It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ternyata made masih cinta sama prada. tp apa prada masih cinta juga yee? kan dia lg tergila2 sama badu.
sepertinya juga badu sama chandra ada sesuatu deeh
ternyata made masih cinta sama prada. tp apa prada masih cinta juga yee? kan dia lg tergila2 sama badu.
sepertinya juga badu sama chandra ada sesuatu deeh
btw kalo update saya mention.y:):)
@bianagustine @zeva_21 @obay @abong @ardavaa
Part 8
“ Aku menyukai Badu”
Kata-kata itu keluar begitu saja dari bibir Candra, santai tanpa beban.
Aku memaku, terkejut dengan pengakuannya yang tak kuduga-duga.
Memang tadi dia bilang dia ingin memberitahukan hal penting, tapi tak terlintas di pikiranku bahwa dia akan mengakui hal yang seharusnya menjadi rahasianya. Seolah bukan masalah besar jika dia menyukai Badu.
“ Tapi kalian berduakan laki-laki? Bagaimana mungkin?” mulutku akhirnya membuka dan berucap.
Ia tersenyum sinis dan memandangku sarkas,”Bukankah lo juga seperti itu?”
Sekali lagi, aku dibuatnya tersentak.
“ Memangnya gue kenapa?”
“ Jangan takut buat mengakuinya Da. Gue tau karena kita sama. Lo pikir gue berani begini ngomong sama lo tentang Badu karena apa?”
“ Bagaimana lo bisa tau?”
“ Ya tau aja.”
Aku tak mampu berkata-kata lagi, satu rahasiaku terbongkar sudah.
“ Menurut lo gimana?” Tanyanya tiba-tiba.
“ Apanya?”
“ Gue sama Badu. Cocok gak?”
“ Menurut gue cocok. Kalian kan sama sama suka musik, jadi serasi gitu.” Hatiku berteriak ketika kuberucap.
“ Trus kira-kira dia suka sama gue gak?”
“ Ga tau Dra. Gue bukan cenayang.”
Dia menghela napas,”Semoga aja dia suka.”
Aku hanya mengangguk, menelan pahit ini untuk kesekian kalinya.
Aku berjalan pulang dalam diam. Mencerna kenyataan yang baru saja kuketahui.
Hatiku memerih hanya dengan membayangkan Badu dan Candra bersama, sedangkan aku sendirian menanggung luka.
Bagaimana dengan Made? Ah, dia Cuma masa lalu yang perlu dikubur dalam-dalam. Rasaku masih bersisa, namun tak perlu lagi mengulang kisah yang sudah tertinggal dibelakang.
Aku juga masih belum percaya melihat dia yang memutuskan kembali juga demi menuntaskan rasanya bersamaku. Bagaimana dia mengucapkan kalimat sakral itu, aku juga masih merasakan degup itu. Namun hanya sebatas itu, tak ada yang lebih.
Aku tiba di halte bus yang sepi dan duduk di bangku tunggu. Belum sampai berdetik-detik, bus yang kunanti sudah melaju kearahku. Beruntungnya aku yang tak perlu menunggu sampai kesemutan.
Bus itu berhenti dan aku menaikinya. Tak ramai oleh penumpang, membuatku mudah menemukan tempat duduk kosong. Aku memilih duduk di bagian belakang yang masih benar-benar kosong, di dekat jendela kaca yang mempertontonkan jalan yang kami lalui.
Setelah melalui beberapa halte, aku turun di halte tujuanku. Menyeberangi jalan besar lalu menyusuri gang kecil menuju kosan tempat aku tinggal.
Ketika aku tiba motornya ada di sana, terparkir di halaman kosanku. Segera saja aku memasuki kosanku dan ke ruang tamu.
“ Hai” Dia ada di sana, duduk di sofa dan menyapa.
“ Hai. Kamu ngapain kesini?” tanyaku.
“ Berkunjung. Lagipula aku belum pernah mengunjungimu sendirian saja, jadi aku memutuskan kesini.”
