BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

BLACK WINGS

124678

Comments

  • Mention aku jga yaa,,,
  • Prok prok prok
  • mana nih kelanjutannya..
  • sorry gan... lama ya ;p
    semoga nanti mlm bisa update :)
  • CHAPTER 4: Dark As Chocolate
    DUA TAHUN LALU.
    Sinar matahari yang luar biasa panas siang ini menyengat tengkuk sekumpulan remaja yang sedang berbaris rapi di sebuah halaman rumput yang luas. Mereka memakai seragam SMP namun dengan aksesoris yang luar biasa aneh. Para cowo memakai semacam topi dari bola plastik yang dipotong menjadi dua, sementara para cewenya memakai kuncir rambut berwarna-warni yang jumlahnya banyak sekali. Seorang remaja lain yang memakai seragam SMA berjalan hilir-mudik di depan mereka. Dia bicara dengan suara keras dan tampak sedang marah.
    “ kalian ini bego atau apa sih! masak ngerjain tugas beginian aja nggak becus! Sebagai hukuman lari keliling lapangan lima kali!” kata cowo SMA itu kejam yang langsung disambut oleh protes memelas sekumpulan remaja SMP di depanya.” Sepuluh kali! Kalau ada yang protes lagi, dua puluh kali!”
    Tak ada yang protes kali ini, namun mereka semua tampak kesal dan mengomel saat berlari. Rasanya seperti dipanggang, berlari di siang yang sangat panas mengelilingi lapangan bola ini sepuluh kali. Maka tak ada yang menyangkal saat seorang dari mereka mengeluh.
    “ kalau MOS begini terus, gue pulang bisa tinggal nama nih.”
    “ sedikit bicara, banyak berlari!” teriak si cowo SMA keras dari tengah lapangan.
    Salah seorang remaja SMP itu terkapar di lantai keramik yang dingin di koridor sekolah, setelah hampir setengah jam menerima siksaan berlari keliling lapangan. Dia melepas topi bola plastiknya, karena wajah dan rambutnya sudah basah kuyup oleh keringat. Nafasnya tersegal dan perut bagian sampingnya terasa sakit. Sepertinya hal yang sama juga dirasakan oleh teman-temanya yang ikut berkumpul di sana. Dia mengelap dahinya yang basah dengan name tag bertuliskan ‘ daniel’ yang menggantung dilehernya. Seorang siswi SMA yang sepertinya juga menjadi panitia mos, mendatangi mereka dengan senyum manis.
    “ capek ya?” tanyanya dengan suara halus.” Yang sabar ya, kak revan memang suka kayak gitu, tapi sebenarnya dia baik kok.” Lanjutnya yang langsung dijawab oleh cibiran sangsi anak-anak.” Ok, kalian istirahat dulu setengah jam terus balik ke kelas ya. Bekalnya silakan dimakan sekarang.” Dia langsung berbalik meninggalkan mereka.
    Daniel masih memandang punggung cewe itu dengan senyum simpul. Ternyata masih ada kakak kelas yang baik ya, pikirnya senang. Dia mengeluarkan kotak bekal dari tasnya dan mulai makan. Bahkan bekalnya pun ditentukan oleh para panitia MOS yang kurang kerjaan itu. Dia harus membawa tiga potong tempe goreng berbentuk hati, juga sayur kacang panjang berukuran 3 cm yang berjumlah 50 buah, karena itulah kemarin dia seharian di dapur, membantu ibunya mengukur kacang panjang dengan penggaris.
    Sejauh ini MOS hari itu berjalan lebih baik, paling tidak mereka tidak disuruh lari keliling lapangan atau tugas yang menguras stamina lagi. Daniel jadi punya obsesi baru, mengenal lebih dekat kakak kelas cantik yang menyapa mereka tadi, dia sudah mendapat banyak kemajuan dengan mengenal namanya, andien, nama yang indah menurutnya. Selain itu daniel jadi hobi menanyai siapapun yang mau menjawab tentang identitas andien, hal ini mulai membuat alfan, tetangganya yang juga merupakan panitia MOS jengkel.
    “ lo tanya sendiri aja deh sama orangnya sono!” kata alfan jengkel setelah sepuluh menit dibombardir pertanyaan tentang andien sama daniel.
    “ aku masih malu fan...” kata daniel sambil nyengir. Semangatnya meningkat drastis setelah alfan memberitahunya bahwa, sejauh yang diketahuinya, andien masih jomblo.
    “ ck...kalau malu ngapain mau kenal?”
    “ kenal nggak apa-apa kan? Buat nambah temen.”
    “ yakin Cuma mau temenan?”
    “ lebih juga nggak apa-apa, asal andienya mau.”
    Mereka berdua sedang berjalan sepanjang koridor sekolah saat istirahat. Beberapa anak lain yang juga ikut MOS memandang daniel kagum saat lewat, kebanyakan dari mereka pasti heran karena daniel sudah bisa akrab dengan senior, padahal ini baru MOS hari pertama. Dari kejauhan daniel mendengar suara seseorang yang dikenalnya sedang marah-marah. Saat dia menoleh, dia melihat revan, kakak senior yang menghukum mereka lari keliling lapangan tadi, sedang marah-marah pada seorang cowo yang juga peserta MOS. Cowo itu tampak acuh dan tak peduli sementara revan berteriak-teriak didepanya. Menurut daniel sebenarnya wajah cowo itu cukup ganteng, kalau bukan karena penampilanya yang tampak kacau. Rambutnya awut-awutan, terdapat bekas hitam dibawah matanya tanda kalau dia kurang tidur, dan di pipi kirinya tertutup plester penutup luka. Daniel melihat name tag yang menggantung di lehernya, gee.
    “ lo lihatin apaan sih?” tanya alfan yang juga ikut menoleh.” Revan? Heran ya dia marah-marah terus?” lanjutnya tampak sedikit geli.
    “ emang udah biasa ya dia marah-marah begitu?” tanya daniel penasaran.
    “ sebenarnya nggak sih, mungkin dia Cuma mau terlihat sangar didepan murid-murid baru.”
    “ kau nggak mau ikut-ikutan?”
    “ marah-marah juga? Buat apaan. Lebih baik juga deketin cewe-cewe baru, masih seger.” Kata alfan dengan senyum mesum membuat daniel memutar matanya.
    Sudah hampir lima belas menit berlalu sejak bel pulang sekolah berdering. Daniel harus berlari kembali ke kelasnya dari gerbang depan karena buku tugasnya ketinggalan. Bisa mati dia dihukum para senior kalau tidak mengerjakan tugasnya. Apalagi dia bertekad untuk menarik perhatian andien kali ini, paling tidak agar mereka bisa berkenalan secara pribadi. Di belokan koridor menuju ke kelasnya dia berpapasan dengan revan, dia tak sendiri, melainkan ditemani dua cowok lain yang tampak garang. Revan menatap daniel dengan pandangan meremehkan saat mereka berpapasan, ada semacam kepuasan yang tampak keji terpancar dari wajahnya. Daniel berusaha menghindari kontak mata dengan revan maupun kedua temanya, bukan hal bijaksana untuk mencari masalah dengan kakak kelas disaat seperti ini.
    Daniel mengambil buku tugasnya di dalam laci mejanya lalu bergegas keluar. Daniel yakin dia adalah murid terakhir yang masih ada di sekolah, karena itu dia agak kaget saat mendengar rintihan aneh dari balik kelasnya. Daniel agak merinding karena dia tahu belakang kelasnya adalah kamar mandi yang sudah tak terpakai lagi, tempat terabaikan itu tampak mengerikan karena bangunan yang sudah hampir roboh, penuh dengan lumut dan ilalang tinggi. Apalagi dengan gosip yang dihembuskan para seniornya tentang hantu wanita penunggu kamar mandi itu. Dia sudah hampir berlari saat mendengar rintihan itu lebih keras, tunggu, itu jelas suara cowo. Apa hantunya punya temen ya? Pikir daniel ngeri. Dia memutuskan berbalik dan melihat keadaan, siapa tahu itu orang, dan sedang butuh bantuanya.
    Daniel memberanikan diri melihat ke dalam kamar mandi berbau apak itu. Tapi bukan hantu yang dilihatnya, melainkan seorang cowok yang terduduk di lantai keramik kotor. Penampilanya mengerikan, Seragam SMP nya robek dan bernoda darah di beberapa tempat, bibirnya berdarah dan wajahnya lebam. Saat daniel melihat lebih teliti, dia mengenali cowok itu sebagai gee, orang yang tadi dilihatnya dimarahin oleh revan. Pikiran mengerikan terlintas dikepalanya, apa revan yang melakukan ini? Namun sebelum dia sempat memikirkan jawabanya, gee rubuh ke lantai dan tak bergerak, sepertinya dia pingsan. Dengan panik daniel langsung berlari kearahnya dan berusaha menyadarkanya.
    “ gawat! Gee! Gee! Bagun gee!” katanya keras sambil menepuk-nepuk pipi gee yang lebam berdarah.
    Saat itu tubuh gee bergerak pelan dan dia membuka matanya, membuat daniel menghela nafas lega. Namun tanpa daniel duga gee mendorong tubuhnya sampai menabrak tembok. Daniel mengeluh kesakitan dan mengelus belakang kepalanya yang sepertinya benjol.
    “ aduh...kau kenapa sih?! Udah ditolongin juga!” keluh daniel kesal.
    “ lo ngapain kesini?!” kata gee dengan nada kasar.
    “ aku mau nolongin kamu. Kita ke UKS yuk, sepertinya lukamu parah.” Kata daniel khawatir, benjolnya terlupakan.
    “ gue nggak kenal sama lo! Jangan sok akrab sama gue!” gee berusaha berdiri walau masih gemetar, dan langsung bersandar kembali ke tembok.
    “ oh benar juga ya, namaku daniel, kita sama-sama ikut MOS. Sekarang boleh aku menolongmu?”
    Mata gee menyipit dengki sementara daniel memasang senyum manisnya sambil meng
  • CHAPTER 4: Dark As Chocolate
    DUA TAHUN LALU.
    Sinar matahari yang luar biasa panas siang ini menyengat tengkuk sekumpulan remaja yang sedang berbaris rapi di sebuah halaman rumput yang luas. Mereka memakai seragam SMP namun dengan aksesoris yang luar biasa aneh. Para cowo memakai semacam topi dari bola plastik yang dipotong menjadi dua, sementara para cewenya memakai kuncir rambut berwarna-warni yang jumlahnya banyak sekali. Seorang remaja lain yang memakai seragam SMA berjalan hilir-mudik di depan mereka. Dia bicara dengan suara keras dan tampak sedang marah.
    “ kalian ini bego atau apa sih! masak ngerjain tugas beginian aja nggak becus! Sebagai hukuman lari keliling lapangan lima kali!” kata cowo SMA itu kejam yang langsung disambut oleh protes memelas sekumpulan remaja SMP di depanya.” Sepuluh kali! Kalau ada yang protes lagi, dua puluh kali!”
    Tak ada yang protes kali ini, namun mereka semua tampak kesal dan mengomel saat berlari. Rasanya seperti dipanggang, berlari di siang yang sangat panas mengelilingi lapangan bola ini sepuluh kali. Maka tak ada yang menyangkal saat seorang dari mereka mengeluh.
    “ kalau MOS begini terus, gue pulang bisa tinggal nama nih.”
    “ sedikit bicara, banyak berlari!” teriak si cowo SMA keras dari tengah lapangan.
    Salah seorang remaja SMP itu terkapar di lantai keramik yang dingin di koridor sekolah, setelah hampir setengah jam menerima siksaan berlari keliling lapangan. Dia melepas topi bola plastiknya, karena wajah dan rambutnya sudah basah kuyup oleh keringat. Nafasnya tersegal dan perut bagian sampingnya terasa sakit. Sepertinya hal yang sama juga dirasakan oleh teman-temanya yang ikut berkumpul di sana. Dia mengelap dahinya yang basah dengan name tag bertuliskan ‘ daniel’ yang menggantung dilehernya. Seorang siswi SMA yang sepertinya juga menjadi panitia mos, mendatangi mereka dengan senyum manis.
    “ capek ya?” tanyanya dengan suara halus.” Yang sabar ya, kak revan memang suka kayak gitu, tapi sebenarnya dia baik kok.” Lanjutnya yang langsung dijawab oleh cibiran sangsi anak-anak.” Ok, kalian istirahat dulu setengah jam terus balik ke kelas ya. Bekalnya silakan dimakan sekarang.” Dia langsung berbalik meninggalkan mereka.
    Daniel masih memandang punggung cewe itu dengan senyum simpul. Ternyata masih ada kakak kelas yang baik ya, pikirnya senang. Dia mengeluarkan kotak bekal dari tasnya dan mulai makan. Bahkan bekalnya pun ditentukan oleh para panitia MOS yang kurang kerjaan itu. Dia harus membawa tiga potong tempe goreng berbentuk hati, juga sayur kacang panjang berukuran 3 cm yang berjumlah 50 buah, karena itulah kemarin dia seharian di dapur, membantu ibunya mengukur kacang panjang dengan penggaris.
    Sejauh ini MOS hari itu berjalan lebih baik, paling tidak mereka tidak disuruh lari keliling lapangan atau tugas yang menguras stamina lagi. Daniel jadi punya obsesi baru, mengenal lebih dekat kakak kelas cantik yang menyapa mereka tadi, dia sudah mendapat banyak kemajuan dengan mengenal namanya, andien, nama yang indah menurutnya. Selain itu daniel jadi hobi menanyai siapapun yang mau menjawab tentang identitas andien, hal ini mulai membuat alfan, tetangganya yang juga merupakan panitia MOS jengkel.
    “ lo tanya sendiri aja deh sama orangnya sono!” kata alfan jengkel setelah sepuluh menit dibombardir pertanyaan tentang andien sama daniel.
    “ aku masih malu fan...” kata daniel sambil nyengir. Semangatnya meningkat drastis setelah alfan memberitahunya bahwa, sejauh yang diketahuinya, andien masih jomblo.
    “ ck...kalau malu ngapain mau kenal?”
    “ kenal nggak apa-apa kan? Buat nambah temen.”
    “ yakin Cuma mau temenan?”
    “ lebih juga nggak apa-apa, asal andienya mau.”
    Mereka berdua sedang berjalan sepanjang koridor sekolah saat istirahat. Beberapa anak lain yang juga ikut MOS memandang daniel kagum saat lewat, kebanyakan dari mereka pasti heran karena daniel sudah bisa akrab dengan senior, padahal ini baru MOS hari pertama. Dari kejauhan daniel mendengar suara seseorang yang dikenalnya sedang marah-marah. Saat dia menoleh, dia melihat revan, kakak senior yang menghukum mereka lari keliling lapangan tadi, sedang marah-marah pada seorang cowo yang juga peserta MOS. Cowo itu tampak acuh dan tak peduli sementara revan berteriak-teriak didepanya. Menurut daniel sebenarnya wajah cowo itu cukup ganteng, kalau bukan karena penampilanya yang tampak kacau. Rambutnya awut-awutan, terdapat bekas hitam dibawah matanya tanda kalau dia kurang tidur, dan di pipi kirinya tertutup plester penutup luka. Daniel melihat name tag yang menggantung di lehernya, gee.
    “ lo lihatin apaan sih?” tanya alfan yang juga ikut menoleh.” Revan? Heran ya dia marah-marah terus?” lanjutnya tampak sedikit geli.
    “ emang udah biasa ya dia marah-marah begitu?” tanya daniel penasaran.
    “ sebenarnya nggak sih, mungkin dia Cuma mau terlihat sangar didepan murid-murid baru.”
    “ kau nggak mau ikut-ikutan?”
