It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Pas baca chapter 26, iseng smbari dengerin demi cinta - mike mohede yg sepertinya dipake di-chapter sebelumnya. Gw baru tau lagu itu setelah baca di sini. N trnyata lagunya dipake jadi 'soundtrack-nya'. Koq kebetulan bgt ya? *belom kode* hehehe...
nulis lemon2 ??? *mikir keras*
mungkin nanti aku bikin versi Indonesia nya dulu kali ya sebelum update Act 28??
°•¤ Happy Reading Guys ¤•°
@Antistante @yuzz
@meong_meong @anohito
@jeanOo @privatebuset
@Gaebarajeunk @autoredoks
@adinu @4ndh0
@hakenunbradah @masdabudd
@zhedix @d_cetya
@DafiAditya @Dhivars
@kikyo @Tsu_no_YanYan
@Different @rudi_cutejeunk
@Beepe @dheeotherside
@faisalrayhan @yubdi
@ularuskasurius @Gabriel_Valiant
@Dio_Phoenix @rone
@adamy @babayz
@tialawliet @angelofgay
@nand4s1m4 @chandischbradah
@Ozy_Permana @Sicnus
@Dhivarsom @seno
@Adam08 @FendyAdjie_
@rezadrians @_newbie
@arieat @el_crush
@jerukbali @AhmadJegeg
@jony94 @iansunda
@AdhetPitt @gege_panda17
@raharja @yubdi
@Bintang96 @MikeAurellio
@the_rainbow @aicasukakonde
@Klanting801 @Venussalacca
@greenbubles @Sefares
@andre_patiatama @sky_borriello
@lian25 @hwankyung69om
@tjokro @exxe87bro
@egosantoso @agungrahmat
@mahardhyka @moemodd
@ethandio @zeamays
@tjokro @mamomento
@obay @Sefares
@Fad31 @the_angel_of_hell
@Dreamweaver @blackorchid
@callme_DIAZ @akina_kenji
@SATELIT @Ariel_Akilina
@Dhika_smg @TristanSantoso
@farizpratama7 @Ren_S1211
@arixanggara @Irfandi_rahman
@Yongjin1106 @Byun_Bhyun
@r2846 @brownice
@mikaelkananta_cakep @Just_PJ
@faradika @GeryYaoibot95
@eldurion @balaka
@amira_fujoshi @kimsyhenjuren @ardi_cukup @Dimz @jeanOo @mikaelkananta_cakep
@LittlePigeon @yubdi
@YongJin1106 @Chachan
@diditwahyudicom1 @steve_hendra
@Ndraa @blackshappire
@doel7 @TigerGirlz
@angelsndemons @3ll0
@tarry @OlliE @prince17cm @balaka
@bladex @dafaZartin
@Arjuna_Lubis @Duna
@mikaelkananta_cakep
@kurokuro @d_cetya
@Wita @arifinselalusial
@bumbellbee @abyh
@idiottediott @JulianWisnu2
@rancak248 @abiDoANk
@Tristandust @raharja
@marul @add_it
@rone @eldurion
@SteveAnggara @PeterWilll
@Purnama_79 @lulu_75
@arGos @alvin21
@hendra_bastian @Bun
@jeanOo @gege_panda17
@joenior68 @centraltio
@adilar_yasha @new92
@CL34R_M3NTHOL @Lovelyozan
@eka_januartan @tianswift26
@guilty_h @Dhivars @Togomo
@adilar_yasha @GeryYaoibot95 @CL34R_M3NTHOL @Lovelyozan @eka_januartan @tianswift26 @abyyriza @privatebuset @Bun @sujofin @centraltio
@TedjoPamungkas @cute_inuyasha @hehe_adadeh @Vio1306 @gemameeen
@febyrere @Prince_harry90
@ando_ibram @handikautama @babayz @seventama @Gaebara
×××°•••°°•••°×××
•••××ו••××ו••××ו••
Edisi terjemahan Bahasa Indonesia
•••××ו••××ו••××ו••
°•¤ The Stars (Act 27) ¤•°
Saat kubuka mataku, aku tak mendengar segala kerusuhan yang disebabkan duo super ribut --Lingga dan Subi saat bermain game. Rupanya aku ketiduran. Aku bahkan tidak melihat adanya Lingga disini. Hanya ada aku dan Subi. Dia juga sedang tertidur di sampingku. Tangannya melingkar di atas perutku.
Kucoba menyingkirkan tangan milik Subi. Tapi dia malah memelukku semakin erat. Bahkan, aku bisa merasakan hangat nafasnya berhembus di salah satu area sensitif milikku, yaitu di bagian leher. Rasanya seluruh bulu halus di sekujur tubuhku meremang. Efek lain yang kurasakan adalah detak jantung di dalam dadaku semakin berdebar kencang.
Harus kuakui, Subi memang manis. Apalagi kalau dia tersenyum. Senyumnya itu sangat mahal. Makanya Kak Tiki selalu menempatkan Subi untuk menemaniku di bagian belakang. Lebih banyak bertugas mencuci piring kotor dan membersihkan meja yang berantakan. Dan ini pertama kalinya aku melihat wajahnya terlihat lebih manis, meskipun ia tidak sedang tersenyum.
"Mmhhhh...." Subi menggeliat pelan dan mempererat pelukannya saat aku kembali mencoba membebaskan diriku. Membuatku menjadi semakin salah tingkah. Dan membuat debaran jantungku semakin tak karuan iramanya.
