It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Elsa mau ngajak Arka kemana ya???
Elsa mau ngajak Arka kemana ya???
kn arkanya pakai baju waktu di tarik sama dirga thu ka..
kn arkanya pakai baju waktu di tarik sama dirga thu ka..
Apa maksud Elsa mengajakku kerumah sakit? Tentu ada yang sakit, tapi siapa? Apa Elsa hamil dan meminta Dirga bertanggung jawab melalui aku? Jika memang Dirga ayah biologisnya, pasti aku akan dengan senang hati membantu Elsa. Pikiran bodoh.
Dirga yang sakit?
“siapa yang sakit Elsa?” Aku sudah tidak mau berasumsi sendiri lebih baik kutanyakan langsung pada Elsa. Kulihat Elsa masih sibuk dengan kemudinya. “Aku bertanya Elsa.” Aku menekan kalimat yang ku ucapkan agar Elsa tahu aku butuh jawaban.
Elsa menggigit bibir bawahnya seolah memerintahkan bibir itu agar tak berbicara. Aku mulai merasa tak nyaman dengan situasi ini. Aku masih menatap Elsa, saat ia sudah memberhentikan mobilnya di parkiran rumah sakit. Tanpa mengatakan apapun Elsa langsung turun. Aku mengikuti dengan perasaan kesal.
Kulihat Elsa berjalan cepat tapi aku mengejarnya dan berhasil mencengkram lengannya.
“Aku tidak akan ikut masuk kedalam sana jika kamu tidak memberitahu ku siapa yang akan kita temui disana.” Aku kali ini berhasil membuat Elsa menatap ku dengan tatapan sendunya.
“Dirga.” hanya kata itu yang keluar dari mulutnya . Aku melepas peganganku pada lengan Elsa.
Dirga sakit? sakit apa? sejak kapan? kulihat kemarin ia baik-baik saja. Apa terjadi sesuatu saat dia pulang dari rumah ku yang saat itu tak ku pedulikan dia karena sibuk dengan kemarahan Aron.
Elsa memegang tanganku dan membawaku masuk kedalam. aku hanya menurut tanpa ada niat untuk membantah.
“nak Arka!” Seru tante Indri, mamanya Dirga. Kulihat matanya sembab. Dia baru saja menangis, duga ku.
“Tante apa kabar?” Aku mendekat kearah beliau dan menyalami punggung tangannya. Kulihat dia tersenyum ramah padaku.
“Tante baik, Alhamdulillah. kamu sendiri bagaimana? mama kamu juga kabarnya gimana?” Tanya tante yang langsung membawaku duduk didekatnya.
“Arka baik tan, mama juga masih sibuk dengan kerjaannya. Om Rahman dimana?” Tanya ku menanyakan keberadaan papanya Dirga.
“Sedang bicara sama dokter.” kulihat ada nada sedih pada suara Tante Indri.
“Elsa pergilah keruangan Dirga. Daritadi dia mencarimu. Katanya ada yang mau dia bicarakan padamu.” Suara Tante Indri menginterupsi.
“ya ma” Mama? jadi Elsa memanggil Tante Indri dengan sebutan mama.
“Terimakasih sudah bawa Arka.” kulihat Elsa hanya tersenyum dan berlalu meninggalkan kami. Aku hanya bisa menatap diam kepergian Elsa.
“Tante yang menyuruh Elsa membawamu kemari. Tante yakin Dirga tidak akan suka melihat kamu disini. Tapi Tante dan Elsa tahu jika ada kamu dia pasti kuat menghadapi semuanya.” Suara Tante Indri terdengar menyedihkan. Sakit apa Dirga? Dan kenapa tante Indri yakin kalau aku bisa menguatkan Dirga. Apa Elsa memberitahu semuanya.
“Dirga sakit apa Tan?” Aku sudah tidak bisa membendung rasa penasaran ku. Kulihat airmata tante Indri jatuh perlahan. Ada kesedihan yang menyayat hatinya.
“Waktu Dirga tidak akan lama lagi Nak.” kali ini suara itu disertai dengan isakan pilu. “Tante tidak mau kehilangan putra Tante. Tante sayang dia.”
“Apa maksud Tante!” Aku sedikit meninggikan suaraku. Ada perasaan aneh yang menelusup kehatiku. Aku takut hal yang akan ku dengar ini tidaklah baik untukku.