    “ marah-marah juga? Buat apaan. Lebih baik juga deketin cewe-cewe baru, masih seger.” Kata alfan dengan senyum mesum membuat daniel memutar matanya.
    Sudah hampir lima belas menit berlalu sejak bel pulang sekolah berdering. Daniel harus berlari kembali ke kelasnya dari gerbang depan karena buku tugasnya ketinggalan. Bisa mati dia dihukum para senior kalau tidak mengerjakan tugasnya. Apalagi dia bertekad untuk menarik perhatian andien kali ini, paling tidak agar mereka bisa berkenalan secara pribadi. Di belokan koridor menuju ke kelasnya dia berpapasan dengan revan, dia tak sendiri, melainkan ditemani dua cowok lain yang tampak garang. Revan menatap daniel dengan pandangan meremehkan saat mereka berpapasan, ada semacam kepuasan yang tampak keji terpancar dari wajahnya. Daniel berusaha menghindari kontak mata dengan revan maupun kedua temanya, bukan hal bijaksana untuk mencari masalah dengan kakak kelas disaat seperti ini.
    Daniel mengambil buku tugasnya di dalam laci mejanya lalu bergegas keluar. Daniel yakin dia adalah murid terakhir yang masih ada di sekolah, karena itu dia agak kaget saat mendengar rintihan aneh dari balik kelasnya. Daniel agak merinding karena dia tahu belakang kelasnya adalah kamar mandi yang sudah tak terpakai lagi, tempat terabaikan itu tampak mengerikan karena bangunan yang sudah hampir roboh, penuh dengan lumut dan ilalang tinggi. Apalagi dengan gosip yang dihembuskan para seniornya tentang hantu wanita penunggu kamar mandi itu. Dia sudah hampir berlari saat mendengar rintihan itu lebih keras, tunggu, itu jelas suara cowo. Apa hantunya punya temen ya? Pikir daniel ngeri. Dia memutuskan berbalik dan melihat keadaan, siapa tahu itu orang, dan sedang butuh bantuanya.
    Daniel memberanikan diri melihat ke dalam kamar mandi berbau apak itu. Tapi bukan hantu yang dilihatnya, melainkan seorang cowok yang terduduk di lantai keramik kotor. Penampilanya mengerikan, Seragam SMP nya robek dan bernoda darah di beberapa tempat, bibirnya berdarah dan wajahnya lebam. Saat daniel melihat lebih teliti, dia mengenali cowok itu sebagai gee, orang yang tadi dilihatnya dimarahin oleh revan. Pikiran mengerikan terlintas dikepalanya, apa revan yang melakukan ini? Namun sebelum dia sempat memikirkan jawabanya, gee rubuh ke lantai dan tak bergerak, sepertinya dia pingsan. Dengan panik daniel langsung berlari kearahnya dan berusaha menyadarkanya.
    “ gawat! Gee! Gee! Bagun gee!” katanya keras sambil menepuk-nepuk pipi gee yang lebam berdarah.
    Saat itu tubuh gee bergerak pelan dan dia membuka matanya, membuat daniel menghela nafas lega. Namun tanpa daniel duga gee mendorong tubuhnya sampai menabrak tembok. Daniel mengeluh kesakitan dan mengelus belakang kepalanya yang sepertinya benjol.
    “ aduh...kau kenapa sih?! Udah ditolongin juga!” keluh daniel kesal.
    “ lo ngapain kesini?!” kata gee dengan nada kasar.
    “ aku mau nolongin kamu. Kita ke UKS yuk, sepertinya lukamu parah.” Kata daniel khawatir, benjolnya terlupakan.
    “ gue nggak kenal sama lo! Jangan sok akrab sama gue!” gee berusaha berdiri walau masih gemetar, dan langsung bersandar kembali ke tembok.
    “ oh benar juga ya, namaku daniel, kita sama-sama ikut MOS. Sekarang boleh aku menolongmu?”
    Mata gee menyipit dengki sementara daniel memasang senyum manisnya sambil mengulurkan tangan. Dia berbalik dan berjalan pincang, meninggalkan daniel yang menatap heran.
    “ hey tunggu...” daniel berusaha mengejarnya, namun tiba-tiba sesuatu yang keras menghantam pipinya, membuatnya terpelanting dan jatuh menabrak keramik basah.
    “ NGGAK USAH NGURUSIN GUE!” Teriak gee dengan tinju masih teracung didepanya. Dia langsung pergi sementara daniel memegangi pipinya yang luar biasa sakit.
    Belum pernah daniel bertemu dengan orang seaneh gee selama hidupnya. Dia terus memikirkan tentangnya sampai-sampai tak mendengarkan omelan ibunya yang sedang menutulkan obat merah ke pipinya yang bengkak, setelah dia sampai dirumah sore harinya. Kesal karena diabaikan putranya, ibu daniel menutulkan kapas obat merahnya dengan tenaga berlebihan, nembuat daniel berteriak kesakitan.
    “ aduh...sakit bu, pelan-pelan dong.” Keluh daniel sambil memegangi pipinya.
    “ kamu dengerin ibu ngomong apa nggak?” tanya ibunya jengkel.
    “ hmm...sesuatu soal arisan kan?” canda daniel yang langsung dijawab oleh cubitan ibunya di perutnya.
    “ kenapa sih kamu pake berantem segala? Hari pertama sekolah lagi! Kamu mau dikeluarin bahkan sebelum masuk sekolah!”
    “ kan sudah daniel bilang bu, daniel tadi jatuh bukan berantem.” Kata daniel walaupun dia tahu kebohonganya tak bisa menipu siapapun, apalagi ibunya.
    “ paling rebutan cewe bu biasa...” timbrung melinda, kakak perempuan daniel, yang baru keluar kamarnya sambil membawa setumpuk cucian kotor.
    “ nyerobot aja kayak bajaj!” kata daniel kesal sementara melinda menjulurkan lidahnya mengejek sambil masuk ke dapur.
    “ udah! Pokoknya ibu nggak mau denger lagi kamu berantem disekolah! Diluar sekolah juga nggak boleh!” kata ibunya dengan gaya menutup pembicaraan yang jelas menyiratkan bahwa daniel dilarang membantah.
    Malamnya daniel hanya berbaring berjam-jam dikamarnya. Untuk sesaat dia memikirkan tentang andien dan rencana-rencana indah yang disiapkanya kalau dia sudah bisa dekat denganya, tapi disaat yang lain dia memikirkan gee. Yang membuatnya heran adalah pandangan yang dilayangkan gee kepadanya, seakan kedatangan daniel saat itu telah menggangu sesuatu yang sangat menyenangkan bagi gee. Dia kembali mengelus pipinya yang di perban tebal, dia sudah memikirkan kebohongan yang akan dikatakanya kalau-kalau besok dia ditanyai temanya disekolah tentang pipinya.
    Ternyata kebohongan pertamanya harus dia sampaikan pada dion, temanya yang juga satu kelompok MOS denganya. Daniel bercerita panjang lebar tentang bagaimana dia terpeleset dikamar mandi rumahnya dan jatuh menabrak wastafel. Sepertinya dion tampak percaya karena dia sudah tidak bertanya-tanya lagi. Saat bel masuk berdering keras para peserta MOS harus sudah berbaris rapi dihalaman depan untuk menerima instruksi tugas hari ini. Daniel berada di barisan belakang kali ini, memilih tempat yang sejuk dibawah bayangan pohon mahogani yang rindang. Saat dia sedang mendengarkan instruksi dari ketua panitia MOS yang berdiri di depan barisan, sebuah suara halus berbicara dibelakangnya dan ketika daniel berbalik, jantungnya serasa melompat.
    “ pipimu kenapa daniel?” tanya andien yang tampak cemas.
    “ ehm..itu, ya....jatuh kak.” Balas daniel gagap.” Kakak tahu namaku darimana?” lanjutnya tampak senang, jangan-jangan andien juga mencari tahu tentang dirinya. Namun andien menunjuk name tag di depan dada daniel dengan senyum manis, daniel langsung kecewa berat.
    “ makanya lain kali hati-hati, gantengnya jadi ilang kan.” Kata andien berjalan meninggalkan daniel yang melongo lebar. Apa dia tidak salah dengar? Tadi andien bilang dia ganteng? Rasanya hari ini jadi tambah cerah, membuat daniel senyum-senyum sendiri.
    tugas hari ini adalah meminta tanda tangan seluruh panitia MOS, ini kesempatan besar bagi daniel untuk bisa mendapat tanda tangan dari andien. Tapi tampaknya hal itu tak akan mudah karena sepertinya seluruh panitia MOS telah sepakat untuk mempersulit mereka. Sejauh ini daniel udah menyanyi lima kali di depan teman-temanya agar mereka bisa mendapat tanda tangan seorang panitia MOS gemuk bertampang menyebalkan. Tapi semangatnya melonjak tinggi saat dia melihat andien sedang menandatangani buku yang disodorkan sekumpulan cewe, didepan ruang praktikum biologi. Dia langsung berlari kesana lebih dulu dari teman-temanya.
    “ oh, hay daniel.” Kata andien sedikit kaget karena daniel muncul tiba-tiba dan langsung menyodorkan bukunya.” Semangat sekali.”
    “ hehehe iya kak.”
    “ nggak usah panggil kak ah, emang aku kelihatan tua ya?” kata andien agak kaku
    “ ehm... bukan begitu kak, eh... ehm” jawab daniel gugup sambil menggaruk belakang kepalanya.
    “ becanda kali, nggak usah dibawa serius.” Andien mengambil buku yang daniel sodorkan padanya dan langsung menandatanganinya.” Nih.”
    Daniel menerimanya dengan senyum lebar,” makasih kak.” Dia sebenarnya ingin ngobrol lagi sama andien, tapi teman-temanya keburu datang dan berdesakan ingin minta tanda tangan andien juga, sehingga dia terpaksa mundur.
    Daniel kembali ke kelas dengan perasaan luar biasa senang hari itu, dia tak hentinya memandangi tanda tangan bertuliskan ‘andien’ dengan huruf ramping bersambung itu dengan tersenyum. Sehingga dia nyaris tidak sadar kemana dia berjalan, saat dia melihat sekeliling dia mengenali tempat ini sebagai belakang ruang osis, tempat ini penuh dengan meja dan kursi-kursi rusak yang bertumpuk-tumpuk. Saat dia hendak berbalik, sesuatu menarik perhatianya. Di salah satu sudut tumpukan meja tinggi, dia melihat gee duduk melamun. Pelampilanya lebih kacau dari biasanya. Perban dan plester diwajahnya akan membuat orang mengira dia habis kecelakaan, sepertinya dia tidak punya niat untuk mengerjakan tugas MOS hari ini. Daniel merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebatang coklat yang tadinya akan diberikanya pada andien, tapi urung karena dia terlalu malu, atau takut andien berpikir bahwa dia kepedean.
    Gee sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda kalau dia melihat daniel, walau daniel sudah berdiri didepanya.
    “ mau?” kata daniel sambil mengulurkan coklat batangan ditanganya.” Kata orang coklat bagus untuk memperbaiki mood lho.”
    Gee memandangnya dengan matanya yang berat dan mengisyaratkan kebencian.” Mau lho apa?” katanya dengan suara serak.
    “ nggak mau apa-apa, Cuma ngasih coklat ini.” Kata daniel santai sembari duduk di salah satu bangku reot.
    “ lo itu bego atau apa sih?! Sudah gue bilang nggak usah ngurusin gue!”
    “ aku Cuma pengen temenan sama kamu, emang nggak boleh.” Kata daniel keras kepala, sama sekali tak terpengaruh dengan kata-kata kasar gee. Ya, daniel pun berpikir kalau ini aneh, mengajak berteman orang yang memukulmu karena menolongnya. Namun daniel merasa bahwa gee tampak sangat tersiksa karena sesuatu yang tak bisa dijelaskan, membuat daniel menjadi iba alih-alih marah.
    “ lo homo ya?” tanya gee jahat.
    “ enggaklah, aku masih normal. Emang kalau ngajak temenan itu berarti homo?”
    Tanpa daniel duga gee berjalan mendekatinya dengan senyum aneh yang tampak agak menakutkan.” Lo serius?” tanyanya, wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah daniel.
    “ serius.” Kata daniel sedikit kaku, walaupun dia mundur satu langkah.
    “ lo nggak tahu apapun soal gue! Dan kalau lo tahu, lo bakal jijik sama gue!” kata gee sambil merebut coklat ditangan daniel dan menggigitnya sembari berjalan meninggalkannya, membiarkanya berdiri mematung dengan pikiran yang berkecamuk ruwet.
    Daniel memikirkan tentang keanehan tingkah laku gee sepanjang hari. Dia berbaring di kursi kayu panjang yang ada di kebun sayur belakang rumahnya. Ini adalah tempat yang sempurna kalau dia sedang ingin sendirian, dia mengambil buku tugas yang tergeletak disampingnya dan kembali memandangi tanda tangan andien. Daniel tersenyum lebar memandangi garis tipis yang meliuk itu, membuat pikiran tentang gee untuk sementara terlupakan. Mungkin benar kata-kata yang pernah dibacanya di internet, ‘ cinta membuat apa yang biasa jadi tampak indah’, dan daniel baru saja merasakanya.
    “ kalau senyum-senyum sendiri terus nanti dikira gila lho..” komentar melinda yang sedang menyirami sepetak sawi, membuat buku yang sedang dipegang daniel jatuh menimpa wajahnya.
    “ sirik aja!” kata daniel kasar sambil mengambil buku yang terjatuh dibawah bangku. saat itu dia melihat sebuah tulisan sangat kecil, di sudut halaman belakang bukunya. Ketika daniel mengamatinya lebih jelas, dia langsung tersenyum lebar. Yang tertulis disana adalah sederet angka dan sebuah tulisan ramping dibawahnya. ‘ andien.’
    Daniel berteriak senang, bahkan lebih senang daripada ketika dia menemukan uang lima puluh ribu dari saku celananya sendiri. Dia berlari ke kamarnya sambil membawa buku tugas bertuliskan nomor HP andien, dia bahkan mengabaikan omelan kakaknya yang kaget karena daniel tiba-tiba teriak sehingga menyiram bajunya sendiri dengan slang air. Sesampainya di kamar daniel langsung menyambar HP nya yang ter-cas diatas meja belajarnya dan buru-buru menyimpan nomor andien. Lalu dia membuka menu SMS dan berhenti dengan jari melayang diatas keypad, dia baru menyadari bahwa dia tak tahu apa yang akan dikatakanya pada andien. Daniel melempar HP nya ke atas kasur, mengacak-acak rambutnya kesal. Bego! Bego! Bego! Andien pasti pengen daniel menghubunginya tapi dia terlalu bingung harus mulai darimana. Dia membanting dirinya ke atas kasur dan meraih HP nya. Setelah berpikir keras selama dua puluh menit lebih, dia menulis SMS yang menurutnya paling cocok.
    ‘ hay.’ Send!
    Dia menunggu dengan cemas selama lima menit penuh, saat HP nya bergetar pelan dia langsung menyambarnya dan melihat SMS masuk, dari andien.
    ‘ hay juga, btw ini siapa ya?’
    Arghhh bodoh banget! Pikir daniel kesal, dia lupa menulis namanya tentu saja andien bingung. Daniel segera membalasnya dengan jari agak bergetar.
    ‘ ehm ini daniel kak. Apa kabar?’
    Katanya dalam SMS yang langsung disesali. Apa kabar? Ya ampun...kata suara kesal dalam kepalanya.
    ‘ oh daniel...ehm baik kok, kau gimana?’
