It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Akang_Cunihin
ooooh...wah klu km suka dia jd cinta segitiga hehehe
@JimaeVian_Fujo
Alunan lagu Bring Me to Life milik Evanescene mengalun kuat di seantero kamar Dimas.
Sambil sesekali ia ikut bernyanyi dan bergaya di depan cermin, entah itu dengan syal yang di ikat di kepala, di leher atau bahkan berdandan ala Hipster. Malam itu Dimas memang tengah asyik membenahi kamarnya yang sudah satu minggu ia biarkan berantakan bak kapal karam.
Saat tengah berbenah tiba-tiba terdengar bunyi ‘Klik’ di kepala Dimas.
“Astaga...” pekik Dimas tiba-tiba,
“Kalau dia adiknya Pak Adrian, berarti... “.
Dengan secepat kilat Dimas berlari menuruni tangga menuju ruang keluarga. Di sana sang mama sedang asyik menikmati tayangan sinetron yang menjadi agenda rutinnya.
“Mama...Mama.....” teriak Dimas menghampiri sang Mama.
“Ehm.. ada apa sih Dimas, kok teriak-teriak gitu?” tanya Mama yang terkejut mendengar teriakan Dimas.
“Ma....Dimas mau pindah sekolah,” ucap Dimas seketika.
“Apa?” ucap Mama bingung sambil menatap Dimas. Dimas mengangguk pasti.
“Kenapa?”
“Pokoknya Dimas mau pindah Ma,”
“Ah kamu ini,” Mama kembali memfokuskan diri menonton sinetron.
“Mama.....” rengek Dimas yang tidak mendapat respon dari Mamanya.
Dimas tidak dapat memejamkan mata. Ia masih memikirkan kenyataan yang baru saja terungkap.
Alfa adalah adik dari kepala sekolah. Artinya Alfa juga punya wewenang penuh atas segala yang terjadi di sekolah. Jika seperti ini, keadaan tidak seimbang.
Ia tidak akan mampu melawan anak dari pemilik sekolah. Bisa-bisa ia dikeluarkan dari sekolah. Itu
sebabnya ia minta dipindahkan. Antisipasi lebih dulu, daripada ia dikeluarkan dengan tidak hormat dari sekolah.
“Tapi, selama ini kan semua baik-baik aja, gak mungkin dong, dia ngeluarin gue dari sekolah,” gumam Dimas membesarkan hatinya.
“Tapi gimana kalo dia ngeluarin gue dari sekolah?!?!?” teriak Dimas selanjutnya sambil bergelung dengan selimut di atas kasurnya hingga tanpa sadar ia jatuh dari kasurnya.
“Gubrak...” terdengar bunyi yang cukup keras.
Dimas pun hanya bisa meringis sambil berteriak pelan, “Ah............”
Pagi itu Dimas datang lebih pagi dari siapapun. Ia harus membersihkan ruang guru sebagai hukuman atas perbuatan isengnya pada Alfa.
Sambil sesekali bersenandung ria, ia terlihat
menikmati hukumannya. Itulah yang membuat hidup Dimas tidak pernah membosankan.
Ia tidak pernah memandang segala hal dari sisi negatif. Ia belajar untuk menikmati dan
menghargai setiap detik dan setiap hal dalam hidupnya.
Iseng-iseng Dimas melihat-lihat beberapa meja guru. Saat ia tiba di meja Alfa, dengan hati-hati Dimas memeriksa apa yang ada di meja gurunya tersebut.
Ia menemukan beberapa lembar foto. Dimas pun meneliti satu persatu foto tersebut. Dimas menganga takjub melihat hasil foto itu. Foto-foto itu terlihat biasa namun karena diambil dengan teknik yang sangat profesional, hasilnya menjadi luar biasa.
Tiba-tiba ia melihat sebuah foto yang tidak biasa.
“Apa-apaan ini?” gumam Dimas saat ia melihat foto dirinya ada diantara kumpulan foto-foto itu.
Dimas memperhatikan foto dirinya. Di foto itu terlihat Dimas tengah tertawa lepas.
Ia ingat kejadian itu. Saat itu mereka tengah berbenah untuk persiapan perayaan ulang tahun sekolah.
Ia dan ketiga sahabatnya tengah bermain perang-perangan dengan sapu dan berbagai alat kebersihan lainnya.
