It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
2 cinta remaja
2 cinta remaja
2 cinta remaja
secara langsung ato dalam hati?
memendam rasa sakit dihati demi kebahagiaan orang yg dicintai...
kasian banget kamu sandi...
sandi enteng bgt ye bilangnye.
setelah gw perhatiin dari kemaren2 ada typo tuh pasti setiap kata harap dan frustasi. harab dan perustasi
“Lagi ngapain kalian? Romantis banget.” Suara kak Mey tiba-tiba membuat aku melepaskan tanganku dari tangan Nathan. Aku langsung menoleh padanya dan memberikan wajah datarku.
“Romantis apanya? Ngarang aja. Habis darimana? bukannya kakak gak ada kuliah ya hari ini?” Aku mencoba menanggapinya biasa saja walau sekarang jantungku kembali berdetak tak biasa.
“Habis jalan sama Rudi. Kamu abis berantem? muka lebam gitu. Awas aja dilihatin mama.” Kak Mey sudah berdiri didekat ku.
“Temen yang berantem tapi ikut kena gara-gara mau bantuin.” Aku rasanya ingin teriak kearah Nathan untuk berhenti menatapku dan memalingkan wajahnya. Aku takut kak Mey menyadari caranya memandangku yang tak biasa, atau hanya aku yang melihatnya tak biasa?
“Jangan sok jadi pahlawan makanya, ya udah kakak masuk dulu. Bye adek nyebelin.” Aku hanya mendengus mendengar ucapan kak Mey. Kak Mey berlalu dari hadapan kami yang membuat perasaan ku sedikit tenang.
Aku berdehen berharap membuat Nathan bisa sadar kalau dari tadi dia terus menatapku tanpa berkedip dengan jarak yang tak bisa di bilang jauh tapi dasarnya dia geblek atau apa, dia terus membuat mata hazelnya itu menatapku. Aku juga tak bisa bersikap seolah semua itu tak terjadi.
“Apa?” Tanyaku yang sudah tak tahan mendapat tatapan intens itu. Kulihat Nathan hanya mendesah seolah itu bisa meringankan beban di pundaknya atau malah hatinya?
“Kamu belum menyelesaikan ucapanmu,” Aku tahu aku belum menyelesaikan kalimatku tapi aku juga tak ada niat buat melanjutkannya karena ucapan itu hanya ucapan ceplosku yang tiba-tiba aja keluar dari mulut sialan ini.
Aku bergerak gelisah, apa yang harus kukatan padanya? Aku tidak mungkin bilang kalau selama beberapa minggu ini perasaanku terasa berbeda didekatnya. Aku tidak sebodoh itu untuk di tertawakan sama Nathan walau mungkin ia tak akan melakukan hal itu tapi tetap saja aku tidak akan melakukannya.
“Itu-itu ma-maksud aku, itu,” Suara sialan kenapa malah gagap tiba-tiba.
“Katakan!” Ucapan Nathan benar-benar menuntut. Aku harus apa?
“Ba-bagaimana kalau ada yang jatuh cinta pada temannya, bagaimana menurutmu?” Deg, apa yang kukatakan barusan. Dada ku berdebar menunggu resfon dari Nathan.
“Cinta adalah sebuah kata yang begitu sulit untuk di artikan akal manusia maka gunakanlah hati untuk mengetahuinya, pantaskah cinta itu diperjuangkannya atau malah ia harus mengubur dalam-dalam perasaan itu untuk melindungi hati sahabatnya.” Tanggapan Nathan benar-benar serius kali ini. Aku jadi hanya bisa menunduk ditempatku.
“Bagaimana kalau cinta itu tidak biasa?” Aku kembali menatap mata hazelnya.
“Cinta akan selalu terlihat biasa jika itu sudah menyangkut hati.”
“Walau itu cinta antara cowok sama cowok?” Aku memberanikan diri untuk mengatakan hal itu, kulihat sebersit keterkejutan dimata hazelnya tapi langsung berubah tenang.
“Termasuk cinta yang itu. Bukankah cinta tak memandang apapun selain dari cinta itu sendiri. Bukankah cinta mempunyai caranya sendiri untuk membuat logika itu ada walau pada dasarnya cinta itu tak memiliki logika?” Aku hanya mengangguk.
“Siapa yang kamu bicarakan? Sandi?” Mendengar dia menyebut nama Sandi membuat aku sedikit terlonjak kaget, kenapa tebakannya begitu tepat sasaran.
“kok kamu tahu Sandi?”
“Dia mencintai Riki, itu sangat terlihat jelas.” Aku lagi-lagi dibuat kaget oleh kata-katanya.
“Bagaimana kau,”
“Pekalah terhadap sekelilingmu karena kamu pun akan tahu siapa yang benar-benar mencintaimu. Kamu hanya memandang terlalu jauh hingga membuatmu tak melihat orang yang selalu ada buatmu. Orang yang selalu menunggumu untuk mengetahui kalau dia sangat mencintaimu.” Nathan meninggalkanku yang hanya bisa bengong karena belum bisa mencerna sepenuhnya ucapannya.
