BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

MY ASSHOLE

1171820222327

Comments

  • oooooh jd yg merkosa rion bukan om erwin y mbak melainkan papa tiri2 ngerti q mbak....
    mau donk mbak one shoot tentang zion ya ya mbak hehehe...semangat bwt cerita cinta rumit
    @yeniariani
  • pastinya @yeniariani aku akan selalu baca ceritamu...tetap semangat yo..
  • pastinya @yeniariani aku akan selalu baca ceritamu...tetap semangat yo..
  • oke @freeefujoushi aku akan mention km nanti kalau dh rampung..
  • mulai ada pencerahan suka deh!
    Rion is Arlan is Erwin's First Love, betul tidak?
  • @yeniariani tapiiiiiiiiii happpppppppyyyyy ending kan kakak cetarrrrrrrrr?????/ hahaha... ditunggu ya?????///
  • MA11

    Aku menciumnya, merasakan betapa manis bibirnya. Aku berusaha menciumnya dengan pelan tak ingin membangunkannya. Aku ingin dia tahu kalau aku sudah mengingatnya sekarang walau nyatanya aku terlambat mengingat tapi aku senang karena dia tak menghilang begitu saja di memoriku.

    Aku kaget saat matanya terbuka dan mencoba menjauhi tubuhku darinya tapi dengan cepat ia kembali meraih bibirku yang sudah lepas dari bibirnya dan dia melumat bibirku seolah menemukan sesuatu yang selama ini telah lelah ia cari.

    Aku berusaha menyimbangkan ciumannya, aku seolah mendapatkan ciuman pertamaku. Aku seolah anak lugu yang baru pertama kali merasakan bibir orang lain berada di bibirku. Aku berusaha menutup mataku tak mampu menantang tatapan elangnya.

    Dia memegang tengkukku dan membuat ciuman kami semakin dalam.

    Bibirnya melepaskan bibirku dan mengecupnya untuk kali terakhir. Aku menatapnya dengan tatapan bingung tapi dia senyum. Aku ikut senyum canggung ke arahnya. Memalukan sekali ketahuan mencium orang lain tanpa sepengetahuan yang punya.

    “Ciumanmu kaku.” Komentarnya masih setia dengan berbaring. Aku terduduk lemas. Ini memalukan.

    “Kamu melakukannya secara tiba-tiba, tentu saja aku kaget hingga membuat aku kaku.” Aku ngeles yang membuat dia memperdengarkan tawanya.

    “Setahuku bukan aku yang memulainya.” Dia tersenyum menggodaku. Aku yakin wajahku sudah memerah kali ini.

    “Hei berhenti menggodaku, oke?” dia kembali tertawa membuat rasa Maluku semakin ada di puncaknya.

    “Aku senang kamu melakukannya.” Aku mendongak mendapati ia berucap demikian. Ia mengangguk mengiyakan ucapannya. Dia bangun dan menyuruhku duduk di sampingnya yang langsung aku turuti dengan senang hati.

    “Maaf tidak langsung mengingatmu.” Ucapku akhirnya karena dia hanya diam saja dengan senyuman tenangnya.

    “Asal kamu ingat, terlambat juga tak apa.” Dia memposisikan dirinya lebih dekat denganku dan menghadap ke arahku. Dia mengangkat daguku dan memberikan aku senyuman yang akan selalu membuatku tenang dari dulu.

    “karena aku kamu mendapatkan pengalaman buruk.”

    “Saat aku memutuskan kembali dulu, aku berpikir pasti rasanya akan sakit saat mendapatkan kamu sudah bahagia dengan orang lain tapi ternyata rasanya lebih sakit saat tahu kalau ternyata kamu tak sebahagia yang ku harapkan.” Dia memegang sisi wajahku dan terus membuat tatapanya tertuju ke arahku.

    “Jujur, aku tak sepenuhnya ingat. Apa yang membuatku sampai melupakanmu atau masalalu kelam kita. Dan bagaimana bisa aku membenci Andrew?”

    “Yang ku tahu kamu kehilangan ingatan waktu itu dan orang tuaku di pindah tugsakan hingga aku harus meninggalkanmu yang masih terbaring di rumah sakit. Aku sempat ingin menemuimu tapi melihat papamu yang sedang menjaga membuat aku tak berani mendatangimu.”

    “Apa yang membuat aku kehilangan ingatanku?”

    “Entahlah, aku sudah dengar kamu ada di rumah sakit.” Dia menggeleng.

    “Rion Arlan Andika.” Aku merapalkan namanya membuat dia tersenyum.

    “Aku senang kamu mengingat.” Aku memeluknya, membenamkan diriku di dadanya.