Posisi kami saat ini seperti sedang sengaja tidur dalam posisi berpelukan. Terlebih karena wajah Subi yang terbenam di leherku. Meskipun ia tidak sedang mengecupku, bisa kurasakan bibirnya menyentuh permukaan kulitku.
Oh tidak! Kalau begini caranya...
Akh!! Terlambat! Aku bisa merasakan daging di selangkanganku mengeras!!
"Bi... Subi... Bangun Bi..." Aku memanggilnya lirih. Sambil mengguncangkan tubuhnya perlahan dengan tangan kiriku.
Perlahan kepala Subi menjauh. Matanya terbuka sedikit. Menatapku dengan pandangan sayu. Sayu karena ia bangun tidur. Tapi entah kenapa, ia terlihat....
Akh!! Enggak!! Jangan aneh-aneh Hid!, aku membatin.
"Mas... Kebangun?" Subi bertanya dengan suara agak parau. Aku hanya mengangguk cepat.
Ya ampun Subi, kenapa kamu kelihatan seksi sekali!?!
"Mas nginep aja ya... Soalnya aku sendirian..." Subi kembali memelukku. Dan membenamkan wajahnya di leherku lagi.
"Orang tuamu gak pulang?" tanyaku. Subi menggeleng pelan. Membuat rambut lebatnya itu bergesekan dengan permukaan kulit di leherku. "Lingga sudah pulang?" tanyaku lagi.
"He-eh... Tadi dia pulang pake ojek..." Subi menjawab.
"Oke deh... Aku nginep. Tapi... Aku boleh ganti baju dulu?" pintaku.
Subi melepaskan pelukannya. Ia lalu duduk di sampingku. Tangannya bergerak melepaskan kancing kemejaku. Ia menggantungnya di gantungan yang terletak di tembok diatas kepalaku. Ia bahkan juga melepaskan kaus yang dipakainya. Menyisakan celana pendeknya saja. Dan bodohnya, aku hanya terdiam ketika tangan Subi melepaskan ikat pinggang dan menarik turun celanaku.
Subi hanya tersenyum memandangi celana dalamku.
"Sexy... Mulusss..."
Aku yakin wajahku memanas mendengar ucapannya yang disertai belaian lembut di area pantatku yang terbuka.
Ah! Aku lupa! Aku sedang mengenakan celana dalam jock strap pemberian Bli Akhza!
Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, aku hanya terdiam ketika Subi ikut melepaskan celana pendeknya itu. Menyisakan celana dalam saja. Tangannya meraih selimut yang terlipat di dekat bantal yang kupakai. Ia menutup tubuhku dengan selimut itu. Tak lama ia ikut menyusup masuk.
"Deg-degan Mas?" tanya Subi lagi.
Tentu saja! Karena ia kembali memelukku. Dan kulitnya yang terasa halus itu bergesekan dengan permukaan kulit milikku. Apalagi saat kakinya yang berbulu lebat itu melingkar di kakiku. Pahanya bahkan diletakkan diatas selangkanganku.
"Hmmm... Ngaceng Mas?"
Belum juga aku memberikan respon, tangannya sudah mendarat di...
"Bii.... Sshhh..." Tanpa sadar mulutku berdesis.
Pada akhirnya aku tidak bisa tidur sampai pagi menjelang. Semalam aku tidak bisa tidur dengan penis tegak semalam suntuk. Plus!! Subi yang langsung pulas tertidur sambil memelukku dengan keadaan.... seperti itu!!
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Aku masih ngantuk. Gara-gara Subi! Untung saja sekarang hari Minggu. Jadi aku bisa minta ijin Kak Tiki untuk datang agak siang. Subi dapat shift pagi hari ini. Aku ada sedikit alasan untuk menghindar darinya. Karena aku tidak habis pikir dengan kelakuannya semalam. Terlebih, sikap Subi biasa-biasa saja pagi harinya. Komplit dengan tampang tak berdosanya itu.
Aku beruntung bisa sampai di rumah dengan selamat. Padahal rasa kantuk ini teramat menyiksa selama perjalanan menuju rumah.
Sampai di rumah, aku baru sempat melihat handphone-ku. Banyak sekali Miss Call dari Bli Akhza. Lengkap dengan puluhan SMS menanyakanku. Belum lagi sambutan Ibu yang... Duh! Ini pertama kalinya aku melihat Ibu marah padaku.
Tapi aku sudah tak kuat menahan rasa kantuk ini. Aku tertidur di karpet yang berada di ruang tv di rumah Ibu.
Saat terbangun, sekitar jam dua belas siang, aku langsung menuju kamarku. Mandi. Dan segera berangkat kerja. Aku sempat berpapasan dengan Ibu. Sekitar sepuluh menitan aku mendengar omelan Ibu tanpa aku berani membantah. Aku tau, aku yang salah.
Aku masih agak ngantuk. Tapi sudah lebih segar dari pada tadi pagi. Subi menyapaku sambil tersenyum. Tapi kami tak banyak bicara. Aku sedang tidak ingin. Dan hal ini membuat Subi terlihat cemas.
Subi menemaniku di sisa jam kerjanya. Tapi kami hanya terdiam. Saat dia pulang, Subi sempat pamitan padaku. Aku hanya terdiam, tapi berusaha memberikan senyum padanya.
