It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Tai 19 : Antara hati dan ego
"Adam.."
"Aku mencintainya, om! Aku menyesal sudah mengikuti egoku daripada hati! Sungguh!" Dan seketika mata gue kabur. Deretan kenangan bersama Koi kembali muncul di benak gue. Suaranya bahkan menggema bagai vinyl yang diputar. Tak berhenti.
Tai 19 : Antara hati dan ego
"Adam.."
"Aku mencintainya, om! Aku menyesal sudah mengikuti egoku daripada hati! Sungguh!" Dan seketika mata gue kabur. Deretan kenangan bersama Koi kembali muncul di benak gue. Suaranya bahkan menggema bagai vinyl yang diputar. Tak berhenti.
5 hari menjelang audisi. Ratusan kertas selebaran undangan ke setiap SMA di kota sudah di sebarkan. Baik langsung ataupun melalui dunia maya. Om Harris juga memberika beberapa lagu hasil arensemennya sebagai latihan gue. Well, si bule memberikan gue beberapa opsi dari 4 lagu tadi dan juga 10 lagu lain pilihan gue. But gue menjatuhkan pilihan gue pada 'Hey Jude' nya The Beatles dan juga lagu 'Mirrors' nya Justin Timberlake. Om Harris bilang, di hari pertunjukan bakal ada beberapa musisi legendaris dari indonesia yang hadir sebagai juri. Gue ngga kaget waktu dia mengatakan Agnes Gamonikah sebagai juri,but, Rhea Fahisya? Solois yang baru baru ini albumnya meledak kembali di pasaran karena duetnya bersama Sebastian Castro. Dan inilah yang membuat gue harus latihan hingga larut.
Banyak hal yang harus gue persiapkan. Mulai dari stage act. Olah vokal. Aransemen lagu dan juga tata panggung nantinya. Kinda tired, but gue akan berusaha untuk mendapatkan kontrak itu!
Sekarang sudah begitu larutnya saat gue sampai dirumah. Sekitar jam 2 malam gue masih tetap ngga bisa tidur. Seperti hari hari dimana Koi menarik diri dari kehidupan gue.
"Koi.." gue melirik bunga bakung yang masih tertata rapi di meja belajar gue.
**
Nggak ada yang beda sejak 3 hari lalu. Ngga ada lagi orang yang bakal menyambut gue dengan senyuman didepan gerbang sekolah. Meski semuanya udah berubah menjadi cacian dan makian, gue ga akan semudah itu untuk menyerah. Ngga apa meski Kevin mengusir gue dari band-nya. Tapi coba lihat dari sisi baik,mungkin tanpa sikap Kevin tersebut,gue ga akan bisa jadi murid Om Harris kan? Dan gue juga ga akan bisa mengenal sisi lain dari musik tanpa perilaku itu semua. Meski rasanya begitu sakit saat melihat band kebanggan gue itu kembali perform beberapa hari setelah hiatus dari kantin dengan vokalis baru.
Coba tebak siapa?
Daniel. Anak baru bawahan Kumar anggota paski dan OSIS yang begitu digadang gadangkan oleh Kumar. Gue hanya bisa mengusap dada saat melihat semua orang begitu antusias akan comeback mereka. Apalagi saat Daniel menyanyikan lagu 'Kenangan Terindah' .
Caca mengerti akan itu dan selalu menyemangati gue. Ahh, celakalah gue udah memanggilnya pere waktu itu. Satu satunya orang yang peduli dengan keadaan gue saat ini hanya Caca. Dia dengan sabar dan telaten membantu gue. Dalam hal apapun. Ke kantin? Bareng. Pulang? Juga bareng, walau cuman sampai gerbang doang sih. Sekarang udah ngga ada apapun lagi yang gue sembunyikan dari Caca. Tentang perasaan gue ke Koi, dan apa yang terjadi antara kami.
Koi tak pernah lagi menampakkan wajahnya semenjak ia menolong gue dari keroyokan Kumar dan anak buahnya di toilet. Caca bilang, itu hari terakhirnya melihat sosok Koi dan tampang datarnya di sekolah. Setelahnya, nama seorang Koi semakin melejit di dunia hiburan. Gue mulai menaruh curiga akan ini, apa ini gara gara gue?
