It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@putrafebri25 siip bro.
@Joon Hee mksih bro udah ngebaca crita gue yg ecek2 ini, haha siip deh nggk akan gue bikin homo Dwinya. n emng gue terinspirasi dri orang2 yg mngkin lo knl. hahaha
@Diansah_yanto mksih bro. sip itumah.
@Kim_Hae_Woo679 mksih. siip ntar d mention.
@Tsunami maaf bang lama, masih dlm proses.
@putrafebri25 siip bro.
@Joon Hee mksih bro udah ngebaca crita gue yg ecek2 ini, haha siip deh nggk akan gue bikin homo Dwinya. n emng gue terinspirasi dri orang2 yg mngkin lo knl. hahaha
@Diansah_yanto mksih bro. sip itumah.
@Kim_Hae_Woo679 mksih. siip ntar d mention.
@Tsunami maaf bang lama, masih dlm proses.
Adrianpun menyatakan perasaannya ke Askar setelah nonton film Love of Siam dari flashdisk Ibeth, bahwa dia nggak bisa jauh-jauh dari Askar. Dan mereka berdua kembali bersatu tanpa sepengetahuan Aldi. Tapi kebahagiaan Adrianpun hilang takala tahu bahwa Aldi kecelakaan.
---
Mengundang,
@Daser @freeefujoushi @Sho_Lee @mustajab3 @Joon Hee @lulu_75 @JimaeVian_Fujo @PCYXO15 @Tsunami @ricky_zega @Agova @jimmy_tosca @rama_andikaa @LostFaro @new92 @Otsutsuki97S @billyalatas18 @delvaro80 @ramadhani_rizky @Valle_Nia @diccyyyy @abong @boygiga @yuliantoku @ardi_yusman @fian_gundah @Lovelyozan @Rabbit_1397 @Tsunami @Adiie @sn_nickname @Gabriel_Valiant @happyday @Inyud @akhdj @DoojoonDoo @agran @rubi_wijaya @putrafebri25 @Diansah_yanto @Kim_Hae_Woo679 @Vanilla_IceCream
Buat yang nggak mau diseret lagi, bilang ya.
Terima kasih udah membaca n mohon komentar membangunnya.
Selamat Membaca ...
Part 17
Fikiran gue udah melayang-layang entah kemana sambil menopang dagu gue dengan tangan kiri dan mengaduk-aduk bakso gue dengan sendok di tangan kanan.
"Lo nggak mau makan tuh bakso?" tanya Dwi sambil menatap mangkuk bakso gue dengan wajah lapar.
Guepun menyerahkan semangkuk bakso yang belum gue sentuh itu ke Dwi.
"Horray! Makasih ya bro!" Dan tangannya menyambut hangat mangkok dari gue.
Gue kembali menghela nafas. "Kita nggak bisa melobi guru untuk menjenguk Aldi sebelum pulang sekolah apa?" tanya gue.
"Nggak bisa bro. Kan ketua udah bilang tadi. Guru nggak ngizinin."
"Ah nggak asik nih guru. Siswanya ada yang dapat musibah, malah disuruh jenguk ntar sore." ujar gue menepuk meja.
"Lo sebenarnya nyalahin guru ato diri lo sendiri sih?". Gue tertegun. "Lo nggak bisa jenguk Aldi karena ntar sore ada rapat yang wajib lo hadiri kan. Kenapa lo harus nyalahin guru sih." Kata Dwi sinin sambil menyeruput kuah bakso.
"Gue nggak nyalahin guru kok." Gue memandang Tia yang sendari tadi mandangin gue dan dia tersenyum merona seraya menyembunyikan mukanya.
"Gini aja Rian." Gue memandang Dwi lekat-lekat. "Lo bisa milih dua pilihan, lo nggak ikut rapat dan bisa ikut bareng kita ngebesuk Aldi ato lo tetap ikut rapat dan memendam rasa khawatir lo sampai sepulang rapat OSIS dan MPS lo nanti."
Gue cuman mengangguk. "Ada opsi ketiga nggak?" Tanya gue bercanda ditengah kekalutan akan keadaan Aldi yang belum jelas kabarnya.
"Kecuali lo bisa cabut keluar dari sekolah pas istirahat kedua nanti." Ujar Dwi menandaskan bakso gue. "Mustahil. Bahkan untuk seorang anak kepala sekolahpun untuk menerobos gerbang sekolah kita."
