BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

MY ASSHOLE

1111214161727

Comments

  • Gmna perasaannya zion yah ngeliat kedekatan arya dan erwin.
  • penasaran banget dah ama permasalahan Erwin.
  • Itulah yang dipta tunggu mbak @yeniariani . Mengapa erwin melakukan itu.
  • eh, si erwin ada main ternyata sama seina ..
  • wah erwin bermain juga dengan seina hoho..
  • awalnya aq benci erwin,tapi sekarang kayaknya aq mulai simpati dan penasaran apa alasan dibalik dia seperti itu.
  • kayaknya seru neh dibaca dulu ah. *tiduran sambil ol
  • beeuuhh.. erwin ternyata, agak sedikit saiko juga ya! x_x
  • beeuuhh.. erwin ternyata, agak sedikit saiko juga ya! x_x
  • Erwin Kerennnnnnn!!!!! Bisa ngalahin cewek dan cowok dengan mudah!! Sebinal apakah kau erwin???

    @yeniariani minta dimention aku ya??
  • Erwin he really an asshole :))
    penasaran sama tindakannya, dia cinta Zion tp jd selingkuhan Arya dan main dengan Seina dan siapa Lucy???
  • makin kesini erwin makin gila sikapnya tp knapa ya malah jd suka sama karakter kaya dia xD tp ben gak muncul d part ini
  • aku mulai suka sm karakter erwin keren jg memanfaatkan cewek dan selingkuh pacar sahabatnya dan dekat ben...tp pasti ada alasan dia melakukan itu
  • MA8

    Aku terkejut melihat dia ada di kantor ini. Si tua bangsat itu, apa yang sedang ia bicarakan dengan Ben. Aku percaya Ben tidak mungkin melakukan sesuatu jika itu merugikanku tapi aku tidak percaya dengan bangsat tua itu.

    Aku rasanya ingin kembali saja tapi rasa penasaranku lebih banyak menguasaiku hingga aku harus rela menunggu di tempat kerja Mba Nanda.

    Aku melihat Mba Nanda sedang sibuk mengerjakan sesuatu, hingga ia tak terlalu banyak mengajakku bicara. Biasanya ia kan banya berceloteh apalagi jika itu sudah menyangkut Ben. Yang ku tahu wanita ini mencintainya. Entahlah dengan Ben, mengingat beberapa bulan yang lalu ia pernah mengaku cinta denganku yang ku tanggapi dengan tawaku dan sejak saat itu ia tak pernah lagi bilang cinta padaku tapi dari sikapnya padaku saat kami sedang berdua tentunya, seolah aku adalah miliknya.

    Aku sedikit heran dengan sifat sepupuku yang satu itu, dia tidak benci aku bersama orang lain bahkan walaupun ia tahu aku kerap kali berhubungan intim dengan orang lain, ia sama sekali tak pernah melarangku dan aku juga tak mau memusingkan diriku hanya untuk sekedar bertanya.

    “Sepertinya meraka masih lama Win, kamu masuk aja ikut gabung sama mereka. Toh dia keluargamu.” Mba Nanda berucap, mungkin ia lelah melihatku tidak ada kerjaan di tempat dudukku. Aku bisa saja memainkan gadgetku tapi aku sedang malas. Pembicaraan dua orang pria di dalam ruangan tersebut lebih banyak menarik minatku.

    “Tidak deh Mba.” Aku menjawab dengan senyuman.

    “Bapak Anwar baru datang loh Win, Gak apa-apa kamu nunggu?” Aku menggeleng.

    “Baiklah kalau memang itu maumu. Tapi maaf ya, Mba lagi banyak kerjaan jadi tidak bisa menemanimu.”

    “Aku ngerti kok Mba.” Mba Nanda akhirnya kembali ke tempat duduknya dan aku juga ikut sibuk dengan pikiranku sendiri.

    Setelah beberapa menit akhirnya aku mendengar suara pintu ruang kerja Ben di buka dan aku tidak mau sibuk-sibuk menengok. Aku mendengar suara langkah kaki mendekat, aku masih setia tertunduk dengan memandang jemari tanganku.

    “Dia sudah lama?” Suara Khas bapak-bapak keluar dari mulutnya. Dia ternyata cukup mengerti jika bertanya padaku dia tak akan mendapat jawaban dan itu sebabnya ia bertanya pada Mba Nanda.

