It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kulihat Aurel ada di sana, sedang berjalan kearah kami. Kulihat senyum merekahnya. Aku jadi berpikir mungkinkah kalau dia tak terlalu mencintai Max hingga cara Max menolak panggilannya kemarin tak terlalu membuat ia sakit hati.
“Hai, ada yang lihat Didi?” Aurel menyapa kami dengan sikap cerianya. Aku melihat Sandi dan juga Riki bingung dengan sikap Aurel begitu juga denganku.
“Gue rasa dia masih sibuk mendekati adik angkat kita, lo tahu sendirikan bagaimana gencarnya dia” Aku mencoba menjawab pertanyaan Aurel karena kedua lelaki di hadapanku ini tak ada niat sama sekali kurasa menjawab pertanyaan Aurel, mereka lebih sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
Aurel langsung menempati kursi kosong yang ada di dekatku, dia terlihat cemberut. “Padahal aku ingin memberikan kabar bahagia ini pada kalian semua tapi malah gak kumpul seperti ini” bibir manyum Aurel membuat aku gemas juga.
“Kabar bahagia apa?” Sandi bertanya, mulai mencoba pokus pada Aurel.
“Yesa mana Rik?” Bukannya menjawab pertanyaan Sandi, Aurel malah kembali sibuk dengan pertanyaan yang ia ajukan. Kabar bahagia apa yang akan di sampaikan gadis manis di sampingku ini.
“Dia kan gak ada kelas hari ini, palingan lagi di rumah aja” Riki menjawab dengan cuek, terlalu kentara kalau ia tak terlalu berminat dengan pembahasan yang akan di katakan oleh Aurel.
“Kalian lihat ini?” Aurel menunjukkan jari kirinya yang tersemat cincin putih dengan mata hijau zamrud di sana. Kalau aku menjadi perempuan aku yakin akan menyukai cincin itu tapi aku lelaki dan aku tak tertarik dengan cincin yang di kenakan Aurel.
“Lo jualan cincin sekarang?” Pertanyaan ngasal yang di ajukan Sandi membuatnya mendapat pukulajn super sadis dari gadis manis namun kejam bernama Aurel.
“Sialan sakit tauk” Sandi mengelus kepalanya yang baru saja di jitak oleh Aurel. Lihatlah dia membangunkan macan tidur.
“Ini cincin special pemberian dari calon suami gue.” Aku menganga, Riki tersedak minumannya sendiri sedangkan Sandi jangan tanya lagi bagaimana reaksinya dia yang terlihat hampir mati kaget, oke itu berlebihan tapi apa yang baru saja di katakan Aurel kalau cincin sialan itu pemberian calon suaminya? Yang benar saja, bukankah dia hanya dekat dengan satu pria dan pria itu adalah Max, kekasihnya. Bagaimana sebenarnya cerita di balik ini semua.
“Max?” Hanya nama itu yang terlintas di pertanyaan apapun yang mau gue ajukan dan Aurel mengangguk dengan semangatnya. Aku tertegun lebih tepatnya ada sesuatu yang seakan menusukku. Apa sebenarnya yang kuharapkan dari pemuda yang hanya tak pernah menjadi orang berbeda buatku. Dia hanya seorang pria yang hadir demi pembalasan dendamnya padaku atas kematian saudara kembarnya.
“Jadi dia ngelamar lo?” Kali ini Riki yang angkat bicara dan kulihat dia juga terlihat kesal, entahlah kekesalan Riki tersulut karena apa. Aku hanya mampu menatap kearah lain. Rasanya melanjutkan percakapan ini hanya akan semakin menyakitkan saja.
“Lo marah sama gue Ki?” Pertanyaan Aurel jelas terlihat takut atas respon yang di berikan oleh Riki. Respon itu mungkin bukanlah yang di harapkan oleh Aurel.
“Riki hanya lagi banyak masalah Rel, jadi mungkin dia hanya tak sengaja bernada seperti itu. Lo ngertiin ya?” Sandi lebih cepat tanggap karena sekarang Aurel kembali tersenyum dengan bahagianya. Ya tuhan aku sudah mengharapkan sesuatu yang bukan hakku.
“Iya dia ngelamar gue kemarin malam. Romantis sekali.” Aurel jelas terlihat mendamba.
“Kapan kalian akan nikah?” Pertanyaan kali ini keluar dari mulut Sandi yang mulai terlihat biasa saja dengan cerita Aurel.
