It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
terluka adlah karena kebodohan ku sendiri.
Mencintai pemuda yang tidak mencintaiku bahkan
setelah aku mengakui perasaan ku padanya, Dia
malah dengan teganya berpacaran sama gadis lain
didepan ku. Tak hanya sampai disitu ia menyakiti
ku, Sebulan setelahnya Dia datang kerumah ku
hanya untuk memberitahu ku tentang
kepergiannya. Dan setelah lima tahun berlalu Dia
kembali tanpa rasa malu sedikit pun.
`Jika kau ingin melupakan cinta yang lama maka
buatlah cinta yang baru`. ternyata kata-kata itu
hanya kebohongan belaka, siapa bilang setelah kita
mendapat kekasih yang baru kita akan melupakan
yang lama. Buktinya sekarang aku masih mencintai
yang lama itu bahkan dengan takaran yang
semakin besar.
Sentuhan lembut ditangan ku membuat aku
menoleh pada pemilik tangan itu. Aku tersenyum
padanya, walau keadaan sedikit gelap tapi kuharap
dia bisa melihat senyum ku.
“Kau suka filmnya?” bisik Aron.
“Jika kau suka, Aku juga suka” jawaban yang aneh
menurut ku.
“Jawaban apa itu, aku berharab kau menyukainya
dan sedikit sedih lalu menaruh kepalamu di pundak
ku. bukankah itu sangat romantic.” Kulihat ia
cemberut, aku hanya bisa menggelengkan kepala.
“jadi ini semua hanya modus, ternyata tiketnya
tidak gratis.” Aku berpura-pura kesal dan menatap
layar besar yang ada didepan kami.
“kata-kata apa itu, tentu saja demi kamu aku rela
nglakuin apapun apalagi hanya memberimu tiket
murahan seperti ini. aku ti..” aku merebahkan
kepalaku di pundaknya yang langsung membuat ia
bungkam, kurasakan tangannya mengelus lembut
rambut ku.
“perasaan baru-baru ini kamu potong rambut tapi
sekarang sudah terasa panjang saja.”
“diamlah, dan nikmati filmnya” Aku menatap datar
kearah layar, yang ada dipikiran ku saat ini
hanyalah Dirga. Apalagi ucapannya tadi sore
dikamar ku. sungguh aku penasaran dengan
maksud dibalik ucapan itu.
Aku rasa Aron benar-benar melakukan hal yang ku
ucap tadi, Lihatlah matanya berkaca-kaca saat
kami keluar dari gedung bioskop. Aku hanya
tertawa melihatnya.
“Sweetheart” Aku melotot padanya mendengar ia
memanggilku seperti itu ditempat seramai ini.
“kamu pikir kita sedang berdua, bagaimana kalau
ada yang dengar?” Aku kesal.
“Maaf kelepasan.”
“filmnya bagus banget, aku saja sampai mau
nangis nontonya.”
“cengeng.” aku berjalan keluar dikuti oleh Aron
yang masih antusias mengemukakan pendapatnya
tentang film yang kami tonton. Aku hanya
bergumam untuk sekedar menanggapi
pertanyaanya.
Aron mengajak ku makan di restaurant dekat
bioskop, aku hanya mengikuti saja mengingat
cacing diperut ku juga sudah berteriak minta diisi.
Dan dengan lahapnya kusantap makanan ku tanpa
peduli tatapan Aron yang terus tertuju kearah ku.
“Kamu terlihat sangat lapar” aku tahu itu ledekan.
aku hanya mengangkat bahu untuk
menanggapinya. “Arka, bukankah itu teman mu?”
Ucap Aron menatap ke arah pintu masuk, Aku ikut
mengarahkan mataku kesana dan disanalah dia,
sedang berdiri bersama seorang gadis cantik
berambut panjang.
***
Praanggggg.. Bunyi pecahan kaca itu memenuhi isi
kamarku, bahkan sekaranng lantai kamarku di
hiasi dengan pecahan kaca. Aku dapat merasakan
perihnya tangan kanan ku tapi perih hatiku masih
belum bisa tersamarkan oleh luka di tangan ku.