Gila dia mengibaratkan sekolah gue penjara apa.
Sambil masih bertopang dagu, gue mengetuk-ngetukan jari ke meja dan memandang ke sekeliling.
"Iya deh Dwi. Gue ke kelas dulu." Ujar gue. Guepun bangkit dan meninggalkannya di kantin sendirian.
Sambil berjalan-jalan di koridor sekolah yang sarat bertubrukan dengan siswa lain, gue harus berfikir ekstra untuk membobol gerbang sekolahan yang dijaga pak Karma yang garangnya melebihi meneer Belanda. Dengan kumis tebal melentik bagaikan Stalin dan suara menggelegar bagai Hitler, sangat pas menjadi karma buat yang suka telat dan suka bolos.
Dan tiba-tiba tangan gue ditarik seseorang dan mendudukan gue disalah satu bangku di depan kelas.
Gue cuman bisa tersipu malu menatap seseorang yang bikin jantung gue berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Dari mana?" Tanya Askar yang duduk di samping gue sambil mengokang-ngokangkan kakinya sambil sok cuek.
"Dari kantin, sama Dwi tadi."
Askar memandang gue mengintrogasi.
"Ngapain ke kantin?"
Gue terkekeh mendengar pertanyaannya yang lucu. "Ya makan lah, apalagi. Kenapa, ada yang salah?"
"Nggak kok, gue cuman penasaran aja, kenapa lo sampe murung gitu." Tanyanya seraya menunjuki gue pakai tangan kiri. Nggak sopan banget.
Guepun menjauhkan telunjuknya dari muka gue yang sebelas duabelas kayak muka nabi Yusuf ini. "Gue mau jenguk Aldi. Dia kecelakaan."
Askar terkejut. "Aldi kecelakaan?!"
Gue mengangguk. "Gue pengen liat dia Askar. Tapi ntar sore gue ada rapat MPS, jadi gue nggak besuk dia bareng teman-teman ntar sepulang sekokah. Gue pengen lihat keadaannya, makanya gue jadi cemas sejak dari tadi." Tanpa sadar gue menyandarkan kepala gue ke bahunya, sampai gue cepetan mengangkat kepala gue dari bahunya setelah sadar kalo ini di sekolah.
Dengan tergesa, Askar merogoh sakunya dan mengeluarkan handphonenya. Dia nampak mengutak atik handphonenya yang keren. Sedangkan gue hanya memandangnya dengan tatapan kosong. Dia tampak mengacuhkan gue yang lagi kalut ini.
"Udah dulu ya Askar, gue mau ke kelas dulu." Gue menepuk pahanya dan bangkit hendak pergi. Gue males kalo dibiarin merana gini.
"Hendak kemana?!" Tanyanya panik dan dia menghentikan kegiatannya yang telah bikin gue diacuhin.
"Gue kekelas dulu Askar, kan udah mau masuk." Ujar gue memandang matanya yang tampak kecewa. "Ntar sore free kan? Jemput gue usai rapat MPS ya." Seraya melepaskan tangannya hendak berlalu pergi.
"Siap bos!" Teriaknya bak tentara. Guepun terkekeh, dan beban gue terasa ringan apabila udah melihat mukanya yang ngangenin. Walau sikapnya sekarang bikin gue ilfil.
Guepun kembali menyusuri lorong sempit penuh manusia sekolah gue.
---
Dengan berusaha sekuat tenaga, guepun berusaha memanjati pagar samping sekolah dekat aula yang agak terlindung dari pantauan pos satpam Pak Karma. Kebetulan daerah itu terlindung pohon dan jarang orang yang mau kesana siang-siang gini.
Guepun berusaha menaikan badan gue berkali-kali, tapi sayang kaki gue terpeleset oleh dinding yang licin. Dan pantat gue yang aduhai mendarat mulus ke tanah berumput.
Ah sialan! Gue adalah anak baru di dunia pemanjatan pagar sekolah kayak gini. Gila gue jadi frustasi gini. Sambil meremas rambut gue tertunduk dengan wajah lemas.
"Udah siap lo manjat-manjatnya?"
Gue terkejut, siapa yang ngomong itu? Sama gue kah? Oh may god, punggung gue mendingin seketika. Gue ketahuan pas berusaha cabut.
Gue berdiri dan mata gue celengak celenguk nggak jelas mencari keberadaan yang punya suara. Semoga bukan guru ato Pak Karma si pembawa karma.