“Kankernya sudah mencapai stadium akhir.” ucapan itu cukup untuk membuat ku menggigil. Kanker? Stadium akhir? Tuhan kenapa kau siksa pria yang kusayangi sedemikian kejamnya. Aku hanya bisa menunduk lemas dan entah kapan aku sudah melepaskan tanganku dari genggaman tante Indri
“Kanker apa Tan?” setelah sekian lama dalam kebisuan akhirnya suara tanyaku bisa aku keluarkan.
“Kanker otak stadium empat.”
Otak ku terasa pusing sekarang, aku bagai diserang kekakuan yang entah darimana. kutekan ujung pelipisku berharap itu sedikit membantu mengurangi sakit yamg menderaku.
“sudah berapa lama sakit itu dideritanya?” Aku sungguh menyesal telah mengasarinya dulu-dulu dan kemarin ternyata beban hidupnya teramat berat. ya tuhan jangan buat dia terlalu jatuh dalam penyakitnya.
“Empat tahun yang lalu. Baru kemarin tante dan Om tahu.” Kutatap tante Indri dengan tatapan kaget. Empat tahun anaknya menderita penyakit sialan itu dan baru kemarin dia tahu. sungguh tak bisa kubayangkan Dirga menghadapinya seorang diri.
“tante bawa aku padanya sekarang.” Aku sudah tak tahan dengan rasa sesak di dadaku. Aku ingin memeluknya sekarang, memberitahunya kalau dia masih memiliki ku sebagai sahabatnya.
“dia tidak mau kamu tahu. Dia tidak ingin orang yang dicintainya menderita bersamanya. Dia menyuruh Tante untuk tak memberitahu mu.” jadi tante indri sudah tahu orientasi anaknya yang menyimpang dan akulah orang yang dicintai oleh anaknya.
“Aku hanya ingin melihatnya Tan. Dia tidak akan tahu aku disini.” Aku tidak mau repot-repot mencari tahu darimana tante tahu soal cintanya Dirga padaku atau apapun yang bersifat masalah orientasi karena sekarang aku sungguh ingin melihat Dirga.
“tapi Arka?” Kulihat tante indri ragu.
“kumohon..” nadaku memelas. Aku harap tante indri bisa mengabulkan keinginan ku. Aku sangat berharab tante indri mau mengerti kegelisahan ku.
Tante indri mengangguk dan bangun dari duduknya. Aku mengikuti langkahnya.
Kami sampai di ruangan yang tak terlalu jauh dari tempat kami duduk tadi. Tante Indri membuka handle pintu dan menyuruh ku menunggu sebentar. Setelah beberapa lama Tante keluar lagi dan mempersilahkan ku masuk.
Ternyata didalam ada dua ruangan yang di halangi dengan tirai kain yang tipis jadi tante indri menyuruh ku duduk di sopa yang ada didekat tirai itu.
“Elsa biar mama yang nyuapi Dirga, kamu tunggu aja di sebelah.” tentu tante indri menyuruh Elsa menemaniku.
“ya mama. Dirga aku tinggal dulu ya?” suara Elsa. Tak kudengar suara jawaban dari Dirga, mungkin ia hanya mengangguk.
Elsa berjalan kearah ku dan duduk didekat ku dengan wajah murungnya.
“Ma, aku boleh minta satu hal?” Aku akhirnya bisa mendengar suara Dirga dan suara itu sungguh terdengar tak baik. Aku mencoba untuk menahan diri agar tak manemuinya.
“Apa sayang?”
“Dilemariku ada sebuah kotak kecil, berikan itu pada Arka. harus Arka yang menerimanya.” Ada nada tegas disuaranya.
“Kenapa bukan kamu saja yang memberikanya sayang? Arka pasti seneng kalau kamu yang ngasih.”
“Aku sudah buat dia sedih ma, aku tidak mau nyakitin dia lagi. Aku akan pergi dari hidupnya mulai sekarang untuk selamanya.” Kulihat Elsa sudah mulai menitikkan airmata.
“Kamu tidak boleh bicara seperti itu sayang. Mama tidak suka.”
Aku memeluk Elsa yang tidak bisa membendung airmatanya sedangkan aku hanya bisa berkaca-kaca. Aku sungguh tidak tahu seperti apa rasa hatiku sekarang. Ada rasa perih yang teramat sangat menghantamku.
“Janji padaku Ka, kamu akan membahagiakan Dirga di saat-saat terahirnya.” Suara bisikan Elsa yang sangat ku ketahui apa maksudnya.
“Aku pasti akan buat bahagia sahabat yang sangat kucintai walau itu harus ngorbanin hatiku.”