Mereka sangat gembira, hingga tiba-tiba, Sony, teman sekelasnya terjatuh karena air yang mereka tumpahkan.
Sony yang berbadan bak pesumo Jepang pun jatuh
seperti buah nangka busuk membuat seisi kelas tertawa melihatnya, tak terkecuali Dimas yang saat itu tidak bisa menghentikan tawanya.
Dimas pun menduga Alfa pasti memotretnya saat kejadian itu. Dimas mendengar langkah-langkah mendekati ruang guru, iapun segera mengembalikan foto-foto itu pada tempatnya.
Setelah semua tugasnya selesai, ia kembali ke kelasnya. Di jalan menuju kelas, ia berpapasan dengan Alfa. Dimas memperhatikan gurunya itu.
“Hei.. ada apa? Masih kesal dengan hukuman kamu?” tanya Alfa saat Dimas tak berhenti menatapnya.
Dimas menggeleng namun masih terus memandangi wajah Alfa. Alfa bingung melihat sikap Dimas yang tidak biasanya.
“Dim,....” belum sempat Alfa memanggilnya, Dimas sudah melengos pergi.
“Dasar cowok ajaib,” gumam Alfa sambil tersenyum dan melanjutkan perjalanannya menuju ruang guru.
Sementara di dalam kelas Dimas masih memikirkan perihal fotonya yang ada pada Alfa.
Jangan-jangan apa yang dikatakan sahabat-sahabatnya itu benar, bahwa Alfa menyukai dirinya.
Kalau dipikir-pikir memang aneh juga. Diantara ratusan orang siswi yang cantik SMA BAKTI NUSA, kenapa hanya Dimas yang sama-sama cowok selalu menjadi korban kejahilan Alfa? terlepas dari insiden kaleng soda itu. Apa mungkin itu memang cara Alfa untuk mendekati dirinya?
Dan satu hal yang masih mengganjal dipikiran Dimas adalah bagaimana cara Alfa bisa sampai ke sekolah ini? Alfa adik pak Adrian, oke, benar.
Tapi bagaimana mungkin Alfa bisa masuk secara kebetulan ke sekolah ini tepat sehari setelah insiden kaleng soda itu. Bukan suatu kebetulan kan Alfa tahu bahwa Dimas adalah murid SMA BAKTI NUSA? Jika tidak, bagaimana mungkin mereka bisa bertemu kembali.
Seolah Alfa telah merencanakan semuanya. Lalu darimana Alfa tahu Dimas bersekolah di SMA ini? Pikirnya. Dimas benar-benar belum menyadari ada sesuatu yang hilang darinya.
“ Masa cowok semacho dia menyukai cowok? Apakah Pak Alfa Gay ? ” Benarkah dia menyukaiku?.” batin Dimas di dalam hatinya.
“ “Ah...gak mungkin...gak mungkin...” ia menggelengkan kepala berusaha menyangkal ucapannya.
“Hoi... pagi-pagi udah geleng-geleng, kesambet lu?” Rio yang baru tiba mengagetkan Dimas.
“Rio, gue mau tanya nih,”
“Apaan?” balas Rio curiga, “Lu mau nyalin PR gue kan?” tebak Rio lagi.
“Enggak lah, dodol garut, gue mah ogah nyontek PR lu, yang ada salah semua,” balas Dimas sewot. “Gue mau nanya serius nih,”
“Apaan sih Dim, serius amat. Lu kebelet kawin?” Dimas menjitak kepala Rio gemas.
“Sakit, monyong...” maki Rio sambil memegangi kepalanya.
“Elu sih,” balas Dimas dengan tidak sabar, “Menurut lu, beneran gak sih kalo Pak Alfa suka sama gue?”
“Cie...udah mulai luluh nih, Lu suka ya sama Pak Alfa?” tanya Rio dengan suara menggelegar membuat seisi kelas yang mulai ramai menoleh ke arah Dimas dan Rio.
“Suara lu jangan kekencengan.. goblok..”desis Dimas sambil menutup mulut Rio dengan
tangannya.
Rio menyipitkan matanya menatap curiga pada Dimas membuat muka Dimas memerah seperti kepiting rebus dan salah tingkah.
“Aduh, nih anak, gue kan cuma nanya, ya gak mungkinlah gue suka Pak Alfa, secara gue sama dia itu musuh bebuyutan dan belum tentu juga dia kayak kita,” jelas Dimas panjang lebar namun Rio hanya mengulum senyum.