    Kenyataanya mengobrol dengan andien walaupun lewat SMS tidaklah semudah itu. Daniel terus saja mengulang-ulang pertanyaan yang sama karena dia tak tahu harus ngobrolin apa. Sepertinya hal itu membuat andien agak bosan, sehingga daniel tak menyalahkanya saat dia ingin mengakhiri pembicaraan dengan alasan mau mandi dulu. Daniel mengacak rambutnya dengan frustasi, kenapa dia bisa begitu canggung kalau sudah berhadapan dengan andien?! Stidaknya hal itu bisa sedikit mengalihkan pikiranya dari gee yang membuat pusing.
    Meskipun begitu semangat daniel sudah meningkat tinggi lagi saat dia sampai di gerbang sekolah keesokan harinya. Ini adalah hari terakhir MOS yang artinya dia tak perlu memakai dandanan konyol kesekolah hari ini. Daniel membalas salam doin yang menyalipnya dengan motor matic-nya, hari ini dion memboncengkan cowo berambut ikal yang mungkin saja adiknya.
    Upacara penutupan MOS diadakan di lapangan depan sekolah dan dihadiri oleh semua murid. Daniel kembali memilih tempat dibarisan belakang karena tak ingin terpanggang pagi-pagi. Kepala sekolah mereka memulai upacara dari atas podium tinggi di tengah-tengah barian. Kepalanya yang botak lebar berkilau tertimpa panas matahari pagi yang kurang bersahabat. Dia membuka upacara dengan pidato panjang yang luar biasa membosankan sehingga membuat daniel mengantuk, dan sejauh yang diperhatikanya, hanya sedikit anak yang masih mendengarkan pidato sang kepala sekolah.
    “ baiklah dan selanjutnya sambutan dari wakil peserta MOS tahun ini.” Kata kepala sekolah yang membuat daniel tesentak dari lamunanya, dia tak menyadari bahwa pidatonya sudah selesai.
    Namun sebelum daniel sempat menyadari sudah sejauh mana dia ketinggalan, orang yang berikutnya naik ke podium kembali membuatnya terkejut. Gee berjalan agak membungkuk melewati separo lapangan. Penampilanya tidak berubah sejak terakhir kali daniel melihatnya. Nampaknya acara-acara bodoh seperti memberikan sambutan di depan seluruh sekolah tak membuatnya ingin merapikan rambutnya yang sudah mencuat kemana-mana. Tampaknya bukan hanya daniel yang merasa kalau penampilan gee kali ini tidak pantas karena anak-anak lain disekitarnya mulai berbisik-bisik seru dan menunjuk-nunjuk, bahkan daniel melihat andien, yang kali ini bertugas sebagai pembaca doa, tampak agak takut sewaktu gee berjalan melewatinya.
    “ kenapa gee bisa jadi wakil peserta MOS?” tanya daniel yang tidak mengerti orang macam apa yang sudah memilih gee untuk memberikan sambutan.
    “ yang gue denger sih, menurut tradisi sekolah wakil peserta MOS adalah orang yang mendapat nilai tertinggi saat ujian masuk.” Jawab yudha yang berdiri didepanya.
    “ dia dapat nilai tertinggi? Yang bener aja?” timbrung siska disebelahnya tampak kaget dan tak percaya.
    “ gue denger nilainya sempurna.” Lanjut yudha sambil mengangguk impresif.
    Ini satu hal lagi yang membuat daniel semakin bingung dengan sosok aneh bernama gee. Di atas podium gee berbicara dengan suara serak, tampaknya dia sama sekali tak peduli dengan bisik-bisik meresahkan yang telah memenuhi barisan didepanya, bahkan menurut daniel, gee juga tak akan peduli walaupun seandainya mereka semua menertawakanya.
    Upacara yang berlangsung lebih dari tiga puluh menit itu akhirnya berakhir diringi desah kelegaan anak-anak yang mulai merasa capek dan kepanasan. Mereka bubar dengan ramai untuk kembali ke kelas. Daniel memilih untuk mengambil jalan memutar melewati belakang ruang kelas IPA karena dia tak ingin ikut berdesak-desakan memasuki gerbang depan. Namun saat daniel melewati jalan sempit belakang sekolahnya yang penuh dengan petak-petak bunga, sebuah suara halus namun tampak cemas membuatnya berhenti. Daniel merapatkan diri ke dinding dan mengintip melalui sebuah jendela kecil berdebu di ruang tempat penyimpanam peralatan olah raga. Matanya terbelalak saat melihat andien dan revan tengah berdebat di dalam.
    “ kamu mukulin gee?! Yang bener aja! Kamu bisa dapet masalah kalau sekolah sampai tahu!” kata andien panik.
    “ dia duluan yang cari masalah!” jawab revan tak mau kalah.” Anak baru itu songong lo tau nggak! Dia harus dikasih pelajaran biar kapok!”
    jadi beneran revan yang mukulin gee! Pikir daniel geram.
    “ iya, tapi kalau dia sampai lapor gimana? Kamu bentar lagi ujian.”
    “ dia nggak bakalan lapor tenang aja. Gue udah ancem dia!”
    “ tapi...” kata andien yang langsung dipotong oleh revan yang berseru.” Udahlah! Lo tenang aja nggak bakalan terjadi apa-apa kok. Oh ya, melly titip pesen sama lo, dia bilang ‘jangan lupa’. Emang jangan lupa apaan sih?”
    “ aku nggak akan lupa!” kata andien yang tiba-tiba berubah galak.” Dan ini urusanku sama melly, kau nggak perlu tahu!”
    Dan tampaknya revan pun tak berniat untuk mendebat, dia menggangkat bahu dan berjalan keluar. Daniel yang panik langsung bersembunyi di balik tumpukan dus disamping pintu. untung saja revan berjalan ke arah berlawanan sehingga dia tidak melihatnya. Daniel menghela nafas lega dan keluar dari tempat persembunyianya, namun sialnya dia hampir bertabrakan dengan andien yang tampak kaget.
    “ da..daniel?! kenapa disini?” tanya andien gugup.
    “ ehm..itu kak, tadi mau balik ke kelas.” Jawab daniel tak kalah gugupnya.
    “ kamu denger yang tadi?” tanyanya langsung. Danel merasa bahwa tak ada gunanya dia berbohong, jadi dia mengangguk pelan. Andien menggigit bibir bawahnya sebelum bicara dengan suara memohon.” Tolong jangan ngomong ke siapa-siapa soal yang tadi ya daniel, please banget, bentar lagi kak revan ujian dan...jangan sampai dia dikeluarkan.”
    “ tapi dia udah mukulin gee kak.”
    “ iya aku tahu, tapi please jangan aduin kak revan.” Pinta andien sambil menggengam tangan daniel yang langsung membuat wajahnya panas. Sebenarnya daniel ingin mengadukannya, apalagi dia juga tak suka sama revan. Tapi wajah andien yang tampak sangat manis saat memohon membuat keinginanya itu lenyap, dan daniel pun mengangguk pelan, ini semua agar dia bisa dekat dengan andien.
    “ beneran? Makasih ya, makasih.” Kata andien riang sementara daniel tersenyum agak kaku.” Ehm... dan juga aku bisa minta tolong nggak, siang ini bisa temenin aku cari buku? Tapi kalau kamu udah ada acara nggak apa-apa sih, nggak maksa kok.”
    Daniel yang tak mempercayai telinganya langsung mengangguk semangat.” Bisa kak,bisa, nggak ada acara kok.” Katnya senang.
    “ bagus, pulang sekolah ya, aku tunggu di gerbang depan.” Andien berbalik dan meninggalkan daniel yang masih tersenyum lebar. dia tak menyangka hari andien mengajaknya jalan akan tiba sehingga dia baru ingat bahwa dia harusnya ada di kelas lima belas menit yang lalu.
    Ternyata ngobrol dengan andien jauh lebih mudah dilakukan saat mereka bertatap muka. Bahkan daniel sendiri heran mereka bisa ngobrol dengan santai tanpa ada kecanggungan lagi. Semakin lama mereka mengobrol, semakin daniel menyadari bahwa mereka punya banyak sekali kesamaan, mereka sama-sama menyukai owl city, dan sama-sama benci makanan pedas. Setelah mengantar andien beli buku, daniel mengajaknya pergi ke sebuah cafe yang cukup nyaman. Mereka berbincang seru selama ber jam-jam ditemani choco latte, sehingga tak menyadari bahwa langit di jendela belakang mereka sudah berubah merah. Daniel mengantar andien pulang keumahnya yang bergaya minimalis namun tampak nyaman, sebenarnya andien mengajaknya mampir dulu namun daniel menolaknya dengan alasan sudah hampir malam. Hari itu daniel tak bisa berhenti tersenyum, bahkan dia sama sekali tak terpengaruh oleh sindiran kakaknya yang mengatakan bahwa sudah waktunya dia mencari psikiater.
    Dua bulan berlalu dan hubungan daniel dengan andien semakin dekat. Semakin mengenalnya daniel semakin menukai gadis itu, bahkan dia sudah membulatkan tekad untuk nembak andien akhir minggu nanti. Dia sudah berdiskusi panjang lebar dengan alfan yang memberinya berbagai macam saran, karena daniel pun baru pertama kalinya menyatakan cinta pada seorang gadis. Walaupun sekali dua kali dia masih kepikiran tentang gee, namun daniel hampir tak pernah melihat gee lagi sejak dia memberikan sambuta di upacara penutupan MOS, dan saat daniel bertanya pada teman-teman sekelasnya mereka bilang bahwa gee memang jarang berangkat sekolah.
    Hari ini daniel ijin ke kamar mandi ditengah pelajaran matematika karena perurnya entah kenapa jadi sangat melilit. Dia kesal karena jarak kamar mandi sangat jauh dari kelasnya dan berada di belakang selkolah. Saat sampai disana daniel mendengar suara erangan aneh dari salah satu bilik yang tidak terkunci. Daniel yang penasaran mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit dan langsung melotot ngeri. Gee duduk diatas bak mandi dengan wajah tertunduk, dia tak memakai baju, membuat badanya yang kurus pucat terlihat berkeringat. Di dada dan perutnya penuh plester penutup luka, namun yang membuat daniel ngeri adalah karena gee memegang sebuah cutter panjang bernoda darah sementara di lengan kirinya belasan luka memanjang dan masih merah tertoreh dari bahu sampai pergelangan tanganya. Membuat darahnya yang banyak mengalir ke dalam bak mandi.

  • CHAPTER 4: Dark As Chocolate
    DUA TAHUN LALU.
    Sinar matahari yang luar biasa panas siang ini menyengat tengkuk sekumpulan remaja yang sedang berbaris rapi di sebuah halaman rumput yang luas. Mereka memakai seragam SMP namun dengan aksesoris yang luar biasa aneh. Para cowo memakai semacam topi dari bola plastik yang dipotong menjadi dua, sementara para cewenya memakai kuncir rambut berwarna-warni yang jumlahnya banyak sekali. Seorang remaja lain yang memakai seragam SMA berjalan hilir-mudik di depan mereka. Dia bicara dengan suara keras dan tampak sedang marah.
    “ kalian ini bego atau apa sih! masak ngerjain tugas beginian aja nggak becus! Sebagai hukuman lari keliling lapangan lima kali!” kata cowo SMA itu kejam yang langsung disambut oleh protes memelas sekumpulan remaja SMP di depanya.” Sepuluh kali! Kalau ada yang protes lagi, dua puluh kali!”
    Tak ada yang protes kali ini, namun mereka semua tampak kesal dan mengomel saat berlari. Rasanya seperti dipanggang, berlari di siang yang sangat panas mengelilingi lapangan bola ini sepuluh kali. Maka tak ada yang menyangkal saat seorang dari mereka mengeluh.
    “ kalau MOS begini terus, gue pulang bisa tinggal nama nih.”
    “ sedikit bicara, banyak berlari!” teriak si cowo SMA keras dari tengah lapangan.
    Salah seorang remaja SMP itu terkapar di lantai keramik yang dingin di koridor sekolah, setelah hampir setengah jam menerima siksaan berlari keliling lapangan. Dia melepas topi bola plastiknya, karena wajah dan rambutnya sudah basah kuyup oleh keringat. Nafasnya tersegal dan perut bagian sampingnya terasa sakit. Sepertinya hal yang sama juga dirasakan oleh teman-temanya yang ikut berkumpul di sana. Dia mengelap dahinya yang basah dengan name tag bertuliskan ‘ daniel’ yang menggantung dilehernya. Seorang siswi SMA yang sepertinya juga menjadi panitia mos, mendatangi mereka dengan senyum manis.
    “ capek ya?” tanyanya dengan suara halus.” Yang sabar ya, kak revan memang suka kayak gitu, tapi sebenarnya dia baik kok.” Lanjutnya yang langsung dijawab oleh cibiran sangsi anak-anak.” Ok, kalian istirahat dulu setengah jam terus balik ke kelas ya. Bekalnya silakan dimakan sekarang.” Dia langsung berbalik meninggalkan mereka.
    Daniel masih memandang punggung cewe itu dengan senyum simpul. Ternyata masih ada kakak kelas yang baik ya, pikirnya senang. Dia mengeluarkan kotak bekal dari tasnya dan mulai makan. Bahkan bekalnya pun ditentukan oleh para panitia MOS yang kurang kerjaan itu. Dia harus membawa tiga potong tempe goreng berbentuk hati, juga sayur kacang panjang berukuran 3 cm yang berjumlah 50 buah, karena itulah kemarin dia seharian di dapur, membantu ibunya mengukur kacang panjang dengan penggaris.
    Sejauh ini MOS hari itu berjalan lebih baik, paling tidak mereka tidak disuruh lari keliling lapangan atau tugas yang menguras stamina lagi. Daniel jadi punya obsesi baru, mengenal lebih dekat kakak kelas cantik yang menyapa mereka tadi, dia sudah mendapat banyak kemajuan dengan mengenal namanya, andien, nama yang indah menurutnya. Selain itu daniel jadi hobi menanyai siapapun yang mau menjawab tentang identitas andien, hal ini mulai membuat alfan, tetangganya yang juga merupakan panitia MOS jengkel.
    “ lo tanya sendiri aja deh sama orangnya sono!” kata alfan jengkel setelah sepuluh menit dibombardir pertanyaan tentang andien sama daniel.
    “ aku masih malu fan...” kata daniel sambil nyengir. Semangatnya meningkat drastis setelah alfan memberitahunya bahwa, sejauh yang diketahuinya, andien masih jomblo.
    “ ck...kalau malu ngapain mau kenal?”
    “ kenal nggak apa-apa kan? Buat nambah temen.”
    “ yakin Cuma mau temenan?”
    “ lebih juga nggak apa-apa, asal andienya mau.”
    Mereka berdua sedang berjalan sepanjang koridor sekolah saat istirahat. Beberapa anak lain yang juga ikut MOS memandang daniel kagum saat lewat, kebanyakan dari mereka pasti heran karena daniel sudah bisa akrab dengan senior, padahal ini baru MOS hari pertama. Dari kejauhan daniel mendengar suara seseorang yang dikenalnya sedang marah-marah. Saat dia menoleh, dia melihat revan, kakak senior yang menghukum mereka lari keliling lapangan tadi, sedang marah-marah pada seorang cowo yang juga peserta MOS. Cowo itu tampak acuh dan tak peduli sementara revan berteriak-teriak didepanya. Menurut daniel sebenarnya wajah cowo itu cukup ganteng, kalau bukan karena penampilanya yang tampak kacau. Rambutnya awut-awutan, terdapat bekas hitam dibawah matanya tanda kalau dia kurang tidur, dan di pipi kirinya tertutup plester penutup luka. Daniel melihat name tag yang menggantung di lehernya, gee.
    “ lo lihatin apaan sih?” tanya alfan yang juga ikut menoleh.” Revan? Heran ya dia marah-marah terus?” lanjutnya tampak sedikit geli.