Nggak ada orang deh. Gue memandang lagi kesekeliling. Mungkin telinga gue yang nggak beres, atau gue salah dengar, atau jangan-jangan.
"Lo nggak usah takut gitu dong." Dan seseorang berordo primata bernama Askar turun dari pohon. "Lo hendak kemana, sampai mau cabut segitu."
"Gue mau lihat keadaan Aldi, gimana kabarnya sekarang. Gue khawatir banget sama keadaannya sekarang."
Askar nampak termenung dengan jawaban gue. Ada yang nggak beres nih.
Dia mengerjapkan mata dan dengan tampang diktatornya, dia menyeret gue ke pintu belakang sekolah disamping danau. Gue cuman hanya mengikuti tarikannya yang bertenaga.
Dan dengan mudahnya dia bisa membuka pintu belakang sekolah. Gue memandangnya takjub, dan dia cuman mengedipin matanya yang genit ke gue.
Kok dia bisa ngebuka pager belakang sekolah dengan mudahnya sih. Apa dia punya kuncinya ya?
"Makasih banyak ya Askar." Ujar gue tulus ke dia sesampai kita di parkiran kampus AkPer di seberang danau.
"Cium gue dulu!" Dan dia menyodorkan pipi kanannya ke gue.
"Apaan sih." Gue menyeritkan kening dengan kelakuannya yang mirip bocah.
"Ciuman lo itu berarti tanda ucapan terima kasih lo sama gue." Ujarnya maksa. "Yaudah kalo nggam mau." Dia ngambek.
Gue cukup ragu untuk mencium pipi ketua geng mafia ini di parkiran kampus AkPer.
Dia memasang muka ngambek, walau dia tetap memaju-majukan pipi kirinya kearah gue.
Gue memutar bola mata gue, dan ... Cup. Pasti muka gue memerah.
Dia tersenyum.
"Ayo!" Ujarnya seraya menarik gue menaiki motor Honda Vixion yang entah punya siapa.
"Eng..., motor lo?"
"Anggap aja begitu." ujarnya serata menggas motor menjauhi kompleks kampus AkPer.
"Aldi dirawat dimana?" tanya Askar dengan mata tetap fokus ke jalanan.
"Di Rumah Sakit Yarsi." ujar gue mengingat-ingat perkataan Dwi tadi. "Bay the way kenapa lo bisa ngebuka pagar belakang sekolah?"
Askar terkekeh. "Kepo deh lo."
"Yaudah kalo nggak mau bilang, gue juga nggak maksa kok." ujar gue sambil merengut kesal.
"Peluk gue dulu dong." Pintanya genit.
"Nggak ah ..., ntar diliat orang lagi. Malu." Gue memandang ke sekeliling yang padat oleh kendaraan bermotor.
"Iya deh janji, kapan-kapan pas sepi ya." ujarnya ketawa. "Gue punya kunci gemboknya."
"Kok bisa?"
"Gue malakin si Revan anak OSIS pas acara pensi kemarin. Dia kan megang kunci sekolah saat itu."
Gue mangut-mangut. "Lalu."
"Gue paksa si Revan nyerahin kunci gerbang belakang dan gue duplikatin. Jadi pas gue bosan, gue bisa cabut keluar deh."
Gue kembali memandang pantulan muka Askar yang tertutup helm melalui kaca spion.
"Dah sampai nih." ujarnya berhenti di depan gerbang rumah sakit.
Guepun turun dari motor dan menyerahkan helm ke Askar. "Serius lo nggak mau ikut gue ngelihat Aldi?"
"Nggak, lagian kalo Aldi liat kita berdua, ntar dia marah lagi ke elo." ujarnya memandang gue mesra.
"Iyadeh. Makasih ya Askar." Gue tersenyum semanis mungkin ke dia.
Dia tersenyum ke gue yang sukses bikin gue melting. "Gue nungguin lo di parkiran, lo jangan kabur." Ujar Askar seraya menurunkan kaca helmnya.
Gue tersenyum sambil berbalik menuju toko buahan yang kebetulan ada di depan rumah sakit. Gue bisa mendengar motor Askar berlalu. Gue membeli beberapa buah kesukaan Aldi dan sekotak cake kesukaannya. Gue membeli yang paling besar supaya gue juga kebagian karena kebetulan ini udah jam makan siang dan gue yakin dia nggak sanggup untuk ngehabisin cakenya sendiri. Hehehe.
