It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku memang tidak pernah salah untuk mencintai dia karena dialah pria yang akan dengan sukarela melakukan apapun demi aku dan yang akan selalu memaafkan ku walau sesalah apapun aku. Pria yang akan selalu membuat aku bahagia dengan hadirnya.
Aku merasa mataku salah membaca layar smartfhone ku, tapi setelah ku baca berulang kali tulisannya masih tidak berubah. `sweetheart, aku ada didepan rumah mu.` tidakkah tulisan itu mempunyai arti yang berbeda dari arti sebenarnya atau memang ada orang lain yang salah kirim? mungkin namanya memang sama. Aku sudah mulai berpikir aneh.
Kubuka pintuku dan berlari keluar rumah tak ku pedulikan lantai yang licin. pembantu ku hanya bisa melongo melihat ku.
Dia disana, sedang berdiri dengan kedua tangan yang ia masukkan ke kantung celana dan kaus putih ketat membungkus tubuhnya dengan denim hitamnya. Ada kacamata tersampir di leher bajunya. Rambutnya selalu terlihat berantakan, aku menyukainya.
Untuk pertama kalinya kurasakan rindu yang begitu tak bisa ku tahan hingga tanpa peduli dengan sekeliling ku, aku memeluknya. ya memeluknya dengan erat. Jika ada yang melihat ku pasti akan langsung tahu kalau aku sedang memeluk kekasih yang sangat aku cintai.
Aku merasakan tangan Aron memegang pinggang ku. Kacamata yang ada di leher bajunya sudah ia singkirkan dari tadi.
Ya tuhan aku mencintai mahluk mu yang satu ini, hanya dia tuhan.
“Merindukan ku sweetheart?” Tanya nya saat aku sudah melerai pelukanku karena warasku datang memenuhi otak ku.
Aku hanya menatapnya dengan tatapan rindu yang teramat sangat. Aku merasa menemukan sesuatu yang hilang dalam diriku.
Kugenggam tangannya dan membawanya masuk, bukan keruang tamu ataupun ruang lainnya tapi langsung kekamarku. Kututup pintu setelah kami berdua ada di kamar. Aku melihat dia hanya tersenyum.
Tanpa menunggu salah satu dari kami berbicara hal yang akan membuang waktu, aku langsung saja melumat bibirnya. Tak menunggu lama hingga ia membalas ciuman ku dengan lembut.
Entah sejak kapan kaosnya sudah tergeletak dilantai dekat pintu ku, aku juga tidak sadar kapan aku membukanya. Ciuman kami semakin dalam dan menuntut. Aku meraba punggungnya dengan kedua tangan ku sedangkan dia memegang belakang kepalaku dan sesekali menjambak rambutku dengan pelan.
Aku mendengar suara erangannya, suara itu semakin membuat ku bernapsu untuk membawa dia keranjangku yang seolah terasa memanggilku.
Aron membuka kancing zipper ku dan dengan satu sentakan saja tubuhku sudah terbaring di ranjang. Aku menatap Aron yang sedang sibuk membuka bajuku. Dia membalas tatapanku, ada rona kebahagiaan terpancar diwajahnya. Aron mencium semua jengkal tubuhku membuat sesuatu dalam diriku memberontak meminta lebih.
Semuanya terjadi begitu saja, dan aku tak akan pernah menyesal melakukan dosa itu bersamanya. Aron memasuki ku dengan cinta, bukan hanya dengan napsu semata. Aku sangat menyukai cara dia menyentuhku atau memang cinta yang membuat ku menyukai semua caranya.
Aku tidak akan pernah melupakan sore yang begitu indah ini.
***
Jika ini adalah mimpi maka aku tak pernah ingin terbangun. jika ini nyata maka biarkan waktu berhenti disini. Aku tak ingin mengakhiri ini semua. Bahagia ini sudah sangat cukup untuk ku tuhan, semua terasa lengkap sekarang.