“Terimakasih Ka.”
***
Aku sudah siap dengan jaket hijau lumut ku dan membawa ransel hitam ku. hari sudah terlalu sore. Aku awalnya berniat menggunakan motorku tapi pakai motor malam-malam tidak baik jadi kuputuskan memakai mobil mama yang ada di bagasi.
Hari ini Dirga pulang dari rumah sakit dan rencananya aku mau lebih dulu sampai di rumahnya dengan alasan aku datang main dan tak menemukannya di rumah. tante indri tak mau Dirga tahu kalau aku tahu soal penyakitnya jadi biarlah aku pura-pura tidak tahu.
Setelah menemui sedikit kemacetan akhirnya aku sampai juga dirumah Dirga yang sudah sangat tak asing dimataku. Aku keluar dari mobil dan duduk diberanda sambil memainkan smartfhone ku. Tadi Elsa sudah memberitahu ku kalau mereka masih dijalan.
selang beberapa menit aku akhirnya bisa mendengar suara deru mobil. Dan kulihat mobil putih milik papanya Dirga, aku berdiri dari duduk ku dan bersiap menyambut kedatangan mereka.
Yang pertama keluar adalah Elsa lalu diikuti oleh tante indri. Aku melihat nya keluar dengan sweeter birunya, kuberikan sebuah senyuman untuknya yang membuat ia menatap heran padaku. Dirga masih diam ditempatnya.
“Ada liburan keluarga ya? wah saya tidak diajak.” Suaraku antusias kulihat tante indri tersenyum diikuti oleh suaminya.
“Arka, tante seneng lihat kamu.” Tante indri memelukku sedangkan om menepuk pelan pundak ku.
“Sudah besar kamu ya.”
“Ya donk, kan makan Om.” suaraku di sambut dengan tawa dari semuanya termasuk Dirga.
“Dirga ajak nak Arka masuk!” seru tante indri yang sudah lebih dulu berdiri diambang pintunya. Kulihat Dirga hanya mengangguk dan dia terlihat tak curiga sama sekali, bagus.
Dirga mendekatiku sedangkan Elsa, aku sudah tidak tahu dia ada dimana. Kulihat wajahnya pucat, sungguh miris mengingat penyakitnya.
“Apa yang kamu lakukan disini?”
“Datang mengunjungi mu, Tidak boleh?” Aku mencondongkan kepalaku lebih dekat dengannya. Dirga hanya tersenyum dengan wajah malu. Aku berhasil menggodanya..
“Tentu boleh. Masuklah.” Dirga mempersilahkan aku lebih dulu, aku hanya menurut saja.
“kemana Elsa?” Aku sungguh tak tahu kemana perginya gadis manis itu.
“Dia bilang ada perlu sama temannya makanya pulang lebih awal.” semoga saja bukan karena kehadiran ku Elsa pergi. Aku hanya tak ingin terjadi kesalahpahaman disini. Aku mau menemani Dirga sebagai teman tidak lebih. Aku masih waras untuk tidak melepaskan Aron dariku.
“bagaimana kabarmu? Pasti Elsa membuat mu bahagia.” Aku mencoba mengeluarkan suara ku sebiasa mungkin.
“Tidak sebahagia saat bersama mu Arka, sungguh.” Aku hanya bisa tersenyum miris mendengarnya
“Elsa gadis yang baik.”
“ya”
Aku mengikuti Dirga duduk di sopa coklatnya. Rumahnya masih sama seperti ingatanku. Masih sekelasik dulu, hanya beberapa barang yang diganti. Aku sungguh suka dulu kesini, tentu saja karena rumah ini milik seseorang yang kucintai.
Aku lihat Dirga hanya menatap ku tanpa mau lebih dulu membuka suara.
“jadi kita ha..”
“bisa jalan dengan ku besok?” Dirga memotong ucapan ku. Aku mulai merasa tidak enak sekarang. Aku seakan memberikan Dirga harapan kalau mengiyakan tapi jika aku bilang tidak, pasti dia akan kecewa.
“aku ada kuliah besok, jadwalnya padat.” itu alasan paling baik menurut ku.
“Kapanpun kamu ada waktu.” Aku mengangguk untuk yang satu ini.
***
Apa maksud Elsa mengajakku kerumah sakit? Tentu ada yang sakit, tapi siapa? Apa Elsa hamil dan meminta Dirga bertanggung jawab melalui aku? Jika memang Dirga ayah biologisnya, pasti aku akan dengan senang hati membantu Elsa. Pikiran bodoh.