“Ah.. terserah lu deh...” teriak Dimas frustrasi dan beranjak pergi meninggalkan Rio yang tersenyum geli melihat ulahnya.
“Ops... kayanya ada yang mulai jatuh cinta nih,” gumam Rio sambil tersenyum penuh arti.
Rupanya sejak tadi, Anton mendengarkan pembicaraan dua sahabat itu.
Ia terlihat geram begitu menyadari bahwa Dimas kelihatannya mulai tertarik pada Alfa. Ya, Anton menyukai cowok dan menyukai Pak Alfa pada pandangan pertama.
Anton menyembunyikan perasaannya kepada genknya agar Anton tidak diketawain. Bukannya Anton tidak tahu, bahwa Alfa memang punya perasaan yang lebih daripada seorang murid terhadap Dimas.
Namun tetap saja hal itu membuat Anton marah. Ia tidak rela jika cowok aneh dan serampangan seperti Dimas menjadi pacar Alfa, guru mereka yang super kece dan populer.
Dimas memang selalu mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang di sekelilingnya. Itulah yang membuatAnton bertambah tidak suka padanya.
Apa yang Anton inginkan, selalu Dimas dapatkan. Dimas memang tidak pintar dalam hal akademik, tapi cowok manis itu selalu mampu membuat orang-orang menyukainya, termasuk Alfa.
“Gue gak rela kalo sampe tuh cowok aneh jadi pacarnya Pak Alfa,” desis Anton menahan rasa kesalnya.
Dimas sendiri kelihatannya tidak mau terlalu memusingkan hal itu. Buktinya ia sudah bisa melupakan perihal urusan cinta itu.
Ia memang orang yang seperti itu, tidak mau memikirkan
hal-hal yang hanya membuatnya sakit kepala. Jadi ia memutuskan, jika Alfa memang menyukainya, ya biarkan saja. Toh tidak ada undang-undang yang melarang seseorang menyukai orang lain.
Dan saat ini ia tengah menikmati sarapan paginya di kantin sekolah ditemani banyolan-banyolan teman-temannya yang tidak ada habisnya. Mereka menikmati sarapan sambil tertawa lepas mendengar cerita-cerita aneh bin ajaib masing-masing anak.
Hingga terdengar bel berbunyi, membuat anak-anak itu lari berhamburan meninggalkan
kantin.
“Hei..........ini makanannya siapa yang bayar?” teriak Bu kantin memanggil anak-anak nakal
itu.
“Dodi.......................” teriak mereka serempak, karena memang kura-kura satu itu yang masih terlihat menikmati makanannya. Mendengar namanya disebut, sontak Dodi mengalihkan pandangan menatap Ibu kantin.
“Apa ?!?” pekik Dodi bingung, “ Wah... sialan tuh anak-anak..” maki Dodi sambil mengeluarkan dompetnya untuk membayar.
Ibu kantin hanya tersenyum melihat kelakuan anak-anak itu. walau terkenal nakal, tapi anak-anak itu sangat setia kawan.
Buktinya, bagaimanapun ulah iseng teman-temannya, yang
namanya disebutkan untuk membayar tetap saja rela mengeluarkan uangnya untuk
membayari semua makanan teman-temannya.
BERSAMBUNG
@_abdulrojak
@Rifal_RMR
@JimaeVian_Fujo
@lulu_75
@Aurora_69
@harya_kei
@Tsu_no_YanYan
@yeniariani
@3ll0
@Otho_WNata92
@hyujin
@j4nji
@rizal_91leonardus
@Rikadza
@lucifer5245
@abyyriza
@terry22
@rama_andikaa
@Gabriel_Valiant
@ramadhani_rizky
@Akang_Cunihin
@Sho_Lee
@raw_stone
@Rars_Di
@haha5
@haikallekall
@ffirly69
jangan bingung hehehe...asalkan km ngerti ceritanya aja ya hehehe
@3ll0
*buru2kardusinAnton*
Jdi makin penasaran nihh sama kisah si Dimas dan Pak Alfa
Jdi makin penasaran nihh sama kisah si Dimas dan Pak Alfa
@Rars_Di
soalnya td pagi ngetik 2 chapter bgs kan cepat update apa q lamain aja ya hehehe..
klu tdk sibuk q lanjutin hihi
@Akang_Cunihin