I'm no longer 7 y/o , Dad. Jangan perlakukan aku seperti itu lagi"
Aku mendengarnya terkekeh dari seberang sana. "Well , i'm sorry. Apa kau sudah makan?"
"Sudah. Bima memasakkanku sekaleng sarden"
"Good! Ibumu begitu mencemaskanmu disini"
"Kau ada perlu apa menelfonku?"
Kemudian hening sebentar.
"Aku tak akan mau pulang jika kalian masih sibuk dengan bisnis kalian yang bahkan tidak kuketahui itu"
"Oh i'm so sorry about that sweetheart. Mereka baru saja melakukan distribusi terakhir untuk tahun ini. Kau tahu beberapa hari lagi akan ada perayaan akhir tahun bukan di Times Square?"
"So? Kalian juga tetap bekerja hari itu?"
Dad tertawa pelan, "Tidak. Kami sudah memutuskan akan merayakannya bersamamu. Kira kira sudah 4 tahun sejak terakhir kali kita melakukan acara tukar kado di hari natal, kan?"
"Aku tak mau membicarakan ini. Saat ini aku sedang sibuk"
"Ayolah. Ayah akan memesankan tiket untukmu"
"Tidak"
"Kenapa? Apa kau berkencan dengan seseorang disana?"
Kenapa pertanyaan Dad dan Bima bisa mirip begini? "Kenapa kau terdiam? Katakan padaku seperti apa orangnya. Is she had a big boobs? Apa dia seksi? Bagaimana dia diatas ranjang? Apa kau menciumnya dengan baik?"
Too much annoying questions! "Shut up , dad! Aku tak mau pulang!"
"Kau HARUS pulang!"
Aku terdiam. Ayah membentakku.
"You HAVE to. And you WILL!"
"But"
"Tuuut.."
Dad mematikan telfon begitu saja and he leaves me a ton of questions that swinging on my head. Ia tak pernah memaksaku untuk pulang sebelumnya.
"Harris! Jangan lupa letakkan ponselku didalam kamar!" Pekik Bima dari dalam kamar mandi yang langsung membuatki tersadar dari lamunan akibat pertanyaan yang berputar putar di kepalaku.
Aku lalu beranjak pergi. Sepanjang perjalanan, aku tak bisa berhenti memikirkan Dad yang tiba tiba memaksaku untuk pulang. Ini terlalu tiba tiba. Libur musim dinginku masih tersisa beberapa minggu lagi dan dia memintaku untuk segera pulang?
It's just so not him. I mean, dia selalu menyerahkan semuanya padaku. Dia takkan peduli aku akan pergi kemana, aku akan makan apa, dengan siapa aku merayakan natal, he just never give a shit about it. Aku terus melangkah dan melangkah hingga akhirnya aku bertabrakan dengan seseorang.
"Harris?" It's Nial
"Oh. Good evening. Kenapa kau tak menungguku dirumahmu?"
"Aku tak mau menunggumu. Dan sekarang aku tau kenapa aku harus menunggu tadi" ia melihat penampilanku.
"Jangan kepedean" God! "Aku hanya.."
"Just what?"
"I'm just.."
"Forget it. Kita harus membagikan kertas undangan ini secepatnya. Sebentar lagi jam 09.00 PM"
"Come on!"
Aku mengambil sebagian kertas yang berada ditangannya. Kami berjalan beriringan karena aku juga tak mengetahui kemana saja undangan ini akan disebar. Nial mengatakan malam ini kami hanya akan membagikan 100 kertas undangan, karena 200 kertas lagi akan dibagikan oleh temannya yang lain.
And i'm just like , "Ooohh...". Kalian tau sendiri bahwa aku menyukai wajah cute Nial bukan? I mean , he's TOTALLY cute! Tak peduli bagaimana ekspresinya and i'm so Addict of it.
Kami kemudian memasuki sebuah kawasan yang lebih menyerupai komplek perumahan. Karena aku melihat banyak rumah yang berjejeran rapi dan berbagai kandang hewan ternak dan tumpukan jerami di teras rumahnya. Nial menyuruhku meletakkan kertasnya didepan pintu rumah saja dan "don't rape anyone!". Damn! Apakah aku terlihat sebegitu exhibionis didepannya?