    “Sudah Pak. Saya sudah suruh dia masuk tapi dia tetap mau menunggu.” Suara Mba Nanda takut-takut. Aku tidak mendengar ia menjawab lagi.

    “Baiklah saya pulang dulu.” Rasanya ingin sekali ku tepis tangannya yang ada di kepalaku tapi aku hanya diam saja sampai ia berlalu meninggalkanku. Aku mendongak dan berdiri.

    “Aku masuk dulu ya Mba!” Ucapku dan Mba Nanda hanya mengangguk dengan senyumnya.

    Aku membuka pintu ruang kerja Ben dengan tak sabaran dan ku dapati dia sedang menelpon. Dia menatapku dan mengangkat tangan menyuruhku menunggu sebentar. Aku diam berdiri di depan meja kerjanya menunggu ia selesai menelpon.

    “Apa yang dia lakukan di sini?” Aku bertanya dingin saat Ben sudah selesai dengan si pembicara telpon.

    “Om Anwar?” Dia bego atau pura-pura bego. Tentu saja yang ku maksud dia, siapa lagi.

    “Bodoh.” Dia tertawa, sangat tahu kalau aku sedang kesal yang di bumbui dengan rasa penasaran. Ben bangkit dari duduknya dan mengajakku duduk di sofanya.

    “Dia menanyakanmu.” Ben menjawab tanpa menunggu aku bertanya lagi.

    “Kenapa menanyakanku?” Aku lihat Ben kembali tersenyum, entah apa yang membuatnya melakukan itu. aku sedang tak peduli sekarang.

    “Dia meminta alamatmu.”

    “Kamu memberikannya?” Aku bertanya dengan cepat dan mendapati gelengan dengan cepat juga. “Baguslah.”

    “Kamu tahu kan, tanpa dia bertanyapun padaku dia pasti akan dengan mudah menemukanmu.”

    “Karena dia adalah penjahat.”

    “Erwin,” Aku menatap Ben, Dia memang tidak pernah suka mendengar aku berkata kasar pada orang-orang yang telah menyakitiku itu.

    “Ya aku tahu.” Ucapku karena Ben tak juga mengalihkan pandangannya.

    “Ibumu sakit.” Ben berucap, ada harapan di sana kalau aku akan sedih dan langsung mendatanginya tapi kali ini tidak akan.

    “Tidak ada hubungannya denganku.” Ben mendesah. Aku hanya bisa menerawang. Bayang-bayang masalalu selalu menghantuiku dan aku benci dengan itu.

    ***

    “Ayo turun!” Kata Ben, dia sudah lebih dulu turun dari mobilnya dengan cepat ia menghampiri pintu mobil yang ada di sebelahku dan membukakan aku pintu mobil.

    “Aku bukan wanita.”

    “Memang bukan, kamu wanitaku.” Aku menatap kearahnya dengan perasaan sebal dan dia hanya mampu tertawa dengan leluconnya sendiri.

    Kami berjalan masuk ke dalam gedung yang aku tahu tempatnya di adakan pesta peresmian hotel yang entah siapa yang memilikinya. Ben memegang tanganku, tak merasa risih dengan tatapan orang lain karena kalau orang terdekat kami yang melihatnya pasti sudah tak aneh lagi dengan sikap Ben padaku.

    Aku melihat banyak sekali tamu undangannya dan juga pestanya cukup meriah. Bukan pesta glamour sih, lebih terkesan pesta elegan daripada glamour. Semua berpakaian dengan rapi dan juga dengan setelan-setelan mewah. Tak heran karena orang yang mengadakan pesta adalah orang kaya.

    “Erwin!” Aku mendengar seruan seseorang dan mengedarkan arah pandangku ke segala penjuru, sedikit terkejut ku dapati Zion ada di sana dan di sebelahnya sudah ada Arya yang sedang membawa minuman dengan dua warna berbeda.

    “Hai!” Ucapku saat mereka sudah ada di depanku.

    “Apa yang kamu lakukan di sini?” Tanyanya terdengar antusias. Sejak insiden di parkiran waktu itu, ini untuk pertama kalinya ia menegurku dan aku cukup bahagia dengan itu semua.