Tak akan pernah ada yang menandingi bahagia ku sekarang. Tuhan sungguh baik dirimu. Tuhan bisakah waktu berhenti sekarang tapi kenapa tuhan aku merasa ada yang mengelus lembut pipiku. Rasanya seperti tangan kekasihku tapi bukankah Aron sedang bersama orang tuaku di sana.
Apa ini mimpi, kumohon jangan mengatakan ini mimpi karena itu akan sangat mengecewakan. Tanpa sadar aku meneteskan airmata ku.
Aku kembali merasakan sentuhan lembut itu diwajahku. Aku mohon jangan biarkan siapapun membangunkanku kalau benar ini mimpi adanya. Biarkan aku tetap hidup di mimpi ini.
“sweetheart,” suara lembut itu membuat airmata semakin membasahi pipiku. Aku melihat semuanya mengabur dan perlahan semua terganti dengan wajah pria yang begitu ku cintai.
“Ada apa? kenapa menangis?” Suara Aron memenuhi pendengaran ku. Aku memeluknya dengan erat seolah ia juga akan menghilang seperti semua orang yang kurasa ada dalam mimpiku.
“kamu baik-baik saja?” Aku tahu Aron mulai khawatir dengan tingkahku.
Aku mengangguk tapi tak mau melepas pelukanku pada tubuh Aron. Aron membalas pelukanku dan mengelus kepala ku, menenangkanku.
“Aku mimpi” ucapku kemudian.
“mimpi buruk?”
“indah.” jawabku disertai dengan gelenganku.
“terus kenapa nangis?”
“Karena terlalu indah, hingga aku tidak ingin pergi dari mimpi itu. Aku menangis karena ternyata itu hanyalah sebuah mimpi. Aku ingin itu menjadi sebuah kenyataan walau aku juga tahu itu jauh dari kata mudah untuk dilakukan.”
“Ceritakan mimpi itu.” Pinta Aron yang sudah melerai pelukan kami dan membuat aku tidur di dada polosnya. Aku baru sadar kalau kami hanya ditutupi dengan selimut. Aku melihat pakaian kami masih tercecer dimana-mana.
“Aku melihat kamu bicara dengan mama,” Aku mulai bercerita. “Ada banyak orang dilapangan itu dan itu seperti sebuah acara yang penting buat kita. Aku melihat semua orang tersenyum bahagia. semua orang mengucapkan selamat pada kita, Aku melihat kamu sangat bahagia dan itu juga membuat ku bahagia.”Aku melihat Aron tersenyum, kutatap ia.
“mimpi yang indah sweetheart.” ucap Aron mencium pipiku membuat aku mengerjap.
“Tapi hanya mimpi,” Suara ku terdengar kecewa.
Aron memelukku.
“Aku mencintaimu sweetheart, akan selalu mencintaimu.”
“Aku tahu,”
***
Wajahnya makin terlihat pucat, tapi kucoba untuk sembunyikan semua itu. Aku berharab dengan hadirnya diriku bisa sedikit mengurangi rasa sakit di tubuhnya. Aku tahu dia rapuh, hanya berusaha kuat dihadapan semua orang. Aku juga merasa sakit melihatnya, sakit melihat sahabat ku mendapat cobaan sebesar ini.
Ingin saja ku peluk dia dan bilang kalau ada aku yang akan selalu menemaninya. tapi dia tak pernah mau aku tahu tentang penyakitnya. Dengan alasan kalau dia tak mau aku merasa kasihan padanya, tidakkah itu bodoh.
Kutatap dia yang sedang sibuk menatap jalan yang kami lalui. Aku yang menyetir mobilnya. Rencananya kami mau pergi ke tempat karaoke. Dia ingin menyanyikan lagu yang sering kami nyanyikan dulu.
Aku sampai di parkiran dan dengan cepat keluar mobil untuk membuka pintu untuknya. Kulihat dia tersenyum.