    “ emang udah biasa ya dia marah-marah begitu?” tanya daniel penasaran.
    “ sebenarnya nggak sih, mungkin dia Cuma mau terlihat sangar didepan murid-murid baru.”
    “ kau nggak mau ikut-ikutan?”
    “ marah-marah juga? Buat apaan. Lebih baik juga deketin cewe-cewe baru, masih seger.” Kata alfan dengan senyum mesum membuat daniel memutar matanya.
    Sudah hampir lima belas menit berlalu sejak bel pulang sekolah berdering. Daniel harus berlari kembali ke kelasnya dari gerbang depan karena buku tugasnya ketinggalan. Bisa mati dia dihukum para senior kalau tidak mengerjakan tugasnya. Apalagi dia bertekad untuk menarik perhatian andien kali ini, paling tidak agar mereka bisa berkenalan secara pribadi. Di belokan koridor menuju ke kelasnya dia berpapasan dengan revan, dia tak sendiri, melainkan ditemani dua cowok lain yang tampak garang. Revan menatap daniel dengan pandangan meremehkan saat mereka berpapasan, ada semacam kepuasan yang tampak keji terpancar dari wajahnya. Daniel berusaha menghindari kontak mata dengan revan maupun kedua temanya, bukan hal bijaksana untuk mencari masalah dengan kakak kelas disaat seperti ini.
    Daniel mengambil buku tugasnya di dalam laci mejanya lalu bergegas keluar. Daniel yakin dia adalah murid terakhir yang masih ada di sekolah, karena itu dia agak kaget saat mendengar rintihan aneh dari balik kelasnya. Daniel agak merinding karena dia tahu belakang kelasnya adalah kamar mandi yang sudah tak terpakai lagi, tempat terabaikan itu tampak mengerikan karena bangunan yang sudah hampir roboh, penuh dengan lumut dan ilalang tinggi. Apalagi dengan gosip yang dihembuskan para seniornya tentang hantu wanita penunggu kamar mandi itu. Dia sudah hampir berlari saat mendengar rintihan itu lebih keras, tunggu, itu jelas suara cowo. Apa hantunya punya temen ya? Pikir daniel ngeri. Dia memutuskan berbalik dan melihat keadaan, siapa tahu itu orang, dan sedang butuh bantuanya.
    Daniel memberanikan diri melihat ke dalam kamar mandi berbau apak itu. Tapi bukan hantu yang dilihatnya, melainkan seorang cowok yang terduduk di lantai keramik kotor. Penampilanya mengerikan, Seragam SMP nya robek dan bernoda darah di beberapa tempat, bibirnya berdarah dan wajahnya lebam. Saat daniel melihat lebih teliti, dia mengenali cowok itu sebagai gee, orang yang tadi dilihatnya dimarahin oleh revan. Pikiran mengerikan terlintas dikepalanya, apa revan yang melakukan ini? Namun sebelum dia sempat memikirkan jawabanya, gee rubuh ke lantai dan tak bergerak, sepertinya dia pingsan. Dengan panik daniel langsung berlari kearahnya dan berusaha menyadarkanya.
    “ gawat! Gee! Gee! Bagun gee!” katanya keras sambil menepuk-nepuk pipi gee yang lebam berdarah.
    Saat itu tubuh gee bergerak pelan dan dia membuka matanya, membuat daniel menghela nafas lega. Namun tanpa daniel duga gee mendorong tubuhnya sampai menabrak tembok. Daniel mengeluh kesakitan dan mengelus belakang kepalanya yang sepertinya benjol.
    “ aduh...kau kenapa sih?! Udah ditolongin juga!” keluh daniel kesal.
    “ lo ngapain kesini?!” kata gee dengan nada kasar.
    “ aku mau nolongin kamu. Kita ke UKS yuk, sepertinya lukamu parah.” Kata daniel khawatir, benjolnya terlupakan.
    “ gue nggak kenal sama lo! Jangan sok akrab sama gue!” gee berusaha berdiri walau masih gemetar, dan langsung bersandar kembali ke tembok.
    “ oh benar juga ya, namaku daniel, kita sama-sama ikut MOS. Sekarang boleh aku menolongmu?”
    Mata gee menyipit dengki sementara daniel memasang senyum manisnya sambil mengulurkan tangan. Dia berbalik dan berjalan pincang, meninggalkan daniel yang menatap heran.
    “ hey tunggu...” daniel berusaha mengejarnya, namun tiba-tiba sesuatu yang keras menghantam pipinya, membuatnya terpelanting dan jatuh menabrak keramik basah.
    “ NGGAK USAH NGURUSIN GUE!” Teriak gee dengan tinju masih teracung didepanya. Dia langsung pergi sementara daniel memegangi pipinya yang luar biasa sakit.
    Belum pernah daniel bertemu dengan orang seaneh gee selama hidupnya. Dia terus memikirkan tentangnya sampai-sampai tak mendengarkan omelan ibunya yang sedang menutulkan obat merah ke pipinya yang bengkak, setelah dia sampai dirumah sore harinya. Kesal karena diabaikan putranya, ibu daniel menutulkan kapas obat merahnya dengan tenaga berlebihan, nembuat daniel berteriak kesakitan.
    “ aduh...sakit bu, pelan-pelan dong.” Keluh daniel sambil memegangi pipinya.
    “ kamu dengerin ibu ngomong apa nggak?” tanya ibunya jengkel.
    “ hmm...sesuatu soal arisan kan?” canda daniel yang langsung dijawab oleh cubitan ibunya di perutnya.
    “ kenapa sih kamu pake berantem segala? Hari pertama sekolah lagi! Kamu mau dikeluarin bahkan sebelum masuk sekolah!”
    “ kan sudah daniel bilang bu, daniel tadi jatuh bukan berantem.” Kata daniel walaupun dia tahu kebohonganya tak bisa menipu siapapun, apalagi ibunya.
    “ paling rebutan cewe bu biasa...” timbrung melinda, kakak perempuan daniel, yang baru keluar kamarnya sambil membawa setumpuk cucian kotor.
    “ nyerobot aja kayak bajaj!” kata daniel kesal sementara melinda menjulurkan lidahnya mengejek sambil masuk ke dapur.
    “ udah! Pokoknya ibu nggak mau denger lagi kamu berantem disekolah! Diluar sekolah juga nggak boleh!” kata ibunya dengan gaya menutup pembicaraan yang jelas menyiratkan bahwa daniel dilarang membantah.
    Malamnya daniel hanya berbaring berjam-jam dikamarnya. Untuk sesaat dia memikirkan tentang andien dan rencana-rencana indah yang disiapkanya kalau dia sudah bisa dekat denganya, tapi disaat yang lain dia memikirkan gee. Yang membuatnya heran adalah pandangan yang dilayangkan gee kepadanya, seakan kedatangan daniel saat itu telah menggangu sesuatu yang sangat menyenangkan bagi gee. Dia kembali mengelus pipinya yang di perban tebal, dia sudah memikirkan kebohongan yang akan dikatakanya kalau-kalau besok dia ditanyai temanya disekolah tentang pipinya.
    Ternyata kebohongan pertamanya harus dia sampaikan pada dion, temanya yang juga satu kelompok MOS denganya. Daniel bercerita panjang lebar tentang bagaimana dia terpeleset dikamar mandi rumahnya dan jatuh menabrak wastafel. Sepertinya dion tampak percaya karena dia sudah tidak bertanya-tanya lagi. Saat bel masuk berdering keras para peserta MOS harus sudah berbaris rapi dihalaman depan untuk menerima instruksi tugas hari ini. Daniel berada di barisan belakang kali ini, memilih tempat yang sejuk dibawah bayangan pohon mahogani yang rindang. Saat dia sedang mendengarkan instruksi dari ketua panitia MOS yang berdiri di depan barisan, sebuah suara halus berbicara dibelakangnya dan ketika daniel berbalik, jantungnya serasa melompat.
    “ pipimu kenapa daniel?” tanya andien yang tampak cemas.
    “ ehm..itu, ya....jatuh kak.” Balas daniel gagap.” Kakak tahu namaku darimana?” lanjutnya tampak senang, jangan-jangan andien juga mencari tahu tentang dirinya. Namun andien menunjuk name tag di depan dada daniel dengan senyum manis, daniel langsung kecewa berat.
    “ makanya lain kali hati-hati, gantengnya jadi ilang kan.” Kata andien berjalan meninggalkan daniel yang melongo lebar. Apa dia tidak salah dengar? Tadi andien bilang dia ganteng? Rasanya hari ini jadi tambah cerah, membuat daniel senyum-senyum sendiri.
    tugas hari ini adalah meminta tanda tangan seluruh panitia MOS, ini kesempatan besar bagi daniel untuk bisa mendapat tanda tangan dari andien. Tapi tampaknya hal itu tak akan mudah karena sepertinya seluruh panitia MOS telah sepakat untuk mempersulit mereka. Sejauh ini daniel udah menyanyi lima kali di depan teman-temanya agar mereka bisa mendapat tanda tangan seorang panitia MOS gemuk bertampang menyebalkan. Tapi semangatnya melonjak tinggi saat dia melihat andien sedang menandatangani buku yang disodorkan sekumpulan cewe, didepan ruang praktikum biologi. Dia langsung berlari kesana lebih dulu dari teman-temanya.
    “ oh, hay daniel.” Kata andien sedikit kaget karena daniel muncul tiba-tiba dan langsung menyodorkan bukunya.” Semangat sekali.”
    “ hehehe iya kak.”
    “ nggak usah panggil kak ah, emang aku kelihatan tua ya?” kata andien agak kaku
    “ ehm... bukan begitu kak, eh... ehm” jawab daniel gugup sambil menggaruk belakang kepalanya.
    “ becanda kali, nggak usah dibawa serius.” Andien mengambil buku yang daniel sodorkan padanya dan langsung menandatanganinya.” Nih.”
    Daniel menerimanya dengan senyum lebar,” makasih kak.” Dia sebenarnya ingin ngobrol lagi sama andien, tapi teman-temanya keburu datang dan berdesakan ingin minta tanda tangan andien juga, sehingga dia terpaksa mundur.
    Daniel kembali ke kelas dengan perasaan luar biasa senang hari itu, dia tak hentinya memandangi tanda tangan bertuliskan ‘andien’ dengan huruf ramping bersambung itu dengan tersenyum. Sehingga dia nyaris tidak sadar kemana dia berjalan, saat dia melihat sekeliling dia mengenali tempat ini sebagai belakang ruang osis, tempat ini penuh dengan meja dan kursi-kursi rusak yang bertumpuk-tumpuk. Saat dia hendak berbalik, sesuatu menarik perhatianya. Di salah satu sudut tumpukan meja tinggi, dia melihat gee duduk melamun. Pelampilanya lebih kacau dari biasanya. Perban dan plester diwajahnya akan membuat orang mengira dia habis kecelakaan, sepertinya dia tidak punya niat untuk mengerjakan tugas MOS hari ini. Daniel merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebatang coklat yang tadinya akan diberikanya pada andien, tapi urung karena dia terlalu malu, atau takut andien berpikir bahwa dia kepedean.
    Gee sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda kalau dia melihat daniel, walau daniel sudah berdiri didepanya.
    “ mau?” kata daniel sambil mengulurkan coklat batangan ditanganya.” Kata orang coklat bagus untuk memperbaiki mood lho.”
    Gee memandangnya dengan matanya yang berat dan mengisyaratkan kebencian.” Mau lho apa?” katanya dengan suara serak.
    “ nggak mau apa-apa, Cuma ngasih coklat ini.” Kata daniel santai sembari duduk di salah satu bangku reot.
    “ lo itu bego atau apa sih?! Sudah gue bilang nggak usah ngurusin gue!”
    “ aku Cuma pengen temenan sama kamu, emang nggak boleh.” Kata daniel keras kepala, sama sekali tak terpengaruh dengan kata-kata kasar gee. Ya, daniel pun berpikir kalau ini aneh, mengajak berteman orang yang memukulmu karena menolongnya. Namun daniel merasa bahwa gee tampak sangat tersiksa karena sesuatu yang tak bisa dijelaskan, membuat daniel menjadi iba alih-alih marah.
    “ lo homo ya?” tanya gee jahat.
    “ enggaklah, aku masih normal. Emang kalau ngajak temenan itu berarti homo?”
    Tanpa daniel duga gee berjalan mendekatinya dengan senyum aneh yang tampak agak menakutkan.” Lo serius?” tanyanya, wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah daniel.
    “ serius.” Kata daniel sedikit kaku, walaupun dia mundur satu langkah.
    “ lo nggak tahu apapun soal gue! Dan kalau lo tahu, lo bakal jijik sama gue!” kata gee sambil merebut coklat ditangan daniel dan menggigitnya sembari berjalan meninggalkannya, membiarkanya berdiri mematung dengan pikiran yang berkecamuk ruwet.
    Daniel memikirkan tentang keanehan tingkah laku gee sepanjang hari. Dia berbaring di kursi kayu panjang yang ada di kebun sayur belakang rumahnya. Ini adalah tempat yang sempurna kalau dia sedang ingin sendirian, dia mengambil buku tugas yang tergeletak disampingnya dan kembali memandangi tanda tangan andien. Daniel tersenyum lebar memandangi garis tipis yang meliuk itu, membuat pikiran tentang gee untuk sementara terlupakan. Mungkin benar kata-kata yang pernah dibacanya di internet, ‘ cinta membuat apa yang biasa jadi tampak indah’, dan daniel baru saja merasakanya.
    “ kalau senyum-senyum sendiri terus nanti dikira gila lho..” komentar melinda yang sedang menyirami sepetak sawi, membuat buku yang sedang dipegang daniel jatuh menimpa wajahnya.
    “ sirik aja!” kata daniel kasar sambil mengambil buku yang terjatuh dibawah bangku. saat itu dia melihat sebuah tulisan sangat kecil, di sudut halaman belakang bukunya. Ketika daniel mengamatinya lebih jelas, dia langsung tersenyum lebar. Yang tertulis disana adalah sederet angka dan sebuah tulisan ramping dibawahnya. ‘ andien.’
    Daniel berteriak senang, bahkan lebih senang daripada ketika dia menemukan uang lima puluh ribu dari saku celananya sendiri. Dia berlari ke kamarnya sambil membawa buku tugas bertuliskan nomor HP andien, dia bahkan mengabaikan omelan kakaknya yang kaget karena daniel tiba-tiba teriak sehingga menyiram bajunya sendiri dengan slang air. Sesampainya di kamar daniel langsung menyambar HP nya yang ter-cas diatas meja belajarnya dan buru-buru menyimpan nomor andien. Lalu dia membuka menu SMS dan berhenti dengan jari melayang diatas keypad, dia baru menyadari bahwa dia tak tahu apa yang akan dikatakanya pada andien. Daniel melempar HP nya ke atas kasur, mengacak-acak rambutnya kesal. Bego! Bego! Bego! Andien pasti pengen daniel menghubunginya tapi dia terlalu bingung harus mulai darimana. Dia membanting dirinya ke atas kasur dan meraih HP nya. Setelah berpikir keras selama dua puluh menit lebih, dia menulis SMS yang menurutnya paling cocok.
    ‘ hay.’ Send!
    Dia menunggu dengan cemas selama lima menit penuh, saat HP nya bergetar pelan dia langsung menyambarnya dan melihat SMS masuk, dari andien.
    ‘ hay juga, btw ini siapa ya?’
    Arghhh bodoh banget! Pikir daniel kesal, dia lupa menulis namanya tentu saja andien bingung. Daniel segera membalasnya dengan jari agak bergetar.
    ‘ ehm ini daniel kak. Apa kabar?’
    Katanya dalam SMS yang langsung disesali. Apa kabar? Ya ampun...kata suara kesal dalam kepalanya.
