It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Papa mempunyai badan yang bagus dengan
wajah yang tampan. Tangannya dipenuhi bulu.
Dan kalau dia membuka bajunya, maka bulu-bulu
tersebut juga terlihat melingkupi dadanya. Sorot
mata yang tajam dan membuatku tenang jika
berada di dalam pelukannya. Bundaku juga
seorang wanita yang sangat cantik. Kulitnya
kuning bersih dengan mata kecoklatan. Bunda
memiliki tubuh kurus, tapi tidak kerempeng.
Bunda orangnya riang dan selalu terlihat bahagia.
Sedang Papa mungkin karena tekanan hidup lebih
banyak mengeinyitkan jidat, walau itu tidak
mengurangi sedikitpun ketampanannya.
kenapa bapak mamaknya tdk daftar jdi model aja -_-
@erickhidayat , @tsu_no_yanyan ,
@fuumareicchi , @dhika_smg , @Zhar12 , @duna ,
@caetsith
@Mangki36 , @TigerGirlz , @Wooyoung ,
@doodledeedum , @balaka , @WYATB ,
@rayarere , @Soni_Saja , @yuzz , @zeva_21 ,
@JulianWisnu2 , @leviostorm ,
@mikaelkananta_cakep , @admmx01 , @4ndh0 ,
@nakashima , @ukhty , @dole_dole , @yo_sap89 ,
@rizal_acank , @3ll0 , @ikmal_lapasila ,
@d_cetya , @adamy , @arieat , @arhies , @yans
filan, @ramadhani_rizky , @abidoank, ,
@sandalrusak , @tristandust , @tialawliet ,
@boezel , @lulu_75 , @cibro ,
@mustaja84465148 , @duna , @ryan_Y_B_P ,
@aldino_13 , @dafiaditya , @danze ,
@cute_inuyasha , @yudha19 , @steve_hendra ,
@edelwis , @wita , @egosantoso, @Tsu_no_yanyan , @lulu_75 ,
@widy_wnata92 , @3llo , @cute_inuyasha ,
@d_cetya , @ianz_rongerz , @hyujin,
@arifinselalusial, @danze, @arieat, @ @viji3_be5t , @hon3y, @balaka, @Otho_WNata92, @mustaja84465148, @jawaganteng, @doniperdana, @steveanggara, @sho_lee, @ndraa, @abdulfoo, @hendra_bastian, @anne, @meandmyself, @dimasalf9, @amir_tagung
Maaf ya ga sempat balas komentnya satu2! Kalo mau dibalas, silahkan PM ya guys! Tq
“Hantuuuuu!” aku menggigil dalam kain sarung. Ini benaran hantu? Kenapa tiba-tiba muncul sosoknya? Hitam dan aduhh… ini malam apa sih? Bukan malam jum’at kan? Kenapa hantu Surau ini keluar? Padahal menurut cerita-cerita, hantu Surau ini tidak akan memunculkan wujudnya selain malam Jum’at! Apa aku telah berbuat dosa disini? Perasaan aku berdoa’ dan berkata-kata semua itu hanya dalam hatiku. Kecuali sesenggukan tangisku. Masa’ dia terganggu oleh isakku???
“Hoi, kau kenapa?” ku rasakan ada tangan yang menggoyang-goyang tubuhku. Aku semakin takut. Bagaimana kalau dia tiba-tiba mencekik leherku. Namun goyangan di tubuhku tiba-tiba terhenti. Ku dengar bunyi langkah kaki yang perlahan-lahan menjauhiku. Lalu,
BYARRR
Suasana yang tadi gelap gulita langsung berubah terang benderang.
“Ini anak kemasukan kali ya?” ku dengar suara menggerutu, “Hoi, kau jangan buat aku takut donk! Buruan keluar kau dari sarung kau tu!”