Aku lantas mengarahkan kakiku memasuki rumah rumah penduduk itu. Tentu saja dengan kehati-hatian ekstra pada jalan yangnkuinjak karena terlalu banyak kotoran -yang entah dari hewan apa- berserakan . Setelah sampai aku meletakkannya didepan pintu dan begitu seterusnya hingga kertas ditanganku menyisakan kira kira hanya 3 lembar saja.
"Phew! That was something. Apa kau melihat kotoran itu?" Tanyaku pada Nial yang langsung ia jawab dengan anggukan. "It's so slimy!"
Dia tertawa and i found that happiness just from seeing himself laughing at me. "Ayo, masih ada banyak ini"
Kami kemudian melanjutkan perjalanan. Desa ini sepertinya takkan pernah padam dari cahaya meski malam telah menghinggapi. Kenapa? Karena lampu penerangan yang terpasang di setiap jalan dan lampu lampu dari rumah penduduk yang ikut menyinari. It helps me a lot. To see Nial.
Nial menyuruhku menunggu sebentar ketika kami sudah sampai di sebuah rumah yang terletak dibelakang sawah.
Kami saling bergantian membagi-bagikan undangan hingga tak terasakan hanya menyisakan 10 lembar saja ditanganku dan 7 lembar ditangannya.
"So where will we go?"
Dia melirikku. "Menurutmu?"
"Yah.. kupikir kau lebih memilih untuk pulang"
"Gotcha"
"Bagaimana kalau kita berkeliling dulu?
Ia mengernyit. "Kau ingin kita berkeliling kemana?". Dia benar. Kita akan berkeliling kemana?. Aku kemudian menggigiti bibir bawahku. Oh
"How about.. ke pasar malam?"
"Kau mau mengajakku kesana?" Samar samar aku bisa melihat matanya berbinar binar.
"You look excited"
"Of course i am!"
"Kenapa?"
"Bapak dan Ibu selalu tak punya uang jika aku merengek ingin mengunjungi pasar malam"
"Kenapa?"
"Jika aku tau, aku akan menjawab pertanyaanmu itu"
Kemudian kami sama sama diam sibuk dalam pikiran masing masing. Apa Bapak tidak akan marah jika aku mengajak anaknya pergi ke pasar malam? Aku masih ingat waktu menungguinya pulang dari sekolah beberapa hari yang lalu, aku melihat selebaran yang ditempel di dinding dinding rumah warga. "PASAR MALAM" and i thought it sounds like a place where we can spend a whole night. Aku juga ingat membaca beberapa kata yang ada tulisan "Fun" dan "Happiness". Jadi langsung saja kusimpulkan pasar malam adalah tempat yang menyenangkan.
"Ehmm..."
Aku melirik Nial, "Apa?"
"Kurasa tak ada salahnya jika sesekali aku pergi kesana"
Kata-katanya membuat reflek senyuman di wajahku merekah."Rebel" ucapku.Aku langsung menyambar tangannya dan berlari. Wait,
"Pasar malamnya dimana yah?"
****
"Apa setiap pasar malam seperti ini!?" Tanyaku setengah berteriak kepada Nial. Disini sedikit bising. Really
"Ini kali pertamaku mengunjungi tempat seperti ini!"
"Lalu?!"
"Aku tidak tahu!"
"Apanya yang tidak kau tau!?" Aku kemudian memutarkan kepalaku dan melihat Nial yang terlihat takjub dengan pemandangan yang berada di pasar Malam. Ia seperti ingin mencoba satu persatu dari setiap hal yang disajikan di tempat ini. "Wanna have fun?" Aku mengangkat sebelah alisku padanya.
"Huh?" Jawab Nial yang langsung kusambar tangannya dan kubawa berlarian menuju seseorang dengan sepeda yang sepertinya menyediakan permen kapas.
"You want it?!" Tanyaku padanya. Nial mengangguk. Aku mengeluarkan beberapa lembar uang 5 ribuan dan memberikannya kepada orang itu. "Gimme 2!" Orang itu memberikan pesanan masing masing padaku dan Nial. Senyumnya terlihat semakin merekah. And i like it. The cuteness of Nial is increase to higher level.
"Ayo kesana!" Ajakku pada Nial. Aku menunjuk sebuah rumah buatan yang terlihat kuno dan dihias horror.
"Kau ingin masuk ke Rumah Hantu?!". Aku menganggukkan kepala. "Aku takut hantu!"