Ya, dia memang belum pernah mengunjungiku sendirian saja. Biasanya bareng anak-anak yang lain.
“ Kalo begitu, ayo naik.”
Kami berdua segera ke lantai atas dan memasuki kamar kosku. Aku duduk di ranjang sedangkan dia duduk di lantai bersandar ke lemariku.
“ Aku tak pernah tau kamarmu serapi ini.” Ucapnya.
“ Tentu saja kamu gak tau, kamu kan gak pernah masuk ke kamarku. Paling kalo ke sini bareng anak-anak, kamu nunggunya di bawah.”
Dia tertawa,”Ya. Saat itu kita masih bertikai.”
Mengingatnya, aku ikutan tertawa. Saat dia menolak memasuki kamarku dan mengatai kamarku jelek dan ini dan itu. Masa masa buruk yang membuatku merasa lucu jika mengingatnya kini.
Dia berdiri lalu menghampiri rak bukuku.
“ Aku gak pernah tau kalo kamu suka baca novel-novel beginian.”
“ Kamu gak pernah nanya.”
Ia melirik ke arahku,” Banyak yang belum aku ketahui tentangmu ternyata.”
“ Dan begitu pula aku.”Ucapku.
Tiba-tiba dia melangkah ke arahku dan duduk bersila di ranjangku.
“ Duduk bersila hadap aku juga.” Perintahnya.
Aku menurut saja.
“ Sekarang aku akan menanyaimu hal-hal yang belum aku ketahui dan kamu wajib menjawabnya. Setelah aku selesai, kamu boleh balik menanyakan hal yang ingin kamu ketahui tentangku.”
Aku mengangguk.
“ Pertama, kamu suka novel jenis apa?”
“ Romansa, keluarga.”
“ Warna kesukaanmu?”
“ Biru.”
“ Tempat favoritmu?”
“ Pantai.”
“ Genre film yang kamu suka?”
“ Horor, Drama.”
“ Orang yang kamu suka?”
“ B....”
Aku segera berhenti sebelum keceplosan mengucapkan namanya. Aku hampir saja terjebak dan memberitahukannya.
“ B apa?” Tanyanya.
Aku menggeleng,” Itu personal Du, kamu ga perlu tau.”
“ Okay, Kalo begitu aku selesai. Tanyakan yang ingin kamu tanyakan.”
Aku memikirkan hal yang akan kutanyakan lalu mulai bertanya. Aku menanyakannya hal-hal yang umum tanpa mencoba mengorek privasinya. Tapi seperti halnya dia, aku juga penasaran kira-kira dia menyukai siapa. Aku penasaran sekali sampai-sampai aku tidak mampu mengutarakannya.
“ Selesai.” Ucapku sebelum pertanyaan itu meloncat keluar dari bibirku.
“ Gak ada yang mau ditanyakan lagi?” tanyanya memastikan.
Aku menggeleng mantap.
“ Gak ingin tau siapa orang yang kusuka?”
Gelenganku berhenti. Apa maksudnya?
“Mau tau?” Pancingnya.
Aku dengan malu sekaligus segan akhirnya berucap, “ Aku tak perlu tau kalo aku gak kenal dia.”
Dia tersenyum, “ Kamu kenal dia kok.”
Hasrat ingin tauku membuncah kembali.
“ Siapa?” Tanya yang sudah kutahan sejak tadi akhirnya terucapkan. Jangan Candra, jangan Candra, jangan sampai Candra.
Tiba-tiba dia mencolek hidungku dan menyeringai nakal, “ Pengen tau banget sih.”
“ Kan kamu yang pancing Du.”
Dia tertawa, “ Trus ngapain kepancing?”
Aku merasa bodoh dan menumpahkan kesalku dengan menggelitiknya. Tawanya semakin tergelak, namun kali ini bukan hanya dia yang tertawa. Kami berdua tertawa dan saling menggelitik, saling menggeliat di atas ranjangku.