Perlahan-lahan ku intip lewat celah kain sarung. Aku tidak mengenalnya. Sesosok tubuh kira-kira seusia denganku. Siapa dia? Apakah keturunan jin, palasik atau setan kuburan sebelah? Ku perhatikan kakinya. Kata orang-orang, bangsa lelembut itu tidak menginjak bumi. Sesaat aku bernafas lega melihat kakinya menapak lantai. Dia berjalan mendekatiku dan menarik sarungku dengan kuat.
“Ohh, ternyata kamu manusia juga! Ngapain sih kesini? Ganggu orang saja!” dia menatapku garang. Kenapa dia jadi marah?
“Kau tahu tidak, aku tu sedang uji nyali disini! Kata Mamakku disini banyak hantunya. Makanya aku coba mendekam dipojokan sana. Bergela-gelap seorang diri. Aku kira kau tadinya hantu. Sudah menggigil aku dalam kain sarung, ehhh kau malah menangis. Jadi terpikir olehku, ini bukan hantu! Sialan, gagal deh uji nyaliku gara-gara kau!” dia mengomel panjang lebar, lalu dia berjalan kembali ke pojokan dan mengambil kain sarung hitamnya. Setelah itu dia kembali mendekatiku yang masih terbaring di lantai. Dia ikut membaringkan badannya.
“Tapi ga’ apa-apa juga sih kau disini. Setidaknya aku ada teman tidur sampai pagi. Kalau aku pulang sekarang, habislah aku ditertawakan orang serumah. Dikiranya aku penakut! Tak kan balik aku ke rumah sebelum mentari menghangatkan hati ini. Asyikkk! Hahaha!”
Aku hanya diam. Membiarkan dia bermonolog ria. Sekali-kali dia menatapku. Lalu menguap lebar-lebar. “Kenapa kau tidak ketawa? Apa tidak lucu ceritaku tadi?” dia menyikut lenganku. Ku pandangi wajahnya. Siapa ini orang? Tak sedikitpun ada memory tentang dia di ingatanku.
“Kau siapa?”tanyaku pelan.
“Oalaahhh, hahahaha! Itu masalahnya! Aku Adit. Baru seminggu di kampung ini!” jawabnya sambil tersenyum. Sekarang dia membaringkan badannya ke arahku. Menjadikan telapak tangannya sebagai tumpuan kepalanya.
“Dimana emang kau selama ini? Tak pernah kita bersua barang sekali kah?”tanyaku memastikan.
“Hooh, aku juga baru lihat kau. Aku kira cuma aku yang paling tampan di kampung ini. Setelah melihat kau, aku rasa kau akan jadi saingan terberatku!” ujarnya dengan mata melotot. Ini anak kenapa ya? Dia sepertinya sedang berusaha mengintimidasiku dengan sorot matanya itu.
“Kau tenang saja! Aku tidak suka bersaing. Tak punya waktu aku melayani hal-hal tak berguna buat hidupku!” ujarku ketus dan memejamkan mataku. Kesal juga ngomong sama dia.
“Sekolah dimana kau?” tanyanya lagi. Aku hanya diam. Sekolah? Huh, itu semua hanya bisa ku lakukan dalam mimpi yang penuh dengan kepalsuan. “Ihhh, urang nanya tak dijawab, tak baik macam tu!”
“Aku tak sekolah. Tak ada dana!” jawabku pendek sambil mencoba membalas tatapan tajam matanya. Tiba-tiba saja aku lihat kilauan aneh di matanya. Sepertinya dia terkejut begitu tahu aku tidak sekolah.
“Jangan bercanda kau! Sudah tahun berapa ini? Masih ada anak tak bersekolah!” lantangnya kali ini dengan memukul lenganku. Apaan sihh nih orang?? Sok akrab banget.
“Kan aku sudah bilang. Tak ada duit. Mau sekolah pakai apa? Pakai daun???” Balasku berteriak ke telinganya. Tanganku mengusap lenganku yang sedikit sakit akibat pukulannya.
“Jiaahhh cemen amat sih kau. Baru dipukul sedikit udah kesakitan. Ya udahlah, tak sekolah kau, kau juga yang rugi. Sekarang emang kau tak merasakannya, tapi nanti kau akan mengaduh-ngaduh karena harus bekerja seperti kuli!”