“Seperti wanita saja, kamu ada-ada aja Arka.”
“Kurasa aku mulai menganggap mu wanita.” gurauku dan melihat ia tergelak.
Aku masuk beriringan dengan nya dan dengan terkejutnya mendapati Aron ada di sana bersama Alin dan Fajar. Apa yang mereka lakukan disini?
Aron menatapku dengan tatapan yang tentu saja tatapan murka. aku hanya menunduk tak tahu harus menyapa mereka seperti apa. Aku tidak bisa menjelaskan apapun sekarang.
Ku lihat Aron berjalan cepat dan dengan begitu saja melewatiku dan Dirga. Kuliat Dirga juga tak kuasa berbuat apa-apa.
Aku mengejar Aron yang sudah sampai didekat mobilnya. Ku pegang lengannya tpi dengan cepatnya ia menepis tangan ku. Tapi aku kembali memegang tangannya tapi lagi-lagi ia tarik dengan kasar.
“pergilah, dia menunggumu!” bentaknya membuat aku kaget.
“ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Aku sama Dirga hanya,,”
“Sudahlah Ka, Aku sudah tidak bisa menahanmu lagi. jika kamu inginkan dia, baik kau cepat katakana perasaan mu padanya.” Kata-katanya membuat aku bungkam. Seperti ituka yang ada di pikiran dia. itu terlalu menyakitkan, mengetahui ia berpikir begitu.
Melihatku hanya terdiam Aron memasuki mobilnya dan pergi begitu saja. Aku tidak bisa berpikir baik sekarang. Aku terlalu terpukul dengan kata-katanya.
“Arka! teman kamu pingsan.” Teriakan Fajar membuat ku menegang.
Aku memang tidak pernah salah untuk mencintai dia karena dialah pria yang akan dengan sukarela melakukan apapun demi aku dan yang akan selalu memaafkan ku walau sesalah apapun aku. Pria yang akan selalu membuat aku bahagia dengan hadirnya.
Aku merasa mataku salah membaca layar smartfhone ku, tapi setelah ku baca berulang kali tulisannya masih tidak berubah. `sweetheart, aku ada didepan rumah mu.` tidakkah tulisan itu mempunyai arti yang berbeda dari arti sebenarnya atau memang ada orang lain yang salah kirim? mungkin namanya memang sama. Aku sudah mulai berpikir aneh.
Kubuka pintuku dan berlari keluar rumah tak ku pedulikan lantai yang licin. pembantu ku hanya bisa melongo melihat ku.
Dia disana, sedang berdiri dengan kedua tangan yang ia masukkan ke kantung celana dan kaus putih ketat membungkus tubuhnya dengan denim hitamnya. Ada kacamata tersampir di leher bajunya. Rambutnya selalu terlihat berantakan, aku menyukainya.
Untuk pertama kalinya kurasakan rindu yang begitu tak bisa ku tahan hingga tanpa peduli dengan sekeliling ku, aku memeluknya. ya memeluknya dengan erat. Jika ada yang melihat ku pasti akan langsung tahu kalau aku sedang memeluk kekasih yang sangat aku cintai.
Aku merasakan tangan Aron memegang pinggang ku. Kacamata yang ada di leher bajunya sudah ia singkirkan dari tadi.
Ya tuhan aku mencintai mahluk mu yang satu ini, hanya dia tuhan.
“Merindukan ku sweetheart?” Tanya nya saat aku sudah melerai pelukanku karena warasku datang memenuhi otak ku.
Aku hanya menatapnya dengan tatapan rindu yang teramat sangat. Aku merasa menemukan sesuatu yang hilang dalam diriku.
Kugenggam tangannya dan membawanya masuk, bukan keruang tamu ataupun ruang lainnya tapi langsung kekamarku. Kututup pintu setelah kami berdua ada di kamar. Aku melihat dia hanya tersenyum.