Dia takut hantu? Interesting. Aku lalu menariknya dan langsung memesan tiket kemudian masuk kedalam rumah itu. Nial menarik narik tanganku pertanda dia tak mau masuk. Tapi tetap saja badan kecilnya tak bisa mengalahkan badanku. LOL. Tak ada yang menakutkan saat kami mulai memijakkan kaki pada pintu depan. Semuanya terlihat begitu gelap. Dengan pencahayaan minim oleh lentera lentera yang ditempelkan pada dinding dinding. Apanya yang rumah hantu? Ini sama sekali unknown-house. Aku merasa lenganku dipeluk dengan erat oleh Nial. Dia benat benar ketakutan rupanya. Detak jantungku menjadi semakin memacu saat seorang wanita berambut panjang muncul mengejutkan kami -hanya Nial yang terkejut- , Nial spontan memelukku dengan erat. He hugs me. Dan menyembunyikan kepalanya di dadaku. Sesaat aku terasa seperti melayang saat ia memelukku. Jantungku berdegup kencang saat ia berteriak didadaku. Apanya yang menakutkan dari wanita ini? Dia bukan Sadako. Apa sih namanya?
"Oh come on, ini masih awal. Jalan keluar masih jauh disana" kataku. Tapi Nial tetap tak mau melepaskan pelukannya. Aku tergelak pelan dan memaksakan diri untuk berjalan meski agak susah karena Nial memelukku agak kencang. So tight 'till my heart pounds out.
Kami berjalan semakin dalam, dan semakin banyak kejutan -yang juga mulai bisa membuatku terkejut meski tidak berteriak seperti Nial- yang datang. Seperti, seseorang didalam kain putih yant melompat lompat. A bald-kids who just used an underwear. Orang gendut yang berwarna hijau.
Dan satu hal yang paling kusuka dari semua itu , Nial tak pernah melepaskan pelukannya dariku. Sesuatu dari dalam diriku menolaknya , akan tetapi yang lain menolaknya. Ia membuatku ingin selalu berada didekatnya, melindunginya, membuatnya tertawa.
"Apa yang kau lihat?!" Ia melotot padaku saat kami sudah keluar dari rumah hantu.
"A..eehm.. anu.. a.."
"Ayo naik itu!" Pekiknya saat ia melihat sebuah rollercoaster. Bukan seperti yang di Disneyworld , atau MoveOn. Rollercoaster yang ini hanya berkapasitas 4 orang.
Nial tertawa begitu riang saat rollercoaster sudah berjalan. Katanya ia baru pertama kali merasakan hal seperti ini. Dan ia ingin tertawa begitu kencang. So he did. Aku mendapati orang orang menatapnya heran.
Setelah kami selesai dengan wahana RollerCoaster dan juga permen kapas kami sudah habis. Aku mengajaknya untuk bermain wahana lain.
Malam itu kami menikmati semua wahana, Nial begitu ekspresif. Aku menyukai setiap ekspresinya. Kami bahkan menghabiskan 4 tangkai permen kapas.
"Tonight was amazing. Thank you Harris" katanya saat kami duduk di sebuah bangku.
"No, i'm the one who have to say Thank You"
"Kenapa?" Ia menggigiti permen kapasnya sambil tetap menatapku.
"Karena kau niatku untuk memperkosa seseorang malam ini menjadi kurang" jawabku cuek sambil menggigiti permen kapasku
"Jadi, kau benar benar ingin memperkosa seseorang?!"
Aku terkekeh. Nial menggeser duduknya agak menjauh dariku.
"Apa? Kau takut akan ku perkosa?"
Satu pukulan bersarang di bahuku.
"Permenku habis" katanya saat melihat permen kapasnya sudah hanya menyisakan tangkai.
Aku mengacak acak rambutnya, "Kau tunggulah disini. Aku akan membelinya lagi"
So i left him behind dan kembali membeli permen kapas. Aku sudah merasa cukup mual karena memakan 4 tangkai. Tapi Nial masih kuat untuk memakan beberapa lagi-sepertinya-. Sesaat sudah sampai, aku menemukan sebuah gerai yang menjual pernak pernik. Sesuatu dalam diriku merasa ingin mengunjunhi tempat itu. Setelah selesai dengan cotton-candy , aku kemudian mengunjungi tempat aksesoris itu.
Seketika aku menjadi pusat perhatian orang orang yang berada didalam sana. "Ehm.. excuse me everyone" kataku asal dan kemudian melihat lihat seisi tempat itu.