"Assalamu'alaikum." salam gue saat membuka pintu setelah yakin bahwa ini adalah ruangannya Aldi.
"Waalaikumsalam. Eh Rian?" jawab Bunda penuh kekagetan sambil menyambut kedatangan gue.. "Eh kamu nggak sekolah nak?"
"Sekolah Nda. Tadi Adrian minta izin ke guru piket buat jenguk Aldi." jawab gue dusta sambil memandang Aldi yang tertidur dengan kepala, tangan yangndiperban. Dan nampaknya Bunda percaya dengan kebohongan gue.
"Duuh sampe minta izin segala Rian." ujar Bunda. "Liat tuh Aldinya nggak apa apa. Ntar sore juga pulang." Tandas Bunda lagi.
"Aldi kenapa bisa kayak gini Nda?"
"Kemarin malam, Bunda nyuruh Aldi buat keluar beli sayur ke supermarket depan. Nah siap keluar dari supermarket, Aldi langsung ditabrak oleh motor. Aldi jatuh dan nggak sadarkan diri. Sedangkan orang yang nabrak dan jatuh, tali dia langsung bangun dan ngelarikan diri. Saksi mata bilang kalo yang nabrak itu anak SMA sebab dia masih makai seragam." ujar Bunda.
Gue cuma bisa memandang Aldi yang terlelap tidur. Entah kenapa gue amat marah dengan orang yang nabrak lari Aldi dan ingin ngebogem dia pake tinju gue.
"Maaf Bunda nggak ngabarin kamu. Aldi yang minta sama Bunda saat Aldi siuman tadi pagi, supaya kamu nggak khawatir dan malah bolos sekolah."
"Nggak apa apa kok Bunda. Rian ngerti." ucap gue seraya mengelus tangan Aldi yang penuh perban luka.
'Bodoh lo Al, walau sebagaimanapun lo nyembunyiin keadaan lo dari gue, gue akan tetap tahu kok.' Gue memandang Aldi miris.
Guepun memandang jam tangan gue dan menatap Bunda penuh penyesalan.
"Bunda, Rian balik ke sekolah dulu ya Bunda. Ntar sore katanya anak-anak pada kesini, maaf nanti Rian nggak bisa kesini karena ada rapat MPS." Guepun mencium tangan Bunda. "Sampaikan salam Rian ke Aldi ya Bunda."
Bunda mengangguk sambil mengelus gue. "Nanti Bunda sampaikan. Hati-hati Rian. Eh kamu sama apa kesini?"
"Pakai angkot Bunda." jawab gue bohong. Ntar Aldi bisa tau kalo gue masih berhubungan sama Askar di belakang dia. "Rian balik dulu ya Bunda."
"Iya Rian, hati-hati." ujar Bunda seraya mengantar gue ke depan pintu ruang rawat inap Aldi.
---
"Cepet bener?" Tanya Askar yang sedang fokus mengendarai motor.
"Jadi gue harus lama-lama disana gitu?" Gue mendekatkan muka gue yang tertutup helm ke arah mukanya yang juga tertutup helm.
"Lo nggak kangen-kangenan dulu sama 'sodara' lo itu?" Askar menekankan pada kata sodara.
"Lo nyindir gue." Gue yakin kening gue berkerut.
"Eh ... enggak. Tersindir ya? Gue cuma heran aja, masa lo sebentar aja besuk dia."
"Aldi lagi tidur." jawab gue.
"Jutek amat lo. PMS lo ye?"
Gue memutar bola mata. "Terserah lo deh. Gue nggak mau berdebat sama freak macam lo." Dan gue menyilangkan tangan gue.
"Eh jangan ngambek deh Rian."
Gue bungkam.
Askar membuka kaca helmnya dan memandang gue dari kaca spion. "Eh malah diem, kayak cewek lo." Dia mencibir. "Lo nggak laper? Makan yuk. Kemana?" Dia ngedipin gue.
"Terserah lo."
"Sip deh." Dan dia langsung memarkirkan motornya di salah satu warung kaki lima.
Gue membuka helm dan memandang Askar keheranan.
"Lo biasa makan d tepi jalan kan?"
"Haha biasa kok. Gue heran aja orang kayak lo mau makan di tempat kayak gini."
"Lo ngeledek gue ya?"
Gue ketawa ngakak. "Nggak! Gue heran aja. Lo sering makan disini?"