"Subi bilang, elu nginep di rumah dia" kata Kak Zulfikar setelah melihat kepergian Subi dan Lingga. "Emak lu semalem sampe nelpon Bang Kiki tuh" ujarnya lagi. 'Bang Kiki' itu panggilan Kak Zulfikar pada Kak Tiki. Dia bilang, karena dia harus sopan pada 'Kakak Iparnya'.
"Waduh... Aku jadi gak enak sama Kak Tiki" aku menyahut.
"Belum lagi... Kakak lu. Siapa namanya? Sorry gue lupa"
"Bli Akhza" jawabku.
"Iye. Si Akhza. Dia semalem dateng ke rumah ama Emak lu. Kita sempet keliling nyariin elu. Untung aja Bang Kiki punya alamat Lingga. Dia yang ngasih tau kita semua, kalo elu katanya ketiduran di rumah Subi"
Penjelasan Kak Zulfikar sama persis dengan omelan Ibu tadi siang.
"Hid... Jangan bilang kalo elu... Lagi pedekate ama Subi" ujarnya lirih. Sepertinya dia sadar akan situasi dan kondisi kami sekarang. Karena ada Irvin dan Matthew di depan.
Ucapan Kak Zulfikar membuatku tergelak. "Ya ampun Kak... Enggak kok. Beneran!"
"Jangan bilang elu masih nyimpen perasaan lu ke..." Kak Zulfikar menunjuk Kak Tiki dengan isyarat kepala dan matanya. Kemudian ia merangkul pundakku. "Lebih baik nyerah aja. Jangan bikin capek hati lu sendiri. Sorry. Gue cuma kasih saran. Karena gue tau banget, bagaimana nyeseknya" tangannya menepuk dadaku.
"Oh ya? Kok bisa tau?" Tanyaku.
Kak Zulfikar menyeretku keluar dari dapur. Sekarang kami ada di belakang. Berdiri dekat parkiran motor di belakang Warung. "Gue juga pernah... Mungkin masih... Suka ama Bang Kiki. Tapi gue sadar. Sekeras apapun perjuangan gue, dia gak akan ngerasain hal yang sama"
Aku tak bisa menyembunyikan rasa terkejutku. Sumpah!! Ini pertama kalinya aku tau!
"Gue tau, elu pasti bakalan kaget" Kak Zulfikar menepuk-nepuk kepalaku, sambil manggut-manggut. "Sekarang gue udah nyerah. Lagian gue udah punya Taka. Dan gue yakin, bakalan ada seseorang yang jauh lebih baik. Jauh lebih peka. Jauuuuhhhh lebih sayang ke elu"
"Sebenarnya sudah ada Kak..."
"Siapa? Subi?"
Aku menggeleng keras. "Bukan! Sumpah bukan dia"
"Trus?"
"Tapi kakak janji ya... Jangan bilang siapa-siapa... Aku mohon dengan sangat" pintaku, sambil menoleh melihat situasi di sekitar kami. Aku tidak mau ada orang lain yang mengetahui hal ini. Paling tidak untuk saat ini.
"Oke. Gue janji" Kak Zulfikar mengacungkan dua jarinya berbentuk huruf V. Seolah paham, dia juga sempat melihat situasi di dapur. "Aman. Lanjut! Siapa orangnya?"
"Anu... Orang itu... Bli Akhza. Kakak tiriku itu. Kami sudah jalan, sekitar satu tahun"
Kak Zulfikar tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Dengan mulut ternganga lebar. Mata terbelalak. Dan kedua tangan memegangi kepalanya. Ia hanya terpaku seperti itu selama beberapa menit.
"Demi apapun itu... Gue... Gue... Kenapa terlalu banyak gay incest di sekeliling gue?!"
Kak Zulfikar menjambak rambutnya sendiri. Ia terlihat sangat gemas. Gemas seolah ingin membenturkan kepalanya di tembok. Itu sempat ia lakukan. Tapi aku langsung menjauhkan Kak Zulfikar dari tembok atau apapun. Pada akhirnya Kak Zulfikar menggosok-gosok wajah tampannya itu dengan kedua telapak tangannya.
"Apa maksud Kak Zulfikar, dengan terlalu banyak gay incest?" Tanyaku heran.
Kak Zulfikar lalu menjelaskan, kalau Kak Tiki itu sebenarnya masih bersaudara dengan Bang Zaki. Meskipun tidak ada ikatan darah.
Secara singkat, ia membuat rincian tentang hubungan kedua orang itu. Tentang Bang Zaki yang menjalin hubungan dengan mendiang Kakak tiri Kak Tiki. Namanya Toya. Aku seperti pernah mendengar nama itu entah dari siapa.
Dan Kak Zulfikar menjelaskan kalau Toya itu adalah yang membuat Warung ini pertama kali dibuat bersama dengan Bli Syaka.
Ah iya! Aku pernah mendengar nama Toya dari Bli Syaka! Dia dulu pernah cerita, kalau dia punya Kakak angkat yang sangat ia sayangi. Mereka membuka usaha bersama, yaitu Warung makan ini. Tapi Toya meninggal akibat kecelakaan lalu lintas.
Kemudian aku kembali fokus pada Kak Zulfikar. Ia membiarkanku diam untuk berpikir sejenak.
Jadi, Kak Tiki adalah saudara satu Ibu dengan almarhum Kak Toya. Sedangkan Bang Zaki, adalah saudara satu Ayah dengan almarhum Kak Toya.
Kak Zulfikar sampai membuat kesimpulan, kalau kepergian almarhum Kak Toya, menjadi awal mula. Dan menjembatani hubungan Kak Tiki dengan Bang Zaki yang sekarang mereka jalin.
