It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
asik2 langsung NGENES, hupffff,,,,
nunggu lagi deh!
polos tuh ya tomi, padahal udah gede kan???
udah gitu kelewatan polosnya!
tq
/umpetin tomi dalam kamar/
@erickhidayat , @tsu_no_yanyan ,
@fuumareicchi , @dhika_smg , @Zhar12 , @duna ,
@caetsith
@Mangki36 , @TigerGirlz , @Wooyoung ,
@doodledeedum , @balaka , @WYATB ,
@rayarere , @Soni_Saja , @yuzz , @zeva_21 ,
@JulianWisnu2 , @leviostorm ,
@mikaelkananta_cakep , @admmx01 , @4ndh0 ,
@nakashima , @ukhty , @dole_dole , @yo_sap89 ,
@rizal_acank , @3ll0 , @ikmal_lapasila ,
@d_cetya , @adamy , @arieat , @arhies , @yans
filan, @ramadhani_rizky , @abidoank, ,
@sandalrusak , @tristandust , @tialawliet ,
@boezel , @lulu_75 , @cibro ,
@mustaja84465148 , @duna , @ryan_Y_B_P ,
@aldino_13 , @dafiaditya , @danze ,
@cute_inuyasha , @yudha19 , @steve_hendra ,
@edelwis , @wita , @egosantoso, @Tsu_no_yanyan , @lulu_75 ,
@widy_wnata92 , @3llo , @cute_inuyasha ,
@d_cetya , @ianz_rongerz , @hyujin,
@arifinselalusial, @danze, @arieat, @ @viji3_be5t , @hon3y, @balaka, @Otho_WNata92, @mustaja84465148, @jawaganteng, @doniperdana, @steveanggara, @sho_lee, @ndraa, @abdulfoo, @hendra_bastian
Jangan lupa like nya ya...
*****
Namun di halaman rumah aku bertemu dengan Kak Tania.
“Mau kemana kau?” dia berdiri di hadapanku sambil berkacak pinggang. Ya ampun, baru aja terlepas dari harimau jantan sekarang ketemu ular betina. Nasib-nasib!
“Bosan di rumah! Bang Nanda dan Bang Nandi berantem mulu’! Tomi mau ke Surau aja! Mending Tomi ngaji dari pada berkelahi mulu!” jawabku sambil terus melangkah.
“Sok kau!” kata Kak Tania sambil menoyor kepalaku dengan kuat. Membuatku terjajar. Aku hendak memakinya, namun aku cepat tekap mulutku. Ga’ boleh, nanti aku berdosa, batinku. Lagian aku heran dengan Kak Tania, ini sudah pukul 11 malam, ngapain dia petantang petenteng ga’ jelas gini di luar rumah. Kadang, aku heran dengan manusia penghuni rumah ini. Apa hanya aku saja yang normal?
Tanpa mempedulikannya lagi aku terus melangkahkan kakiku menyusuri jalan kecil menuju Surau tempatku mengaji. Walau aku tidak yakin apakah penjaga surau masih bangun atau sudah tergelimpang di sajadah panjang mengarungi malam yang tidak berbintang.
Suasana kampung kalau sudah malam begini terasa sedikit mencekam. Sepi dan sunyi merajai hati siapa saja yang mau melangkahkan kaki di malam yang tidak mengenal kawan ini. Dan bagiku, malam sepi dan penuh kesunyian ini lebih aku sukai. Karena aku bisa menyatu dengan gelapnya. Melangkah dengan tenang tanpa harus takut terlihat oleh mata-mata manusia yang selalu memandang curiga, memandang rendah atau dengan senyum bibir yang mencibir. Semua itu membuatku lelah.
Surau itu sedikit berada di penurunan dan dekat dengan areal persawahan. Di sebelah kiri Surau ada tempat pemandian umum, di sebelah kanannya ada kuburan suatu suku dan di belakang Surau membentang sawah yang gelap ditelan pekatnya malam. Surau ini sudah direnovasi menjadi surau permanen, berdinding tembok dan beratapkan seng. Sedangkan menurut Bunda, ini Surau dulunya terbuat dari kayu, dindingnya dari buluh bambu dan atapnya dari ijuk. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa bangunan Surau ini dulunya. Kata Bunda juga, surau tersebut dulunya sangat ramai. Semua pemuda pemudi kampung lebih banyak menghabiskan waktu di Surau. Mengaji, Shalat, belajar silat atau ilmu kanuragan. Sekarang yang tersisa dari Surau ini hanya kesunyian. Anak-anak mengaji cuma satu jam saja, itu pun selepas shalat maghrib. Begitu Isya menjelang mereka terbang hambur tak tahu kemana. Semenjak zaman semakin maju, dimana televisi sudah menjadi hiburan yang mudah untuk didapatkan, kebutuhan Iman sudah tidak begitu penting lagi. Manusia larut dalam indahnya dunia. Yang kaya semakin kaya, dan yang miskin pun semakin tertindas.
Aku tahu, di kampung ini, aku tidak mempunyai kawan akrab. Entah kenapa, semua orang sepertinya menjaga jarak denganku. Berkali-kali aku merenung, kenapa aku dijauhi? Adakah aku berbuat salah? Atau sikap dan perbuatanku yang tidak sesuai dengan keinginan mereka? Tidak ada yang benar-benar akrab denganku. Semua itu, jauh di dalam hatiku, menimbulkan kesedihan dan kepedihan yang teramat sangat. Dan semua itu, setelah aku pikirkan hanya satu penyebab orang enggan bergaul denganku, miskin! Miris sekali, apa harus separah itu dalam menilai kehidupan keluargaku. Jujur, aku sangat kesepian.
Ku pandangi pintu masuk Surau yang sedikit terbuka. Surau ini tidak pernah dikunci. Karena tidak bakalan ada satu pun orang yang akan berbuat aneh-aneh di rumah Tuhan ini. Aku berbelok ke tempat pemandian umum untuk mengambil wudhu sekaligus membersihkan bekas lendir aneh di wajahku. Benjolan di kepalaku sudah agak kurang. Cuma tulang-tulang di badanku seperti mau bertanggalan. Bang Nandi tidak tanggung-tanggung dalam menyiksaku. Aku seperti sekarung pasir saja yang biasa dia gunakan untuk melatih kekuatan tinjunya.
Ketika aku membasuh wajahku, air mata ikut bergulir bersama air yang membasahi mukaku. Berdo’a kepada Allah, agar aku selalu dijaga, dan dijauhkan dari peliknya hidup. Aku tidak akan terlalu banyak mengeluh Ya Allah, karena ku tahu keluhan tidak akan mampu merubah nasibku yang malang. Aku sayang saudara-saudaraku Ya Allah, aku sayang papa dan bundaku. Walau nyawaku jadi taruhan, aku akan selalu membela mereka.
Selesai mengambil wudhu, aku beranjak menuju Surau. Dinginnya udara bertiup melinukan tulang belulangku. Aku segera masuk ke dalam Surau. Tanpa menghidupkan lampu, karena aku memang tidak ingin cahaya menemukanku. Aku ingin menyatu dengan gelap, karena dengan begitu aku bisa melihat cahaya hatiku, yang semakin hari semakin meredup.
Aku galau.