Setelah tadi kuyakini Aron kalau aku harus segera
pulang, Aku mencoba menghindar dari Dirga dan
gadis yang bersamanya. Entahlah Dirga melihat ku
menyeret Aron apa tidak. tapi rasa sakit dihatiku
sungguh tak bisa ku abaikan sama sekali bahkan
aku tidak peduli seperti apa tanggapan Aron
padaku tentang Dirga. Di mobil juga Aron hanya
diam, Aku juga tak mau repot-repot untuk
membuka percakapan dengannya.
“maaf” hanya itu yang kukatakan dan keluar dari
mobilnya lalu berjalan dengan cepat kerumahku.
Aku tak seharusnya bersikap seperti itu pada Aron,
hanya saja logika ku entah hilang kemana.
Aku masih menatap kaca yang sekarang sudah tak
berbentuk karena mendapatkan tinjuku. Aku hanya
mendesah mencoba menahan bulir-bulir bening
yang siap terjun dari kedua mataku. ternyata
rasanya sesakit ini. aku masih merasakan aliran
darah di tanganku, mungkin ada kaca juga yang
masuk.
Bel rumah ku berbunyi, tentu itu bukan mama
karena seingat ku dia selalu membawa kunci
rumah jadi siapa tamu kurang ajar itu? suara bel
nya tak juga berhenti. kemana pembantu rumah
ku.
“bibi ada tamu tuh.” teriakku dari dalam kamarku
tapi tak ada jawaban. sementara bel itu semakin
berbunyi nyaring. kurasa tamunya bukan orang
yang sabaran. Aku merapikan diri dan membasuh
tangan ku di kamar mandi dan keluar dari kamarku
dengan darah yang ada ditangan ku yang terus
mengalir, Sial, kenapa tadi aku tidak pakai kain
untuk mengehentikan darahnya.
“bibi” lagi-lagi aku teriak didepan kamar ku tapi
masih juga tak ada yang menyahut. dengan
enggan aku menuruni tangga dan membuka pintu
yang dari tadi belnya tak bisa berhenti.
“ngpain kamu pencet bel kayak orang gila?”
Suaraku penuh dengan amarah sekarang, Dirga
hanya berdiri kaku didepan ku. Dia terlihat
berantakan, apa dia bermasalah dengan
kekasihnya.
“Den, maaf bibi tadi dibelakang.” suara pembantu
dirumah yang sudah berdiri dibelakang ku.
“tak apa bi, buatkan minum untuk teman ku ya bi.”
“tangan aden kenapa? apa perlu bibi bawain obat
sekalian.” sekarang mata dua orang itu tertuju
kearah tangan ku yang masih memegang bingkai
pintu.
“tidak usah bi, cukup bawa minum aja.” bibi berlalu
dari hadapan ku dan Dirga. “masuklah.” aku
berjalan kearah ruang tengah. kurasakan Dirga
mengikutiku. dan benar saja dia sudah ada di
belakangku.
“tangan mu kenapa? sesuatu terjadi?” Tanya Dirga
beruntun.
“hanya kecelakaan kecil, besok juga baik.” Aku
duduk diikuti oleh Dirga yang memilih duduk di
sebelahku. Darah di tangan ku masih saja
mengalir, bahkan sekarang sudah mengenai kaos
putih ku.
“Aku kekamar sebentar, bibi bentar lagi
membawakan minum mu.” aku melangkah menuju
kamarku. lalu masuk kekamar mandi mencari
perban untuk membalut luka ku, kubuka bajuku
yang sudah kena dengan darah. Aku keluar dan
dengan kagetnya melihat Dirga sudah berdiri
didekat ranjangku menatap nanar kaca yang
menjadi pelampiasan kekesalan ku.
“apa yang sudah kau lakukan Arka, kau menyakiti
dirimu sendiri?.” suaranya lirih masih tetap
menatap kaca yang berserakan.