“Belum saatnya Sandi, tunggu gue selesai kuliah dulu.” Aurel menjelaskan dengan senyum sumringahnya. Kulihat Sandi hanya mengangguk mengiyakan. Sedangkan aku hanya sedang mencoba menikmati minuman yang ada di depanku.
“Kalian ikut bahagia kan?” Pertanyaan Aurel terdengar ragu, mungkin ia sedikit curiga dengan respon kami semua.
“Gue ikut bahagia buat lu” Aku mengelus pundak Aurel, mencoba meyakinkannya kalau aku turut bahagia.
“Sial!” Umpatan yang terlalu kasar itu terdengar dari mulut Riki, tidak biasanya Riki seberbeda ini. Dia biasanya selalu tenang dalam keadaan apapun. “Miris banget hidup lo kawan” Riki menatapku sedangkan aku hanya bisa mengerutkan alis tanda tak mengerti. Riki menunjuk dengan matanya di balik punggungku.
Aku menoleh dan dapat kurasakan di sanalah waktu seakan berhenti, seakan dunia sudah tak memiliki gravitasi. Mata Hazel itu membuat dadaku berdegup seolah bermain disko di sana, Ya tuhan, bolehkah sekali saja aku jujur pada diriku kalau aku sangat merindukannya, kalau aku ingin berlari memeluknya. Bahwa aku terluka selama ia pergi meninggalkan aku. Aku ingin terus saling menatap seperti sekarang seakan dunia hanya milik kami berdua.
***
“Boleh aku bicara?” Aku merindukan suaranya, aku ingin terus mendengar suara itu di dalam hidupku. Dua tahun sudah terlalu lama hanya untuk kembali merasakan bahagia yang bisa membuatmu sesak dalam waktu yang hampir bersamaan. Obat sekaligus racunku telah kembali, entah mana yang lebih dominan sekarang.
“Bicaralah!” Aku berucap dengan nada dinginku, aku sudah terluka sekarang. Menyembunyikannya adalah cara yang paling tepat untuk membuat luka itu tak semakin menganga.
“Tidak di sini” Dia menatapku meyakinkanku kalau tidak akan terjadi apapun. Tentu saja aku tak percaya karena dia bukanlah hatiku. Hatiku bisa saja terluka kembali.
Aku bengun dan berjalan melewatinya, tentu saja dia mengikutiku tanpa perlu aku bersuara. Sudah kukatakan kalau aku tak akan baik-baik saja kalau dia kembali dan lihatlah sekarang luka lama itu kembali menganga.
“Aku minta maaf” Suaranya terdengar saat kami berhenti di taman depan kampus. Aku tak butuh maagf itu, Dengan maafnya tak akan mengobati apapun. Dia meninggalkan aku yang bahkan mungkin saja dulu akan berakhir dengan kematianku.
“Aku maafkan, sudah?” Aku bebalik menatapnya yang sekarang juga sedang menatap tepat ke dalam bola mataku, jelas ia mencari sesuatu di sana dan aku yainkan dengan mudah ia bisa menemukannya. Karena dirinya masih utuh tersimpan di dalam diriku. “Kalau sudah aku perg” Aku berucap padanya yang hanya terdiam.
“Kamu tahu aku melakukan itu hanya untukmu” Suaranya membuat langkahku terhenti.
“Kita sudah pernah membahas ini sebelumnya jadi jangan membuat aku mengulangi kata-kata yang dulu terlalu kau abaikan hanya untuk alasan palsumu” Tanpa berbalik aku menimpalinya.
“Palsu katamu?” Nathan kembali berucap, kali ini ia sudah berdiri di depanku dengan keterkejutan yang sangat kentara.
Aku menyeringai. “Joe, semuanya sudah berubah. Dua tahun bukanlah waktu yang cepat”
“Tidak, tidak ada yang berubah di sini. Kamu masih tetap milikku dan akan selalu seperti itu.Aku yakin masih ada diriku di sana. Aku selalu yakin kamu akan menungguku dan benar saja.” Dia berucap dengan menggebu dan ia benar dengan pernyataannya.
“Aku pergi” AKu melewatinya yang masih diam terpaku.
***
@Otho_WNata92 @lulu_75 @nakashima
@hendra_bastian
@akina_kenji @harya_kei @NanNan
@boy @BangBeki @arieat @Asu123456
@boybrownis @DM_0607 @littlemark04
@dimasalf9 @freeefujoushi @4ndho
@jacksmile @kristal_air @Pradipta24
@abong @cute_inuyasha @Aurora_69
@JimaeVian_Fujo @Hiruma
@ArDewa @wita @Rifal_RMR
@balaka @ridhosaputra @Lovelyozan @amir_tagung
Apa ini tujuan max?mendapatkan hati ical kemudian mencampakkannya?