    Kesal rasanya kenapa dengan Arya dia biasa saja tapi padaku malah cuek. Rasanya aku yang di salahkan waktu itu dan Arya juga tidak pernah mendatangiku lagi setelah kejadian itu. Dia memang sering menelpon dan juga mengirim pesan alasannya sibuk tapi aku yakin semuanya bersangkutan.

    “Aku nemenin dia ke sini.” Aku menunjuk Ben yang masih setia dengan senyumannya dan ku lihat Zion baru sadar kalau aku punya teman yang sedang berdiri di dekatku.

    “Abang Ben!” Tunjuk Zion ke arah Ben. Mereka saling mengenal?

    “Hei manis.” Ben mengacak rambut Zion dengan gemas dan entah kenapa aku tidak suka Ben melakukan itu, maksudku hanya aku yang boleh di gituin sama Ben. Aku bingung ada apa denganku sekarang. Aku hanya menatap sebal ke arah mereka yang sedang asik membahas sesuatu yang tak ku mengerti.

    Aku menyadari kalau tatapan Arya terus tertuju ke arahku dan aku tak mau sibuk-sibuk membalas tatapan yang tak ku mengerti itu.

    “Jadi Win, kakaknya Zion ini yang punya pesta.” Ben berucap saat ia dan Zion sudah selesai dengan percakapan seru mereka.

    “Kamu punya kakak?” Aku sedikit terkejut mendapati Zion memiliki kakak yang tak pernah di ceritan Zion padaku.

    “Baru pulang dari luar negeri jadi tak banyak yang tahu.” Jawab Zion membuat aku hanya mengangguk malas.

    “Pada kumpul di sini ternyata.” Suara serak-serak basah itu membuat aku menoleh ke belakang dan mendapati seorang pria dengan tampilan segarnya. Kemeja coklat mudanya terlihat sangat pas di tubuhnya dan dia memiliki tatapan elang yang sayu. Ada bulu-bulu tipis di dagunya. Ciptaan tuhan yang sangat sempurna dan tunggu dulu dari tadi dia menatapku? Aku sedikit memutar bola mataku, memastikan memang aku yang sedang dia tatap.

    “Win, ini kakakku.” Zion mengapit lengan kakaknya dengan mesranya, andai mereka bukan saudara tentu saja aku akan cemburu. Tunggu dulu, cemburu pada siapa? Zion atau kakaknya. Aku hanya bisa meneguk ludahku dengan susah payah.

    “Rion.” Dia mengulurkan tangan ke arahku. Aku menyambut tangannya dengan suka cita walau hanya dalam hati saja suka citanya, di luar tetap harus terlihat cool.

    “Erwin.” Aku ikut memperkenalkan diri.

    “Oke, ayo semuanya acara sudah akan di mulai dan aku mau kalian semua ada di sana.” Rion berucap membuat semua orang mengangguk setuju.

    Ben berdiri di depanku dan tersenyum memberikan aku tangannya yang langsung ku genggam dengan erat. Kami berjalan ke kerumunan orang-orang yang sudah sangat antusias.

    ***

    Untuk sebuah kebetulan atau apapun namanya maka aku akan berdecak kagum karena kami berlima sekarang malah duduk semeja. Tamu undangan sudah lama berlalu meninggalkan acara dan tinggal kami berlima yang tertinggal di sini.

    Aku memang mau pulang dari awal tapi Ben memaksa untuk tinggal karena kakaknya Zion adalah teman baiknya jadi dia yang tak enak untuk cepat-cepat meninggalkannya dan aku nurut saja.

    “Mau bermain?” Tanya Rion membuat kami semua menatap heran ke arahnya.

    “Main apa?” Aku bertanya.

    “Kamu lihat botol yang ku pegang ini?”

    “Aku belum buta untuk tak melihatnya.” Aku sedikit ketus ke arahnya tapi dia malah senyum membuat giginya yang rapi terlihat jelas dan aku suka. Kenapa aku mudah banget suka?

    “Baiklah kita akan memainkan ini.” Rion terus memutar-muta botol berwarna hijau itu.

    “Aku tahu, permainan yang sering kita mainkan dulu kan kak?” Zion kali ini mengangkat suara dan Rion mengangguk.