“ Cukup Du.” Ucapku kelelahan, karena tertawa dan menggelitik.
Ia berhenti, namun menyadari posisi kami kini membuat tubuhku memanas. Aku membelakanginya sedangkan tubuhnya menempel menghadapku dengan tangannya terkalung ke pinggangku. Aku merasa benar-benar panas.
Kini tak ada lagi tawa atau gelitik di antara kami. Hanya ada diam dan panas yang menguar.
“ Besok, aku akan memberitahukannya besok.” Bisiknya tiba-tiba.
Bulu kudukku berdiri mendengar bisikannya itu. Lagian mengapa harus berbisik?
“ Tentang apa?” Aku yang mengharapkan tanya itu keluar dengan santai malah semakin memanas, karena kini aku ikutan berbisik.
“ Orang yang aku suka. Tapi besok kita harus jalan dulu.” Bisiknya.
“ Oke. Jam berapa?”
“ Jam 8. Ngomong-ngomong mengapa kita berbisik-bisik begini?” tanyanya.
Aku segera saja mencubit perutnya dan kembali merasa bodoh. Dia spontan melepas pelukannya dan aku duduk bersila lagi. Panas yang kurasa membuatku seperti orang tolol. Memangnya apa yang kuharapkan dari pelukan yang tak disengaja itu? Bodoh, Prada bodoh.
“ Mengapa kau mencubitku?” tanyanya kesakitan.
“ Siapa suruh buat aku kesal?”
“ Memangnya kamu kesal karena apa?”
Bodoh, karena pelukan dan bisikanmu itu bodoh!
“ Gak tau ah.” Jawabku kesal. Panas itu kini bertransformasi menjadi amarah.
Dia sudah terlelap. Tidur dengan damai setelah aku memarahinya dengan kalimat-kalimat yang irasional. Dia hanya manggut-manggut dan tertidur akhirnya. Ekspresinya ketika tertidur membuatku gemas dan ingin sekali menyentuh wajahnya.
Tiba-tiba ponselku berdering, panggilan dari nomor asing.
“ Halo?” Angkatku.
“ Prada?” Suara itu bertanya dan aku mengenalinya.
“ Ya. Ini Made, kan?”
“ Ya. Tebakan yang tepat.”
“ Ada apa De?”
“ Gak ada apa-apa. Hanya ingin mendengar suaramu melalui telepon seperti halnya dulu.”
Aku tak menanggapi, tak ingin terlarut dalam rayuannya.
“ Kau tau, aku benar-benar merindukanmu. Belum sampai berhari, aku sudah merasa rindu melihatmu.”
“ Aku tak butuh gombalanmu De. Aku kan sudah bilang, semuanya berakhir.”
“ Belum berakhir Da. Aku sudah bilangkan kita belum mencapai ujung?”
“ Bagimu tapi bagiku sudah. Lagipula aku sudah menyukai orang lain.”
“ Benarkah? Siapa?”
Aku mendengus,”Kau tak perlu tau.”
Aku dengar dia menghela napas, “ Ya, tentu saja. Itu memang bukan urusanku. Seharusnya aku tidak menanyaimu.”
Hening hingga dia kembali berucap, “ Aku ingin bertemu.”
“ Untuk apa? Aku kan sudah bilang aku menyukai orang lain De.”
Dia menghela napas lagi, “ Anggap saja reuni sahabat lama”
Sahabat lama?
“ Bagaimana?” Tanyanya.
Kenyataannya aku memang ingin bertemu, hatiku tak dapat menyangkalnya.
“ Boleh, tapi jangan besok. Lusa?”
“ Okay. Kirimi saja aku alamatmu, aku akan menjemputmu.”
“ Oke.”
“ Sampai jumpa?”
Bibirku membuka, “ Sampai jumpa.”
Panggilan terputus.
Hatiku bimbang lagi, untuk kesekian kalinya.
#TBC#