“itu tidak di sengaja, keluarlah. kita bicara di luar,
aku harus ganti baju.” Aku tak tahan melihat dia
berada disekitarku, aku tak tahan dengan rasa
perihnya. Dirga hanya bergeming.
“beritahu aku seperti apa rasa sakittnya? berikan
padaku rasa sakitnya, jangan menahannya sendiri.
aku tak tahan melihat mu terluka.” suara itu syarat
dengan kesedihan.
“sudahlah Ga, sebaiknya kau keluar sekarang
karena itu akan lebih baik buat ku.”
“kau menyuruhku keluar setelah ku tahu kau
meninju kaca gara-gara aku, karena rasa cemburu
mu.”
“hah,, darimana kamu mendapat pikiran itu?”
rasanya aku ingin menertawakan diriku karena
terlalu mudah ditebak orang lain.
“dia hanya sepupu ku, bukan orang special. karena
cintaku hanya milik satu orang Arka. hanya satu
orang.” dengan kalimat itu ia meninggalkan ku
yang hanya bisa terdiam di tempat ku.
***
@octavfelix
@3ll0
@Tsu_no_YanYan
@lulu_75
@harya_kei
klu cinta knp dulu dia ninggalin Arka
haah dasar org aneh#sambilgeleng2kepala
kuputuskan akulah yang bersalah dan harus
meminta maaf. aku yang menyeret Aron dan malah mendiamkannya, jika di pikir-pikir aku memang egois.
Dan disinilah aku sekarang, didepan rumah pemuda yang mencintaiku, aku mencoba mencarinya dikampus tapi ternyata dia tidak masuk, terpaksa aku datangi rumahnya.
Aku mengetuk pintu bercat putih itu, Setelah
ketukan ketiga barulah kudengar suara langkah kaki dari dalam. tak lama pintu terbuka menampakkan sosok perempuan separuh baya yang kutahu adalah pembantu Aron, jika tidak salah namanya bi Min. Aku tersenyum ramah padanya.
“eh Den Arka, nyariin Den Aron ya? Dia belum
pulang dari tadi pagi.” suaranya santun.
“kemana bi? bukan kuliah kan?” tanyaku
memastikan.
“bentar juga pulang Den, palingan juga maen
putsal sama temen-temen komplek. masuk dulu Den? tunggu di dalam aja.” tawarnya.
“aku tunggu sampai lima menit deh bi, kalau ga pulang. aku nemuin dia besok aja.” Aku mengikuti langkah perempuan itu.
“mau bibi buatin minum?”
“tidak usah repot-repot bi, Aku Cuma bentar aja disini.”
“tidak repot kok den” ucapnya berlalu.
Selang beberapa menit kemudian aku mendengar suara mesin mobil bersamaan dengan minuman yang dibawa Bi Min.
“itu pasti Den Aron” Aku hanya tersenyum untuk menanggapi.
Bagai mimpi melihat mereka berdua dengan
senyum bahagia itu. Apa kata maaf ku terlambat? kalau memang iya, kenapa penggantinya harus sahabat ku sendiri? Akan lebih baik kalau itu orang lain bukan Alin.
Dua orang itu terdiam saat menyadari kehadiran ku, bahkan senyum itu sirna dari wajah keduanya dan hal itu semakin memperkuat dugaan ku.
Tangan mereka yang saling mengenggam terlihat begitu pas dan kuakui sangat serasi. kenapa aku tidak pernah menyadarinya kalau akulah orang ketiga diantara mereka.
Aku sangat tahu kalau Alin menyukai pemuda yan sekarang sudah melepaskan genggamanya, tapi Alin juga mengalah karena merasa Aron akan lebih bahagia bersama ku tapi buktinya sekarang malah dialah sumber kebahagiaan Aron.
“bi makasi ya minumnya, Arka pamit pulang.”
mungkin sudah saatnya ku biarkan mereka untuk bersama, aku harus pergi dari kehidupan mereka, entah bagaimanapun caranya.