    ‘ oh daniel...ehm baik kok, kau gimana?’
    Kenyataanya mengobrol dengan andien walaupun lewat SMS tidaklah semudah itu. Daniel terus saja mengulang-ulang pertanyaan yang sama karena dia tak tahu harus ngobrolin apa. Sepertinya hal itu membuat andien agak bosan, sehingga daniel tak menyalahkanya saat dia ingin mengakhiri pembicaraan dengan alasan mau mandi dulu. Daniel mengacak rambutnya dengan frustasi, kenapa dia bisa begitu canggung kalau sudah berhadapan dengan andien?! Stidaknya hal itu bisa sedikit mengalihkan pikiranya dari gee yang membuat pusing.
    Meskipun begitu semangat daniel sudah meningkat tinggi lagi saat dia sampai di gerbang sekolah keesokan harinya. Ini adalah hari terakhir MOS yang artinya dia tak perlu memakai dandanan konyol kesekolah hari ini. Daniel membalas salam doin yang menyalipnya dengan motor matic-nya, hari ini dion memboncengkan cowo berambut ikal yang mungkin saja adiknya.
    Upacara penutupan MOS diadakan di lapangan depan sekolah dan dihadiri oleh semua murid. Daniel kembali memilih tempat dibarisan belakang karena tak ingin terpanggang pagi-pagi. Kepala sekolah mereka memulai upacara dari atas podium tinggi di tengah-tengah barian. Kepalanya yang botak lebar berkilau tertimpa panas matahari pagi yang kurang bersahabat. Dia membuka upacara dengan pidato panjang yang luar biasa membosankan sehingga membuat daniel mengantuk, dan sejauh yang diperhatikanya, hanya sedikit anak yang masih mendengarkan pidato sang kepala sekolah.
    “ baiklah dan selanjutnya sambutan dari wakil peserta MOS tahun ini.” Kata kepala sekolah yang membuat daniel tesentak dari lamunanya, dia tak menyadari bahwa pidatonya sudah selesai.
    Namun sebelum daniel sempat menyadari sudah sejauh mana dia ketinggalan, orang yang berikutnya naik ke podium kembali membuatnya terkejut. Gee berjalan agak membungkuk melewati separo lapangan. Penampilanya tidak berubah sejak terakhir kali daniel melihatnya. Nampaknya acara-acara bodoh seperti memberikan sambutan di depan seluruh sekolah tak membuatnya ingin merapikan rambutnya yang sudah mencuat kemana-mana. Tampaknya bukan hanya daniel yang merasa kalau penampilan gee kali ini tidak pantas karena anak-anak lain disekitarnya mulai berbisik-bisik seru dan menunjuk-nunjuk, bahkan daniel melihat andien, yang kali ini bertugas sebagai pembaca doa, tampak agak takut sewaktu gee berjalan melewatinya.
    “ kenapa gee bisa jadi wakil peserta MOS?” tanya daniel yang tidak mengerti orang macam apa yang sudah memilih gee untuk memberikan sambutan.
    “ yang gue denger sih, menurut tradisi sekolah wakil peserta MOS adalah orang yang mendapat nilai tertinggi saat ujian masuk.” Jawab yudha yang berdiri didepanya.
    “ dia dapat nilai tertinggi? Yang bener aja?” timbrung siska disebelahnya tampak kaget dan tak percaya.
    “ gue denger nilainya sempurna.” Lanjut yudha sambil mengangguk impresif.
    Ini satu hal lagi yang membuat daniel semakin bingung dengan sosok aneh bernama gee. Di atas podium gee berbicara dengan suara serak, tampaknya dia sama sekali tak peduli dengan bisik-bisik meresahkan yang telah memenuhi barisan didepanya, bahkan menurut daniel, gee juga tak akan peduli walaupun seandainya mereka semua menertawakanya.
    Upacara yang berlangsung lebih dari tiga puluh menit itu akhirnya berakhir diringi desah kelegaan anak-anak yang mulai merasa capek dan kepanasan. Mereka bubar dengan ramai untuk kembali ke kelas. Daniel memilih untuk mengambil jalan memutar melewati belakang ruang kelas IPA karena dia tak ingin ikut berdesak-desakan memasuki gerbang depan. Namun saat daniel melewati jalan sempit belakang sekolahnya yang penuh dengan petak-petak bunga, sebuah suara halus namun tampak cemas membuatnya berhenti. Daniel merapatkan diri ke dinding dan mengintip melalui sebuah jendela kecil berdebu di ruang tempat penyimpanam peralatan olah raga. Matanya terbelalak saat melihat andien dan revan tengah berdebat di dalam.
    “ kamu mukulin gee?! Yang bener aja! Kamu bisa dapet masalah kalau sekolah sampai tahu!” kata andien panik.
    “ dia duluan yang cari masalah!” jawab revan tak mau kalah.” Anak baru itu songong lo tau nggak! Dia harus dikasih pelajaran biar kapok!”
    jadi beneran revan yang mukulin gee! Pikir daniel geram.
    “ iya, tapi kalau dia sampai lapor gimana? Kamu bentar lagi ujian.”
    “ dia nggak bakalan lapor tenang aja. Gue udah ancem dia!”
    “ tapi...” kata andien yang langsung dipotong oleh revan yang berseru.” Udahlah! Lo tenang aja nggak bakalan terjadi apa-apa kok. Oh ya, melly titip pesen sama lo, dia bilang ‘jangan lupa’. Emang jangan lupa apaan sih?”
    “ aku nggak akan lupa!” kata andien yang tiba-tiba berubah galak.” Dan ini urusanku sama melly, kau nggak perlu tahu!”
    Dan tampaknya revan pun tak berniat untuk mendebat, dia menggangkat bahu dan berjalan keluar. Daniel yang panik langsung bersembunyi di balik tumpukan dus disamping pintu. untung saja revan berjalan ke arah berlawanan sehingga dia tidak melihatnya. Daniel menghela nafas lega dan keluar dari tempat persembunyianya, namun sialnya dia hampir bertabrakan dengan andien yang tampak kaget.
    “ da..daniel?! kenapa disini?” tanya andien gugup.
    “ ehm..itu kak, tadi mau balik ke kelas.” Jawab daniel tak kalah gugupnya.
    “ kamu denger yang tadi?” tanyanya langsung. Danel merasa bahwa tak ada gunanya dia berbohong, jadi dia mengangguk pelan. Andien menggigit bibir bawahnya sebelum bicara dengan suara memohon.” Tolong jangan ngomong ke siapa-siapa soal yang tadi ya daniel, please banget, bentar lagi kak revan ujian dan...jangan sampai dia dikeluarkan.”
    “ tapi dia udah mukulin gee kak.”
    “ iya aku tahu, tapi please jangan aduin kak revan.” Pinta andien sambil menggengam tangan daniel yang langsung membuat wajahnya panas. Sebenarnya daniel ingin mengadukannya, apalagi dia juga tak suka sama revan. Tapi wajah andien yang tampak sangat manis saat memohon membuat keinginanya itu lenyap, dan daniel pun mengangguk pelan, ini semua agar dia bisa dekat dengan andien.
    “ beneran? Makasih ya, makasih.” Kata andien riang sementara daniel tersenyum agak kaku.” Ehm... dan juga aku bisa minta tolong nggak, siang ini bisa temenin aku cari buku? Tapi kalau kamu udah ada acara nggak apa-apa sih, nggak maksa kok.”
    Daniel yang tak mempercayai telinganya langsung mengangguk semangat.” Bisa kak,bisa, nggak ada acara kok.” Katnya senang.
    “ bagus, pulang sekolah ya, aku tunggu di gerbang depan.” Andien berbalik dan meninggalkan daniel yang masih tersenyum lebar. dia tak menyangka hari andien mengajaknya jalan akan tiba sehingga dia baru ingat bahwa dia harusnya ada di kelas lima belas menit yang lalu.
    Ternyata ngobrol dengan andien jauh lebih mudah dilakukan saat mereka bertatap muka. Bahkan daniel sendiri heran mereka bisa ngobrol dengan santai tanpa ada kecanggungan lagi. Semakin lama mereka mengobrol, semakin daniel menyadari bahwa mereka punya banyak sekali kesamaan, mereka sama-sama menyukai owl city, dan sama-sama benci makanan pedas. Setelah mengantar andien beli buku, daniel mengajaknya pergi ke sebuah cafe yang cukup nyaman. Mereka berbincang seru selama ber jam-jam ditemani choco latte, sehingga tak menyadari bahwa langit di jendela belakang mereka sudah berubah merah. Daniel mengantar andien pulang keumahnya yang bergaya minimalis namun tampak nyaman, sebenarnya andien mengajaknya mampir dulu namun daniel menolaknya dengan alasan sudah hampir malam. Hari itu daniel tak bisa berhenti tersenyum, bahkan dia sama sekali tak terpengaruh oleh sindiran kakaknya yang mengatakan bahwa sudah waktunya dia mencari psikiater.
    Dua bulan berlalu dan hubungan daniel dengan andien semakin dekat. Semakin mengenalnya daniel semakin menukai gadis itu, bahkan dia sudah membulatkan tekad untuk nembak andien akhir minggu nanti. Dia sudah berdiskusi panjang lebar dengan alfan yang memberinya berbagai macam saran, karena daniel pun baru pertama kalinya menyatakan cinta pada seorang gadis. Walaupun sekali dua kali dia masih kepikiran tentang gee, namun daniel hampir tak pernah melihat gee lagi sejak dia memberikan sambuta di upacara penutupan MOS, dan saat daniel bertanya pada teman-teman sekelasnya mereka bilang bahwa gee memang jarang berangkat sekolah.
    Hari ini daniel ijin ke kamar mandi ditengah pelajaran matematika karena perurnya entah kenapa jadi sangat melilit. Dia kesal karena jarak kamar mandi sangat jauh dari kelasnya dan berada di belakang selkolah. Saat sampai disana daniel mendengar suara erangan aneh dari salah satu bilik yang tidak terkunci. Daniel yang penasaran mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit dan langsung melotot ngeri. Gee duduk diatas bak mandi dengan wajah tertunduk, dia tak memakai baju, membuat badanya yang kurus pucat terlihat berkeringat. Di dada dan perutnya penuh plester penutup luka, namun yang membuat daniel ngeri adalah karena gee memegang sebuah cutter panjang bernoda darah sementara di lengan kirinya belasan luka memanjang dan masih merah tertoreh dari bahu sampai pergelangan tanganya. Membuat darahnya yang banyak mengalir ke dalam bak mandi.

  • CHAPTER 4: Dark As Chocolate
    DUA TAHUN LALU.
    Sinar matahari yang luar biasa panas siang ini menyengat tengkuk sekumpulan remaja yang sedang berbaris rapi di sebuah halaman rumput yang luas. Mereka memakai seragam SMP namun dengan aksesoris yang luar biasa aneh. Para cowo memakai semacam topi dari bola plastik yang dipotong menjadi dua, sementara para cewenya memakai kuncir rambut berwarna-warni yang jumlahnya banyak sekali. Seorang remaja lain yang memakai seragam SMA berjalan hilir-mudik di depan mereka. Dia bicara dengan suara keras dan tampak sedang marah.
    “ kalian ini bego atau apa sih! masak ngerjain tugas beginian aja nggak becus! Sebagai hukuman lari keliling lapangan lima kali!” kata cowo SMA itu kejam yang langsung disambut oleh protes memelas sekumpulan remaja SMP di depanya.” Sepuluh kali! Kalau ada yang protes lagi, dua puluh kali!”
    Tak ada yang protes kali ini, namun mereka semua tampak kesal dan mengomel saat berlari. Rasanya seperti dipanggang, berlari di siang yang sangat panas mengelilingi lapangan bola ini sepuluh kali. Maka tak ada yang menyangkal saat seorang dari mereka mengeluh.
    “ kalau MOS begini terus, gue pulang bisa tinggal nama nih.”
    “ sedikit bicara, banyak berlari!” teriak si cowo SMA keras dari tengah lapangan.
    Salah seorang remaja SMP itu terkapar di lantai keramik yang dingin di koridor sekolah, setelah hampir setengah jam menerima siksaan berlari keliling lapangan. Dia melepas topi bola plastiknya, karena wajah dan rambutnya sudah basah kuyup oleh keringat. Nafasnya tersegal dan perut bagian sampingnya terasa sakit. Sepertinya hal yang sama juga dirasakan oleh teman-temanya yang ikut berkumpul di sana. Dia mengelap dahinya yang basah dengan name tag bertuliskan ‘ daniel’ yang menggantung dilehernya. Seorang siswi SMA yang sepertinya juga menjadi panitia mos, mendatangi mereka dengan senyum manis.
    “ capek ya?” tanyanya dengan suara halus.” Yang sabar ya, kak revan memang suka kayak gitu, tapi sebenarnya dia baik kok.” Lanjutnya yang langsung dijawab oleh cibiran sangsi anak-anak.” Ok, kalian istirahat dulu setengah jam terus balik ke kelas ya. Bekalnya silakan dimakan sekarang.” Dia langsung berbalik meninggalkan mereka.
    Daniel masih memandang punggung cewe itu dengan senyum simpul. Ternyata masih ada kakak kelas yang baik ya, pikirnya senang. Dia mengeluarkan kotak bekal dari tasnya dan mulai makan. Bahkan bekalnya pun ditentukan oleh para panitia MOS yang kurang kerjaan itu. Dia harus membawa tiga potong tempe goreng berbentuk hati, juga sayur kacang panjang berukuran 3 cm yang berjumlah 50 buah, karena itulah kemarin dia seharian di dapur, membantu ibunya mengukur kacang panjang dengan penggaris.
    Sejauh ini MOS hari itu berjalan lebih baik, paling tidak mereka tidak disuruh lari keliling lapangan atau tugas yang menguras stamina lagi. Daniel jadi punya obsesi baru, mengenal lebih dekat kakak kelas cantik yang menyapa mereka tadi, dia sudah mendapat banyak kemajuan dengan mengenal namanya, andien, nama yang indah menurutnya. Selain itu daniel jadi hobi menanyai siapapun yang mau menjawab tentang identitas andien, hal ini mulai membuat alfan, tetangganya yang juga merupakan panitia MOS jengkel.
    “ lo tanya sendiri aja deh sama orangnya sono!” kata alfan jengkel setelah sepuluh menit dibombardir pertanyaan tentang andien sama daniel.
    “ aku masih malu fan...” kata daniel sambil nyengir. Semangatnya meningkat drastis setelah alfan memberitahunya bahwa, sejauh yang diketahuinya, andien masih jomblo.
    “ ck...kalau malu ngapain mau kenal?”
    “ kenal nggak apa-apa kan? Buat nambah temen.”
    “ yakin Cuma mau temenan?”
    “ lebih juga nggak apa-apa, asal andienya mau.”
    Mereka berdua sedang berjalan sepanjang koridor sekolah saat istirahat. Beberapa anak lain yang juga ikut MOS memandang daniel kagum saat lewat, kebanyakan dari mereka pasti heran karena daniel sudah bisa akrab dengan senior, padahal ini baru MOS hari pertama. Dari kejauhan daniel mendengar suara seseorang yang dikenalnya sedang marah-marah. Saat dia menoleh, dia melihat revan, kakak senior yang menghukum mereka lari keliling lapangan tadi, sedang marah-marah pada seorang cowo yang juga peserta MOS. Cowo itu tampak acuh dan tak peduli sementara revan berteriak-teriak didepanya. Menurut daniel sebenarnya wajah cowo itu cukup ganteng, kalau bukan karena penampilanya yang tampak kacau. Rambutnya awut-awutan, terdapat bekas hitam dibawah matanya tanda kalau dia kurang tidur, dan di pipi kirinya tertutup plester penutup luka. Daniel melihat name tag yang menggantung di lehernya, gee.