Dirga yang sakit?
“siapa yang sakit Elsa?” Aku sudah tidak mau berasumsi sendiri lebih baik kutanyakan langsung pada Elsa. Kulihat Elsa masih sibuk dengan kemudinya. “Aku bertanya Elsa.” Aku menekan kalimat yang ku ucapkan agar Elsa tahu aku butuh jawaban.
Elsa menggigit bibir bawahnya seolah memerintahkan bibir itu agar tak berbicara. Aku mulai merasa tak nyaman dengan situasi ini. Aku masih menatap Elsa, saat ia sudah memberhentikan mobilnya di parkiran rumah sakit. Tanpa mengatakan apapun Elsa langsung turun. Aku mengikuti dengan perasaan kesal.
Kulihat Elsa berjalan cepat tapi aku mengejarnya dan berhasil mencengkram lengannya.
“Aku tidak akan ikut masuk kedalam sana jika kamu tidak memberitahu ku siapa yang akan kita temui disana.” Aku kali ini berhasil membuat Elsa menatap ku dengan tatapan sendunya.
“Dirga.” hanya kata itu yang keluar dari mulutnya . Aku melepas peganganku pada lengan Elsa.
Dirga sakit? sakit apa? sejak kapan? kulihat kemarin ia baik-baik saja. Apa terjadi sesuatu saat dia pulang dari rumah ku yang saat itu tak ku pedulikan dia karena sibuk dengan kemarahan Aron.
Elsa memegang tanganku dan membawaku masuk kedalam. aku hanya menurut tanpa ada niat untuk membantah.
“nak Arka!” Seru tante Indri, mamanya Dirga. Kulihat matanya sembab. Dia baru saja menangis, duga ku.
“Tante apa kabar?” Aku mendekat kearah beliau dan menyalami punggung tangannya. Kulihat dia tersenyum ramah padaku.
“Tante baik, Alhamdulillah. kamu sendiri bagaimana? mama kamu juga kabarnya gimana?” Tanya tante yang langsung membawaku duduk didekatnya.
“Arka baik tan, mama juga masih sibuk dengan kerjaannya. Om Rahman dimana?” Tanya ku menanyakan keberadaan papanya Dirga.
“Sedang bicara sama dokter.” kulihat ada nada sedih pada suara Tante Indri.
“Elsa pergilah keruangan Dirga. Daritadi dia mencarimu. Katanya ada yang mau dia bicarakan padamu.” Suara Tante Indri menginterupsi.
“ya ma” Mama? jadi Elsa memanggil Tante Indri dengan sebutan mama.
“Terimakasih sudah bawa Arka.” kulihat Elsa hanya tersenyum dan berlalu meninggalkan kami. Aku hanya bisa menatap diam kepergian Elsa.
“Tante yang menyuruh Elsa membawamu kemari. Tante yakin Dirga tidak akan suka melihat kamu disini. Tapi Tante dan Elsa tahu jika ada kamu dia pasti kuat menghadapi semuanya.” Suara Tante Indri terdengar menyedihkan. Sakit apa Dirga? Dan kenapa tante Indri yakin kalau aku bisa menguatkan Dirga. Apa Elsa memberitahu semuanya.
“Dirga sakit apa Tan?” Aku sudah tidak bisa membendung rasa penasaran ku. Kulihat airmata tante Indri jatuh perlahan. Ada kesedihan yang menyayat hatinya.
“Waktu Dirga tidak akan lama lagi Nak.” kali ini suara itu disertai dengan isakan pilu. “Tante tidak mau kehilangan putra Tante. Tante sayang dia.”
“Apa maksud Tante!” Aku sedikit meninggikan suaraku. Ada perasaan aneh yang menelusup kehatiku. Aku takut hal yang akan ku dengar ini tidaklah baik untukku.
“Kankernya sudah mencapai stadium akhir.” ucapan itu cukup untuk membuat ku menggigil. Kanker? Stadium akhir? Tuhan kenapa kau siksa pria yang kusayangi sedemikian kejamnya. Aku hanya bisa menunduk lemas dan entah kapan aku sudah melepaskan tanganku dari genggaman tante Indri
“Kanker apa Tan?” setelah sekian lama dalam kebisuan akhirnya suara tanyaku bisa aku keluarkan.
“Kanker otak stadium empat.”
Otak ku terasa pusing sekarang, aku bagai diserang kekakuan yang entah darimana. kutekan ujung pelipisku berharap itu sedikit membantu mengurangi sakit yamg menderaku.
