BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Don't

1333436383975

Comments

  • kasian bgt sih adam. koi kemana? biasanya ada koi yg selalu nemenin adam. marah ye die?
    klo tau bakalan disebar mah lo jujur aja waktu itu dam *peluk adam
  • ga sabar nih pengen apdet! tapi baru jadi 20% nih. Kira2 udah berasa belum ya kedepresiannya si Adam? Well, gue mau bikin Adam jatoh sejatoh jatohnya sih. Sengaja. aduh betapa kejamnya gue. Nyahahahahaha. Yaudah sambil nunggu apdet selanjutnya,kalian boleh menerka nerka deh siapa orang yang manggil nama Adam di akhir cuplikan ini.

    Tai 17: Maaf

    Tak ada musik lagi yang akan mengisi hari hari gue.

    Tak ada canda tawa dari teman teman lagi yang bakal membuat gue kesak.

    Ga bakal ada lagi Koi yang selalu membuat gue merasa spesial dengan semua tingkah anehnya.

    Lo liat ngga Koi? Disini, ditengah rel ini. Air mata gue kembali jatuh. Sekali lagi sebelum kepergian gue, maaf. Maaf gue udah menyakiti hati lo.

    Maafin gue.

    Maaf.

    Maaf.

    Maaf.

    Maaf. "Ding ding ding!"

    Maafin gue.. "Teeeeeettt!!"

    Selamat tinggal semuanya.

    "ADAAAM!!!!"

  • Ehhhh Adam mau bunuh diri?
  • Pasti koi yg nyelametin adam,,,
  • kok aq gak di mention lagi kan jdi ketinggalan yg tai16
  • Wah Adam depresi!! Wkwkwkwkw #malahngakak
  • Waduh si Adam mau bunuh diri, ayo Prince Koi selametin tuh si Princes Prince Adam
  • gue nggak bisa bayangin klo gue yg di posisi adam..... :(
  • Tai 17 : Maaf

    Gue sampai di studio sekitar jam 4 sore. 2 jam setelah pulang sekolah gue habiskan hanya dengan mematung sendirian di gerbang belakang sekolah sendirian. Dihujani oleh rintik air yang menyerbu bumi. Gue berjalan menuju studio setelah Papa berlalu pergi meninggalkan gue.

    Masih satu minggu lagi menuju audisi itu dan ga ada lagi waktu untuk main main. Tepat saat pintu studio dibuka, gue langsung melesat masuk dan meletakkan tas gue. "Guys ayo kita latihaaan!" Pekik gue.

    Kevin, Tri dan Yoga yang tengah memegang alat mereka masing masing tampak kaget dengan kedatangan gue. Terlebih Yoga. But gue harus professional. Gue harus bisa mendapatkan kontrak itu. "Ayo mainkan lagu ke 3. Gue pikir lagu itu co.."-- "Lo ngapain kemari". Suara Kevin membuat aktivitas gue yang sedang mengambil pernafasan dada terhenti.

    "Latihan. Waktu kita ngga banyak. Ayo" ulang gue lagi lalu menarik nafas.

    "Lo udah bukan bagian dari kami lagi"

    "Berhenti menyuruh kami untuk latihan, homo"

    Tri dan Kevin berhasil membuat gue terperangah karena kata katanya. "Apa maksud kalian?" Gue berbalik memandang mereka bertiga yang seperti tak menerima gue lagi.

    "Band ini bukan band maho. Dan gue, ngga mau ada homo di band gue ini" kata kata Kevin begitu mengiris iris hati gue. Gue terdiam di tempat.

    "Ga bisa seenaknya gitu! Gimanapun juga kita udah ngebangun band ini bersama dan lo bisa begitu aja ngeluarin gue seenak jidat!"

    "Tentu bisa" dengan santainya Kevin menjawab. "Lo ga tau apa kata orang orang?" "Mereka bilang , Moccachiino Latte itu homo. Mereka bilang disetiap performance Moccachiino Latte itu selalu tersirat makna tentang homo. Lo ngga sadar kalau kehadiran lo di band ini malah memperburuk keadaan band kita? Mending lo ngga usah deket deket band ini lagi!"

    Apa benar kehadiran gue cuman semakin memperburuk keadaan teman teman gue. Apa benar semua orang menganggap gue ga pantas untuk didekati? Tri dan Kevin menyeringai kejam ke arah gue. Mata gue mendadak kabur dan memanas oleh sikap mereka.

    "Please.. kasih gue kesempatan kepada mereka untuk membukt.." -- "APA YANG MAU LO BUKTIKAN!? Puas lo bikin kita diusir dari jadwal manggung harian di kantin!?"