**
"Na na na na na na ...." gue menekankan jari gue pada tuts terakhir diatas piano hitam milik om Harris. Ini sudah kali ke-3. Ya, kali ke-3 dalam hari ini ia menyuruh gue untuk mengulang ulang membawakan lagu ini. Keep moving. Hanya dua kata itu yang keluar dari dalam mulutnya setiap saat gue selesai memainkan lagu itu. Padahal dia hanya duduk dikursi penonton sambil meminum bir dan sesekali memainkan ponselnya! Gue mulai berpikir kalau dia tak serius melatih gue untuk audisi ini.
'Hey Jud.. '
Hening. Si Bule malah duduk santai menselonjorkan kakinya. "What?" Bahkan dia tak bergeming sedikitpun dari posisinya saat mengucapkan kata tanya itu. Jangankan bergeming. Menolehkan matanya ke gue aja kaga. Belekan? Atau mungkin celek?
"Om. Ini udah kali ke-7 i sing this song. Dan kupikir semuanya sama. Ngga ada yang berbeda dari setiap penampilannya" Akhirnya gue melancarkan protes padanya.
And thank god, dia menolehkan kepalanya kepada gue yang tengah duduk didepan piano di atas pentas. "You feel it?"
Gue tertegun. Apa maksudnya?
"Kau merasakan bahwa sama sekali tak ada yang spesial dalam penampilanmu, kan?" Akhirnya dia berdiri dari posisinya. "Apa yang terjadi padamu?" Dia berjalan menaiki pentas. Pelan namun pasti, di setiap langkahnya jakun gue tak henti hentinya naik turun.
"Nothing.. happened" ia menarik sebuah kursi lalu duduk disamping gue.
"Bagaimana kabar Koi?"
Hening.
"Apa kau sudah mencoba menghubunginya?"
Gue menggeleng lemah.
"Apa yang terjadi padamu? Tidakkah kau berniat untuk mendapatkannya kembali?" Gue masih tak punya kata untuk menepis semua pertanyaan itu. "Atau kau hanyalah Koki rendahan yang sama sekali tida.." -- "He's gone"
"What?" Gue menarik tangan gue dari atas tuts piano. Perlahan mengangkat kepala.
"Dia sudah tak tampak lagi di sekolah. He's gone"
Om Harris tercenung. "Mungkin kau salah informasi, kid"
"I'M NOT! AKU SUDAH MENCOBA MENCARI CARINYA! AKU BAHKAN MENUNGGUNYA DIBAWAH HUJAN HARI ITU! AKU SUDAH MENCOBA UNTUK MENGUNJUNGI KELASNYA!!! TAPI APA YANG KUDAPAT SELAIN ANJING ANJING YANG SELALU MELEMPARKAN OLOKKAN DAN CEMOOHAN PADAKU!!!?" Gue menghempaskan kedua tangan gue diatas tuts hingga timbul bunyi bunyi tak teratur darinya. Bibir gue bergetar karena ini teriakan ke-3 setelah hari dimana Kumar menjatuhkan gue sejatuh jatuhnya.
"Adam.."
"Aku mencintainya, om! Aku menyesal sudah mengikuti egoku daripada hati! Sungguh!" Dan seketika mata gue kabur. Deretan kenangan bersama Koi kembali muncul di benak gue. Suaranya bahkan menggema bagai vinyl yang diputar. Tak berhenti.
"Calm down.." Ucap Om Harris menenangkan gue. "Berita itu baru kau dengar dari mulut ke mulut kan?" Ia mengusap usap punggung gue. "Apa kau sudah bertanya langsung pada orangnya?"
"Maksud om?"
**
Tak banyak yang berubah dari tempat ini. Selain lemari kosong yang ditinggalkan Koi. Beberapa barbel dan juga peralatan fitness kecil lainnya yang waktu itu gue temukan di setiap sudut kamarnya sudah tak ada lagi. Kasurnya juga tertata rapih. Lengkap dengan sprei nya tampak tak kusut sedikitpun. Gue terduduk diatasnya.