***
“Aku minta maaf,” Suara itu keluar dari mulut Riki yang hanya bisa membuatku menghembuskan nafas. Aku menatapnya bergantian antara dia dan Sandi. Kami ada di balkon rumahku sekarang.
“Gue maafin lu, bahkan sebelum elu minta maaf.” Cinta memang akan selalu memaafkan bahkan sesakit apapun itu. Aku tersenyum untuk mereka.
Riki langsung memeluk Sandi, dapat kulihat Sandi sedikit terlonjak tapi tak lama ada kebahagiaan disana. Aku ikut memeluk mereka berdua. Sahabat memang segalanya. Aku bahagia setelah apa yang kami lalui kemaren dengan adegan tonjok-tonjok hingga membuat wajah kami terluka walau Sandi yang paling parah tapi sekarang semuanya sudah kembali membaik.
“Ya udah gue mau bantu kak Mey dulu bawa minuman kesini.” Ucap Riki setelah Adegan peluk-pelukan kami selesai. Sandi dan aku hanya mengangguk, dan melihat Riki berlalu meninggalakan kami berdua.
“Makasii udah mau nerima orientasi gue yang berbeda ini dan juga sudah mau menyembunyikannya dari Riki.” Suara Sandi tulus.
“Lu gak ada niat buat jujur sama perasaan lu ke Riki?”
“ Terkadang tak semua haln harus kita katakan untuk membuat dia mengerti. Orang yang gue cinta sedang tak melihat di sekelilingnya saja. Dia lagi natap kearah yang cukup jauh.” Kata-kata yang di ucapkan Sandi membuat aku tercengang karena baru kemaren aku mendapatkan kata-kata itu keluar dari mulut Nathan. “Seseorang berkata begitu pada gue.” Lanjut Sandi.
“Siapa?”
“Dia bahkan lebih menderita dari pada gue,” Sandi mulai membuat ku hilang kesabaran.
“Gue tanya siapa?”
“Jika lu memang di takdirkan buat mengetahuinya, elu pasti akan tahu.”
“Gue,” Suaraku terhenti saat kudengar langkah kaki Riki dan tak lama ia sudah kembali muncul di depan kami berdua. Aku hanya bisa menahan rasa penasaranku.
***
Jika cinta itu sanggupkah aku menerimanya? Jika memang itu cinta mampukah aku menjalaninya. Aku ingin kejujuran sekarang, entah seberapa buruknya itu. Aku tidak pernah menyalahkannya untuk memiliki perasaan melenceng itu padaku tapi yang aku salahkan adalah kenapa aku tidak sama dengnnya dari dulu agar aku bisa dengan mudah mengetahui perasaan sahabatku yang satu itu.
Bisakah aku mendapatkan satu kesempatan untuk bisa membuat dia bahagia? walau nyatanya aku juga menginginkannya sekarang tapi sebagian diriku menolak untuk menerimanya. Jika saja ia jujur dariku agar aku tidak perlu merasa bersalah telah membuat perasaan itu bersemi dihatinya. Tersiksakah dia selama ini didekatku? Sakitkah ia dulu mendapati diriku mencintai orang lain, sakitkah ia hingga tak mengubris ucapanku. Sejahat itukah aku padanya?
Aku melangkah gontai kearah rumahnya, bahkan tanpa menyapa lebih dulu pembantu-pembantunya, aku langsung masuk kekamarnya. Perasaan ku kalut saat ini.
Aku mendapati kamu sedang tertidur dengan lelapnya, aku ingin berteriak padamu kalau sekarang aku sudah tahu semuanya dan akan kusuruh kamu untuk berhenti menyembunyikan jati dirimu. Aku akan menerimamu walau itu nyatanya keinginan hatiku.
Aku mendekatimu dan mendapati rambutmu sedikit menutupi dahimu hingga membuat aku menyingkirkannya. Aku melihat tangan mu sedang terkulai didada telanjang mu. Aku mengalihkan tanganmu hingga membuat mataku menangkap sebaris tulisan rapi disana, tato. Dengan cermat aku memperhatikan tato itu dan langsung tersentak saat kudapti namaku yang terukir disana. Secinta itukah kamu?
Aku mengutuk diriku karena kecurigaan itu semakin terbukti kebenarannya. Aku memang menyiksamu selama ini. Aku minta maaf. Kulihat mata hazel itu terbuka. Mata itu menatap lekat kearahku seolah memastikan apa yang dilihatnya mimpi atau nyata tapi aku nyata di sini senyata cinta yang selama ini kamu pendam untukku. Aku nyata peluklah aku sekarang dengan cintamu itu karena hatiku menerima dirimu.