"Tapi mereka tetap enggak ada ikatan darah sedikit pun dong, Kak" kataku akhirnya. "Sedangkan aku, dengan Bli Akhza. Kami saudara satu Ibu" aku melanjutkan sambil mengacungkan jari telunjukku. "Sebenarnya..."
Aku menjelaskan awal mula hubunganku dengan Bli Akhza pada Kak Zulfikar. Aku sempat menyinggung hubungan buruk mendiang Bapakku dengan Ayah Bli Akhza, yang berakhir dengan lumayan tragis. Yaitu aku lahir, tanpa sempat mengetahui seperti apa Bapakku.
Yang terjadi kemudian, sangat diluar dugaanku. Kak Zulfikar meneteskan air matanya. Kemudian memelukku erat.
"Itu sedikit mirip dengan situasi di keluarga gue. Tapi elu masih lebih beruntung Hid" ujarnya sambil terisak pelan.
Aku sempat membalas pelukannya. Meskipun aku tidak paham dengan maksud ucapannya, aku jadi sedikit menduga. Kalau Kak Zulfikar juga mempunyai jalan cerita yang sama sepertiku di hidupnya. Tapi aku tidak berani bertanya.
Setelah memelukku, Kak Zulfikar masuk ke dalam. Aku mengikutinya. Dan melihatnya mencuci mukanya di wash basin. Tentunya dengan air yang mengucur dari keran. Bukan air yang dipakai untuk merendam peralatan makan yang kotor.
"Ya udah. Sekarang kita kerja dulu. Kalo elu ada masalah, jangan sungkan bilang ke gue. Rahasia lu aman. Kalo elu pengen hal tadi jadi rahasia diantara kita aja" Kak Zulfikar berujar setelah mengeringkan wajahnya menggunakan tissue yang ku ambilkan dari rak di dekat meja kasir.
Sebenarnya memang masih ada hal lain yang ingin kuceritakan. Yaitu mengenai Bli Akhza, yang aku curigai membohongiku. Dan menanggapi ucapan Kak Zulfikar tadi, aku merasa mendapat lampu hijau. Akhirnya, ada juga yang peduli padaku. Mungkin karena baru kali ini aku mengetahui, kalau kami sama-sama pernah memiliki rasa yang sama pada Kak Tiki. Dan sama-sama mengalami nasib yang sama. Yaitu ditolak!
"Hid... kamu nanti ngejemput Mas-mu gak?" Irvin mendadak bertanya padaku saat aku ikutan nimbrung duduk di sampingnya. Ada Matthew juga yang sedang duduk bersamanya.
"Hmmmm... Kayaknya enggak Vin. Kenapa?"
"Nanti aku gak bisa nebeng Mamat. Soalnya dia ada janji sama ceweknya" jawab Irvin yang di sahuti dengan ekspresi Matthew yang memainkan kedua alisnya naik turun.
"Oh. Kamu udah punya cewek tho Mat?" tanyaku pada Matthew.
"Ya gitu deh..." Matthew menyahut.
"Tenang aja. Kosanku sekarang udah enggak di Denpasar lagi kok Hid" Irvin menjelaskan. "Tapi ya tetep jauuuuhhhh kalo di tempuh dengan berjalan kaki"
"Memangnya kosan kamu yang sekarang ada dimana?" tanyaku penasaran.
"Aku kos di belakang Sky Garden. Palingan bulan dupan aku cari yang deket sini" Irvin menjawab.
"Sorry ya Vin. Tau gini tadi aku enggak ngajak berangkat bareng" Matthew berujar pada Irvin.
"Yoi. Gak papa, Bro!" Irvin menyahut. "Lagian kalo gak dijemput, tadi aku pasti telat" Irvin lalu menoleh kearahku. "Ban sepedaku bocor Hid. Ada tetangga kosanku yang super bajingan. Masa ban sepedaku di sobek! Bajingan tengik anjing satu itu!" ujarnya geram.
[ Text asli "Mbokneancuk" sebenarnya versi Jawa-nya Motherfucker. Aku ubah Bajingan Tengik biar nyambung dengan kalimatnya ]
"Trus udah kamu bawa ke bengkel?" tanyaku.
"Belumlah. Lagi bokek berat" bisiknya.
"Mau kupinjami uangku dulu?" Aku menawarkan diri untuk memijamkan uang padanya. Tapi Irvin menolaknya halus. "Kasbon dulu sana. Cepetan ngomong aja ke Kak Tiki"
"Gak deh Hid. Sungkan aku. Lagian kalo kalian gak bisa, paling besok lagi aku berangkat lebih pagian lah. Sekalian olahraga"
"Mau gedein kentol?" candaku sambil menepuk kakinya. Kami berdua lalu tertawa. Sementara Matthew menatap kami dengan pandangan tak paham.
"Kentol itu artinya betis!" Irvin menjelaskan pada Matthew.
"Ooohhh... Aku kira..."
"Kalo yang itu bisa di gedein dengan jalan kaki, pasti semua orang punya barang segede drum!" Celetuk Irvin yang disambut tawaku dan Matthew berbarengan.
Kasihan juga kalau mendengar penjelasan Irvin tadi. Kok bisa ada orang sejahil dan sejahat itu pada Irvin? Padahal cuma dengan sepedanya itu saja Irvin bisa berangkat pulang pergi kerja. Tapi memang sejak beberapa hari ini, aku melihatnya berangkat di antar jemput Matthew.
