It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
tp krn ini cerita mu jd kita anggap aja nyogok personal ke dokter ma pegawai kependudukan
nice story BTW :x it
“Mid!” Aku mendengar teriakan di belakangku. Sesaat kemudian kulihat bola meluncur cepat ke arahku. Aku menangkapnya. Menahan sebentar. Menyempatkan diri mengibaskan rambut dan mengelap keringat. Menunggu hingga sorak sorai yang biasa kudengar itu bergemuruh dan kumulai aksiku.
Aku melewati satu...dua...tiga pemain lawan, melompat.....dengan sedikit gerakan keren, bola masuk ke dalam ring.
Sorak sorai makin kencang. Beberapa dari cewek-cewek itu meneriakkan namaku.....setengah histeris. 26-20 kedudukan sementara. Kami unggul.
Aku tersenyum ke arah penonton. Aku melihat Ratih di sana. Oh tumben dia ikutan nonton basket. Aku hendak melambaikan tanganku ketika sekali lagi aku mendengar namaku dipangil.
“Mid! Samid! Mburimu!”
Aku menoleh. Tak sempat melihat apa-apa bola basket besar itu melayang dan menghujam mukaku. Tepat hidung duluan.
Dasarnya aku sudah kelelahan. Badanku oleng, aku terjatuh seketika terlentang di atas lapangan. Kepalaku pening. Mataku berkunang-kunang, dan hidungku mengeluarkan cairan panas.
“Mid! Koen gak opo-opo a?” aku melihat Surya dan Arif mengerubungiku. Aduh mataku pedas. “KO rek!” kudengar Arif berteriak kepada anggota timku yang lain.
Segera aku merasa beberapa tangan kerepotan mengangkat tubuhku. Aku dibopong oleh dua orang temanku berjalan ke tepi lapangan. Aku sendiri berada di antara dua rasa. Perih dan malu. Ralat....malu dan malu karena perihnya sudah tidak begitu terasa.
Aku duduk di bangku tim cadangan. Tepat di pinggir lapangan. Sebuah lap basah dingin kusumpalkan ke hidungku. Kusadari beberapa temanku tertawa meledek.
“Style 100, action 100, eksekusi...modar!” canda teman-temanku. Aku Cuma tersenyum sambil memukulkan tanganku ke tubuhnya.
“Nggletek Mid!” temanku yang lain lagi ganti meledekku.
Di Malang kalian akan sering mendengarkan bahasa yang unik. Semua kata serba dibalik pengucapannya. Kami menyebutnya bahasa walikan. Malang jadi ngalam. Tidak jadi kadit. Tidur jadi rudit. Nama tempatpun tak ketinggalan ikutan dibalik balik juga. Daerah Bunul jadi Lunub. Sawojajar jadi Rajajowas. Termasuk juga namaku.....mereka lebih sering memanggilku Samid daripada Dimas.
Aku menghabiskan sisa waktu pertandingan di pinggir lapangan. Sambil mengkompres hidungku. Pada akhirnya tim kami tetap menang. 30-22. Aku menyumbang 10 angka untuk timku. Lumayan kan.
Pertandingan itu adalah final kejuaraan basket lokal tingkat SMP yang diadakan oleh salah satu perusahaan swasta nasional. Pertama kalinya sejak kompetisi semacam ini diadakan di Malang, akhirnya sekolah kami menang. Hehehe.
Tapi kemenangan itu harus dibayar dengan badanku yang meriang seharian. Beberapa hari ini memang aku tidak terlalu fit. Cuaca sedang aneh-anehnya. Pagi hujan.....siang panas gak ketulungan....sore pas giliran pulang sekolah dah kayak hujan badai. Sudah tiga hari berturut-turut aku tidak pernah sampai rumah dalam keadaan kering. Pasti basah kuyup.
Pertandingan final itu cukup membuat badanku ngedrop gak karu-karuan. Ditambah mimisan lagi. Jadilah malam itu aku berbaring imut di kasurku. Ditemani kompres demam dan semangkuk bubur panas yang isinya tinggal separuh.
“Lho....ga dihabisin?” papa masuk ke kamar dan duduk di tepi kasurku.
Aku Cuma mengeleng sedikit.
“Wah wes....kacangan....ngene tok ae langsung KO.” papa meledekku sambil tersenyum.
Aku Cuma kuat mendorongnya sedikit. Kami biasa bercanda seperti itu. Papa lebih seperti teman sepermainan bagiku. Dia tidak galak. Tapi sekalinya menyuruhku duduk dengan nada pelan, aku langsung takut luar biasa.
Papa menyentuh leherku. “Walah sek anget. Alamat wes!”
Aku menggerakkan tubuhku miring ke kanan. Membelakangi papa.
“Wah...arek lanang kok nesuan!” canda papa lagi. Dia tertawa terbahak-bahak. “Nang dokter a?” tanya papa.
Aku menggeleng.
“Yo wes.....kalau besok masih panas izin aja. Nanti biar mamamu yang ngurus.” Kata papa kalem. Dia tau jarang-jarang aku dapat kesempatan buat bolos sekolah.
Aku membalikkan badanku. Kini aku menghadap papa. Aku nyengir.
“Boleh Pa?” tanyaku polos.
“Karepmu!” kata papa sambil menepuk jidatku. Ia berdiri dan berjalan keluar kamarku. Meninggalkanku meringkuk dalam selimutku sambil senyum senyum sendiri.
***
Cocoklah ama Mika entar
Siapa Papanya Dimas?Prof. Joe kah?