    Jujur, gue ngga bisa lagi nahan air mata gue. Gue cengeng. Gue akui didalam situasi seperti ini gue cuman bisa menangis. Ga ada lagi yang bisa gue lakukan kalau udah kayak gini. Ngga ada.

    "PERGI LO!"
    **

    Koi.. lo sekarang dimana. Gue butuh elo. Gue butuh tangan dan jemari lo untuk membuat gue tenang. Lo lagi apa sekarang? Lo udah makan belum. Ingat ga waktu lo menculik gue ke restoran omnya elu buat makan?

    Koi, lo sekarang dimana? Gue butuh lo. Gue butuh elo. Gue nyesal udah menghancurkan hati lo. Gue menyesal udah menuruti ego gue. Gue menyesal udah termakan ancaman bodoh Kumar. Koi, lo dimana..

    Apa sebaiknya gue berhenti aja hidup? Buat apa lagi gue hidup saat semua orang yang gue kenal menjauhi gue. Membuang gue. Memandang gue hina seakan akan gue adalah makhluk yang diharamkan terlahir didunia. Buat apa lagi?

    Tak ada musik lagi yang akan mengisi hari hari gue.

    Tak ada canda tawa dari teman teman lagi yang bakal membuat gue kesak.

    Ga bakal ada lagi Koi yang selalu membuat gue merasa spesial dengan semua tingkah anehnya.

    Lo liat ngga Koi? Disini, ditengah rel ini. Air mata gue kembali jatuh. Sekali lagi sebelum kepergian gue, maaf. Maaf gue udah menyakiti hati lo.

    Maafin gue.

    Maaf.

    Maaf.

    Maaf.

    Maaf. "Ding ding ding!"

    Maafin gue.. "Teeeeeettt!!"

    Selamat tinggal semuanya.

    "ADAAAM!!!!"

    **

    "Adam!"

    Mata gue spontan terbuka saat suara itu kembali terdengar. "Luthfia?" Dimana nih? Ada meja, lampu belajar, bau makanan dimana mana.

    "Lo ngga kenapa kenapa kan?" Katanya sambil memeriksa keadaan gue. Bau bawang yang sedang digoreng kali ini memenuhi ruangan.

    "Gue lagi dimana nih?"

    "Lo lagi ada diruangan ayah" Itu berarti gue lagi di restoran kesukaan Koi lagi yah. Lagi lagi gue menerawang jauh ke hari hari dimana Koi mengajak gue makan di restoran ini. "Lo kenapa sampai mutusin buat bunuh diri?" Pandangan gue spontan teralih ke Luthfia yang seperti benar benar mencemaskan gue.

    "Lo kenapa ngga biarin gue mati aja tadi..." Gue beneran pasrah waktu ngucapin itu.

    "Apapun masalah elo. Bunuh diri bukan jalan terbaik dam!"

    "Tetap aja gue ga pantes lagi buat hidup. Untuk apa fia? Buat apa?..." air mata gue kembali jatuh membasahi pipi gue. Sekelebat makian , cacian yang di tujukan ke gue oleh orang orang terdekat gue kembali terngiang ngiang. Buat apa lagi gue hidup?
  • Luthfia kemudian menarik badan gue masuk kedalam pelukannya. Tangannya menepuk nepuk punggung gue mencoba menenangkan. Rasanya hari ini gue begitu cengeng. "Lo bisa cerita apapun ke gue kok dam. Masalah itu bukan untuk dipendam sendiri. Apa sih yang udah bikin cowok keren dan ganteng kayak lo bisa mutusin bunuh diri gitu?"

    Apa gue sebaiknya cerita yah ama Fia? Apa jaminannya jika Fia ngga bakal melakukan hal yang sama seperti yang telah Yoga perbuat ke gue?

    **
    'It's a Beautiful Day and i can't stop my self for smile' Suara penyanyi yang berada tepat di tengah tengah restoran ini menggema ke semua sudut. Semua orang terpukau saat om Harris (barusan Fia yang ngasih tau) menyanyikan tembang dari Michael Bublé tersebut. Agaknya sekarang gue udah merasa sedikit tenang setelah menceritakan semuanya ke Fia. Cewek itu begitu perhatian, lembut dan memotivasi gue untuk tak gampang menyerah.