Tanpa menunggu salah satu dari kami berbicara hal yang akan membuang waktu, aku langsung saja melumat bibirnya. Tak menunggu lama hingga ia membalas ciuman ku dengan lembut.
Entah sejak kapan kaosnya sudah tergeletak dilantai dekat pintu ku, aku juga tidak sadar kapan aku membukanya. Ciuman kami semakin dalam dan menuntut. Aku meraba punggungnya dengan kedua tangan ku sedangkan dia memegang belakang kepalaku dan sesekali menjambak rambutku dengan pelan.
Aku mendengar suara erangannya, suara itu semakin membuat ku bernapsu untuk membawa dia keranjangku yang seolah terasa memanggilku.
Aron membuka kancing zipper ku dan dengan satu sentakan saja tubuhku sudah terbaring di ranjang. Aku menatap Aron yang sedang sibuk membuka bajuku. Dia membalas tatapanku, ada rona kebahagiaan terpancar diwajahnya. Aron mencium semua jengkal tubuhku membuat sesuatu dalam diriku memberontak meminta lebih.
Semuanya terjadi begitu saja, dan aku tak akan pernah menyesal melakukan dosa itu bersamanya. Aron memasuki ku dengan cinta, bukan hanya dengan napsu semata. Aku sangat menyukai cara dia menyentuhku atau memang cinta yang membuat ku menyukai semua caranya.
Aku tidak akan pernah melupakan sore yang begitu indah ini.
***
Jika ini adalah mimpi maka aku tak pernah ingin terbangun. jika ini nyata maka biarkan waktu berhenti disini. Aku tak ingin mengakhiri ini semua. Bahagia ini sudah sangat cukup untuk ku tuhan, semua terasa lengkap sekarang.
Tak akan pernah ada yang menandingi bahagia ku sekarang. Tuhan sungguh baik dirimu. Tuhan bisakah waktu berhenti sekarang tapi kenapa tuhan aku merasa ada yang mengelus lembut pipiku. Rasanya seperti tangan kekasihku tapi bukankah Aron sedang bersama orang tuaku di sana.
Apa ini mimpi, kumohon jangan mengatakan ini mimpi karena itu akan sangat mengecewakan. Tanpa sadar aku meneteskan airmata ku.
Aku kembali merasakan sentuhan lembut itu diwajahku. Aku mohon jangan biarkan siapapun membangunkanku kalau benar ini mimpi adanya. Biarkan aku tetap hidup di mimpi ini.
“sweetheart,” suara lembut itu membuat airmata semakin membasahi pipiku. Aku melihat semuanya mengabur dan perlahan semua terganti dengan wajah pria yang begitu ku cintai.
“Ada apa? kenapa menangis?” Suara Aron memenuhi pendengaran ku. Aku memeluknya dengan erat seolah ia juga akan menghilang seperti semua orang yang kurasa ada dalam mimpiku.
“kamu baik-baik saja?” Aku tahu Aron mulai khawatir dengan tingkahku.
Aku mengangguk tapi tak mau melepas pelukanku pada tubuh Aron. Aron membalas pelukanku dan mengelus kepala ku, menenangkanku.
“Aku mimpi” ucapku kemudian.
“mimpi buruk?”
“indah.” jawabku disertai dengan gelenganku.
“terus kenapa nangis?”
“Karena terlalu indah, hingga aku tidak ingin pergi dari mimpi itu. Aku menangis karena ternyata itu hanyalah sebuah mimpi. Aku ingin itu menjadi sebuah kenyataan walau aku juga tahu itu jauh dari kata mudah untuk dilakukan.”
“Ceritakan mimpi itu.” Pinta Aron yang sudah melerai pelukan kami dan membuat aku tidur di dada polosnya. Aku baru sadar kalau kami hanya ditutupi dengan selimut. Aku melihat pakaian kami masih tercecer dimana-mana.