“buru-buru banget den.”
“Aku lupa bi, mama minta di jemput.” bohong ku, kutatap mereka berdua. aku lihat Alin menunduk sedangkan Aron masih diam menatap ku.
“hati-hati dijalan den.” aku hanya mengangguk.
Aku melangkah semakin mendekat kearah mereka, Bi min masih setia berdiri didekat kursi. ingin saja ku berikan selamat pada dua orang yang sekarang ada didepan ku tapi akan terlihat ganjal di mata bi min nantinya, aku juga takut salah bicara.
“Ron, tadi aku mau pinjam buku yang kemaren tapi aku inget janji sama mama buat jemput dia, jadi biar besok aja aku pinjamnya.” Ku buat suaraku terdengar sebiasa mungkin. Aku melangkah dengan berat tapi dengan cepat Aron meraih pergelangan tangan ku.
Aron menarik ku dengan cepat melewati dua
perempuan itu dan kulihat Bi min hanya menatap bingung kearah kami. Ternyata Aron membawa ku kamarnya.
“Kenapa kamu lakuin itu? kamu tidak lihat tadi
tatapan pembantumu kayak apa?” Aku berteriak pada Aron yang sudah selesai menutup dan mengunci pintu kamarnya.
Aron mendorong ku ke dinding dekat jendelanya, aku hanya bisa tertegun saat dia menatap ku sedekat itu. tatapan luka dan rindu yang teramat besar. aku merasa bersalah sekarang. tapi itu tak lantas membuat ku lupa saat dia bersama Alin tadi.
aku mencoba melepaskan diri dari Aron, tapi
entahlah dia dapat tenaga dari mana hingga aku tak bisa berkutik.
“berhenti melawan.” suaranya dingin.
“lepasin makanya, bisa kan kita bicara baik-baik.” saran ku dan dia melepaskan tangannya dari pinggang dan tengkuk ku.
“Aku merindukanmu, tiga hari ini terasa sangat
berat. mendiamkan mu sungguh bukanlah ide yang baik buatku, itu menyiksaku.” dia menunduk membuat aku hanya bisa mendesah.
“tadi kulihat kau baik-baik saja, Alin tentu
membuatmu bahagia.” Aron mengangkat wajahnya dan membuat aku terpana, tidakkah itu air mata? Aron menitikkan Airmata untukku? sungguh mata itu menghipnotisku.
Sesuatu yang lembut terasa menyentuh bibirku, tidakkah ini bibir? aku baru sadar Aron mencium ku. menciumku hingga aku tak sadar. Aku bahkan membalas ciuman itu. aku akui, aku suka cara dia mencium ku.
***
kuputuskan akulah yang bersalah dan harus
meminta maaf. aku yang menyeret Aron dan malah mendiamkannya, jika di pikir-pikir aku memang egois.
Dan disinilah aku sekarang, didepan rumah pemuda yang mencintaiku, aku mencoba mencarinya dikampus tapi ternyata dia tidak masuk, terpaksa aku datangi rumahnya.
Aku mengetuk pintu bercat putih itu, Setelah
ketukan ketiga barulah kudengar suara langkah kaki dari dalam. tak lama pintu terbuka menampakkan sosok perempuan separuh baya yang kutahu adalah pembantu Aron, jika tidak salah namanya bi Min. Aku tersenyum ramah padanya.
“eh Den Arka, nyariin Den Aron ya? Dia belum
pulang dari tadi pagi.” suaranya santun.
“kemana bi? bukan kuliah kan?” tanyaku
memastikan.
“bentar juga pulang Den, palingan juga maen
putsal sama temen-temen komplek. masuk dulu Den? tunggu di dalam aja.” tawarnya.
“aku tunggu sampai lima menit deh bi, kalau ga pulang. aku nemuin dia besok aja.” Aku mengikuti langkah perempuan itu.
“mau bibi buatin minum?”
“tidak usah repot-repot bi, Aku Cuma bentar aja disini.”