Cukup banyak yang mereka jual. Boneka, Boneka, Boneka, Boneka, damn! Apa toko ini hanya menjual boneka!? Eh tunggu. Aku melihat beberapa perhiasan di desk itu.
"Oh halo mister. May i help you?" Tanya penjaganya saat aku menghampiri desk itu.
Cukup banyak perhiasan yang dijual. Aku berani taruhan ini hanya plastik. Tapi, terlihat begitu indah. There are necklaces , wraists , wraistband , ring , bandana .
"Untuk pacarmu yah?" Tanya penjaga itu lagi.
"I don't know. I don't have one" jawabku sekenanya sambil menyapu seisi desk dengan mataku.
"Kau sedang mencari apa? Dan untuk siapa?"
Seketika muncul wajah Nial dalam benakku. "I'm looking for something yang akan terlihat sempurna jika dipakai oleh seseorang yang cute"
Orang itu mengangguk angguk sambil mengeluarkan beberapa kotak yang berisikan kalung dan juga cincin. "Intinya kau ingin mencari sesuatu untuk seseorang yang spesial bagimu, 'kan?" Orang itu lalu membongkar bongkar kotak yang diisi oleh kalung.
"Coba kau berikan ini" ia menawarkanku sebuah kalung yang terdapat seekor merpati padanya.
"Entahlah , i don't think it'll be suit on him"
"Him?" Penjaga itu terkekeh "Kau ini juga spesial ternyata" dan kemudian mrmbongkar bongkar kotak yang berisikan cincin. "Coba kau berikan ini"
Sebuah cincin. Plastik memang. Cincinnya tampak begitu sederhana. Apa yang istimewa dari cincin ini?
"Cukup banyak pasangan yang membeli cincin ini hari ini. Sebagian dari mereka menganggap cinta mereka akan bertahan lama jika pasangannya memakai cincin ini"
Aku meletakkan cincin itu dan kemudian tersenyum padanya. "I think i'll take my leave"
"Wait!" Orang itu lalu berjalan ke arahku "Aku bisa membuat ukiran nama pacarmu jika kau membeli cincin ini"
Really? It sounds cool. "Benarkah?"
"Hanya jika kau membelinya"
"I'll take it"
*****
"Hei kau mengotori kaca itu!"
"Biarkan saja!" Nial mendengus
Aku hanya tersenyum saja melihat tingkahnya.
"Well.." aku mengambil nafas , "Apa kau tahu bahwa Bapak menyuruhku untuk menjagamu?"
Nial berpaling padaku , "ordered you what?"
"Menyuruhku untuk menjagamu"
"Untuk apa? Maksudku , kenapa Bapak menyuruhmu menjagaku?"
Aku menggeleng.
"Kau bukan siapa-siapaku. Lantas kenapa?"
Bukan siapa-siapa?
"Bapak keterlaluan!" Ia kembali menempelkan kedua telapak tangannya pada kaca dan kembali menikmati pemandangan.
"Bapak hanya mengkhawatirkanmu, Nial"
"Mengkhawatirkanku karena apa?"
Aku kembali menarik nafas. "Karena kau itu lucu"
"Itu bukan jawaban dari pertanyaanku!"
Dengan sigap kutempelkan kedua tanganku pada pipinya. Damn it! Rasanya hasrat yang ada dalam diriku begitu menggebu gebu untuk mencium bibirnya. Nial terkejut dan aku bisa kemudian mendekatkan kepalaku kepadanya.
Ia tak melawan.
Wajah kami semakin dekat. Dekat. Dan dekat. Nial memejamkan kedua matanya.
"Aku hanya ingin melindungimu. Don't you know that?"
Ia kembali membuka matanya. Ia seperti kecewa akan sesuatu.
"Apakah salah jika bapak mengkhawatirkanmu?"
Ia bergeming.
"Kau begitu mudah dipermainkan oleh orang orang. Bapak , Ibu dan juga Aku begitu mengkhawatirkanmu"
Masih bergeming.
"Berjanjilah kau akan menuruti semua perintah Bapak. Ia begitu menyayangimu" kataku sambil menelisik kedalam mata coklatnya.
Hening.
Nial membuka mulutnya
"Bagaimana denganmu?"
@3ll0 @Tsunami @d_cetya @lulu_75 @new92 @keanu_ @arifinselalusial @Adi_suseno10
siapa lagi yah? bantu mention-in dong U.U lupa gue