Aku memang sedikit tau, kalau Irvin itu tipe orang yang mudah meledak emosinya. Mudah meledak, tapi juga mudah lupa juga kenapa dia bisa marah. Hal ini sering membuatku garuk-garuk kepala saat awal-awal menyadarinya.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
"Masuk Hid... Maaf nih, perabotannya enggak banyak..." Irvin menyilahkanku masuk ke dalam kamar kosannya. Dia tadi sedikit memaksaku saat aku mengantarnya ke kosannya.
"Astaghfirullah... Perabotan gak banyak, tapi bisa berantakan kayak begini Vin?"
"Cuk! Namanya aja kamar cowok!"
"Aku juga cowok Vin. Tapi kamarku gak kayak kapal pecah begini! Kamu itu korban Bu Susi, hah?!"
"Koplak kamu itu Hid! Hahahaha!"
Mungkin karena aku terbiasa bersih-bersih dan kamarku pun biasa rapi, aku tak tahan melihat pakaian Irvin yang berantakan di kasur dan lantai. Kamarnya tidak begitu besar. Jadi kalau ada barang yang tidak pada tempatnya seperti ini, memang terlihat sangat acak-acakan.
Aku langsung meraih sapu yang tergeletak di depan kamar kos Irvin. Lalu melempar Irvin keluar kamar. Kubuka tirai dan jendela kamarnya agar ada pergantian udara.
"Diem aja disitu! Jangan protes!" Aku menghardik dan menyuruhnya berdiri di depan kamar. Sementara aku menyibukkan diriku meraih semua pakaian yang berserakan di lantai dan di kasurnya yang tanpa dipan itu. Kemudian saat melihat pakaian yang tergantung di belakang pintu kamarnya, aku bertanya pada Irvin, mana saja yang sudah ia pakai lebih dari sehari.
Kuambil dompet di dalam jaketku. Ku keluarkan selembar uang lima puluh ribuan. Lalu ku ulurkan pada Irvin. "Beliin es sana! Pergi dulu yang jauh sana!" Aku berseru pada Irvin. Kuminta ia pergi untuk membelikanku es. Paling tidak, ia tidak akan menggangguku selama aku membereskan kamarnya.
Selang lima belas menit kemudian, saat Irvin sudah kembali membelikanku es, ia sempat celingukan di depan pintu kamarnya.
"Ada apa Vin?" tanyaku heran. Kuraih es teh yang ada di bungkus plastik dari tangan Irvin.
"Masyaallah! Aku gak salah kamar kan?"
"Kenapa? Kandang kambingmu udah aku sulap jadi kamar layak pakai, gitu?"
"Hahahaha... Iyo... Matur thengkyu lho Hid. Sering-sering aja maen kesini ya!" ia berujar sambil cengengesan, dan kutanggapi dengan cubitan di pinggangnya.
"Kamu ngelaundri atau nyuci sendiri, ndeng?"
"Ndeng?"
[ *Baca : Ndeung. Seperti mengucapkan ikan Bandeng, tanpa Ban ]
"Gendeng! Lah baju kok bisa acak-acakan macam di TPA gitu!! Sekali lagi aku main kemari masih acak-acakan, aku buang semua baju-bajumu, Ndeng!"
"Cuk! Jahatnya Mas Wahid ini, cuy!" ia berseru, masih sambil cengengesan.
Aku memalingkan wajah saat melihatnya melepas kemeja seragam dan celana jeans-nya di hadapanku tanpa sungkan. Aku bisa maklum. Karena kami sama-sama lelaki. Tapi beda perkara untukku yang pecinta sesama jenis ini. Walaupun Irvin tidak cakep-cakep amat, ternyata di balik bajunya itu, ia memiliki lekuk tubuh yang waow! Bahkan menyamai ke seksian Kak Tiki dan Kak Zulfikar yang aduhai kekarnya itu.
Yah... Harusnya aku memang bisa menyadari dari besar lengannya itu. Lelaki gay manapun pasti ingin sekali bergelayutan di lengannya yang sama besarnya seperti pahaku. Aku masih terlalu ramping. Tapi sudah tidak sekurus dulu.
"Hid Hid..."
Aku menoleh kearah Irvin. Dia hanya bertelanjang dada memakai celana kolor diatas lutut. Membuat kerongkonganku serasa tercekat mendapati pemandangan indah ini.
Mendadak Irvin menempelkan telunjuknya di depan bibirnya, kemudian mematikan lampu kamarnya. Ia lalu mengajakku menaiki meja kayu jati yang dia geser ke pojokan kamar. Ia bahkan meletakkan kursi plastik diatas meja itu. Dalam keremangan, aku mengikuti ajakannya.
Sayup-sayup, aku bisa mendengar suara rintihan. Dibarengi dengan suara erangan lelaki.
"Mau ngintip?!" Aku bertanya tak percaya pada Irvin. Aku melirihkan suaraku. Aku takut orang dari kamar sebelah mendengar kalau aku berseru dengan nada tinggi.
"Sssttt... Kapan lagi ngeliat siaran langsung tanpa siaran ulang? Hihihi...!!"
Dengan hati-hati, aku ikut naik ke kursi yang diletakkan di atas meja oleh si Irvin Gendeng. Sudah gendeng, tukang ngintip orang pula! Aku hanya bisa menghela nafas.