    “ lo lihatin apaan sih?” tanya alfan yang juga ikut menoleh.” Revan? Heran ya dia marah-marah terus?” lanjutnya tampak sedikit geli.
    “ emang udah biasa ya dia marah-marah begitu?” tanya daniel penasaran.
    “ sebenarnya nggak sih, mungkin dia Cuma mau terlihat sangar didepan murid-murid baru.”
    “ kau nggak mau ikut-ikutan?”
    “ marah-marah juga? Buat apaan. Lebih baik juga deketin cewe-cewe baru, masih seger.” Kata alfan dengan senyum mesum membuat daniel memutar matanya.
    Sudah hampir lima belas menit berlalu sejak bel pulang sekolah berdering. Daniel harus berlari kembali ke kelasnya dari gerbang depan karena buku tugasnya ketinggalan. Bisa mati dia dihukum para senior kalau tidak mengerjakan tugasnya. Apalagi dia bertekad untuk menarik perhatian andien kali ini, paling tidak agar mereka bisa berkenalan secara pribadi. Di belokan koridor menuju ke kelasnya dia berpapasan dengan revan, dia tak sendiri, melainkan ditemani dua cowok lain yang tampak garang. Revan menatap daniel dengan pandangan meremehkan saat mereka berpapasan, ada semacam kepuasan yang tampak keji terpancar dari wajahnya. Daniel berusaha menghindari kontak mata dengan revan maupun kedua temanya, bukan hal bijaksana untuk mencari masalah dengan kakak kelas disaat seperti ini.
    Daniel mengambil buku tugasnya di dalam laci mejanya lalu bergegas keluar. Daniel yakin dia adalah murid terakhir yang masih ada di sekolah, karena itu dia agak kaget saat mendengar rintihan aneh dari balik kelasnya. Daniel agak merinding karena dia tahu belakang kelasnya adalah kamar mandi yang sudah tak terpakai lagi, tempat terabaikan itu tampak mengerikan karena bangunan yang sudah hampir roboh, penuh dengan lumut dan ilalang tinggi. Apalagi dengan gosip yang dihembuskan para seniornya tentang hantu wanita penunggu kamar mandi itu. Dia sudah hampir berlari saat mendengar rintihan itu lebih keras, tunggu, itu jelas suara cowo. Apa hantunya punya temen ya? Pikir daniel ngeri. Dia memutuskan berbalik dan melihat keadaan, siapa tahu itu orang, dan sedang butuh bantuanya.
    Daniel memberanikan diri melihat ke dalam kamar mandi berbau apak itu. Tapi bukan hantu yang dilihatnya, melainkan seorang cowok yang terduduk di lantai keramik kotor. Penampilanya mengerikan, Seragam SMP nya robek dan bernoda darah di beberapa tempat, bibirnya berdarah dan wajahnya lebam. Saat daniel melihat lebih teliti, dia mengenali cowok itu sebagai gee, orang yang tadi dilihatnya dimarahin oleh revan. Pikiran mengerikan terlintas dikepalanya, apa revan yang melakukan ini? Namun sebelum dia sempat memikirkan jawabanya, gee rubuh ke lantai dan tak bergerak, sepertinya dia pingsan. Dengan panik daniel langsung berlari kearahnya dan berusaha menyadarkanya.
    “ gawat! Gee! Gee! Bagun gee!” katanya keras sambil menepuk-nepuk pipi gee yang lebam berdarah.
    Saat itu tubuh gee bergerak pelan dan dia membuka matanya, membuat daniel menghela nafas lega. Namun tanpa daniel duga gee mendorong tubuhnya sampai menabrak tembok. Daniel mengeluh kesakitan dan mengelus belakang kepalanya yang sepertinya benjol.
    “ aduh...kau kenapa sih?! Udah ditolongin juga!” keluh daniel kesal.
    “ lo ngapain kesini?!” kata gee dengan nada kasar.
    “ aku mau nolongin kamu. Kita ke UKS yuk, sepertinya lukamu parah.” Kata daniel khawatir, benjolnya terlupakan.
    “ gue nggak kenal sama lo! Jangan sok akrab sama gue!” gee berusaha berdiri walau masih gemetar, dan langsung bersandar kembali ke tembok.
    “ oh benar juga ya, namaku daniel, kita sama-sama ikut MOS. Sekarang boleh aku menolongmu?”
    Mata gee menyipit dengki sementara daniel memasang senyum manisnya sambil mengulurkan tangan. Dia berbalik dan berjalan pincang, meninggalkan daniel yang menatap heran.
    “ hey tunggu...” daniel berusaha mengejarnya, namun tiba-tiba sesuatu yang keras menghantam pipinya, membuatnya terpelanting dan jatuh menabrak keramik basah.
    “ NGGAK USAH NGURUSIN GUE!” Teriak gee dengan tinju masih teracung didepanya. Dia langsung pergi sementara daniel memegangi pipinya yang luar biasa sakit.
    Belum pernah daniel bertemu dengan orang seaneh gee selama hidupnya. Dia terus memikirkan tentangnya sampai-sampai tak mendengarkan omelan ibunya yang sedang menutulkan obat merah ke pipinya yang bengkak, setelah dia sampai dirumah sore harinya. Kesal karena diabaikan putranya, ibu daniel menutulkan kapas obat merahnya dengan tenaga berlebihan, nembuat daniel berteriak kesakitan.
    “ aduh...sakit bu, pelan-pelan dong.” Keluh daniel sambil memegangi pipinya.
    “ kamu dengerin ibu ngomong apa nggak?” tanya ibunya jengkel.
    “ hmm...sesuatu soal arisan kan?” canda daniel yang langsung dijawab oleh cubitan ibunya di perutnya.
    “ kenapa sih kamu pake berantem segala? Hari pertama sekolah lagi! Kamu mau dikeluarin bahkan sebelum masuk sekolah!”
    “ kan sudah daniel bilang bu, daniel tadi jatuh bukan berantem.” Kata daniel walaupun dia tahu kebohonganya tak bisa menipu siapapun, apalagi ibunya.
    “ paling rebutan cewe bu biasa...” timbrung melinda, kakak perempuan daniel, yang baru keluar kamarnya sambil membawa setumpuk cucian kotor.
    “ nyerobot aja kayak bajaj!” kata daniel kesal sementara melinda menjulurkan lidahnya mengejek sambil masuk ke dapur.
    “ udah! Pokoknya ibu nggak mau denger lagi kamu berantem disekolah! Diluar sekolah juga nggak boleh!” kata ibunya dengan gaya menutup pembicaraan yang jelas menyiratkan bahwa daniel dilarang membantah.
    Malamnya daniel hanya berbaring berjam-jam dikamarnya. Untuk sesaat dia memikirkan tentang andien dan rencana-rencana indah yang disiapkanya kalau dia sudah bisa dekat denganya, tapi disaat yang lain dia memikirkan gee. Yang membuatnya heran adalah pandangan yang dilayangkan gee kepadanya, seakan kedatangan daniel saat itu telah menggangu sesuatu yang sangat menyenangkan bagi gee. Dia kembali mengelus pipinya yang di perban tebal, dia sudah memikirkan kebohongan yang akan dikatakanya kalau-kalau besok dia ditanyai temanya disekolah tentang pipinya.
    Ternyata kebohongan pertamanya harus dia sampaikan pada dion, temanya yang juga satu kelompok MOS denganya. Daniel bercerita panjang lebar tentang bagaimana dia terpeleset dikamar mandi rumahnya dan jatuh menabrak wastafel. Sepertinya dion tampak percaya karena dia sudah tidak bertanya-tanya lagi. Saat bel masuk berdering keras para peserta MOS harus sudah berbaris rapi dihalaman depan untuk menerima instruksi tugas hari ini. Daniel berada di barisan belakang kali ini, memilih tempat yang sejuk dibawah bayangan pohon mahogani yang rindang. Saat dia sedang mendengarkan instruksi dari ketua panitia MOS yang berdiri di depan barisan, sebuah suara halus berbicara dibelakangnya dan ketika daniel berbalik, jantungnya serasa melompat.
    “ pipimu kenapa daniel?” tanya andien yang tampak cemas.
    “ ehm..itu, ya....jatuh kak.” Balas daniel gagap.” Kakak tahu namaku darimana?” lanjutnya tampak senang, jangan-jangan andien juga mencari tahu tentang dirinya. Namun andien menunjuk name tag di depan dada daniel dengan senyum manis, daniel langsung kecewa berat.
    “ makanya lain kali hati-hati, gantengnya jadi ilang kan.” Kata andien berjalan meninggalkan daniel yang melongo lebar. Apa dia tidak salah dengar? Tadi andien bilang dia ganteng? Rasanya hari ini jadi tambah cerah, membuat daniel senyum-senyum sendiri.
    tugas hari ini adalah meminta tanda tangan seluruh panitia MOS, ini kesempatan besar bagi daniel untuk bisa mendapat tanda tangan dari andien. Tapi tampaknya hal itu tak akan mudah karena sepertinya seluruh panitia MOS telah sepakat untuk mempersulit mereka. Sejauh ini daniel udah menyanyi lima kali di depan teman-temanya agar mereka bisa mendapat tanda tangan seorang panitia MOS gemuk bertampang menyebalkan. Tapi semangatnya melonjak tinggi saat dia melihat andien sedang menandatangani buku yang disodorkan sekumpulan cewe, didepan ruang praktikum biologi. Dia langsung berlari kesana lebih dulu dari teman-temanya.
    “ oh, hay daniel.” Kata andien sedikit kaget karena daniel muncul tiba-tiba dan langsung menyodorkan bukunya.” Semangat sekali.”
    “ hehehe iya kak.”
    “ nggak usah panggil kak ah, emang aku kelihatan tua ya?” kata andien agak kaku
    “ ehm... bukan begitu kak, eh... ehm” jawab daniel gugup sambil menggaruk belakang kepalanya.
    “ becanda kali, nggak usah dibawa serius.” Andien mengambil buku yang daniel sodorkan padanya dan langsung menandatanganinya.” Nih.”
    Daniel menerimanya dengan senyum lebar,” makasih kak.” Dia sebenarnya ingin ngobrol lagi sama andien, tapi teman-temanya keburu datang dan berdesakan ingin minta tanda tangan andien juga, sehingga dia terpaksa mundur.
    Daniel kembali ke kelas dengan perasaan luar biasa senang hari itu, dia tak hentinya memandangi tanda tangan bertuliskan ‘andien’ dengan huruf ramping bersambung itu dengan tersenyum. Sehingga dia nyaris tidak sadar kemana dia berjalan, saat dia melihat sekeliling dia mengenali tempat ini sebagai belakang ruang osis, tempat ini penuh dengan meja dan kursi-kursi rusak yang bertumpuk-tumpuk. Saat dia hendak berbalik, sesuatu menarik perhatianya. Di salah satu sudut tumpukan meja tinggi, dia melihat gee duduk melamun. Pelampilanya lebih kacau dari biasanya. Perban dan plester diwajahnya akan membuat orang mengira dia habis kecelakaan, sepertinya dia tidak punya niat untuk mengerjakan tugas MOS hari ini. Daniel merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebatang coklat yang tadinya akan diberikanya pada andien, tapi urung karena dia terlalu malu, atau takut andien berpikir bahwa dia kepedean.
    Gee sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda kalau dia melihat daniel, walau daniel sudah berdiri didepanya.
    “ mau?” kata daniel sambil mengulurkan coklat batangan ditanganya.” Kata orang coklat bagus untuk memperbaiki mood lho.”
    Gee memandangnya dengan matanya yang berat dan mengisyaratkan kebencian.” Mau lho apa?” katanya dengan suara serak.
    “ nggak mau apa-apa, Cuma ngasih coklat ini.” Kata daniel santai sembari duduk di salah satu bangku reot.
    “ lo itu bego atau apa sih?! Sudah gue bilang nggak usah ngurusin gue!”
    “ aku Cuma pengen temenan sama kamu, emang nggak boleh.” Kata daniel keras kepala, sama sekali tak terpengaruh dengan kata-kata kasar gee. Ya, daniel pun berpikir kalau ini aneh, mengajak berteman orang yang memukulmu karena menolongnya. Namun daniel merasa bahwa gee tampak sangat tersiksa karena sesuatu yang tak bisa dijelaskan, membuat daniel menjadi iba alih-alih marah.
    “ lo homo ya?” tanya gee jahat.
    “ enggaklah, aku masih normal. Emang kalau ngajak temenan itu berarti homo?”
    Tanpa daniel duga gee berjalan mendekatinya dengan senyum aneh yang tampak agak menakutkan.” Lo serius?” tanyanya, wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah daniel.
    “ serius.” Kata daniel sedikit kaku, walaupun dia mundur satu langkah.
    “ lo nggak tahu apapun soal gue! Dan kalau lo tahu, lo bakal jijik sama gue!” kata gee sambil merebut coklat ditangan daniel dan menggigitnya sembari berjalan meninggalkannya, membiarkanya berdiri mematung dengan pikiran yang berkecamuk ruwet.
    Daniel memikirkan tentang keanehan tingkah laku gee sepanjang hari. Dia berbaring di kursi kayu panjang yang ada di kebun sayur belakang rumahnya. Ini adalah tempat yang sempurna kalau dia sedang ingin sendirian, dia mengambil buku tugas yang tergeletak disampingnya dan kembali memandangi tanda tangan andien. Daniel tersenyum lebar memandangi garis tipis yang meliuk itu, membuat pikiran tentang gee untuk sementara terlupakan. Mungkin benar kata-kata yang pernah dibacanya di internet, ‘ cinta membuat apa yang biasa jadi tampak indah’, dan daniel baru saja merasakanya.
    “ kalau senyum-senyum sendiri terus nanti dikira gila lho..” komentar melinda yang sedang menyirami sepetak sawi, membuat buku yang sedang dipegang daniel jatuh menimpa wajahnya.
    “ sirik aja!” kata daniel kasar sambil mengambil buku yang terjatuh dibawah bangku. saat itu dia melihat sebuah tulisan sangat kecil, di sudut halaman belakang bukunya. Ketika daniel mengamatinya lebih jelas, dia langsung tersenyum lebar. Yang tertulis disana adalah sederet angka dan sebuah tulisan ramping dibawahnya. ‘ andien.’
    Daniel berteriak senang, bahkan lebih senang daripada ketika dia menemukan uang lima puluh ribu dari saku celananya sendiri. Dia berlari ke kamarnya sambil membawa buku tugas bertuliskan nomor HP andien, dia bahkan mengabaikan omelan kakaknya yang kaget karena daniel tiba-tiba teriak sehingga menyiram bajunya sendiri dengan slang air. Sesampainya di kamar daniel langsung menyambar HP nya yang ter-cas diatas meja belajarnya dan buru-buru menyimpan nomor andien. Lalu dia membuka menu SMS dan berhenti dengan jari melayang diatas keypad, dia baru menyadari bahwa dia tak tahu apa yang akan dikatakanya pada andien. Daniel melempar HP nya ke atas kasur, mengacak-acak rambutnya kesal. Bego! Bego! Bego! Andien pasti pengen daniel menghubunginya tapi dia terlalu bingung harus mulai darimana. Dia membanting dirinya ke atas kasur dan meraih HP nya. Setelah berpikir keras selama dua puluh menit lebih, dia menulis SMS yang menurutnya paling cocok.
    ‘ hay.’ Send!
    Dia menunggu dengan cemas selama lima menit penuh, saat HP nya bergetar pelan dia langsung menyambarnya dan melihat SMS masuk, dari andien.
    ‘ hay juga, btw ini siapa ya?’