“Cerewet!” aku memunggunginya. Mending aku tidur. Tambah sesak dadaku mendengar kata-katanya. Siapa juga yang tidak mau sekolah? Ini kan karena keadaanku yang tidak memungkinkan. Asal ngomong saja ini budak.
“Oiiii, nama kau siapa?” dia menggoyang-goyangkan bahuku. Aku hanya diam.
“Mau aku gelitik? Kalau kamu ga’ jawab aku ganggu sampai pagi!” ancamnya. Hfff, kalau melihat gayanya, bisa jadi dia mau melakukan hal itu kepadaku. Dari pada heboh, mending aku kasih tau saja.
“TOMI!”
“Tommmmi… hahaha… ga’ ada nama lain apa??? Sok kebarat-baratan! Bagaimana kalau nama kau aku ganti saja jadi Syamsudin?”
“Apa sih? Aku mau tidur, kalau mau ngobrol, ajak noh hantu kuburan sebelah! Sepertinya mereka sudah pada kebangun gara-gara gelak tawa kau tu!” aku was-was juga sebenarnya. Aku lihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 12 malam lewat 10 menit. Udara malam terasa begitu dingin. Aku merapatkan kain sarung ke tubuhku. Aku tidak mau mati kedinginan.
“Kau jangan nakut-nakutin dong!”
“Loh, katanya kau mau uji nyali! Kalau di dalam Surau ini ga’ bakalan ada hantunya. Secara ini rumah suci. Ayo keluar sana. Buktikan kejantananmu!” ledekku yang membuatnya menghembuskan nafas kesal.
“Kau jangan nantang-nantang aku ya! Kalau aku mampu nanti kau mau apa?”Balasnya kesal. Aku terkekeh bahagia membuatnya kesal gitu.
“Aku bakalan lakukan apa saja kehendak kau, kalau kau sanggup duduk di kuburan itu satu jam saja!”Tantangku sambil membalikkan badan dan menatap matanya. Dia terlihat sangat marah. Wajahnya memerah.
“Baik! Kau pegang janji kau tu! Awas saja kalau aku mampu!” Dia berdiri dengan kesal dan melangkah dengan pasti keluar dari Surau. Hfff lega. Akhirnya aku bisa juga ngusir dia keluar dari Surau ini. Sudah jelas aku ingin sendiri, ingin tidur, dianya kebanyakan ngomong. Membuat perutku kembung saja.
Tapi aku penasaran juga, apa benar dia sanggup duduk di kuburan sebelah? Bulu romaku berdiri. Jantungku berdebar kencang. Sebenarnya hal-hal seperti ini tidak boleh dibuat main. Aku tidak menyangka kalau dia mau melakukannya.
Aku segera berjalan mendekati jendela dan mengintip kuburan yang berjejer rapi. Dan aku melihat sosoknya disana. Membungkus dirinya dengan kain sarung hitam dan duduk di atas satu kuburan yang paling besar. Makam Datuak Talanai. Itu kuburan paling angker. Karena semasa hidupnya Datuak Talanai dikenal sebagai dukun besar. Aku menggigil. Adit bodoh!!! Seharusnya dia tidak melakukan itu! Bagaimana ini? Bagaimana kalau sampai dia kemasukan? Ya Allah, selamatkanlah orang gila yang sedang duduk di kuburan itu.
Aku semakin gelisah ketika aku mulai mencium bau yang sudah tidak asing lagi di sekitarku. Bau bunga kemboja. Apa aku keluar saja memperingatkan dia? Namun belum sempat aku melangkahkan kaki, tiba-tiba lampu padam dan angin kencang menghempas pintu Surau membuatku tergagau. Waduhhh, gelap nian. Bukan hanya itu, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Bagaimana bisa hujan mendadak turun begini?
Aku segera kembali ke ruang tengah Surau. Ku baringkan badan. Aku tidak tahu bagaimana nasib Adit di luar sana. Dadaku semakin berdebar kencang.
