It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
awas aja kalo Erwin ampe selingkuh dari Rion,!
Aku membuka pintu mobil dan Rion yang langsung menghampiriku. Kami sampai di pemakaman. Miris aku melihat orang yang berlalu lalang dengan pakaian serba hitam mereka. Aku kehilangan mamaku dan itu sangat menyakitkan buatku.
Aku berjalan di ikuti oleh Rion, dapat ku rasakan tangan Rion menggenggam tanganku dan ku tatap Rion, dia memeberikan aku senyuman manisnya.
Akan selalu indah jika bersamanya walau aku tak ingat semua tentangnya.
Aku sampai di makam mama yang baru saja selesai di kubur, aku sengaja datang terlambat. Akan sangat menyakitkan rasanya jika melihatnya tertutup dengan tanah.
“Kak!” Lucy berdiri di depanku dengan mata sembabnya. Aku menatapnya dan mengedarkan pandanganku ke seluruh orang-orang yang kini tengah menatapku. Aku melihat Ben ada di sebelah mamanya. Memakai kemeja hitamnya dan kacamata dengan warna yang sama.
“Kemari!” Ku pegang bahu Lucy dan menariknya ke pelukanku. Membuat ia sesenggukan di dadaku. Nyaman rasanya bisa memenuhi permintaan mamaku.
“Mama pergi kak, mama ninggalin kita.” Lucy masih saja tak rela dengan kepergian mama kami. Andai aku juga wanita pasti aku akan dengan mudah mengekspresikan kesedihanku dengan airmata. Aku menatap Papa kandungku, dia menyunggingkan senyum dan dengan kaku aku membalasnya.
Ku eratkan pelukan pada tubuh Lucy.
Kami sampai di rumah, aku duduk di sofa ruang tamu dengan Rion yang ada di sampingku. Aku tahu Ben terus menatap ke arah kami. pasti dia curiga ada yang terjadi di antara kami dan aku juga akan menceritakan padanya nanti.
Lucy datang dan kembali duduk di sampingku dan menyandarkan kepalanya di pundakku. Aku tahu dia sangat membutuhkanku sekarang.
Kulihat papaku baru saja sampai dan mengambil posisi duduk di seberang, aku tahu kesedihan masih menggelayutinya.
“Kakak tidak pergi kan? kakak tinggal di sini?” Lucy bertanya dengan mendongak menatap wajahku yang juga sedang menatapnya.
“Kakak akan sering main ke sini.” Musibah selalu membawa hikmah.
“Aku ingin kakak tinggal bersamaku.”
“Kakakmu pasti akan sering menjengukmu sayang. Jadi tidak apa-apa kalau dia tidak mau tinggal.” Aku tahu nada suara yang di keluarkan Papa adalah nada yang kecewa karena aku tak mau tinggal. Aku juga tidak bisa memutuskan tinggal di sini karena aku yang sudah terbiasa tinggal sendiri.
“Jadi aku anak kandungmu?” Aku mulai bertanya, mengalihkan pembicaraan kami. Aku lihat Papa menatapku dengan tatapan tak terbacanya. Aku bisa melihat Ben juga terkejut.
“Lucy sudah bilang kalau mamamu cerita padamu. Sepertinya memang sudah saatnya kamu tahu.” Ben yang duduk di dekat papa menatap papa seolah tak percaya dengan ucapan yang di lontarkan papa.
“Jadi bagaimana kronologinya hingga aku harus di bohongi dengan mengatakan kalau kamu adalah ayah tiri dan Lucy adalah hasil dari perselingkuhan kalian.” Aku merasakan Lucy meremas bajuku.
Papa mendesah, dengan ragu ia menatapku.
“mamamu menikahi papamu saat sedang mengandung anakku dan yang ku tahu pria yang di nikahi mamamu memiliki ke anehan.” Papa mulai bercerita.
“Ke anehan apa Om?” Ben bertanya, ikut terlihat antusias mendengar cerita papa. Rion masih diam dengan wajah datarnya.
“Dia seorang penyuka sesama. Kalian mengerti?” Tentu sana kami mengerti karena kami juga sama seperti dia. Semua diam dan hanya mengangguk.
“Jadi dia tidak pernah menyentuh mamamu dan melihat mamamu hamil membuat ia serta merta marah dan menyiksa mamamu. Aku yang mengetahui semua itu mendatanginya dan membujuknya agar mau menceraikan mamamu tapi dia hanya tertawa dan berjanji akan merusak anak yang lahir dari rahim mamamu.” Nada berat terdengar di suara papaku.
Aku mendengar Rion mendesah, membuat aku mengerling ke arahnya dan dapat kulihat kalau dia sedang menerawang. Mengingat masalalunya yang pahit tentunya.
“Ceritakan bagaimana aku bisa ada di rumah sakit dan kehilangan beberapa memoriku.” Aku ingin papa tak cerita soal kebejatan pria yang sudah melecehkan Rion.