    Dan liat sisi baiknya, dia bahkan mentraktir gue apapun yang gue suka dari setiap menu dari 4 negara yang ada di tempat ini. Bahkan om Harris yang secara ngga sengaja sih waktu itu nguping curhatan gue ke Fia juga ngebela gue. Agak aneh sih mendengar logatnya. Well, tapi gue menghargai sikap tulus mereka yang beneran mencoba menghibur gue. Dan lagi, siapa yang ga bakal terhibur kalau diberi sesuatu yang gratis dari restoran bintang 6 kelas dunia macam tempat ini? Khu khu khu

    'Cause i'm glad that you're the one that got away. Cause it's a beautiful day...' dentingan piano berhenti tepat saat bule itu menundukkan badannya untuk penghormatan kepada penonton. Sontak tempat ini dipenuhi oleh suara riuh tepuk tangan dari berbagai spot. Gue dan Luthfia yang duduk di spot Jepang (gue baru ngeh kalau restoran ini menawarkan 4 spot berbeda dengan menu yang tak monoton dari seluruh dunia. Mulai dari, Mexico , Jepang , Korea dan Indonesia) sampai memberikan standing applause untuk om Harris yang penampilannya udah jempolan banget. Ga ada fales. Mungkin Afghan kalah deh! Dia lalu turun dari pentas dan berjalan kemeja kami. Gue dan Fia lalu melanjutkan melahap makanan kami masing masing. Maunya sih tadi pesen Ramen, tapi Fia malah nyuruh gue mengkonsumsi yang ada unsur coklat biar gue ngga depresi lagi.

    "Ough! That was great!" Om Harris lalu meletakkan bokongnya tepat disamping gue. "Saya ingat pernah menyanyikan lagu itu dulu di sebuah pagelaran seni di depan gedung putih" katanya dan lalu langsung menyantap Sukiyaki nya.

    "Oh ya?" Tanya gue reflek. Ga nyangka yah. Om Harris langsung menjawabnya dengan anggukan.

    "Kata Ayah, om Harris ini dulunya atlit basket. Tapi entah kenapa gitu gue juga ngga tau, dia beralih profesi menjadi seniman" terang Fia.

    Wah. Pantes aja badannya bisa tinggi dan berisi banget. Bekas atlit ternyata. "Om, nyanyi lagu tadi susah loh. Om kok bisa sih ngga false gitu? Di bagian reffnya kan nadanya tinggi banget.."

    "Well, it's not as hard as you think it was. Setiap orang punya kemampuan vokal masing masing.." gue mangut mangut mendengar pnjlasan nya.

    "Lo bisa belajar nyanyi dari om Harris loh , Dam" mendadak perkataan Luthfia membuat gue teringat lagi dengan kejadian di studio. "Eh, sorry. Bukan maksud gue buat bikin lo keinget"

    "Udah. Gapapa kok" balas gue. Dentingan piano klasik kemudian terdengar. Menyelimuti seisi restoran yang tak pernah sepi pelanggan ini. Suada dentingan piring dan bel dari dapur juga beberapa kali terdengar.

    Selesai dengan Puding Coklat, gue lalu menoleh kepada pianis yang ada diatas pentas. Bukan karena gue naksir ama yang main, bukan. Tapi emang karena permainannya yang bagus. Klasik. Seumur umur baru kali ini gue mendengar permainan piano klasik secara langsung. Gue cuman baru pernah dengar Mozart sih. But kalau versi live ternyata memiliki kesan yang lebih eksklusif ya.

    Oh. Irama ini. Lagu tahun 1985 , Pat Bernard. "Hit Me With Your Best Shot".

    "You like it?" Gue spontan menoleh pada om Harris sebentar yang kayaknya memperhatikan gue.

    "Ya. Permainannya keren om" balas gue sambil mendengungkan irama hits lawas itu. "Ga nyangka lagu rock bisa dibikin klasik kayak itu" gue lihat Luthfia juga sama asiknya dengan gue memperhatikan pianis itu.

    "Well, you do sing, right?"

    "A little bit!" Gue kembali lagi fokus pada pianis tersebut. Sorry Chocolate Shake, but this time music takes the lead.

    "Show me!"

    Reflek gue langsung menolehkan kepala gue kepada om Harris. "Huh?"

    "SOMEONE WANTS TO SING HERE!" Dan dia seenaknya langsung mengisyaratkan bahwa gue setuju untuk bernyanyi disini?
  • Pianis itu lalu menghentikan permainannya. Semua orang langsung menjadikan gue sebagai pusat perhatian. OMG. Ini beda dengan kantin. Disini bukan orang orang yang berpakaian sekolah, tapi orang orang berjas dan berpakaian formal. Bukan pelajar, tapi sudah memiliki jabatan tinggi (sepertinya). Gue ngga bisa! "Ee.. ack.. i.. "

    "Adam, gue pikir lo harus coba dulu deh" Kata Luthfia yang berada di kursi yang berlawanan dari gue. "Lo bilang teman teman lo bilang orang gay itu ga pantes jadi vokalis kan? Ayo tunjukkan!" Luthfia benar. But.. tetap aja gue masih nervous..