“Sialaannn! Hujan! Misi batal!” Tiba-tiba aku mendengar suara seseorang di depan pintu Surau. Pintu terbuka dan ku dengar langkah kaki sedikti berlari mendekatiku. “Dimana kau Tom? Gelap nih? Keinjak kau nanti!”
“Aku disini!” teriakku antara senang dan khawatir. Tadinya aku cemas banget.
“Huhhhh, pasti kau yang membuat hujan turun! Kau takutkan kalau kau nanti jadi budakku? Sialan!” tuduhannya membuatku kembali kesal. Ini orang benar-benar tidak puya perasaan.
“Iya, siapa juga yang mau jadi budak kau!” balasku sewot. “Sudah, aku mau tidur! Kau jauh-jauh tidur dari aku!” teriakku lagi. Hujan semakin menggila.
“Jangan begitulah kawan!”Ujarnya tiba-tiba lunak, “Kita cuma berdua disini! Tak baik berjauh-jauhan. Malu sama kucing!”
“Apa sih? Sana jangan peluk-peluk! Basah!” Hihhh, ini anak semau dia saja! Kenal juga baru, sudah sok akrab gini!
“Dingin Tom. Peluk donk!” Dia semakin mengencangkan pelukannya. Percuma saja melawan.
“Kau orang gila! Tidak waras alias sinting!” rungutku. Aku benaran ngantuk saat ini.
“Tsss… tidur ya? Aku juga capek! Hantunya tidak mau menemuiku!” Dia mengusap lenganku. Lalu sesaat kemudian, didahului hembusan lembut sang bayu, mataku terpejam. Tidak sadar dengan apa yang terjadi selanjutnya.
***
Ketika aku terbangun, aku menjerit. Aku dan Adit saling berpandangan.
Kita berdua terbaring di atas kuburannya Datuak Talanai. Matahari sudah sangat tinggi. Cahaya panasnya itu yang membuatku terjaga.
“Kenapa kita ada disini?” Tanya Adit menatapku takjub. Tidak ada ekspresi ketakutan. Malah dia terlihat penasaran.
“Ini gara-gara kau, bodoh!”Makiku, “Siapa lagi yang membawa kita kalau bukan hantu kuburan sini! Ayokkk cepat kita kabur dari sini! Aku takut!” Jujur aku sangat menggigil. Sialan nih orang, gara-gara dia aku harus mengalami kejadian seperti ini.
“Waduh, biasa sajalah Tom! Cuma kuburan doank juga! Nanti kita juga bakalan ada di dalam sini!” Aku menatapnya tidak percaya. Masih bisa-bisanya dia cengengesan seperti itu. Sepertinya dia suka menyepelekan semua hal.
“Ya sudah! Terserah kau lah! Aku pulang dulu!” Duuhh, telat banget aku bangunnya. Belum lagi nyabit rumput buat si sapi. Uhhh… laparr.
“Oi Tom, nanti malam kau kesini lagi tak?” Panggil Adit setelah aku berjalan menjauhinya.
“Kalau kau ada disini, malas! Kau tu menyebalkan!” Aku mendengus dan tidak mempedulikannya lagi.
“Oiii Tom, ku tunggu kau ya! Jangan lupa, nanti aku bawa makanan banyak!”
“MALAS!” Teriakku lagi. Namun kenapa senyum nakalnya itu terus membayang. Aneh.
“Awas kau kalau tidak datang! Ku datangi rumah Mamak kau!”
“Datang saja! Weeee!” Aku meleletkan lidah.
“Hahaha” tawanya bergema dan sesaat kemudian aku sudah jauh meninggalkanku. Dia masih menatapku seolah-olah memastikan aku pergi dengan aman. Apa sih??
***
“Dari mana kau jam segini baru pulang?” tiba-tiba saja kepalaku dipukul cukup keras oleh Papa. Aku tidak menyangka kalau Papa sudah menungguku di dalam kamar.