Ku peluk Riki dengan erat seolah menumpahkan segala perasaan yang tak bisa aku jabarkan, aku tahu aku menagis walau tak ada airmata yang keluar tapi hatiku yang seolah menangisinya.
“Gue pulang dulu, izinin gue ya?” AKu berucap setelah melepaskan pelukanku pada Riki dan kulihat Riki hanya memberika senyuman untukku. Riki tahu aku sedang tak butuh ucapan apapun sekarang.
“Perlu gue anter?” Riki menawarkan dan aku menggeleng, sepertinya aku sedang butuh sendiri sekarang. “Kalau begitu lo hati-hati dan inget kabarin gue kalau ada apa-apa” Aku mengangguk memberikan Riki senyum tipis dan meninggalkannya.
Aku berjalan dengan tergesa dan memakai kacamata hitamku saat aku sudah di luar. Sepertinya aku sedang tak ingin melihat orang-orang melihat betapa terlukanya aku sekarang.
Aku sedikit tersentak saat kurasakan seseorang memegang pergelangan tanganku, tubuhku sampai terbalik menghadap orang yang tak lain adalah Max. Buat apa lagi bangsat ini hadir, aku sedang tak ingin menambah masalah ke dalam hidupku.
Kulihat tatapan Max menilaiku, aku hanya menatap kearah lain tak ingin menantang tatapnya walau ada kacamata hitam yang menghalangi kami. Aku sedikit risih saat melihat orang-orang mulai memperhatikan kami.
“Max!” Aku mencoba memperingatkan untuk melepas pegangannya, aku tidak ingin ada kata macam-macam nantinya. Bukannya menurutiku Max malah melepas kacamata ku, membuatku menatapnya pemuh kebencian.
“Lo gak ada kerjaan lain apa selain ngecohin hidup gue?” Gue mulai naik darah dan kulihat ia datar saja seolah ada luka yang coba ia sembunyikan. Bukankah di sini dia si pembuat luka tapi aku sudah tak peduli lagi dengannya, terserah sekarang dia mau tunangan atau nikah sekalipun itu bukanlah urusanku.
“Ikut gue!” Max menarik tanganku dan dengan cepat aku menepisnya. Kulihat dia menatapku dengan wajah merah padam. Apa-apan dia seenaknya saja menyuruh orang. Aku bukanlah orang suruhannya.
“Gue harus pulang sekarang, gue sedang gak minat masuk dalam urusan lo” Aku berucap dengan nada tajam. Bukan hanya dia yang boleh marah di sini tapi aku juga lebih berhak karena dia pengaco dalam hidupku.
“Lo ikut gue atau lo nyesel?” Aku takut, dan aku tak memungkiri itu. Nada mematikannya membuat aku mundur satu langkah tapi dengan cepat ia kembali mengambil tanganku kali ini pegangannya sangat keras hingga dapat kurasakan tanganku panas.
“Lepas Max, gue bisa jalan sendiri” Aku kembali mencoba melepas tangannya di tanganku.
“Lo lebih suka di paksa jadi jangan salahkan gue” Dia menyeretku dengan kasar dan dengan kasar pula dia memasukkan aku ke mobil sport putihnya. Mobil yang dulu pernah gue dan teman-teman gue lihat saat di kuburan.
Aku mencoba membuka pintu mobil itu tapi sudah di kunci dan Max sudah duduk di balim kemudi tanpa peduli padaku yang belum memakai sabuk pengaman dia sudah lebih dulu melajukan mobilnya dengan beringas dan jelas ia ingin membunuhku secara perlahan saat dia dengan sengaja mengebut pada gundukan di jalanan. Ya tuhan apa salahku sampai aku harus mendapat cobaan seberat ini? Hati dan tubuhku sudah di sakiti oleh dua pemuda yang berbeda.
Max menepi di jalanan yang cukup sepi dan aku tidak mengenal jalan ini, aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri sampai aku tidak sadar dengan arah yang di tuju Max.
Max mendekat kearahku kembali mencoba mendaratkan bibirnya di bibirku dan aku sudah tentu menolaknya. Kali ini kami beradu kekuatan dan aku tak akan semudah itu kalah bahkan dapat ku dengar suara nafas Max yang kelelahan, suara desahannya sama denganku.