Askar tersenyum. "Gue sering kesini. Kenapa? Lo kaget?" Gue ngakak. "Gue sering kesini karena makanannya enak kayak restoran mahal tapi harga miring. Duitnya juga bisa disimpan kan."
Gue ngangguk-ngangguk mengerti.
"Lo pesan apa?" Tanya dia sambil menopang dagu memandangi gue mesra.
"Terserah lo deh." Gue tersenyum.
"Nasi goreng spesial dua sama sup buah dua ya kang." Kata Askar.
"Siip den." ujar si Akang mengangkat tangannya.
Gue memandang jalanan dan sesekali melihat handphone gue, untuk menghindari pandangan Askar yang bisa bikin hati gue bergetar bagai gempa 8 SR. Entah kenapa tiap dengan dia gue gugup nggak karuan yang kadang bikin gue kesal sendiri.
"Lo mau makan ato cuman mandangin jalan aja?" Tanya Askar sambil berusaha menahan tawanya melihat ekspresi keterkejutan gue. "Gue tau lo gugup, selow aja." Dan perkataannya bikin muka gue memanas.
Gue langsung menyambar piring nasi goreng gue dan meletakan didepan dada gue. "Siapa yang gugup." Gue mendelik ke arahnya dan menyuap makanan buatan akang nasi goreng yang rupanya enak.
"Itu muka lo merah gitu." Dia menunjuki muka gue.
"Gue bukan gugup bung, gue cuman keenakan aja. Nih nasgor enak tenan eui." Teriak gue ke akang nasgor yang dibalas dengan jempolnya.
"Eleh... ada pula ya kayak gitu." Cemberut cowok badboy itu ke gue.
"Adalah." Jawab gue acuh sambil tetap terus melahap nasgor lezat buatan akang.
Dia menghembuskan nafasnya seraya mengetuk-ngetukan jarinya ke meja.
"Nasgornya dimakan dong, bukan dianggurin kayak gitu. Ntar dingin lho." Gue memandangnya.
"Nggak mau." Ujarnya menaikan dagu. "Suapin." Dia mengedipin gue nakal.
Gue yakin muka gue memerah. "Nggak mau."
"Ayolah... suapin gue. Aku nggak mau makan kalo nggak disuapin."
Oh Tuhan dia udah kayak bocah sekarang.
"Baiklah...!" Kata gue frustasi. Gue mengambil piringnya dan mengambil sesuap nasgor. "Aaa..., buka mulutnya adek kecil. Aaa... pesawat akan segera mendaraat." Ujar gue memainkan sendoknya seperti pesawat terbang dan memasukan sendoknya ke mulutnya yang menganga lebar. Gue tertawa cekikitan.
Beberapa orang memandang kami aneh. Persetan dengan mereka. Tampak juga akang nasgor -yang kalo diperhatikan ganteng juga- yang nampak menahan senyumnya.
"Buka mulutnya lagi adek kecil. Ayo makan biar adik kecil tambah besar. Aaa..." ujar gue lagi. Dan dia membuka mulutnya lebar-lebar. Dan seutas senyum mekar di bibir gue yang seksi. Hahaha.
Gue bisa mendengar manusia di sekeliling gue yang menahan tawa mereka.
Gue melihat wajahnya dan mata gue tersentak melihat mata elangnya memandang gue seakan ingin menyetubuhi gue lekat-lekat, sehingga membuat gue bergidik ngeri.
"Eh apaan sih?" Tanya gue memandangnya dengan penuh rasa takut. Apa dia bipolar? Gue menggeser duduk gue belakang. Gue takut dia buat macam-macam sama gue.
Dia terus mendekatkan bibirnya ke telinga gue. "Tau nggak lo." Ujarnya berbisik di telinga kanan gue. "Perlakuan lo ke gue tadi bikin adik kecil gue membesar dan bikin gue pengen buat 'adik kecil' bareng lo." Ujarnya seraya meniup telinga gue yang sukses bikin gue mengejang. Dan tanpa menambah rukun iman yang enam, gue yakin muka gue memerah laksana tomat.
Askarpun tertawa dengan lepasnya.
---
Ah gila, semenjak makan nasgor di kaki lima tadi pikiran mesum gue melayang-layang entah kemana, fikiran gue meliar. Entah kenapa junior gue mendadak berdiri memikirkan hal tadi.