"Koi.."
'Koi memilih untuk melanjutkan sekolahnya di Jakarta, Adam. Dia sudah menandatangani kontrak untuk bermain dalam Dibalik69' pikiran gue menerawang ke masa 30 menit yang lalu saat Dokter Glenn memberikan info itu pada gue. Gue bodoh. Ngga seharusnya gue udah menghancurkan hatinya waktu itu. Ngga seharusnya! Seharusnya gue lebih dulu sadar tentang perasaan gue. Gue menutup wajah gue dengan kedua telapak tangannya. Membasahi pipi dan menangis sejadi jadinya disana. Entahlah. Saat itu gue berasa begitu rapuh dan merasa nggak berguna karena udah membuat satu orang lagi yang membenci gue. Bahkan menjauh.
Semua orang bilang, bahwa kau baru sadar dan membutuhkan apa yang kau miliki saat kau kehilangan itu. Mungkin ini berlaku bagi gue.
**
"You've made a decision that you,,.. kau tak mau latihan lagi untuk audisi itu?"
Mata gue menatap nanar ke seisi tempat ini. Tempat dimana gue menghabiskan latihan selama 2hari ini bersama om Harris.
Begitu saja menguap. Hilang seperti baru saja dirampok. Semangat gue untuk mengikuti audisi itu menguap dan hilang tak bersisa lagi sekembalinya gue dari rumah Koi. Mungkin terdengar konyol, orang yang dulu begitu gue benci sekarang berhasil mempengaruhi hidup gue. Bahkan seenaknya memporak porandakan pikiran gue.
"Kau tak bisa begitu saja membuat keputusan seperti itu! What a creep! Hanya karena kau kehilangan seseorang yang kau sayang bukan berarti... "Bukan berarti kau harus mengorbankan semuanya demi dia kan!?"
Gue masih belum bisa melihat om Harris yang berkacak pinggang di samping piano. Bayangan yang dihasilkan dari lampu pentas yang selama ini selalu membakar semangat gue untuk latiham tak sedikitpun menyulut api itu.
"Tinggal 4 hari lagi dan kau akan berhenti sekarang? Apa kau gila!?"
"Kau tak mungkin berhenti begitu saja, Adam! Ingat cita citamu! Ingat bakatmu!"
Suara om Harris terdrngar begitu berkoar koar dan menggema ke seisi ruangan. "Bukan berarti hanya karena Koi sudah pergi kau berhak menerima rasa sakit yang pernah kau berikan padanya!"
Gue tetap diam tak menjawab.
"JANGAN LIBATKAN DIRIMU DALAM HAL YANG AKAN MERUSAK MASA DEPANMU!" Spontan gue langsung menoleh pada om Harris. Dia terlihat begitu emosi saat ini. Tapi kenapa?
"KAU TAK PERNAH TAHU RASANYA SAAT JIKA ORANG YANG KAU CINTAI TERNYATA SUDAH DIMILIKI OLEH ORANG LAIN!!"
Jakunnya naik turun saat mengatakan itu. Bahkan dia sampai kehabisan nafas karenanya dan kemudian seperti tersadar dari sesuatu, ia meninggalian gue diatas pentas ini sendirian. "Aku akan kembali" katanya.
**
'Yeah promise your kid that i'll give so much more than i get. I just haven't met you yet'
Ini entah sudah gelas keberapa yang gue habiskan di meja bagian Eropa ini. Coba gue ingat ingat, sekarang gue di.. oh iya. Disini lagi, di restoran bokapnya Fia. Kalau engga salah, di jam tangan gue sudah menunjukkan jam.. 7 malam. Sudah 1 jam sejak gue meninggalkan "studio".
Entah apa yang membawa gue kesini. Meski perut gue rasanya sudah agak mual karena meminum susu putih dan coklat secara monoton selama satu jam penuh, tak sedikitpun niat gue untuk pergi dari tempat ini muncul.