“Dari cerita mamamu, kalau papamu ingin melakukan hal yang tidak senonoh padamu dan papamu di laporkan ke kantor polisi sebelum lebih dulu papamu memukul bagian belakang kepalamu. Aku merasa bersalah waktu itu, tak dapat menjaga orang-orang yang ku sayang jadi setelah papamu keluar dari penjara. Aku dan rekan-rekanku berencana menghancurkannya agar aku bisa kembali mendapatkanmu dan mamamu.”
“Om Pram juga ada dalam rekan kerja papa?” Aku menyebut nama ayah Seina. Yang ku tahu dialah orang yang paling membenci papa yang ku anggap papa kandungku.
“Om Pram bukanlah penjahat, dia juga sama-sama ingin membalas dendam karena anak lelakinya mati gara-gara pelecehan yang di lakukan oleh papamu dulu.”
Aku terkejut dan membekap mulutku dengan tanganku. Jadi selama ini aku memang telah salah membenci orang dan juga balas dendam pada orang yang salah. Seharusnya aku tidak melakukan apapun pada Seina.
***
“Kamu yakin mau melakukan ini?” Tanya Rion yang masih setia menggenggam tanganku. Aku mengangguk menanggapinya, jujur aku ragu hanya saja meminta maaf tidaklah terlalu buruk untuk sekarang.
“Apa aku perlu menemanimu kesana?” Rion menawarkan.
Aku mengusap punggung tangannya dan memberikan senyum terbaikku padanya. “Tidak usah, aku akan selesaikan ini sendiri. Kamu harus kerja, nanti aku telpon ya?”
“Baiklah. kalau ada apa-apa langsung kabarin aku.”
“Oke.” Aku mengecup cepat pipinya membuat ia tersenyum dan keluar dari mobilnya.
Dengan pasti aku melangkah, setelah tadi aku mengirimi pesan pada gadis manis itu aku tahu dia ada di kantin kampus dan aku bergegas menuju ke sana.
Aku melihatnya sedang bicara dengan sahabatnya, dengan perasaan berdebar aku menghampirinya dan langsung mengambil posisi duduk di sebelahnya.
“Win, kamu datang,” Dia terlihat senang dan itu semakin membuat rasa bersalahku mengumpul. Aku berdosa telah mempermainkan perasaan gadis ini. Seharusnya aku tak mudah percaya pada omongan orang lain.
“Aku mau ngajak kamu pergi, bisakan?” Seina menatap Rani yang ada di depannya. Matanya langsung tertuju kearahku lagi. AKu mencoba tersenyum kearahnya dan langsung di balasnya dengan anggukan.
Ku genggam tangannya dan membawanya pergi dari sana. Aku akan membawanya ke kafe tempat biasa aku datangi. Aku akan meminta maaf padanya di sana, entah bagaimanapun responya aku siap menerima karena memang aku yang pantas mendapatkannya.
Kami sampai di kafe tepat saat ku dapati Zion dan Arya keluar dari sana, mereka sedang bertengkar sepertinya, terlihat dari Zion yang pergi dengan buru-buru dan Arya yang mengejar. Zion terdiam di depan kami dan berbalik menatap Arya yang juga berhenti di depan kami.
“Win, mau makan?” Tanyanya, aku tahu dia sedang mencoba berbasa-basi.
“Ya, mau ngajak Seina makan siang.” Aku melihat Seina tersenyum ke arah dua orang pria tersebut.
“Kalian datang berdua?” Tanya Seina mencoba beramah-tamah. Setahuku Seina tak mengenal dua orang di depan kami ini.
“Ya, kalian juga berdua?” Arya ikut berbicara. Aku melihat Arya melirik ke arahku. Aku tahu dia mencoba meminta ke pastian atas hubunganku dengan gadis yang sekarang menaruh tangannya di lenganku.
Seina mengangguk. “Mau ikut makan bersama?”
“Sebaiknya kami pulang saja. Soalnya kekenyangan tadi.” Zion menimpali jelas terlihat kalau dia sedang kesal.
“kamu tidak apa-apa?” Aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Aku tahu sedang terjadi sesuatu di antara mereka dan aku ingin tahu itu semua.
“Aku baik Win, Aku pergi.” Dia berlalu setelah lebih dulu menepuk pundakku dan melangkah begitu saja, sementara ikut berlalu tanpa mengatakan apapun.
“Ayo masuk!” Ajakku pada Seina dan kami duduk di meja nomor 7. Aku siap dengan memberitahunya setelah kami memesan makanan. Jantungku berdebar hebat dan itu cukup menyiksa buatku.
“Ada yang mau kamu bicarakan?” Aku acungin jempol buat gadis manis yang sedang menatapku ini. Dia menebak dengan tepat dan memang ini saatnya.
“Ada yang mau ku katakan padamu, bolehkan?” Aku tidak ingin bilang kalau dia tidak boleh marah karena aku ingin dia marah jika memang itu bisa membuat dia memaafkanku. Atau aku akan dengan sukarela di pukul olehnya asal dosaku dapat di ampuni olehnya. Aku sungguh menyesal telah menyeret dia ke dalam kisah pelik hidupku.