“tidak repot kok den” ucapnya berlalu.
Selang beberapa menit kemudian aku mendengar suara mesin mobil bersamaan dengan minuman yang dibawa Bi Min.
“itu pasti Den Aron” Aku hanya tersenyum untuk menanggapi.
Bagai mimpi melihat mereka berdua dengan
senyum bahagia itu. Apa kata maaf ku terlambat? kalau memang iya, kenapa penggantinya harus sahabat ku sendiri? Akan lebih baik kalau itu orang lain bukan Alin.
Dua orang itu terdiam saat menyadari kehadiran ku, bahkan senyum itu sirna dari wajah keduanya dan hal itu semakin memperkuat dugaan ku.
Tangan mereka yang saling mengenggam terlihat begitu pas dan kuakui sangat serasi. kenapa aku tidak pernah menyadarinya kalau akulah orang ketiga diantara mereka.
Aku sangat tahu kalau Alin menyukai pemuda yan sekarang sudah melepaskan genggamanya, tapi Alin juga mengalah karena merasa Aron akan lebih bahagia bersama ku tapi buktinya sekarang malah dialah sumber kebahagiaan Aron.
“bi makasi ya minumnya, Arka pamit pulang.”
mungkin sudah saatnya ku biarkan mereka untuk bersama, aku harus pergi dari kehidupan mereka, entah bagaimanapun caranya.
“buru-buru banget den.”
“Aku lupa bi, mama minta di jemput.” bohong ku, kutatap mereka berdua. aku lihat Alin menunduk sedangkan Aron masih diam menatap ku.
“hati-hati dijalan den.” aku hanya mengangguk.
Aku melangkah semakin mendekat kearah mereka, Bi min masih setia berdiri didekat kursi. ingin saja ku berikan selamat pada dua orang yang sekarang ada didepan ku tapi akan terlihat ganjal di mata bi min nantinya, aku juga takut salah bicara.
“Ron, tadi aku mau pinjam buku yang kemaren tapi aku inget janji sama mama buat jemput dia, jadi biar besok aja aku pinjamnya.” Ku buat suaraku terdengar sebiasa mungkin. Aku melangkah dengan berat tapi dengan cepat Aron meraih pergelangan tangan ku.
Aron menarik ku dengan cepat melewati dua
perempuan itu dan kulihat Bi min hanya menatap bingung kearah kami. Ternyata Aron membawa ku kamarnya.
“Kenapa kamu lakuin itu? kamu tidak lihat tadi
tatapan pembantumu kayak apa?” Aku berteriak pada Aron yang sudah selesai menutup dan mengunci pintu kamarnya.
Aron mendorong ku ke dinding dekat jendelanya, aku hanya bisa tertegun saat dia menatap ku sedekat itu. tatapan luka dan rindu yang teramat besar. aku merasa bersalah sekarang. tapi itu tak lantas membuat ku lupa saat dia bersama Alin tadi.
aku mencoba melepaskan diri dari Aron, tapi
entahlah dia dapat tenaga dari mana hingga aku tak bisa berkutik.
“berhenti melawan.” suaranya dingin.
“lepasin makanya, bisa kan kita bicara baik-baik.” saran ku dan dia melepaskan tangannya dari pinggang dan tengkuk ku.
“Aku merindukanmu, tiga hari ini terasa sangat
berat. mendiamkan mu sungguh bukanlah ide yang baik buatku, itu menyiksaku.” dia menunduk membuat aku hanya bisa mendesah.
“tadi kulihat kau baik-baik saja, Alin tentu
membuatmu bahagia.” Aron mengangkat wajahnya dan membuat aku terpana, tidakkah itu air mata? Aron menitikkan Airmata untukku? sungguh mata itu menghipnotisku.
Sesuatu yang lembut terasa menyentuh bibirku, tidakkah ini bibir? aku baru sadar Aron mencium ku. menciumku hingga aku tak sadar. Aku bahkan membalas ciuman itu. aku akui, aku suka cara dia mencium ku.