    “Bagaimana cara mainnya?” Ben ikut menimpali.

    “Kemana aja botol ini mengarah maka dia harus menjawab pertanyaan kita.”

    “Siapa yang jadi tukang tanya?” Ternyata Arya juga ikut menimpali tapi aku hanya bisa menyilangkan tangan di dada. Tak terlalu suka dengan permainan kekanak-kanakan seperti itu.

    “Siapapun yang mau bertanya, tapi hanya boleh satu orang dan satu pertanyaan. Kalian mengerti?” Rion menatap kami semua. Semuanya mengangguk kecuali aku.

    “Baik, siapa yang mau memutar botol?” Rion kembali bersuara, pembawaan cowok kale mini cukup membuat aku penasaran dengannya.

    “Aku.” Ben mengambil botol dari tangan Rion dan mulai memutarnya dan skak, botol berhenti di depan Zion.

    “Aku siapa bertanya,” Ben berucap dengan menggosok-gosokkan telapak tangannya seolah akan melakukan sesuatu yang sangat penting.

    “Kamu hanya boleh bertanya satu kali, tidak apa menghabiskan pertanyaanmu padaku?” Rion menunjuk dirinya dan Ben hanya tersenyum.

    “Aku selalu penasaran akan satu hal denganmu dari dulu jadi aku rela kehilangan kesempatanku bertanya asal rasa penasaranku terobati.”

    “Baiklah tanya.” Rion menantang.

    “Pernahkah kamu jatuh cinta?”

    “Pernah.”

    “Siapa dia?”

    “Hei, hanya satu pertanyaan. Kamu tidak mungkin lupa.” Rion menunjuk kearah Ben dengan nada menang membuat Ben terlihat sewot.

    “Sial, aku salah mengajukkan pertanyaan.”

    “Hahaha, makanya jangan terlalu bernafsu.” Rion mencibir membuat kami hanya bisa tersenyum.

    “Baik lanjutkan.”

    Botol itu kembali berputar dengan agak lama karena Zion memutarnya cukup kencang dan botol itu mengarah padaku.

    “Aku yang akan bertanya.” Suara serempak keluar dari mulut dua bersaudara itu dan suksek membuat kami melongo.

    “Apa yang penting yang ingin kamu tanyakan padanya kak?” Tanya Zion tak mau mengalah.

    “Mau tahu aja ni bocah.” Ucap Rion mengacak rambut adiknya.

    “Ya udah kakak deh.” Ternyata tatapan Rion cukup membuat Zion mengalah dengan gampang dan sekarang Rion menatap kearahku dengan tatapan sayu tapi tajamnya. Aku sedikit bergidik melihat tatapn itu. Aku heran apa yang ingin di tanyakan pria yang baru saja mengenalku ini.

    “Mau menjadi pacarku?”

    “Apa?” Suaraku terdengar seperti desisan. Cukup kaget aku mendengar pertanyaan tak memungkinkan itu keluar dari bibir pria bermata elang tersebut.

    “Pertanyaan tak berbobot macam apa itu?” Zion terdengar kesal dengan kakaknya.

    “Itu jelas berbobot, ada tanda tanya di belakangnya jadi atas alasan apa itu di sebut tak berbobot adikku sayang?” Rion tersenyum.

    “Ayo jawab.” Rion kembali menatapku dan aku membalas tatapnya.

    “Mau.” Dan aku ikut gila. Mengiyakan begitu saja keinginan cowok menggoda ini tapi aku juga tahu selalu ada alasan lain dalam setiap hal dan aku ingin tahu apa itu.

    “Kamu serius?” Ben menatapku dengan tatapan tak terbacanya. Apa kali ini ia mulai tidak suka ada yang dekat denganku? Yes, aku patut senang dengan itu.

    “Ini hanya permainan kan?” Arya berucap membuat ia mendapat tatapan mematikan dari Zion dan itu membuat aku semakin curiga dengan mereka berdua. Apa Zion tahu kalau aku dan Arya menjalin hubungan di belakangnya dan ia mau balas dendam denganku lewat kakaknya. Itu patut di curigai tapi mengikuti permainan mereka pasti akan sangat mengasikkan jadi aku ikut tentunya.

    ***

    S
Sign In or Register to comment.