Rupanya ada sedikit celah dari langit-langit di dinding kamar Irvin. Memang, jarak langit-langitnya tidak tinggi. Bahkan bisa dibilang lumayan rendah. Sehingga kami bisa sama-sama mengintip kegiatan orang di kamar sebelah yang sedang asyik masyuk berdoggy style.
Aku bahkan bisa melihat dengan jelas kedua pantat yang menungging membelakangi kami. Permainan pasangan di kamar sebelah itu bisa dibilang sangat hot. Si lelaki menghentakan pinggulnya dengan keras dan cepat. Tak heran, si perempuan sampai tak kuat menahan rintihannya.
Tapi aku langsung turun dari kursi dan meja yang kupijak bersama Irvin, saat pasangan itu membalikkan badannya. Tanpa mencabut penisnya yang tertancap di lubang si perempuan, ia merebahkan badannya di kasur. Sementara si perempuan berada di atasnya dengan mengangkang dan memunggungi si lelaki. Aku bisa melihat dengan jelas wajah keduanya.
Sesaat aku kembali naik dan mengeluarkan handphone-ku. Aku merekam adegan persetubuhan dua orang itu tak sampai satu menit. Lalu kembali turun.
"Lah? Mau kemana Hid? Lagi seru nih!"
"Pulang Vin..." Jawabku sambil meraih dan mengenakan jaketku yang tergantung di belakang pintu kamar.
"Kalo kamu mau, ngocok disini ajalah!" Irvin menyahut sambil cengengesan. Dia menggodaku. Tapi aku benar-benar sedang tidak bisa diajak bercanda saat ini.
"Kamu itu emang gila ya, Vin!" Kujitak kepalanya ketika ia ikut turun dari kursi diatas meja itu.
"Kenapa kok kamu buru-buru, Hid?" Irvin bertanya di belakangku.
Ia mengantarku sampai di depan Kos-nya. Sementara mataku sibuk memperhatikan ke arah parkiran motor. Aku menghela nafas panjang saat mataku melihat motor yang terparkir tak jauh dari aku berdiri.
"Aku mau nyuci bajuku Vin. Baju kotorku ada banyak" jawabku.
"Wah. Nitip dong Hid"
"Ya udah. Bawa sini semua baju kotormu. Tapi kamu ikut juga"
"Eehh... Bercanda, Hid! Aku bercanda aja kok. Suwer!"
"Kalo nolak, nanti nyesel lho..." kataku lagi. "Lumayan hemat tenaga. Kan ada mesin cuci di rumahku. Sekalian bawa baju bersih ya. Buat ganti besok"
"Aku nginep?" Irvin menghentikan langkahnya dan menoleh kearahku. Aku mengangguk. Lalu kupanaskan mesin motorku, sementara menunggu Irvin yang keluar dari kamar menghampiriku membawa tas ransel besar yang biasa dipakai para pendaki gunung.
"Kamar udah di kunci?" tanyaku.
"Udah dong Hid. Aku gendeng tapi gak stupid!" jawabnya.
"O-oh. Jadi kamu mengakui kalo kamu tuh gendeng, gitu? Mending gendeng, daripada goblok ya Vin?"
"Cuukkk!! Jancuk!! Pertanyaanmu itu memang menjebak semua, Hid!"
"Hahahaha!!" Aku tertawa sambil tancap gas. Membuat Irvin langsung mencengkram pinggangku dan berseru kaget. Katanya ia nyaris terpelanting. Tapi dia tidak marah. Malahan kami sama-sama tertawa sekarang ini.
Lebih baik tertawa seperti ini. Dari pada harus menangis melihat kenyataan menyakitkan seperti tadi.
Menyakitkan? Iya!
Pasangan yang sedang asik bersenggama di kamar sebelah tadi adalah Bli Akhza!! Aku tidak kenal dengan perempuan itu.
Jangankan perempuan itu, aku bahkan tidak mengenal satu pun teman Bli Akhza!!
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Ibu terkejut saat melihatku memindahkan barang-barang di kamarku satu persatu ke kamar di belakang rumah Ibu. Kamar yang sempat ku pakai untuk bersembunyi dulu itu.
"Malem-malem kok pindahan tho Le?"
"Mumpung sempet Bu. Lagian mumpung Wahid bawa bala bantuan"
"Bala bantuan?" Irvin menyahut sambil memasukkan pakaian kotornya ke dalam mesin cuci, setelah kemudian Ibu memberi tahukan cara memakai mesin cuci miliknya.
Mereka langsung akrab. Seolah mereka adalah teman lama yang baru berjumpa lagi setelah sekian tahun terpisah.
"Ya kamu itu ndeng! Siapa lagi?" aku menimpali.
"Emang gak ada yang gratis ya Hid?" Irvin berujar seraya membuntutiku.
"Kencing aja bayar ndeng" aku menjawab.
Yang pertama kali kuangkut, tentu saja tumpukan pakaian milikku dari dalam lemari. Karena aku melakukannya secara mendadak, aku meletakkan semuanya di teras belakang rumah Ibu yang sudah dialasi dengan tikar oleh Ibu. Kemudian koleksi buku milikku. Tak lupa cermin besar pemberian Kak Tiki. Untuk koleksi sepatu, aku letakkan saja di rak sepatu yang menganggur dan kuletakan di teras kamar baruku.
Setelah itu aku membersihkan kamar. Usai menyapu, Irvin menawarkan diri untuk mengepel lantai kamar. Meskipun awalnya ragu, ternyata kalau dia memang serius, Irvin bisa juga melakukan tugas bersih-bersih dengan hasil yang bagus.