    “Mau menjadi pacarku?” Tanyanya saat dia melepaskan pelukanku. Aku ingin berteriak dengan lantang mengatakan iya padanya tapi malah gelengan yang ku berikan.

    “Aku tidak bisa.” Dia terlihat heran.

    “Kenapa? Ada orang lain?”

    Aku kembali menggeleng.

    “Kamu mencintai adikku?” Aku menatapnya dengan terkejut mendapati tebakannya sangat tepat walau bukan itu alasan aku menolak.

    “Dulu aku mencintainya bahkan dengan sangat tapi sekarang perasaan itu hilang sudah.”

    “Terus?” Dia menjenguk kepalaku yang tertunduk.

    “Boleh aku mengakui sebuah dosa padamu? Bukan hanya satu dosa.”

    “Katakan.”

    “Aku-aku tak sepenuhnya baik-baik saja setahun belakangan ini. Hidupku kacau dan juga kisah cinta yang semakin membuat aku seperti brengsek. Aku membenci orang-orang yang membunuh papaku yang ku ketahui ternyata pelakunya adalah papa yang ku anggap papa tiri yang baru ku ketahui adalah papa kandungku.” Aku mengambil nafas dan menghembuskannya. Kulihat Rion masih mendengarkan.

    “Aku baru saja membuat hubungan seseorang hancur, aku mencium cewek itu di depan pacarnya dan membuat aku mendapati luka ini.” aku menunjuk sudut bibirku yang langsung di raba oleh tangan Rion.

    “Rasanya sakit?” Dia bertanya masih mempertanyakan luka di bibirku.

    “Sekarang sudah nggak.”

    “kamu sungguh berengsek, dan aku mencintai orang brengsek itu.” mau tidak mau aku harus tersenyum mendapati kata-katanya dengan dua arti, baik dan buruk.

    “Aku juga menjalin hubungan gelap dengan orang yang kamu kenal.”

    “Ben!” Dia menebak dan kali ini meleset.

    “Bukan Ben.”

    “Aku kira dia, aku sedikit sakit hati saat dia menyeretmu dari meja waktu itu. Jelas dia cemburu padaku. Aku sangat yakin itu.”

    “Ya aku tahu, dia mencintaiku tapi merusak sepupu sendiri bukanlah gayaku.”

    “Lalu siapa?”

    “Kamu sungguh tak ingin menebak?” Rion kembali terlihat berpikir. Aku harap-harap cemas akan reaksinya, Bagaimana kalau dia langsung mengusirku? Mengingat aku berselingkuh dengan pacar adiknya.

    “Arya.” Ohh great, ia pintar dalam urusan tebak menebak. Aku tak meresfon dan ia mengangguk.

    “kamu marah?”

    “Tidak, tapi sebaliknya aku senang karena Arya orangnya.”

    “Kenapa?”

    “Kalau sampai adikku, aku tidak mungkin tega merebutmu darinya jadi mengetahui kalau itu adalah Arya, bisa ku pastikan kalau kamu akan tetap dapat ku miliki.” Haruskah aku senang dengan semua itu.

    “Kamu tahu Zion menjalin hubungan dengan Arya kan?” Aku bertanya takut-takut.

    “Aku tahu dan aku tak suka.”

    “Aku harap memang kamu mengerti arah pembicaraan kita.”

    “Aku sangat mengerti jadi maukah kamu menjadi pacarku?”

    “kamu benar-benar tak apa dengan semua yang terjadi padaku?”

    “Semua itu jadikan masalalumu jadi sekarang tatap aku dan raih masa depanmu bersamaku. Mari kita buat bahagia kita bersama.” Rion mengulurkan tangannya dan aku siap meraih tangannya. Merajut bahagia bersamanya dan akan ku maaf rasa sakit yang sering menggangguku.

    ***

    “Beberapa jam lagi pagi, sebelum pagi dan sebelum kita datang ke pemakaman mamamu bisakah aku meminta sesuatu darimu?” Rion mendongak kearahku yang memainkan rambutnya. Aku sedikit di rundung sedih, mengingat beberapa jam lagi aku akan melihat ibuku sudah tak ada di dunia.

    “Apa yang kamu inginkan, jangan membuat aku berpikir macam-macam dengan permintaanmu itu.” Aku menyeringai ke arahnya membuat ia meraih pipiku dan menariknya.

    “Aku tidak seperti orang-orang yang selama ini kamu kenal.” Aku memegang pipiku yang sakit, cemberut menatap dia tapi bukannya kasihan dia malah tertawa.

    “Jadi apa yang kamu mau?”

