It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ttp mention yee bang/bro/om jnong
Maaf, jika saya mengganggu. Silahkan layangkan dikomentar jika tidak berkenan.
----
You are Gay.
Siang itu harusnya membuat Abi menjadi lebih hidup. Rencananya sih seperti itu. Gio membawa pemuda itu berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan terbesar di kota seperti permintaan ibunya. Namun Abi masih tampak bagai boneka hidup setiap kali Gio berusaha berbicara padanya. Dan hasilnya, mereka hanya duduk di cafe berdua.
Gio yang tengah mendengus untuk kesekian kalinya, dan Abi yang menghela napas lelahnya untuk kesekian kalinya.
Dan suasana hati Abi menjadi lebih buruk ketika pemuda itu muncul di meja mereka, dengan pesona dan senyum yang menawan ia menyapa Abi. “Hai.”
Abi terkesiap dan berdiri. Ia melotot dan suaranya berbisik pelan. “Raka.”
“Apa kabar?”
Abi tak menjawab, ia terpaku seperti terakhir kali mereka bertemu. Pesona pemuda itu masih sulit untuk ditolak. Hingga ketika Gio berdeham pelan dan suara seruputan soda terdengar darinya, Abi mendapatkan kesadarannya. Ia mengelus tengkuknya atas kegugupan yang melanda. “Ah, hai.” Sapanya.
“Senang melihatmu, Abi.” Raka masih seperti terakhir kali mereka bertemu, tatapannya pada Abi tak berubah. Ada sirat cinta di sana.
Abi tentu tak melewatkannya begitu saja hingga wajahnya merona malu.
“Aku sudah tahu apa yang tengah terjadi. Aku turut prihatin, Abi.”
Da Raka selalu memiliki cara untuk menjebaknya dalam pesona yang mengerikan. Termasuk setiap kali pemuda itu menyebut namanya. Mampu menghilangkan kesadarannya. Beruntung suara dehaman untuk kedua kali kembali menyadarkannya. Ia menoleh, melihat Gio yang menuntut penjelasan. Oh, ia lupa jika pemuda itu sedang bersamanya. Tapi suara dehaman itu juga menarik perhatian Raka.
Abi berdeham, membasahi kerongkongannya yang kering. “Gio, ini Raka. Dan Raka, ini Gio” Gio berdiri menyebutkan nama dan keduanya berjabat.
Raka menatap Gio sejenik sebelum alisnya terangkat. Ia mendekati Abi, mendekatkan wajahnya ke sisi wajah Abi dan berbisik. “Apa ini penggantinya? Kalian kencan?”
Namun sayangnya Gio bisa mendengarnya.
“Tidak, tidak, bukan seperti itu. Kamu mengerti, kan?”
Raka tak menjawab. Ia hanya diam dan tersenyum. Hingga ada jeda yang panjang sebelum akhirnya Raka berkata “Aku harus pergi, teman-temanku menunggu.” Ia menepuk bahu Abi. “Sampai bertemu lagi, Abi.” Dan berlalu pergi.
Abi jatuh terduduk di kursi menyandarkan punggungnya yang terasa lelah. Ia menghela, mengerang dan memijit pangkal hidungnya. Setelah itu menatap murka pada Gio. “Kau ini benar-benar membuatku pusing. Kenapa sih kamu ngomong seperti itu?”
“Kau menyukainya?”
“Hah? Tidak. Dulu aku memang menyukainya. Tapi—“ Abi menyadari sesuatu. Ia baru saja membongkar jati dirinya pada Gio. Napasnya tercekat, matanya melebar menatap Gio yang balas memandangnya. Pemuda itu menelitinya, menelanjanginya. Abi mengigit bibirnya lalu menunduk.
Dan tidak ada lagi pembicaraan di antaranya keduanya hingga mereka memutuskan untuk pergi.
“Kamu gay.” Bukan sebuah pertanyaan, tapi sebuah pernyataan meluncur dari mulut Gio begitu mereka kembali ke mobil. Mereka perlu bicara, putusnya.
Namun Abi tak menanggapinya, yang membuat Gio yakin pernyataannya benar. Abi menghela panjang ketika ia merasa keheningan itu serasa menusuk tenggorokannya. “Ya.”
Gio melirik Abi yang tak memandangnya, masih menunduk mengamati jemarinya yang saling bertaut gugup. “Dan dia… mantanmu.”
Abi mengangguk. Dan sekali lagi mereka terjebak dalam keheningan yang panjang. Abi melirik Gio yang menatap ke depan, menerawang. Ia tidak tahu apa yang pemuda itu pikirkan, tapi ia bisa menduga. “Kamu jijik.”
“Hah?” Gio menoleh, mendapati Abi menatapnya. Ada sesuatu dari tatapan pemuda itu yang membuatnya gugup.
“Kamu jijik.”
Gio mengelus tengkuknya dan mengalihkan pandang kembali ke depan. “Tidak, bukan seperti itu. Aku hanya— terkejut.”
“Ya, aku mengerti.”
Pemuda bersurai sebahu itu menyalakan mesin mobil. Ia menelan ludah gugup. “Kamu mau ke mana sekarang?”
“Pulang.”
semoga part ini bisa menghibur
Sipp lanjut!><
@harya_kei n @zeva_21 hahaha saya memang memutuskan untuk membuat cerita-cerita singkat aja.
@lulu_75 ya, gak apa. yap, Gio masih normal. lagi otw belok kok. hahaha
tak kira udh belok dari sononya..hehehe...
ok deehh..lanjut bro..
tak kira udh belok dari sononya..hehehe...
ok deehh..lanjut bro..