Kalau mengingat kamarnya yang berantakan tadi, aku menyimpulkan kalau dia sudah terlalu lelah untuk bersih-bersih. Karena sering kali dia memutuskan untuk ngelembur. Padahal Kak Tiki hanya memberikan maksimal 12 jam kerja saja pada mereka berempat setiap harinya. Kalau tidak masuk sehari, Kak Tiki tidak memotong gaji. Tapi tentunya mereka tidak akan mendapat uang. Karena mereka hanya di bayar per-jam. Bukan harian.
Tadi kami pulang kerja sekitar jam sembilan malam. Kemudian aku mampir di kosan Irvin tidak sampai satu jam. Setelah itu aku memindahkan barang-barang milikku. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Bahkan semua pakaian milik Irvin dan milikku pun sudah kering. Karena mesin cuci milik Ibu memang sudah ada pengeringnya. Tanpa aku harus repot menjemur.
Ibu punya banyak mesin cuci. Bukan karena ingin mengoleksi seri terbaru. Bukan pula karena Ibu punya usaha laundry. Mesin cuci ini rata-rata milik bekas penghuni lama di kosan Ibu. Dari cerita yang kudengar dari Ibu, kadang kala penghuni kosan yang dulu hanya akan pindah-pindah tugas. Kalau mereka kembali tinggal di Bali, Ibu akan memberikannya pada pemiliknya. Ibu sengaja memakai semua mesin cuci ini bergantian. Karena kata Ibu, kalau di biarkan menganggur malah akan rusak. Dan terus terang saja, ini ketiga kalinya aku memakai mesin cuci otomatis yang ada pengering supernya itu. Seingatku, itu dulu milik Bang Akbar. Dia memberikan pada Ibu jauh sebelum aku tinggal bersama Ibu lagi. Saat itu sepertinya waktu Bang Akbar memutuskan untuk pindah ke Australia.
"Wahid... Hapemu nyanyi terus itu lho"
Aku segera menghampiri Ibu yang berteriak dari rumah. "Kok Ibu belum bobok tho?" tanyaku heran.
"Ibu kebangun" jawab Ibu sambil melangkah menuju kamarnya.
"Gara-gara hape Wahid?" tanyaku. Tapi Ibu menggeleng. Lalu Ibu mengangkat botol berisi air dari tangannya.
Oh. Ibu pasti haus. Karena Ibu memang punya kebiasaan meletakkan sebotol air di kamarnya. Katanya kalau haus, Ibu tidak repot berjalan ke dapur.
"Cepat mandi Le. Ajak temenmu maem. Angetin aja makanan di meja makan di microwave"
Aku mengangguk dan mengacungkan kedua jempolku. Kemudian mengalihkan perhatianku ke handphone. Ada banyak panggilan tak terjawab dari Kak Tiki dan Kak Zulfikar.
Saat akan menelepon balik, ada SMS masuk dari Kak Tiki. Isinya memberi tahukan padaku kalau besok warung tutup. Karena besok Kak Tiki harus ke Jakarta bersama dengan Kak Zulfikar. Ada keperluan mendesak katanya. Aku hanya membalas dengan pertanyaan mengenai pemberi tahuan pada karyawan lainnya, dan ternyata untuk itulah dia menghubungiku. Aku di tugaskan untuk memberi info pada teman-teman yang lain.
"Capek Vin?" tanyaku saat memasuki kamar. Irvin langsung duduk karena dia sedang rebahan di kasur. "Makan yuk" ajakku.
Tanpa harus kutanya, aku bisa melihat lelah di raut wajah dan bahasa tubuh Irvin. Kemungkinan dia juga lapar. Tapi dia pasti sungkan untuk meminta.
"Kamu gak papa nih malem-malem makan rendang?" tanyaku saat melihat isi panci. Kulihat wajahnya langsung sumringah. "Sebentar, tak angetin dulu ya... sebentar aja kok. Kalo kamu haus, ambil minum aja dari dalam kulkas" aku memberikan ijin padanya untuk mengambil minum sendiri dari dalam kulkas. "Ealah... Nasinya habis. Aku masak dulu ya Vin"
"Yoi... Santai aja Hid..." Irvin menyahut sambil menyeruput sirup yang dia buat sendiri.
Setelah selesai mencuci beras dan memasukkannya ke dalam Magicom dan selesai memanaskan sepanci rendang. Dan membuatkan dua porsi telur dadar sebagai lauk tambahan, aku berbicara sambil menunggu nasi matang. Tak lupa, aku memberitahu Irvin kalau besok Warung tutup.
Aku mengajaknya untuk ikut menunggu di Warung. Sekedar memberi tahukan Matthew yang akan datang di shift pagi, karena aku belum menyimpan nomer hapenya. Irvin juga sudah tidak punya handphone. Sebelum dia bekerja di Warung, dia terpaksa menjualnya untuk membayar kosan lamanya.
Setelah itu, aku memintanya menemaniku datang ke sekolah Lingga dan Subi. Tadi Kak Tiki sudah mengirim foto dari copy-an Kartu Pelajar keduanya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 2.30 dini hari. Aku menyilahkan Irvin untuk mengambil nasi dan lauk. Dan saat kami sedang asik makan, aku mendengar suara pagar yang di buka.