“Apa?” Dia menatapku dengan tatapan rasa heran yang begitu kentara.
“Aku sebenarnya, sebenarnya aku-“ Ya tuhan berikan aku keajaibanmu agar aku bisa dengan mudah mengakui dosaku padanya.
“Kamu baik-baik saja Win?” Tentu saja aku tak baik saat ini. Bagaimana bisa aku baik-baik saja setelah semua yang ku lakukan padanya.
“sebenarnya,”
“Sebenarnya apa Win?” Seina terdengar tak sabaran dan aku cukup berkeringat sekarang.
“Aku berdosa padamu.” Aku mulai tertunduk.
“Maksud kamu apa Win?” Seina menggoyangkan bahuku.
“Aku mendekatimu hanya ingin balas dendam pada ayahmu yang sebenarnya taklah bersalah dalam kematian ayahku.”
“Apa maksudnya itu?” Nada tak suka terdengar di bibir gadis ini.
“Aku mengira ayahmu ikut membunuh papaku tapi nyatanya papaku mati karena penyakit kelamin yang di deritanya dan juga papaku adalah dalang dari kematian kakakmu. Aku sungguh minta maaf.” Aku semakin tertunduk dalam. Ternyata seperti ini rasanya mengakui dosa.
“jadi ayahmu adalah Felix?” Seina mulai bisa membaca situasi dan mungkin juga dia memang tahu pembunuh kakaknya.
“Aku minta maaf.”
Aku mendengar suara tangisannya yang mengundang semua mata menatap kearah kami. Aku salah memilih tempat jika begini. Aku mengangkat tangan ke semua mata kepo itu. Ku tatap Seina yang masih tertunduk dengan tangisannya, aku tidak berani melakukan apapun padanya. Bagaimana kalau dia menamparku jika aku menyentuhnya. Pasti rasanya akan sangat sakit mendapat tamparan dari seorang gadis yang bisa mengamuk kapan saja.
Aku tersentak saat Seina mendaratkan kepalanya di bahuku. Apa aku sedang bermimipi? gadis ini tak menamparku tapi malah menjadikan aku sandarannya. Aku memberanikan diri menepuk pelan pundaknya, untuk menenangkannya.
“Aku sangat tidak terima ternyata kamu adalah anak dari pembunuh itu.” Suara Seina sesenggukan.
“Sebenarnya aku baru tahu kalau dia bukanlah ayah kandungku jadi aku juga cukup semakin menyalahkan diriku atas hal bodoh yang telah kulakukan padamu. Kamu boleh dendam padaku dan memukulku tapi ku mohon maafkan aku.” Seina mengangkat wajahnya membuat aku memegang pipinya yang masih basah.
“Jadi kamu sama sekali tak memiliki perasaan apapun padaku?” Aku kira bukan itu yang akan dia tanyakan. Pertanyaannya tak terduga.
“Ada orang lain.” Aku berucap dengan senyum yang membuatku tak pantas melakukannya di depan gadis yang telah ku sakiti tapi tetap saja senyum itu keluar karena Rion sedang menari-nari di kepalaku.
“Siapa dia? Apa aku boleh tahu?” Dia memegang tanganku yang ada di wajahnya, mengatakan kalau dia bisa di percaya lewat tatapnya.
“Kamu akan terkejut.”
“Apa aku mengenalnya?”
“Sebenarnya tidak.” Aku menggeleng masih dengan senyumku.
“Lantas apa yang akan membuatku terkejut?” Dia mengerutkan keningnya.
“karena dia bukan seorang wanita.”
“Apa? maksudmu dia cowok?” Seina terkejut dan semakin terkejut saat aku malah mengangguk begitu saja.
“Tidak apa-apa kan?” Aku meringis menatapnya dan ya hal yang ku inginkan dan bahkan aku harapkan itu terjadi. Senyumnya muncul begitu saja.
“Kamu harus memperkenalkanku padanya.” Aku mengangguk. “ Aku sakit hati tapi juga tak bisa membuatmu kembali padaku. Aku mencintaimu jadi aku harap kamu bisa menjaga orang yang bisa meraih hatimu itu agar aku tak sia-sia melepaskanmu. Kamu berjanji?” Dia memelukku. Aku juga membalas pelukannya tak peduli dengan tatapan heran dari orang-orang yang duduk di dekat kami.
“Aku janji hanya akan ada dia.” Aku dapat merasakan Seina mengangguk di pelukanku.
***
@Otho_WNata92 @lulu_75 @nakashima
@Andre_patiatama @hendra_bastian
@akina_kenji @harya_kei @NanNan
@boy @BangBeki @arieat @Asu123456
@boybrownis @DM_0607 @littlemark04
@dimasalf9 @freeefujoushi @4ndho
@jacksmile @kristal_air @Pradipta24
@abong @cute_inuyasha @Aurora_69
@JimaeVian_Fujo @panji @Hiruma
@ArDewa @wita @Rifal_RMR
@zakrie @happyday @aasiam @Adra_84