“Dengar! Ical dengar!” Max memegang tanganku yang mencoba menjauhkannya. Bentakannya membuat aku berhenti meronta, dan ku tatap dia dengan nafas yang tak teratur. Kulihat mata hitamnya seolah di penuhi dengan sesuatu yang tak dapat ku mengerti.
“Semua yang di katakan wanita itu tidak benar, dia bohong. Dia membohongi kalian semua” Ada nada menggebu di suaranya seolah ia ingin aku mengerti dengan cepat.
“Bohong?” Hanya kata itu yang keluar di suaraku, aku sungguh tidak mengerti maksud dari penjelasan Max. Apakah maksudnya kalau Aurel yang berbohong? Untuk apa dia melakukan itu. Kenapa dia harus berbohong.
“Iya, jangan percaya kata-katanya. Aku dan dia sama sekali tidak ada hubungan apapun.” Aku tahu Max jujur tapi bagaimana bisa Aurel dengan semudah itu membohongi kami, tidak tahukah dia kalau kebohongan yang telah ia perbuat akan membuat kami sakit hati kalau sampai kami tahu.
“Untuk apa dia berbohong?” Aku bertanya pada Max yang sibuk dengan sabuk pengaman yang ia pasangkan di tubuhku. Kulihat Max menghembuskan nafasnya tanda kalau dia sedikit berat mengungkap rahasia yang mungkin tidak akan aku sukai.
“Maaf, aku sedikit kasar padamu.” Max mengacak rambutku seolah aku adalah anak kecil yang coba ia bujuk agar tidak menangis lagi.
“Max, aku bertanya.” Aku masih menatapnya yang telah kembali melajukan mobilnya dengan cara yang lebih baik dari yang tadi. Max melirikku sebentar dan kembali mengalihkan pandangannya ke jalanan.
“Hanya untuk membuat kalian percaya” Hanya itu penjelasannya dan itu tak membuat aku mengerti sama sekali dengan maksud dari semuanya.
“Aku tidak mengerti”
“Janji hanya antara kita yang tahu?” Max brucap dengan nada datarnya.
“Aku janji”
“Aurel hanya ingin agar Yesa percaya kalau dia memiliki pacar dan tak mencintai Riki. Kamu tidak tahu kan kalau Aurel mencintai Riki?”
“Apa?” Aku sangat terkejut untuk kebenaran ini, bagaimana bisa Aurel berbuat sejauh ini. “Jadi dia berbohong tentang memiliki pacar itu?”
“Dia tidak berbohong sepenuhnya, dia memang memiliki kekasih tapi itu temanku. Dia tinggal di luar negeri, Dia memintaku menjadi kekasih bohongannya agar perasaannya pada Riki bisa ia tutupi.” Kami sudah masuk wilayah komplek ku. “Sebenarnya aku yang meminta dia menjadikanku kekasih pura-puranya karena dia sahabatmu.”
“Tapi kenapa?” Pertanyaan bodoh yang malah membuat Max menyeringai seperti biasa, aku suka seringaian tulus itu.
“Karena aku mencintaimu”
“Max!” Aku terkesima. Dia mencintaiku jadi buat apa dia selama ini mencoba membunuhku dan meneror suami kakakku. Aku ingin kembali menyuarakan tanyaku tapi Max sudah lebih dulu mengangkat tangannya menyuruhku untuk diam.
“Tamunya sudah datang” Suara pelannya mampu aku dengar dan itu membuatku heran. Siapa yang dia maksud. Aku menatap kearah pekarangan rumahku dan ku dapati sedan merah di sanal.
“Siapa dia?” Tanyaku pada tamu yang mungkin saja teman mama.
“Tamu yang tak kamu harapkan dan juga dia membawa kabar yang tidak kamu inginkan.” Ucapan misterius Max mampu membuat rasa penasaranku bangkit.
“Siapa Max?”
“Ayo turun, kita hadapi wanita itu bersama.” Aku hanya mampu menggelengkan kepala tak akan pernah bisa membuat Max mau menjawab pertanyaanku.
***
@Otho_WNata92 @lulu_75 @nakashima
@hendra_bastian
@akina_kenji @harya_kei @NanNan
@boy @BangBeki @arieat @Asu123456
@boybrownis @DM_0607 @littlemark04
@dimasalf9 @freeefujoushi @4ndho
@jacksmile @kristal_air @Pradipta24
@abong @cute_inuyasha @Aurora_69
@JimaeVian_Fujo @Hiruma
@ArDewa @wita @Rifal_RMR
@balaka @ridhosaputra @Lovelyozan
@amir_tagung @keanu_