Gue duduk di bagian negara Eropa. Tepat diseberang meja gue adalah area Japanese. Dimana setiap menu dan dekorasi yang dipasang hanyalah segala sesuatu yang bertemakan Jepang.
Kenapa gue jadi ingat Koi lagi ya..
Oh, Sensei Maru pernah menuliskan kosakata Koibite waktu itu. Hehe.. Dia begitu manis. Tunggu. Apa yang gue pikirkan! Ini pasti gara gara minuman yang gue minum. Apa mereka memasukkan racun tikus ya?
Hiks..
Koi..
"Dam..?" Suara ini.. "What are you doing?" Sasha? Ngapain nih anak kesini?. Mana seenaknya duduk didepan gue.
"'Sup" Kata gue mencoba meresponnya. Tangan gue masih memegang gelas ke 8 susu coklat. Perut udah agak mual sih. Sasha cuman mandangin gue kayak gue baru aja tertimpa kemalangan yang mengharuskan orang orang iba ke gue.
"How are you?"
"Menurut lo?"
Dia terdiam.
"Nice boobs. Hehe" Sumpah. Mulut gue kayaknya harus dikasih pelatihan khusus.
"What happened? Kau tak seperti yang kulihat di rumah sakit..."
"Aku?" Gue terkekeh. Entah untuk apa. "Gue? Apa yang beda dari gue?" Dan melanjutkan menenggak susu coklat.
"This is the first time i met person who drunk because of chocolate" Kenapa dengan tatapan anehnya?
"You want some? Hiks" Kayaknya benar. Gue mabuk coklat. Pake acara cegukan lagi.
"No. Thanks" Sasha menolak secara halus. Dia memilih untuk duduk diam begitu saja sambil memperhatikan gue. Entah apa yang dia pikirkan, gue juga ngga tahu. Kalau ngga salah, Sasha kan yang merengek rengek ke Kumar buat dicomblangin ama Koi? Ahh.. Kumar.. Koi..
"Aku pikir kau tak seharusnya di perlakukan seperti itu di sekolah.." Gue hanya diam dan tak menghiraukannya. Alih alih mendengarkan, gue malah lebih memilih memperhatikan gelas ke 9 gue yang baru aja dianter. "Meski kita berada di sekolah yang berbeda, i know what happened in your school. Like my brother who always bullied you lately. Kau yang dikucilkan.."
"You knew everything. Hehe" Lagi lagi gue terkekeh. Dan entah untuk apa.
"Kau tahu. Koi pernah bercerita padaku..." Gue spontan berpaling pada Sasha. "Bahwa dia tak pernah dianggap oleh orang yang ia sukai.." Oke. Gue tau itu. Haha. "Dan bahkan orang dia begitu yakin orang yang dia sukai juga menyukainya. Perasaannya tak bertepuk sebelah tangan. Dia begitu yakin. Bahkan dia sempat terpikir untuk menolak kontrak itu"
"Huh?"
"Yaah.. that's what he said. Contract. Someone that he loved. And the one that loved him. Things like that" Nih anak santai banget ngomong begitu.
"Kalau gitu apa lo udah tau kalau orang itu gue?"
Matanya membelalak. "Tak kusangka susu coklat bisa menyebabkan seseorang begitu mabuk. Kau harus berhenti meminum itu"
"Mabuk? Hahaha" Gue bahkan ngga ngerti kenapa gue tertawa waktu itu. "Koi was my boyfriend until the day you came. SEMUANYA GARA GARA ELO!"
Dia terdiam.
"You're drunk , Adam"
"Gue yakin.. hiks.. kalau lo.. hiks.. ga muncul.. hiks.. Koi ga mungkin bakal pergi"
Sasha berdiri. "Kubantu kau pulang"
"GO HOME BY YOURSELF BITCH!!!" Bentak gue membuat seisi restoran langsung berpaling ke gue. Dia keliatan begitu kaget. Gue berdiri meraih tongkat dan berusaha untuk berjalan keluar restoran waktu itu. Setelah meninggalkan tip. Tentu saja.
"I'll help you" Sasha mengulurkan tangannya. Tapi gue dengan cepat menangkis mereka dan malah menarik kepala Sasha mendekat ke kepala gue.