    Arghhh bodoh banget! Pikir daniel kesal, dia lupa menulis namanya tentu saja andien bingung. Daniel segera membalasnya dengan jari agak bergetar.
    ‘ ehm ini daniel kak. Apa kabar?’
    Katanya dalam SMS yang langsung disesali. Apa kabar? Ya ampun...kata suara kesal dalam kepalanya.
    ‘ oh daniel...ehm baik kok, kau gimana?’
    Kenyataanya mengobrol dengan andien walaupun lewat SMS tidaklah semudah itu. Daniel terus saja mengulang-ulang pertanyaan yang sama karena dia tak tahu harus ngobrolin apa. Sepertinya hal itu membuat andien agak bosan, sehingga daniel tak menyalahkanya saat dia ingin mengakhiri pembicaraan dengan alasan mau mandi dulu. Daniel mengacak rambutnya dengan frustasi, kenapa dia bisa begitu canggung kalau sudah berhadapan dengan andien?! Stidaknya hal itu bisa sedikit mengalihkan pikiranya dari gee yang membuat pusing.
    Meskipun begitu semangat daniel sudah meningkat tinggi lagi saat dia sampai di gerbang sekolah keesokan harinya. Ini adalah hari terakhir MOS yang artinya dia tak perlu memakai dandanan konyol kesekolah hari ini. Daniel membalas salam doin yang menyalipnya dengan motor matic-nya, hari ini dion memboncengkan cowo berambut ikal yang mungkin saja adiknya.
    Upacara penutupan MOS diadakan di lapangan depan sekolah dan dihadiri oleh semua murid. Daniel kembali memilih tempat dibarisan belakang karena tak ingin terpanggang pagi-pagi. Kepala sekolah mereka memulai upacara dari atas podium tinggi di tengah-tengah barian. Kepalanya yang botak lebar berkilau tertimpa panas matahari pagi yang kurang bersahabat. Dia membuka upacara dengan pidato panjang yang luar biasa membosankan sehingga membuat daniel mengantuk, dan sejauh yang diperhatikanya, hanya sedikit anak yang masih mendengarkan pidato sang kepala sekolah.
    “ baiklah dan selanjutnya sambutan dari wakil peserta MOS tahun ini.” Kata kepala sekolah yang membuat daniel tesentak dari lamunanya, dia tak menyadari bahwa pidatonya sudah selesai.
    Namun sebelum daniel sempat menyadari sudah sejauh mana dia ketinggalan, orang yang berikutnya naik ke podium kembali membuatnya terkejut. Gee berjalan agak membungkuk melewati separo lapangan. Penampilanya tidak berubah sejak terakhir kali daniel melihatnya. Nampaknya acara-acara bodoh seperti memberikan sambutan di depan seluruh sekolah tak membuatnya ingin merapikan rambutnya yang sudah mencuat kemana-mana. Tampaknya bukan hanya daniel yang merasa kalau penampilan gee kali ini tidak pantas karena anak-anak lain disekitarnya mulai berbisik-bisik seru dan menunjuk-nunjuk, bahkan daniel melihat andien, yang kali ini bertugas sebagai pembaca doa, tampak agak takut sewaktu gee berjalan melewatinya.
    “ kenapa gee bisa jadi wakil peserta MOS?” tanya daniel yang tidak mengerti orang macam apa yang sudah memilih gee untuk memberikan sambutan.
    “ yang gue denger sih, menurut tradisi sekolah wakil peserta MOS adalah orang yang mendapat nilai tertinggi saat ujian masuk.” Jawab yudha yang berdiri didepanya.
    “ dia dapat nilai tertinggi? Yang bener aja?” timbrung siska disebelahnya tampak kaget dan tak percaya.
    “ gue denger nilainya sempurna.” Lanjut yudha sambil mengangguk impresif.
    Ini satu hal lagi yang membuat daniel semakin bingung dengan sosok aneh bernama gee. Di atas podium gee berbicara dengan suara serak, tampaknya dia sama sekali tak peduli dengan bisik-bisik meresahkan yang telah memenuhi barisan didepanya, bahkan menurut daniel, gee juga tak akan peduli walaupun seandainya mereka semua menertawakanya.
    Upacara yang berlangsung lebih dari tiga puluh menit itu akhirnya berakhir diringi desah kelegaan anak-anak yang mulai merasa capek dan kepanasan. Mereka bubar dengan ramai untuk kembali ke kelas. Daniel memilih untuk mengambil jalan memutar melewati belakang ruang kelas IPA karena dia tak ingin ikut berdesak-desakan memasuki gerbang depan. Namun saat daniel melewati jalan sempit belakang sekolahnya yang penuh dengan petak-petak bunga, sebuah suara halus namun tampak cemas membuatnya berhenti. Daniel merapatkan diri ke dinding dan mengintip melalui sebuah jendela kecil berdebu di ruang tempat penyimpanam peralatan olah raga. Matanya terbelalak saat melihat andien dan revan tengah berdebat di dalam.
    “ kamu mukulin gee?! Yang bener aja! Kamu bisa dapet masalah kalau sekolah sampai tahu!” kata andien panik.
    “ dia duluan yang cari masalah!” jawab revan tak mau kalah.” Anak baru itu songong lo tau nggak! Dia harus dikasih pelajaran biar kapok!”
    jadi beneran revan yang mukulin gee! Pikir daniel geram.
    “ iya, tapi kalau dia sampai lapor gimana? Kamu bentar lagi ujian.”
    “ dia nggak bakalan lapor tenang aja. Gue udah ancem dia!”
    “ tapi...” kata andien yang langsung dipotong oleh revan yang berseru.” Udahlah! Lo tenang aja nggak bakalan terjadi apa-apa kok. Oh ya, melly titip pesen sama lo, dia bilang ‘jangan lupa’. Emang jangan lupa apaan sih?”
    “ aku nggak akan lupa!” kata andien yang tiba-tiba berubah galak.” Dan ini urusanku sama melly, kau nggak perlu tahu!”
    Dan tampaknya revan pun tak berniat untuk mendebat, dia menggangkat bahu dan berjalan keluar. Daniel yang panik langsung bersembunyi di balik tumpukan dus disamping pintu. untung saja revan berjalan ke arah berlawanan sehingga dia tidak melihatnya. Daniel menghela nafas lega dan keluar dari tempat persembunyianya, namun sialnya dia hampir bertabrakan dengan andien yang tampak kaget.
    “ da..daniel?! kenapa disini?” tanya andien gugup.
    “ ehm..itu kak, tadi mau balik ke kelas.” Jawab daniel tak kalah gugupnya.
    “ kamu denger yang tadi?” tanyanya langsung. Danel merasa bahwa tak ada gunanya dia berbohong, jadi dia mengangguk pelan. Andien menggigit bibir bawahnya sebelum bicara dengan suara memohon.” Tolong jangan ngomong ke siapa-siapa soal yang tadi ya daniel, please banget, bentar lagi kak revan ujian dan...jangan sampai dia dikeluarkan.”
    “ tapi dia udah mukulin gee kak.”
    “ iya aku tahu, tapi please jangan aduin kak revan.” Pinta andien sambil menggengam tangan daniel yang langsung membuat wajahnya panas. Sebenarnya daniel ingin mengadukannya, apalagi dia juga tak suka sama revan. Tapi wajah andien yang tampak sangat manis saat memohon membuat keinginanya itu lenyap, dan daniel pun mengangguk pelan, ini semua agar dia bisa dekat dengan andien.
    “ beneran? Makasih ya, makasih.” Kata andien riang sementara daniel tersenyum agak kaku.” Ehm... dan juga aku bisa minta tolong nggak, siang ini bisa temenin aku cari buku? Tapi kalau kamu udah ada acara nggak apa-apa sih, nggak maksa kok.”
    Daniel yang tak mempercayai telinganya langsung mengangguk semangat.” Bisa kak,bisa, nggak ada acara kok.” Katnya senang.
    “ bagus, pulang sekolah ya, aku tunggu di gerbang depan.” Andien berbalik dan meninggalkan daniel yang masih tersenyum lebar. dia tak menyangka hari andien mengajaknya jalan akan tiba sehingga dia baru ingat bahwa dia harusnya ada di kelas lima belas menit yang lalu.
    Ternyata ngobrol dengan andien jauh lebih mudah dilakukan saat mereka bertatap muka. Bahkan daniel sendiri heran mereka bisa ngobrol dengan santai tanpa ada kecanggungan lagi. Semakin lama mereka mengobrol, semakin daniel menyadari bahwa mereka punya banyak sekali kesamaan, mereka sama-sama menyukai owl city, dan sama-sama benci makanan pedas. Setelah mengantar andien beli buku, daniel mengajaknya pergi ke sebuah cafe yang cukup nyaman. Mereka berbincang seru selama ber jam-jam ditemani choco latte, sehingga tak menyadari bahwa langit di jendela belakang mereka sudah berubah merah. Daniel mengantar andien pulang keumahnya yang bergaya minimalis namun tampak nyaman, sebenarnya andien mengajaknya mampir dulu namun daniel menolaknya dengan alasan sudah hampir malam. Hari itu daniel tak bisa berhenti tersenyum, bahkan dia sama sekali tak terpengaruh oleh sindiran kakaknya yang mengatakan bahwa sudah waktunya dia mencari psikiater.
    Dua bulan berlalu dan hubungan daniel dengan andien semakin dekat. Semakin mengenalnya daniel semakin menukai gadis itu, bahkan dia sudah membulatkan tekad untuk nembak andien akhir minggu nanti. Dia sudah berdiskusi panjang lebar dengan alfan yang memberinya berbagai macam saran, karena daniel pun baru pertama kalinya menyatakan cinta pada seorang gadis. Walaupun sekali dua kali dia masih kepikiran tentang gee, namun daniel hampir tak pernah melihat gee lagi sejak dia memberikan sambuta di upacara penutupan MOS, dan saat daniel bertanya pada teman-teman sekelasnya mereka bilang bahwa gee memang jarang berangkat sekolah.
    Hari ini daniel ijin ke kamar mandi ditengah pelajaran matematika karena perurnya entah kenapa jadi sangat melilit. Dia kesal karena jarak kamar mandi sangat jauh dari kelasnya dan berada di belakang selkolah. Saat sampai disana daniel mendengar suara erangan aneh dari salah satu bilik yang tidak terkunci. Daniel yang penasaran mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit dan langsung melotot ngeri. Gee duduk diatas bak mandi dengan wajah tertunduk, dia tak memakai baju, membuat badanya yang kurus pucat terlihat berkeringat. Di dada dan perutnya penuh plester penutup luka, namun yang membuat daniel ngeri adalah karena gee memegang sebuah cutter panjang bernoda darah sementara di lengan kirinya belasan luka memanjang dan masih merah tertoreh dari bahu sampai pergelangan tanganya. Membuat darahnya yang banyak mengalir ke dalam bak mandi.

  • CHAPTER 4: Dark As Chocolate
    DUA TAHUN LALU.
    Sinar matahari yang luar biasa panas siang ini menyengat tengkuk sekumpulan remaja yang sedang berbaris rapi di sebuah halaman rumput yang luas. Mereka memakai seragam SMP namun dengan aksesoris yang luar biasa aneh. Para cowo memakai semacam topi dari bola plastik yang dipotong menjadi dua, sementara para cewenya memakai kuncir rambut berwarna-warni yang jumlahnya banyak sekali. Seorang remaja lain yang memakai seragam SMA berjalan hilir-mudik di depan mereka. Dia bicara dengan suara keras dan tampak sedang marah.
    “ kalian ini bego atau apa sih! masak ngerjain tugas beginian aja nggak becus! Sebagai hukuman lari keliling lapangan lima kali!” kata cowo SMA itu kejam yang langsung disambut oleh protes memelas sekumpulan remaja SMP di depanya.” Sepuluh kali! Kalau ada yang protes lagi, dua puluh kali!”
    Tak ada yang protes kali ini, namun mereka semua tampak kesal dan mengomel saat berlari. Rasanya seperti dipanggang, berlari di siang yang sangat panas mengelilingi lapangan bola ini sepuluh kali. Maka tak ada yang menyangkal saat seorang dari mereka mengeluh.
    “ kalau MOS begini terus, gue pulang bisa tinggal nama nih.”
    “ sedikit bicara, banyak berlari!” teriak si cowo SMA keras dari tengah lapangan.
    Salah seorang remaja SMP itu terkapar di lantai keramik yang dingin di koridor sekolah, setelah hampir setengah jam menerima siksaan berlari keliling lapangan. Dia melepas topi bola plastiknya, karena wajah dan rambutnya sudah basah kuyup oleh keringat. Nafasnya tersegal dan perut bagian sampingnya terasa sakit. Sepertinya hal yang sama juga dirasakan oleh teman-temanya yang ikut berkumpul di sana. Dia mengelap dahinya yang basah dengan name tag bertuliskan ‘ daniel’ yang menggantung dilehernya. Seorang siswi SMA yang sepertinya juga menjadi panitia mos, mendatangi mereka dengan senyum manis.
    “ capek ya?” tanyanya dengan suara halus.” Yang sabar ya, kak revan memang suka kayak gitu, tapi sebenarnya dia baik kok.” Lanjutnya yang langsung dijawab oleh cibiran sangsi anak-anak.” Ok, kalian istirahat dulu setengah jam terus balik ke kelas ya. Bekalnya silakan dimakan sekarang.” Dia langsung berbalik meninggalkan mereka.
    Daniel masih memandang punggung cewe itu dengan senyum simpul. Ternyata masih ada kakak kelas yang baik ya, pikirnya senang. Dia mengeluarkan kotak bekal dari tasnya dan mulai makan. Bahkan bekalnya pun ditentukan oleh para panitia MOS yang kurang kerjaan itu. Dia harus membawa tiga potong tempe goreng berbentuk hati, juga sayur kacang panjang berukuran 3 cm yang berjumlah 50 buah, karena itulah kemarin dia seharian di dapur, membantu ibunya mengukur kacang panjang dengan penggaris.
    Sejauh ini MOS hari itu berjalan lebih baik, paling tidak mereka tidak disuruh lari keliling lapangan atau tugas yang menguras stamina lagi. Daniel jadi punya obsesi baru, mengenal lebih dekat kakak kelas cantik yang menyapa mereka tadi, dia sudah mendapat banyak kemajuan dengan mengenal namanya, andien, nama yang indah menurutnya. Selain itu daniel jadi hobi menanyai siapapun yang mau menjawab tentang identitas andien, hal ini mulai membuat alfan, tetangganya yang juga merupakan panitia MOS jengkel.
    “ lo tanya sendiri aja deh sama orangnya sono!” kata alfan jengkel setelah sepuluh menit dibombardir pertanyaan tentang andien sama daniel.
    “ aku masih malu fan...” kata daniel sambil nyengir. Semangatnya meningkat drastis setelah alfan memberitahunya bahwa, sejauh yang diketahuinya, andien masih jomblo.
    “ ck...kalau malu ngapain mau kenal?”
    “ kenal nggak apa-apa kan? Buat nambah temen.”
    “ yakin Cuma mau temenan?”
    “ lebih juga nggak apa-apa, asal andienya mau.”
    Mereka berdua sedang berjalan sepanjang koridor sekolah saat istirahat. Beberapa anak lain yang juga ikut MOS memandang daniel kagum saat lewat, kebanyakan dari mereka pasti heran karena daniel sudah bisa akrab dengan senior, padahal ini baru MOS hari pertama. Dari kejauhan daniel mendengar suara seseorang yang dikenalnya sedang marah-marah. Saat dia menoleh, dia melihat revan, kakak senior yang menghukum mereka lari keliling lapangan tadi, sedang marah-marah pada seorang cowo yang juga peserta MOS. Cowo itu tampak acuh dan tak peduli sementara revan berteriak-teriak didepanya. Menurut daniel sebenarnya wajah cowo itu cukup ganteng, kalau bukan karena penampilanya yang tampak kacau. Rambutnya awut-awutan, terdapat bekas hitam dibawah matanya tanda kalau dia kurang tidur, dan di pipi kirinya tertutup plester penutup luka. Daniel melihat name tag yang menggantung di lehernya, gee.