“Maaf Pa, Tomi ketiduran di Surau!” jawabku sambil memegang kepalaku yang terasa sakit. Orang di rumah ini suka sekali memukul kepala. Lama-lama aku bisa idiot juga dibuatnya.
“Banyak alasan kau! Cepat kau pergi sabit rumput! Kau lebihkan sekalian untuk sapiku!” Papa melototkan matanya. Aku hanya mengangguk mengiyakan perintahnya. Dia yang punya sapi kenapa harus aku yang memberi makan? Dasar Papa tidak berguna.
“Mendongkol kau Tom? Mau aku tampar?” Papa mendekatiku dan mendesakku ke dinding.
“Tidak Pa, maafkan Tomi!”
Tiba-tiba Papa mendorong tubuhku ke dinding dengan kuat. Menggencet tubuhku dengan tubuh besarnya.
“Pingin ku bunuh saja kau rasanya, Tom!”
Aku sesak nafas! Badan Papa terasa panas di kulitku. Bulu dadanya menutupi wajahku. Membuatku seolah-olah terserang asma.
“Maafkan Tomi, Pa!” Ratapku. Aku benar-benar capek dengan semua ini. Dengan sisa tenagaku, ku dorong tubuh Papa, membuatnya terjungkal.
“Anak setan!”Hardikanya sambil berusaha bangkit. Wajahnya merah padam.
Aku segera berlari keluar dari kamar. Di ruang tamu ku lihat Bunda menatapku sedih. Kak Tania menjulurkan lidahnya.
“Anak tidak berguna! Dari pada kau hidup lebih baik mati!” Papa sudah berada di antara kami. Dia memburu tubuhku. Aku diam menunggu. Papa merenggut kerah leherku. Mencekikku dengan kuat.
“Uda, sudahlah! Kasihan Tomi!” Bunda berteriak dan berusaha melepaskan cekikan Papa
“Kau jangan selalu memanjakan dia! Lihat, gara-gara kau kasih hati, dia lupa sama kewajibannya!” Papa terus mencekikku. Air mataku kembali merembes.
“Bunuh saja aku, Uda! Bunuh saja akuuu!!!” Bunda bergayut di tangan Papa. Membuat cekikan Papa sedikit mengendor.
“Perempuan sialan!” Papa menyikut Bunda dengan sikunya. Mengenai mulut Bunda. Darah terlihat menetes di sudut bibir bunda. Sesaat kemudian tubuh Bunda merosot ke lantai. Pekik Kak Tania dan tangisan Syaif tidak tertahankan. Papa masih mencekik leherku, lalu dia membantingku ke lantai. Tubuhku bergedebuk. Rasa sakit kembali menjalari sekujur tubuhku.
“Dasar manusia-manusia sampah!” Papa menendang tubuhku dan menginjak betisku. Membuatku menjerit kesakitan. Lalu dia meludahi Bunda yang tak sadarkan diri. Selanjutnya dengan tanpa rasa bersalah dia melangkahkan kaki meninggalkan kami. Kak Tania dan Syaif berteriak-teriak memanggil Bunda.
“Ini gara-gara kau, anjing!” Kak Tania sudah menendang perutku. Kembali aku mengaduh. Ya Allah, matikan saja aku saat ini.
Namun sebelum kesadaranku benar-benar hilang. Tangan kecil dan mungil itu menyentuh wajahku. Cahaya matanya yang bersih tanpa dosa menatapku.
“Abang… Abang… !” Dia terus memegangi pipiku. Air mataku menetes.
“Syaif!”
Lalu aku tidak ingat apa-apa lagi. Aku berharap, semoga aku tidak terbangun lagi.
jadi model???
apa dengan jadi model bakalan merubah nasib mereka???
tapi aku ga ada niatan plagiat lho bro, cerita yang aku buat mungkin sudah terlalu umum.. hehe maaf ya kalo mengecewakan.
#banyakin part Tomi-Adit dong!
duhh, Ello ingat aja dengan semua itu... good reader... hihih