“sudah berapa lama sakit itu dideritanya?” Aku sungguh menyesal telah mengasarinya dulu-dulu dan kemarin ternyata beban hidupnya teramat berat. ya tuhan jangan buat dia terlalu jatuh dalam penyakitnya.
“Empat tahun yang lalu. Baru kemarin tante dan Om tahu.” Kutatap tante Indri dengan tatapan kaget. Empat tahun anaknya menderita penyakit sialan itu dan baru kemarin dia tahu. sungguh tak bisa kubayangkan Dirga menghadapinya seorang diri.
“tante bawa aku padanya sekarang.” Aku sudah tak tahan dengan rasa sesak di dadaku. Aku ingin memeluknya sekarang, memberitahunya kalau dia masih memiliki ku sebagai sahabatnya.
“dia tidak mau kamu tahu. Dia tidak ingin orang yang dicintainya menderita bersamanya. Dia menyuruh Tante untuk tak memberitahu mu.” jadi tante indri sudah tahu orientasi anaknya yang menyimpang dan akulah orang yang dicintai oleh anaknya.
“Aku hanya ingin melihatnya Tan. Dia tidak akan tahu aku disini.” Aku tidak mau repot-repot mencari tahu darimana tante tahu soal cintanya Dirga padaku atau apapun yang bersifat masalah orientasi karena sekarang aku sungguh ingin melihat Dirga.
“tapi Arka?” Kulihat tante indri ragu.
“kumohon..” nadaku memelas. Aku harap tante indri bisa mengabulkan keinginan ku. Aku sangat berharab tante indri mau mengerti kegelisahan ku.
Tante indri mengangguk dan bangun dari duduknya. Aku mengikuti langkahnya.
Kami sampai di ruangan yang tak terlalu jauh dari tempat kami duduk tadi. Tante Indri membuka handle pintu dan menyuruh ku menunggu sebentar. Setelah beberapa lama Tante keluar lagi dan mempersilahkan ku masuk.
Ternyata didalam ada dua ruangan yang di halangi dengan tirai kain yang tipis jadi tante indri menyuruh ku duduk di sopa yang ada didekat tirai itu.
“Elsa biar mama yang nyuapi Dirga, kamu tunggu aja di sebelah.” tentu tante indri menyuruh Elsa menemaniku.
“ya mama. Dirga aku tinggal dulu ya?” suara Elsa. Tak kudengar suara jawaban dari Dirga, mungkin ia hanya mengangguk.
Elsa berjalan kearah ku dan duduk didekat ku dengan wajah murungnya.
“Ma, aku boleh minta satu hal?” Aku akhirnya bisa mendengar suara Dirga dan suara itu sungguh terdengar tak baik. Aku mencoba untuk menahan diri agar tak manemuinya.
“Apa sayang?”
“Dilemariku ada sebuah kotak kecil, berikan itu pada Arka. harus Arka yang menerimanya.” Ada nada tegas disuaranya.
“Kenapa bukan kamu saja yang memberikanya sayang? Arka pasti seneng kalau kamu yang ngasih.”
“Aku sudah buat dia sedih ma, aku tidak mau nyakitin dia lagi. Aku akan pergi dari hidupnya mulai sekarang untuk selamanya.” Kulihat Elsa sudah mulai menitikkan airmata.
“Kamu tidak boleh bicara seperti itu sayang. Mama tidak suka.”
Aku memeluk Elsa yang tidak bisa membendung airmatanya sedangkan aku hanya bisa berkaca-kaca. Aku sungguh tidak tahu seperti apa rasa hatiku sekarang. Ada rasa perih yang teramat sangat menghantamku.
“Janji padaku Ka, kamu akan membahagiakan Dirga di saat-saat terahirnya.” Suara bisikan Elsa yang sangat ku ketahui apa maksudnya.
“Aku pasti akan buat bahagia sahabat yang sangat kucintai walau itu harus ngorbanin hatiku.”
“Terimakasih Ka.”
***
Aku sudah siap dengan jaket hijau lumut ku dan membawa ransel hitam ku. hari sudah terlalu sore. Aku awalnya berniat menggunakan motorku tapi pakai motor malam-malam tidak baik jadi kuputuskan memakai mobil mama yang ada di bagasi.
Hari ini Dirga pulang dari rumah sakit dan rencananya aku mau lebih dulu sampai di rumahnya dengan alasan aku datang main dan tak menemukannya di rumah. tante indri tak mau Dirga tahu kalau aku tahu soal penyakitnya jadi biarlah aku pura-pura tidak tahu.