Untunglah Dwi yang punya jiwa mafia menyelamatkan absen gue selama gue cabut tadi dengan bilang kalo gue lagi terbaring sakit d UKS dan Tia yang begitu semangat 46 eh 45 menunggu gue yang telat di depan sekretariat bersama OSIS dan MPS.
"Eh Rian! Ngelamun mulu. Lo stress diangkat jadi ketua panitia perpisahan?" Tanya si Ridho -si Raja bokep yang juga anggota OSIS- mengagetkan gue yang lagi nungguin Tia ngunci pintu sekretariat dan menyerahkannya ke pembina.
"Eh nggak kok Dho." Ujar gue tersenyum lemah kepada bocah ganteng ini.
"Ah lo kurang update bro!" Ujar Sandy teman si Ridho. "Si Rian itu lagi gegana karena homoannya lagi terbaring sakit di rumah sakit." Perkataan Sandy bikin gue mendelik ke arahnya dengan muka ganas. "Santai bro." Ujarnya lagi.
"Jadi benar ya Adrian, kalau Aldi gue yang imut-imut itu kecelakaan?" Tanya cewek, yang kebetulan gue lupa namanya.
Gue mengangguk lemah.
"Katanya yang nabrak si Aldi anak sini juga." Kata cewek berkuncir kuda temannya si cewek yang tadi, yang juga ikut nimrung.
"Apa?"
"Iya Rian, saksi mata dilokasi bilang kalo yang nabrak Aldi itu adalah siswa yang memakai lambang sekolah kita. Kebetulan aku taunya dari temanku yang kebetulan berada dekat dengan lokasi kejadian." Tandas si cewek kuncir kuda.
"Jangan-jangan ulah Yakuza Junior lagi." Ceplos si cewek yang gue lupa namanya. "Biasanya kan cuma Yakuza Junior yang bisa ngelakuin tindakan kriminal gitu."
Gue menghela nafas. "Tia masih lama lagi nggak ya?" tanya gue.
"Nggak tau tuh." Jawab Sandy seraya mengangkat bahunya.
"Sampaikan ke Tia, gue pulang dulu." Jawab gue bangkit dari tempat duduk gue dan ninggalin mereka yang heran melihat kelakuan absurd gue.
"Adrian! Jangan lupa kita panitia rapat loh.! Sama majelis guru dan siswa kelas XII juga." Teriak si raja bokep yang nggak gue acuhkan.
Dan sekarang di dalam fikiran gue hanya pada Askar beserta kelakuan absurdnya tadi siang, dengan tangan terkepal dan perasaan yang nano-nano.
Gue berjalan menuju parkiran. Gue berusaha menahan emosi gue yang meluap-luap. Gue bisa melihat Askar yang melambaikan tangan ke arah gue.
"Askar, gue harus bicara." Seraya menyeretnya ke taman belakang sekolah.
"Apa yang akan kita bicarakan Rian?" Dia nampak begitu bingung.
"Duduk!" Perintah gue ke Askar tanpa memandangnya.
"Ada apa ini Adrian?"
Gue memandang matanya lekat-lekat. "Apapun yang gue tanya ke elo, gue harap lo jawab dengan jujur."
Gue dapat mengetahui dia menelan ludahnya sendiri.
"Jawab pertanyaan gue dengan jujur Askar."
"Lo yang mencelakakan Aldi?"
--- tbc
R~
Hayhay smua, Aurora kmbli. Maaf kalo tmn2 smua hruz menunggu lama kelanjutan cerita Aurora yang nggk seberapa ini, sebabkan karena Aurora lagi fokus buat PKM yang smga saja bisa diupload sebelum 10 Oktober nanti. Mohon doanya y tmn2.
Oke, seperti biasa Aurora mohon vote n komentar membangun tmn2 semua. Karena vote n komentar tmn2 smualah yang membuat gue bersemangat ngelanjutin cerita ini. So, Terima Kasih banyak, selamat membaca dan sunt.
Salam
R~
Ts lanjutannya jgn lma2 ya!
@tsunami siip bang, ditunggu y bang.
@agova bisik2 tetangga bkin heboh bang, lbih meyakinkan.
@new92 smga Askar pelakunya, eh ... nggk smga Askar bkn pelakunya.
@lovelyozan smga nggk, siip bang..., d tunggu y.
@kaha siip, mohon vote n komentarnya y. ditunggu.
@otsutsuki97s maaf bro, bzok lbih lama lgi gue updatenya. hehehe piece.