    "Come on little boy. Show me."

    "Ayo dam! Lo harus bangkit!"

    Melihat Om Harris dan juga Fia yang nyemangatin dan udah nyuport gue daritadi , membuat semangat gue untuk bernyanyi kembali berkobar. Gue meraih tongkat gue dan mencoba berdiri. Agak susah sih tapi spontan om Harris langsung membantu gue. Kami berjalan menuju pentas diiringi dengan tepuk tangan orang orang yang sepertinya begitu antusias. Saat sudah berada di atas pentas, gue bingung mau nyanyi lagu apa. Belum ada persiapan juga.

    "Kau bisa main piano?" Bisiknya di telinga gue.

    "Sedikit"

    "Kalau begitu mainkan lagu 'Against the odds' untukku dengan piano" bujuknya. Ahh lagu itu. Itu lagu tahun 1990 an yang begitu berjaya dimasanya. Begitu emosional. Gue suka dengan suara Phill Collins. Lagu yang romantis. Begitu pas.

    "Baiklah" balas gue lagi. Om Harris membantu gue berjalan ke arah Piano yang kebetulan berada di sudut pentas. Sesaat kemudian, seisi ruangan kembali gelap sama seperti saat om Harris bernyanyi tadi. Sorot lampu panggung tepat ke arah gue,membuat diri gue yang sedang berada di atas pemain menjadi begitu wow. Bukan maksud narsis sih.

    "Aku akan menunggumu dibawah" katanya lalu meninggalkan gue disana sendirian sebelum memposisikan microphone tepat didepan mulut gue.

    Well, harus mulai darimana yah. Gue agak lupa lagunya sih. Mungkin dengan memejamkan mata gue bisa ingat. Benar saja, jari jari gue langsung terposisi sempurna diatas tutts. Kesepuluhannya menari diatas piano klasik ini. Menghasilkan bunyi yang indah. Menjalin paduan melodi yang begitu harmonis.

    'How can i just let you walk away, just let you leave without a trace
    When i stand here taking every breath, with you. Ooh. You're the only one who really knew me at all'

    'How can you just walk away from me. When all i can do just watch you leave..
    Cause we shared the laughter and the pain. And even shared the tears.
    You're the only one, who really knew me at all'

    Jari gue menekan akor dengan keras pada bagian reff. Rasanya gue sudah mulai bisa menyatu dengan lagu ini.

    'So take a look at me now, oh there's just an empty space
    And there's nothing left me to remind me, just the memory of your face
    Oh take a look at me now, well, there's just an empty space
    And you coming back to me, is against the odds, and that's why i've gotta face'

    Harus gue akui perasaan gue cukup membara saat menyanyikan bagian tadi.

    'I wish that i could make you turn around, turn around and see me cry..
    There's so much i need to say to you, so many reasons why
    You're the only one, who really knew me at all'

    Gue ga bisa lagi menahan emosi dari lagu ini!

    'Oooh so take a look at me now, well there's just an empty space
    And there's nothing left here to remind me just the memory of your face
    Oh take a look at me now, cos there's just an empty space
    But you coming back to me, is against the odds and that's what i've gotta face
    Take a good look at me now! Cause i will be standing here,
    Ohh but to wait for you, is all i can do , and that's why i've gotta face...'

    Gue bisa mendengar riuh tepuk tangan yang menggelegar di seisi ruangan. Samar bahkan gue juga melihat semua orang memberikan standing applause untuk gue. Riuh tak terhelakkan saat gue berhasil menakhlukan bagian akhir lagu ini.

    'Take a look at me now' kembali jari jari gue menari. 'Take a look at me now..'

    "Woooooooooooo!!!!!" Teriakan orang orang saat ending membuat senyum gue tak bisa berhenti mengembang. Bahkan saat suasana sudah kembali terang, semua orang tak segan segan memberikan standing applause untuk gue. Bahkan gue bisa melihat beberapa orang tengah menyeka ujung matanya dengan sapu tangan. Apa gue terlalu menjiwai ya?

    "Thank you" kata gue . Suara gue kembali menggelegar ke seisi ruangan. Saat gue bersiap untuk berdiri, om Harris kemudian dengan sigap datang membantu gue untuk berdiri.

    "Luthfia mana om?" Tanya gue

    "Lupakan Luthfia. Kau bilang teman temanmu mencampakkanmu hanya karena kau adalah seorang gay? Ayo buat bandmu itu menyesal" bisiknya di telinga gue.

    "Maksud om?"

    "Aku akan mendaftarkan kau kedalam kompetisi itu!"
  • chapter ini cakep.... !!!
Sign In or Register to comment.