“Aku melihat kamu bicara dengan mama,” Aku mulai bercerita. “Ada banyak orang dilapangan itu dan itu seperti sebuah acara yang penting buat kita. Aku melihat semua orang tersenyum bahagia. semua orang mengucapkan selamat pada kita, Aku melihat kamu sangat bahagia dan itu juga membuat ku bahagia.”Aku melihat Aron tersenyum, kutatap ia.
“mimpi yang indah sweetheart.” ucap Aron mencium pipiku membuat aku mengerjap.
“Tapi hanya mimpi,” Suara ku terdengar kecewa.
Aron memelukku.
“Aku mencintaimu sweetheart, akan selalu mencintaimu.”
“Aku tahu,”
***
Wajahnya makin terlihat pucat, tapi kucoba untuk sembunyikan semua itu. Aku berharab dengan hadirnya diriku bisa sedikit mengurangi rasa sakit di tubuhnya. Aku tahu dia rapuh, hanya berusaha kuat dihadapan semua orang. Aku juga merasa sakit melihatnya, sakit melihat sahabat ku mendapat cobaan sebesar ini.
Ingin saja ku peluk dia dan bilang kalau ada aku yang akan selalu menemaninya. tapi dia tak pernah mau aku tahu tentang penyakitnya. Dengan alasan kalau dia tak mau aku merasa kasihan padanya, tidakkah itu bodoh.
Kutatap dia yang sedang sibuk menatap jalan yang kami lalui. Aku yang menyetir mobilnya. Rencananya kami mau pergi ke tempat karaoke. Dia ingin menyanyikan lagu yang sering kami nyanyikan dulu.
Aku sampai di parkiran dan dengan cepat keluar mobil untuk membuka pintu untuknya. Kulihat dia tersenyum.
“Seperti wanita saja, kamu ada-ada aja Arka.”
“Kurasa aku mulai menganggap mu wanita.” gurauku dan melihat ia tergelak.
Aku masuk beriringan dengan nya dan dengan terkejutnya mendapati Aron ada di sana bersama Alin dan Fajar. Apa yang mereka lakukan disini?
Aron menatapku dengan tatapan yang tentu saja tatapan murka. aku hanya menunduk tak tahu harus menyapa mereka seperti apa. Aku tidak bisa menjelaskan apapun sekarang.
Ku lihat Aron berjalan cepat dan dengan begitu saja melewatiku dan Dirga. Kuliat Dirga juga tak kuasa berbuat apa-apa.
Aku mengejar Aron yang sudah sampai didekat mobilnya. Ku pegang lengannya tpi dengan cepatnya ia menepis tangan ku. Tapi aku kembali memegang tangannya tapi lagi-lagi ia tarik dengan kasar.
“pergilah, dia menunggumu!” bentaknya membuat aku kaget.
“ini tidak seperti yang kamu pikirkan, Aku sama Dirga hanya,,”
“Sudahlah Ka, Aku sudah tidak bisa menahanmu lagi. jika kamu inginkan dia, baik kau cepat katakana perasaan mu padanya.” Kata-katanya membuat aku bungkam. Seperti ituka yang ada di pikiran dia. itu terlalu menyakitkan, mengetahui ia berpikir begitu.
Melihatku hanya terdiam Aron memasuki mobilnya dan pergi begitu saja. Aku tidak bisa berpikir baik sekarang. Aku terlalu terpukul dengan kata-katanya.
“Arka! teman kamu pingsan.” Teriakan Fajar membuat ku menegang.
Comment, Kritik, Saran, (y)
Comment, Kritik, Saran, (y)
Comment, Kritik, Saran, (y)
duh Dirga moga gak kenapa².
hmmm...Aron salah faham..
knp Arka g cerita tentang penyakit Dirga ke Aron???klu cerita pasti g akan ada kesalah fahaman...
hmmm...Aron salah faham..
knp Arka g cerita tentang penyakit Dirga ke Aron???klu cerita pasti g akan ada kesalah fahaman...