    “Ceritakan padaku tentang perkenalanmu dengan adikku dan bagaimana dia begitu hebat merangkapmu dalam pesonanya.” Aku tergelak mendengar ucapannya.

    “Sungguh kamu ingin mendengarnya?”

    “Ceritakan!” Aku kembali memainkan rambutnya dan mulai menerawang.

    [FLASHBACK]

    Aku sedang duduk di bangku kampus dengan buku tebal di tanganku, sempat ku lirik sekelilingku dan dapat kurasakan ada yang sedang mengawasiku. Aku berpikir adakah yang terlalu indah dariku sampai bisa memikat orang lain.

    Aku berusaha tak peduli dan tetap kurasakan bahwa pemuda berjacket itu masih menatapku, dengan kesal aku menghampirinya dan mengambil majalah yang ada di tangannya, yang kurasa tak ada maksud ia baca. Melihat kalau majalah itu di pegangnya dengan terbalik.

    “Ada yang salah denganku?” tanyaku sewot padanya. Dia hanya menatapku dengan mata sayunya.

    “Mau berteman denganku?” itu ucapan pertama yang keluar dari bibirnya membuat aku mengatupkan bibir tak bisa meresfon apa-apa.

    Aku pergi darinya dan dia mengejar, berdiri di depanku dengan tangan terbentang. Aku tak bisa percaya ada cowok sengotot dia. Aku menyingkirkan tubuhnya tapi dia bergeming tetap berdiri dengan kokoh di sana.

    “Aku tak ingin berteman, oke?” Aku mulai berucap kasar padanya. Dia menunduk membuat aku berdecak kesal dan dengan cepat tangisannya keluar, semakin lama semakin kencang saja suara tangisannnya keluar. Aku mulai takut, apalagi dengan tatapan aneh orang-orang di sekelilingku.

    “Kamu sudah gila, kamu ingin merusak namaku?” Aku mulai panic. tapi dia malah semakin meperdengarkan tangisannya.

    “Oke, oke kita berteman.” Dengan kata itu dia langsung diam, lama senyumnya tersungging dan dengan tak tahu dirinya dia tertawa.

    “Aku Zion Andika Arlan. Kamu?” Dia mulai terlihat antusias.

    “Gila.” Aku meninggalkannya.

    “Kamu serius. Namamu gila?” Kejarnya. Aku menggeleng. Dia lugu atau sok-sok lugu.

    “Erwin, Erwin Andrew Siregar.”

    “Nama yang bagus.”

    [End Flashback]

    “Hahaha, gokil gokil, aku sangat yakin memang seperti itu ceritanya. Dia memang selalu memaksa dalam segala hal.” Rion tertawa membuat aku senyum. Aku juga selalu tersenyum kalau ingat hal itu, sangat kentara dia menginginkan aku sebagai temannya.

    “Kamu tahu? Aku selalu takut saat dia akan dengan tiba-tiba tahu kalau aku mengambil kekasihnya. Pastinya dia tak ingin mengenalku lagi.”

    “Sudah mikir seperti itu, kenapa tidak berhenti?”

    “Aku terlalu butuh pelampiasan waktu itu, masalah keluarga membuat kepalaku sering sakit.” Aku mendesah, mengingat bagaimana hubunganku dan Arya berjalan. Aku sungguh bersalah pada mereka berdua.

    “Sekarang sudah ada aku, maukah kamu berhenti?”

    “Tentu saja.” Aku tersenyum dan mencium keningnya.

    Menemukannya bagaikan menemukan jarum di tengah gurun pasir. Ternyata sosok Zion hanyalah sebuah gambaran akan dirinya di hatiku. Mulai sekarang dengan yakin aku katakan kalau aku hanya akan mencintai satu orang.

    Orang yang mencintaiku dengan sepenuh hati, bahkan rela mengorbankan dirinya demi kebaikanku.

    ***
  • Uhh sweet, ternyata bener Zion hanya refleksi dr Rion yg buat Erwin jadi suka. Jgn sampe Zion ternyata suka juga sama Erwin
  • @SteveAnggara bagaimana kalau ternyata memang iya?
  • Jd makin bingung mau pilih rion ato ben,rion yg rela berkorban ato ben yg selalu setia walaupun selalu tersakiti.
  • Jd makin bingung mau pilih rion ato ben,rion yg rela berkorban ato ben yg selalu setia walaupun selalu tersakiti.
  • Kayanya memang iya nih huhu, masalahnya jadi makin runyam kalo gitu
  • keduanya memang memiliki cinta yang sama" besar pada erwin @hendra_bastian
Sign In or Register to comment.