Setelah menemui sedikit kemacetan akhirnya aku sampai juga dirumah Dirga yang sudah sangat tak asing dimataku. Aku keluar dari mobil dan duduk diberanda sambil memainkan smartfhone ku. Tadi Elsa sudah memberitahu ku kalau mereka masih dijalan.
selang beberapa menit aku akhirnya bisa mendengar suara deru mobil. Dan kulihat mobil putih milik papanya Dirga, aku berdiri dari duduk ku dan bersiap menyambut kedatangan mereka.
Yang pertama keluar adalah Elsa lalu diikuti oleh tante indri. Aku melihat nya keluar dengan sweeter birunya, kuberikan sebuah senyuman untuknya yang membuat ia menatap heran padaku. Dirga masih diam ditempatnya.
“Ada liburan keluarga ya? wah saya tidak diajak.” Suaraku antusias kulihat tante indri tersenyum diikuti oleh suaminya.
“Arka, tante seneng lihat kamu.” Tante indri memelukku sedangkan om menepuk pelan pundak ku.
“Sudah besar kamu ya.”
“Ya donk, kan makan Om.” suaraku di sambut dengan tawa dari semuanya termasuk Dirga.
“Dirga ajak nak Arka masuk!” seru tante indri yang sudah lebih dulu berdiri diambang pintunya. Kulihat Dirga hanya mengangguk dan dia terlihat tak curiga sama sekali, bagus.
Dirga mendekatiku sedangkan Elsa, aku sudah tidak tahu dia ada dimana. Kulihat wajahnya pucat, sungguh miris mengingat penyakitnya.
“Apa yang kamu lakukan disini?”
“Datang mengunjungi mu, Tidak boleh?” Aku mencondongkan kepalaku lebih dekat dengannya. Dirga hanya tersenyum dengan wajah malu. Aku berhasil menggodanya..
“Tentu boleh. Masuklah.” Dirga mempersilahkan aku lebih dulu, aku hanya menurut saja.
“kemana Elsa?” Aku sungguh tak tahu kemana perginya gadis manis itu.
“Dia bilang ada perlu sama temannya makanya pulang lebih awal.” semoga saja bukan karena kehadiran ku Elsa pergi. Aku hanya tak ingin terjadi kesalahpahaman disini. Aku mau menemani Dirga sebagai teman tidak lebih. Aku masih waras untuk tidak melepaskan Aron dariku.
“bagaimana kabarmu? Pasti Elsa membuat mu bahagia.” Aku mencoba mengeluarkan suara ku sebiasa mungkin.
“Tidak sebahagia saat bersama mu Arka, sungguh.” Aku hanya bisa tersenyum miris mendengarnya
“Elsa gadis yang baik.”
“ya”
Aku mengikuti Dirga duduk di sopa coklatnya. Rumahnya masih sama seperti ingatanku. Masih sekelasik dulu, hanya beberapa barang yang diganti. Aku sungguh suka dulu kesini, tentu saja karena rumah ini milik seseorang yang kucintai.
Aku lihat Dirga hanya menatap ku tanpa mau lebih dulu membuka suara.
“jadi kita ha..”
“bisa jalan dengan ku besok?” Dirga memotong ucapan ku. Aku mulai merasa tidak enak sekarang. Aku seakan memberikan Dirga harapan kalau mengiyakan tapi jika aku bilang tidak, pasti dia akan kecewa.
“aku ada kuliah besok, jadwalnya padat.” itu alasan paling baik menurut ku.
“Kapanpun kamu ada waktu.” Aku mengangguk untuk yang satu ini.
***
@andi_andee
@Adi_Suseno10
@Adiie
@octavfelix
@3ll0
@Tsu_no_YanYan
@lulu_75
@harya_kei
@Bun
@irvan_17
@kaka_el
@Sho_Lee
@Sicilienne
@Ndraa
@arifinselalusial
@chioazura
@PeterWilll
@dikajhie
@Arie_Pratama
@Otho_WNata92
Comment, Kritik, sarannya (y)
@andi_andee
@Adi_Suseno10
@Adiie
@octavfelix
@3ll0
@Tsu_no_YanYan
@lulu_75
@harya_kei
@Bun
@irvan_17
@kaka_el
@Sho_Lee
@Sicilienne
@Ndraa
@arifinselalusial
@chioazura
@PeterWilll
@dikajhie
@Arie_Pratama
@Otho_WNata92
Comment, Kritik, sarannya (y)