Saat melangkah ke jendela dan melirik keluar, ternyata dugaanku benar. Itu Bli Akhza yang baru pulang. Pulang dari kencan panasnya.
"Vin... habis makan, kamu tungguin aku di dalam kamar aja. Kalo udah ngantuk, tidur aja duluan gak papa kok" kataku. Irvin mengacungkan jempol kirinya. Karena mulutnya sedang sibuk mengunyah.
Setelah meletakkan piring yang baru kumakan beberapa suap nasi dan lauknya, aku berjalan cepat keluar rumah. Aku berpapasan dengan Bli Akhza di lorong samping yang menuju arah halaman belakang.
"Kenapa barang-barangmu enggak ada di kamar?" Bli Akhza langsung bertanya dan berjalan mengikutiku. Aku hanya terdiam dan terus melangkah menuju kamar di rumah kos yang beberapa waktu lalu sudah kutinggalkan.
Sesampainya di dalam kamar, Bli Akhza menutup dan mengunci pintu.
"Mulai sekarang, Bli Akhza menempati kamar ini aja. Sendiri. Wahid mulai sekarang pindah ke rumah Ibu di sebrang" kataku. Aku duduk di kursi sambil menggenggam handphone-ku.
"Alasannya??"
"Alasannya, karena mulai detik ini, hubungan di antara kita hanya sebatas adik dan kakak. Enggak lebih" jawabku.
"Apa maksudnya Hid? Kok mendadak bilang begitu? Bli ada salah ke Wahid?"
Aku tersenyum simpul. Kemudian kumainkan video rekaman di handphone-ku, dan kuarahkan padanya.
Bli Akhza hanya berdiri mematung melihat video di layar handphone-ku. Dan tanpa banyak bicara, aku berjalan melewatinya. Kubuka pintu yang terkunci perlahan. Saat aku berdiri di ambang pintu, aku tidak menoleh kebelakang. Tapi aku berhenti sejenak. Kuatur nafasku.
"Wahid dan Ibu... sejak awal akan selalu nerima kedatangan Bli Akhza di hidup kami lagi. Tapi cara Bli salah! Terima kasih Bli untuk kebersamaan kita selama setahun ini. Meskipun ternyata semuanya palsu"
Kutinggalkan Bli Akhza yang sepertinya masih berdiri mematung di dalam kamar. Dan saat kembali ke dapur, Irvin sudah tidak ada. Mungkin dia sudah masuk ke kamarku.
Aku duduk, dan kembali melanjutkan makan yang tertunda.
Seingatku rendang buatan Ibu rasanya nikmat. Bahkan tadi pun aku sempat merasakannya walaupun hanya beberapa suap. Tapi kenapa sekarang rasanya berubah pahit?
Oh. Mungkin karena tercampur dengan air mataku!
Meskipun pahit, aku tetap melanjutkan makanku. Biar kunikmati rasa pahit ini seorang diri. Biar hanya aku dan Tuhan yang tau, betapa nyeri dan sesaknya dadaku ini. Aku tak ingin berbagi. Cukup aku saja yang merasakannya sendiri.
Lebih baik begini.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Baiknya engkau mengerti
Kesungguhan hati ini
Yang mungkin telah engkau ingkari
Sejak pertama kali cinta
Hadir hanya untuk dirimu
Tak ada yang lain
Namun lihat yang kau lakukan
Aku bukan diriku lagi
Demi cinta ku relakan dirimu bersamanya
Walau hati kecilku yang terluka
Ku relakan dirimu bahagia
Jika nanti dirimu telah pahami arti cinta
Ingatlah diriku selalu ada
Menanti di ujung waktu
Baiknya engkau resapi
Apa yang telah terjadi
Ooh jangan sampai kau ulang kembali
Jangan kau sakiti dia oooh
Biar hanya diriku yang rasakan
Biar hatiku yang hancur
Sebab suatu saat nanti
Pasti kau sadari semua ini
Demi cinta ku relakan dirimu bersamanya
Walau seluruh jiwaku telah terluka, ku relakan dirimu bahagia oooh
Dan bila nanti dirimu telah pahami arti cinta
Ingatlah diriku selalu ada, menanti di ujung waktu
Oooh ku relakan dirimu bahagia
Dan bila nanti dirimu telah pahami arti cinta
Ingatlah diriku selalu ada, menanti di ujung waktu, menanti di ujung waktu
Baiknya engkau mengerti
[ Demi Cinta - Mike Mohede ]
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
oh ya, aku gak ngerti pas bahasa jawanya, jadinya dilewatin aja bacanya...jadi kurang paham deh maksud dari part yang banyak bahasa jawanya..
dan pas masuk page 51, kirain ada update baru, ternyata terjemahan bahasa indonesianya...tapi djadi gak fokus lagi bacanya..
kalo boleh usul nih...gimana kalo setelah nulis bahasa jawa, terjemahannya di tulis langsung didalam tanda kurung (...)
jadi kamu gak perlu repot repot lagi nge post ulang part nya...dan reader yang gak ngerti bahasa jawa juga langsung tahu artinya, dan jadi cepet paham juga dengan perkataan tokoh dalam ceritanya..
*sory ya jika usulanku seperti ini...aku hanya nyampein ketidak ngertianku..
Bau-baunya agak mirip di cerita bli syakha sm zaim di masa lalu,, semoga gak ada yg mati buat nunjukin tulusnya cita wahid..
Dona apa kabar? Jd kangen, terakhir jg mentornya zain keponakan bang zaki