"I told you. Jangan pernah deketin guhhhuuueeeeeekkkk!!!"
Pupil mata Sasha membesar dan seisi restoran kemudian menjadi heboh.
"Kyaaaaaaahhhh!!!!!!!"
**
Kembali lagi di studio. Gue udah males banget ke tempat ini disuruh latihan lagu yang sama setiap saatnya. Hey Jude. Hey Jude. Apa gunanya menyanyikan lagu itu jika pada akhirnya hal yang harus gue pelajari adalah bagaimana cara mempertahankan cinta sendiri? Busuk!! Ditambah lagi ini sudah malam dan seharusnya hanya ada gue dan om harris disini.
"Are you O.K?"
"I am" Jawab gue lesu di balik piano. Om Harris memberikan gue segelas air putih dan menyuruh gue meminumnya. "Ini sudah malam. Kenapa Om menyuruhku untuk latihan?"
"Aku tak pernah menyuruhmu latihan malam ini"
"Lalu?"
"Sasha yang mengantarmu kesini" Sasha yang duduk didepan piano cuman memberikan gue tatapan.. seperti kesal. Oh. Benar. Tadi gue muntah didepan mulutnya.
"Kau pingsan sesaat setelah muntah. Dia kebingungan untuk mengantarmu kemana, tetapi Fia menyarankan untuk membawamu kesini. Yah.. i know this is not a hospital"
"Sorry" kata gue ke Sasha yang tampaknya masih kesal.
"I'll give you both some spaces. Have a nice chat. Aku ada urusan sebentar. Kalau kau membutuhkanku, just call me. Jangan kabur seperti tadi! Kakimu belum begitu sehat"
Gue hanya mengangguk. Setelah itu om Harris berjalan menuruni pentas dan menghilang dibalik pintu bertuliskan Exit. Tinggalah gue dan Sasha disini. Masih hening. Tiba tiba gue merasa kikuk. Entah kenapa. Apa karena tadi gue muntah didepan mulutnya?
"You're gay" Akhirnya Sasha bersuara. "I've heard everything. Harris dan cewek restoran itu sudah menceritakan semuanya padaku" Dia masih tampak kesal. "Aku tak tau kalau kau dan Koi benar benar pacaran"
Jadi mereka mengatakan kalau gue dan Koi memang pacaran? "Gue ama Koi ngga pacaran kok.."
Dia mengernyit. "What do you mean?"
Gue menelan ludah. Errr. Musti cerita kayak gimana yah.. " Well.. jadi.. yah.."--"I'm sorry"
"Huh?"
Tiba tiba ekspresi Sasha berubah menjadi seperti bersimpati pada gue. Entah kenapa. Apa dia adalah anak dari Sybil Issabel Dorsett? Karena dia bisa merubah ekspresinya secepat ini.
"Aku tak pernah tahu kau dan Koi adalah pasangan. Seandainya aku tahu, aku akan berhenti waktu itu" Dia menghela nafas panjang. "Aku akan menghajar Kumar sesampainya dirumah nanti"
"No. Lo ngga harus menghajarnya kok. Emang gue yang salah"
"Lagian ngga ada gunanya juga lo menghajar Kumar. Waktu juga ngga akan kembali ke masa masa dulu dimana Kumar menyebarkan foto itu"
"Foto apa?"
"You said you know everything but you don't know that one?"
"I'm sorry. Foto apa? Kenapa aku tak tahu?"
Gue cuman bisa tersenyum. Apa harus gue memberitahu Sasha kalau saudaranya sudah menyebarkan foto gue dan Koi ber.. ekhem.. ciuman?
"Ini sudah larut. Sebaiknya aku pulang dulu" Sasha berdiri dan merapikan badannya. "But, sebagai permintaan maaf. Boleh aku melakukan sesuatu untukmu?"
Mata gue masih menangkap sosok Sasha dan dada besarnya. "Apa?"
"Aku akan membuatmu dan Koi kembali bersama. Dan sebagai gantinya, ayo kita permalukan Kumar!"
adam yg baik hati jangan mau ya dosa looo