***
@octavfelix
@3ll0
@Tsu_no_YanYan
@lulu_75
@harya_kei
@Bun
okee
sehatku sekarang. Aron mulai mencium Leherku membuat aku mendesah tidak jelas. bahkan sekarang Dia mulai menyesapnya yang sudah pasti akan meninggalkan bekas disana, tapi kurasa aku mulai tak peduli.
Sekarang tangan Aron sudah mulai meraba setiap inci dari tubuhku. sesuatu yang ada dalam diriku seolah berteriak meminta lebih.
Aron menidurkan ku di ranjangnya dan dengan
cepat ia sudah membuka kaos yang membungkus tubuhnya sedangkan kemejaku, Entahlah aku bahkan tidak sadar kapan kancingnya terbukasemua. Aron menindihku dan kembali melumat bibirku dengan lembut, aku pasrah menerima semua perlakuannya. ternyata nafsu rasanya senikmat ini.
Aku terdiam saat aron melepaskan ciumannya dan menatap ku lekat. Tangannya sungguh ada diantara kedua pahaku. aku mengerti arti dari tatapan itu, Dia meminta izin. Haruskah dia meminta izin saat sekarang hasrat ku benar-benar ada di level tertinggi? Aku hanya terpejam berharab ia bisa mengerti maksud ku.
Lagi-lagi bibir Aron mengintimidasi bibirku, aku pasrah dalam rengkuhannya. Aku rasa Aron mulai membuka zipper ku membuat ku merasa tak tentu.
Suara merdu nan berisik dari Megan trainer
mengalun. seingatku, aku tak menggunakan itu untuk dering di ponsel ku.
Aku membuka mata, kulihat Aron masih sibuk
dengan bibirku dan matanya terpejam. aku tahu itu dering ponselnya tapi dia seolah tak
peduli.kudorong tubuh Aron membuat ia
menghentikan ciumannya.
“Angkat telpon mu, itu sangat mengganggu.” suara ku terdengar kesal, aku memang kesal tapi tak ada niat untuk menunjukkannya, suara ku tak menuruti perintah dari otakku.
Aku berusaha bangun, Aron menyingkir dari
tubuhku. kulihat ia merogoh saku celananya dan menatap layar ponselnya yang masih setia
membuat hatiku geram.
“Alin.” Aron memberi tahu.
“angkat saja, kamu meninggalkannya dibawah.
tentu dia butuh penjelasan sekarang.” Aku beranjak dari ranjangnya melangkah kearah kaca yang ada di dekat pintu. ku perbaiki zipperku dan mengancingi kemejaku.
“ya Lin?” Aron mengangkat ponselnya sebelum
terlebih dahulu berdehem.
Aku melihat leher ku, ternyata memang ada
bekasnya bahkan sangat terlihat jelas dan banyak pula. bagaimana cara menyembunyikannya, sial.
“semuanya baik-baik saja, Dia tidak marah kok. hanya sedikit cemburu.” kenapa dia berasumsi sendiri, seingat ku kami belum membicarakannya.
“Aku yakin dia tidak akan salah faham padamu, kau
sahabatnya. tentu dia tak mungkin berpikir kau
menghianatinya.” suara Aron terdengar dengan jelas karena sekarang Dia sudah memelukku dari belakang.
Apa benar aku cemburu? berarti aku mencintai
Aron? bagaimana denga Dirga? bukankah rasa itu masih ada. semua membuat aku pusing.
“Apa yang kau pikirkan sweetheart?” Aron seakan mendesah ditelinga ku, itu memang membuat ku terasang tapi sekarang logika ku berjalan dengan normal.
“Pakai bajumu, aku ingin pulang.” ucapku
membiarkan ia tetap memelukku.
“tapi kan kita belum sele.."
“Stop” aku menginterupsi. “kau mau mengantar ku atau tidak?” Aron hanya mendesah dan mengambil bajunya yang langsung ia kenakan.
***