    “ lo lihatin apaan sih?” tanya alfan yang juga ikut menoleh.” Revan? Heran ya dia marah-marah terus?” lanjutnya tampak sedikit geli.
    “ emang udah biasa ya dia marah-marah begitu?” tanya daniel penasaran.
    “ sebenarnya nggak sih, mungkin dia Cuma mau terlihat sangar didepan murid-murid baru.”
    “ kau nggak mau ikut-ikutan?”
    “ marah-marah juga? Buat apaan. Lebih baik juga deketin cewe-cewe baru, masih seger.” Kata alfan dengan senyum mesum membuat daniel memutar matanya.
    Sudah hampir lima belas menit berlalu sejak bel pulang sekolah berdering. Daniel harus berlari kembali ke kelasnya dari gerbang depan karena buku tugasnya ketinggalan. Bisa mati dia dihukum para senior kalau tidak mengerjakan tugasnya. Apalagi dia bertekad untuk menarik perhatian andien kali ini, paling tidak agar mereka bisa berkenalan secara pribadi. Di belokan koridor menuju ke kelasnya dia berpapasan dengan revan, dia tak sendiri, melainkan ditemani dua cowok lain yang tampak garang. Revan menatap daniel dengan pandangan meremehkan saat mereka berpapasan, ada semacam kepuasan yang tampak keji terpancar dari wajahnya. Daniel berusaha menghindari kontak mata dengan revan maupun kedua temanya, bukan hal bijaksana untuk mencari masalah dengan kakak kelas disaat seperti ini.
    Daniel mengambil buku tugasnya di dalam laci mejanya lalu bergegas keluar. Daniel yakin dia adalah murid terakhir yang masih ada di sekolah, karena itu dia agak kaget saat mendengar rintihan aneh dari balik kelasnya. Daniel agak merinding karena dia tahu belakang kelasnya adalah kamar mandi yang sudah tak terpakai lagi, tempat terabaikan itu tampak mengerikan karena bangunan yang sudah hampir roboh, penuh dengan lumut dan ilalang tinggi. Apalagi dengan gosip yang dihembuskan para seniornya tentang hantu wanita penunggu kamar mandi itu. Dia sudah hampir berlari saat mendengar rintihan itu lebih keras, tunggu, itu jelas suara cowo. Apa hantunya punya temen ya? Pikir daniel ngeri. Dia memutuskan berbalik dan melihat keadaan, siapa tahu itu orang, dan sedang butuh bantuanya.
    Daniel memberanikan diri melihat ke dalam kamar mandi berbau apak itu. Tapi bukan hantu yang dilihatnya, melainkan seorang cowok yang terduduk di lantai keramik kotor. Penampilanya mengerikan, Seragam SMP nya robek dan bernoda darah di beberapa tempat, bibirnya berdarah dan wajahnya lebam. Saat daniel melihat lebih teliti, dia mengenali cowok itu sebagai gee, orang yang tadi dilihatnya dimarahin oleh revan. Pikiran mengerikan terlintas dikepalanya, apa revan yang melakukan ini? Namun sebelum dia sempat memikirkan jawabanya, gee rubuh ke lantai dan tak bergerak, sepertinya dia pingsan. Dengan panik daniel langsung berlari kearahnya dan berusaha menyadarkanya.
    “ gawat! Gee! Gee! Bagun gee!” katanya keras sambil menepuk-nepuk pipi gee yang lebam berdarah.
    Saat itu tubuh gee bergerak pelan dan dia membuka matanya, membuat daniel menghela nafas lega. Namun tanpa daniel duga gee mendorong tubuhnya sampai menabrak tembok. Daniel mengeluh kesakitan dan mengelus belakang kepalanya yang sepertinya benjol.
    “ aduh...kau kenapa sih?! Udah ditolongin juga!” keluh daniel kesal.
    “ lo ngapain kesini?!” kata gee dengan nada kasar.
    “ aku mau nolongin kamu. Kita ke UKS yuk, sepertinya lukamu parah.” Kata daniel khawatir, benjolnya terlupakan.
    “ gue nggak kenal sama lo! Jangan sok akrab sama gue!” gee berusaha berdiri walau masih gemetar, dan langsung bersandar kembali ke tembok.
    “ oh benar juga ya, namaku daniel, kita sama-sama ikut MOS. Sekarang boleh aku menolongmu?”
    Mata gee menyipit dengki sementara daniel memasang senyum manisnya sambil mengulurkan tangan. Dia berbalik dan berjalan pincang, meninggalkan daniel yang menatap heran.
    “ hey tunggu...” daniel berusaha mengejarnya, namun tiba-tiba sesuatu yang keras menghantam pipinya, membuatnya terpelanting dan jatuh menabrak keramik basah.
    “ NGGAK USAH NGURUSIN GUE!” Teriak gee dengan tinju masih teracung didepanya. Dia langsung pergi sementara daniel memegangi pipinya yang luar biasa sakit.
    Belum pernah daniel bertemu dengan orang seaneh gee selama hidupnya. Dia terus memikirkan tentangnya sampai-sampai tak mendengarkan omelan ibunya yang sedang menutulkan obat merah ke pipinya yang bengkak, setelah dia sampai dirumah sore harinya. Kesal karena diabaikan putranya, ibu daniel menutulkan kapas obat merahnya dengan tenaga berlebihan, nembuat daniel berteriak kesakitan.
    “ aduh...sakit bu, pelan-pelan dong.” Keluh daniel sambil memegangi pipinya.
    “ kamu dengerin ibu ngomong apa nggak?” tanya ibunya jengkel.
    “ hmm...sesuatu soal arisan kan?” canda daniel yang langsung dijawab oleh cubitan ibunya di perutnya.
    “ kenapa sih kamu pake berantem segala? Hari pertama sekolah lagi! Kamu mau dikeluarin bahkan sebelum masuk sekolah!”
    “ kan sudah daniel bilang bu, daniel tadi jatuh bukan berantem.” Kata daniel walaupun dia tahu kebohonganya tak bisa menipu siapapun, apalagi ibunya.
    “ paling rebutan cewe bu biasa...” timbrung melinda, kakak perempuan daniel, yang baru keluar kamarnya sambil membawa setumpuk cucian kotor.
    “ nyerobot aja kayak bajaj!” kata daniel kesal sementara melinda menjulurkan lidahnya mengejek sambil masuk ke dapur.
    “ udah! Pokoknya ibu nggak mau denger lagi kamu berantem disekolah! Diluar sekolah juga nggak boleh!” kata ibunya dengan gaya menutup pembicaraan yang jelas menyiratkan bahwa daniel dilarang membantah.
    Malamnya daniel hanya berbaring berjam-jam dikamarnya. Untuk sesaat dia memikirkan tentang andien dan rencana-rencana indah yang disiapkanya kalau dia sudah bisa dekat denganya, tapi disaat yang lain dia memikirkan gee. Yang membuatnya heran adalah pandangan yang dilayangkan gee kepadanya, seakan kedatangan daniel saat itu telah menggangu sesuatu yang sangat menyenangkan bagi gee. Dia kembali mengelus pipinya yang di perban tebal, dia sudah memikirkan kebohongan yang akan dikatakanya kalau-kalau besok dia ditanyai temanya disekolah tentang pipinya.
    Ternyata kebohongan pertamanya harus dia sampaikan pada dion, temanya yang juga satu kelompok MOS denganya. Daniel bercerita panjang lebar tentang bagaimana dia terpeleset dikamar mandi rumahnya dan jatuh menabrak wastafel. Sepertinya dion tampak percaya karena dia sudah tidak bertanya-tanya lagi. Saat bel masuk berdering keras para peserta MOS harus sudah berbaris rapi dihalaman depan untuk menerima instruksi tugas hari ini. Daniel berada di barisan belakang kali ini, memilih tempat yang sejuk dibawah bayangan pohon mahogani yang rindang. Saat dia sedang mendengarkan instruksi dari ketua panitia MOS yang berdiri di depan barisan, sebuah suara halus berbicara dibelakangnya dan ketika daniel berbalik, jantungnya serasa melompat.
    “ pipimu kenapa daniel?” tanya andien yang tampak cemas.
    “ ehm..itu, ya....jatuh kak.” Balas daniel gagap.” Kakak tahu namaku darimana?” lanjutnya tampak senang, jangan-jangan andien juga mencari tahu tentang dirinya. Namun andien menunjuk name tag di depan dada daniel dengan senyum manis, daniel langsung kecewa berat.
    “ makanya lain kali hati-hati, gantengnya jadi ilang kan.” Kata andien berjalan meninggalkan daniel yang melongo lebar. Apa dia tidak salah dengar? Tadi andien bilang dia ganteng? Rasanya hari ini jadi tambah cerah, membuat daniel senyum-senyum sendiri.
    tugas hari ini adalah meminta tanda tangan seluruh panitia MOS, ini kesempatan besar bagi daniel untuk bisa mendapat tanda tangan dari andien. Tapi tampaknya hal itu tak akan mudah karena sepertinya seluruh panitia MOS telah sepakat untuk mempersulit mereka. Sejauh ini daniel udah menyanyi lima kali di depan teman-temanya agar mereka bisa mendapat tanda tangan seorang panitia MOS gemuk bertampang menyebalkan. Tapi semangatnya melonjak tinggi saat dia melihat andien sedang menandatangani buku yang disodorkan sekumpulan cewe, didepan ruang praktikum biologi. Dia langsung berlari kesana lebih dulu dari teman-temanya.
    “ oh, hay daniel.” Kata andien sedikit kaget karena daniel muncul tiba-tiba dan langsung menyodorkan bukunya.” Semangat sekali.”
    “ hehehe iya kak.”
    “ nggak usah panggil kak ah, emang aku kelihatan tua ya?” kata andien agak kaku
    “ ehm... bukan begitu kak, eh... ehm” jawab daniel gugup sambil menggaruk belakang kepalanya.
    “ becanda kali, nggak usah dibawa serius.” Andien mengambil buku yang daniel sodorkan padanya dan langsung menandatanganinya.” Nih.”
    Daniel menerimanya dengan senyum lebar,” makasih kak.” Dia sebenarnya ingin ngobrol lagi sama andien, tapi teman-temanya keburu datang dan berdesakan ingin minta tanda tangan andien juga, sehingga dia terpaksa mundur.
    Daniel kembali ke kelas dengan perasaan luar biasa senang hari itu, dia tak hentinya memandangi tanda tangan bertuliskan ‘andien’ dengan huruf ramping bersambung itu dengan tersenyum. Sehingga dia nyaris tidak sadar kemana dia berjalan, saat dia melihat sekeliling dia mengenali tempat ini sebagai belakang ruang osis, tempat ini penuh dengan meja dan kursi-kursi rusak yang bertumpuk-tumpuk. Saat dia hendak berbalik, sesuatu menarik perhatianya. Di salah satu sudut tumpukan meja tinggi, dia melihat gee duduk melamun. Pelampilanya lebih kacau dari biasanya. Perban dan plester diwajahnya akan membuat orang mengira dia habis kecelakaan, sepertinya dia tidak punya niat untuk mengerjakan tugas MOS hari ini. Daniel merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebatang coklat yang tadinya akan diberikanya pada andien, tapi urung karena dia terlalu malu, atau takut andien berpikir bahwa dia kepedean.
    Gee sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda kalau dia melihat daniel, walau daniel sudah berdiri didepanya.
    “ mau?” kata daniel sambil mengulurkan coklat batangan ditanganya.” Kata orang coklat bagus untuk memperbaiki mood lho.”
    Gee memandangnya dengan matanya yang berat dan mengisyaratkan kebencian.” Mau lho apa?” katanya dengan suara serak.
    “ nggak mau apa-apa, Cuma ngasih coklat ini.” Kata daniel santai sembari duduk di salah satu bangku reot.
    “ lo itu bego atau apa sih?! Sudah gue bilang nggak usah ngurusin gue!”
    “ aku Cuma pengen temenan sama kamu, emang nggak boleh.” Kata daniel keras kepala, sama sekali tak terpengaruh dengan kata-kata kasar gee. Ya, daniel pun berpikir kalau ini aneh, mengajak berteman orang yang memukulmu karena menolongnya. Namun daniel merasa bahwa gee tampak sangat tersiksa karena sesuatu yang tak bisa dijelaskan, membuat daniel menjadi iba alih-alih marah.
    “ lo homo ya?” tanya gee jahat.
    “ enggaklah, aku masih normal. Emang kalau ngajak temenan itu berarti homo?”
    Tanpa daniel duga gee berjalan mendekatinya dengan senyum aneh yang tampak agak menakutkan.” Lo serius?” tanyanya, wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah daniel.
    “ serius.” Kata daniel sedikit kaku, walaupun dia mundur satu langkah.
    “ lo nggak tahu apapun soal gue! Dan kalau lo tahu, lo bakal jijik sama gue!” kata gee sambil merebut coklat ditangan daniel dan menggigitnya sembari berjalan meninggalkannya, membiarkanya berdiri mematung dengan pikiran yang berkecamuk ruwet.
    Daniel memikirkan tentang keanehan tingkah laku gee sepanjang hari. Dia berbaring di kursi kayu panjang yang ada di kebun sayur belakang rumahnya. Ini adalah tempat yang sempurna kalau dia sedang ingin sendirian, dia mengambil buku tugas yang tergeletak disampingnya dan kembali memandangi tanda tangan andien. Daniel tersenyum lebar memandangi garis tipis yang meliuk itu, membuat pikiran tentang gee untuk sementara terlupakan. Mungkin benar kata-kata yang pernah dibacanya di internet, ‘ cinta membuat apa yang biasa jadi tampak indah’, dan daniel baru saja merasakanya.
    “ kalau senyum-senyum sendiri terus nanti dikira gila lho..” komentar melinda yang sedang menyirami sepetak sawi, membuat buku yang sedang dipegang daniel jatuh menimpa wajahnya.
    “ sirik aja!” kata daniel kasar sambil mengambil buku yang terjatuh dibawah bangku. saat itu dia melihat sebuah tulisan sangat kecil, di sudut halaman belakang bukunya. Ketika daniel mengamatinya lebih jelas, dia langsung tersenyum lebar. Yang tertulis disana adalah sederet angka dan sebuah tulisan ramping dibawahnya. ‘ andien.’
    Daniel berteriak senang, bahkan lebih senang daripada ketika dia menemukan uang lima puluh ribu dari saku celananya sendiri. Dia berlari ke kamarnya sambil membawa buku tugas bertuliskan nomor HP andien, dia bahkan mengabaikan omelan kakaknya yang kaget karena daniel tiba-tiba teriak sehingga menyiram bajunya sendiri dengan slang air. Sesampainya di kamar daniel langsung menyambar HP nya yang ter-cas diatas meja belajarnya dan buru-buru menyimpan nomor andien. Lalu dia membuka menu SMS dan berhenti dengan jari melayang diatas keypad, dia baru menyadari bahwa dia tak tahu apa yang akan dikatakanya pada andien. Daniel melempar HP nya ke atas kasur, mengacak-acak rambutnya kesal. Bego! Bego! Bego! Andien pasti pengen daniel menghubunginya tapi dia terlalu bingung harus mulai darimana. Dia membanting dirinya ke atas kasur dan meraih HP nya. Setelah berpikir keras selama dua puluh menit lebih, dia menulis SMS yang menurutnya paling cocok.
    ‘ hay.’ Send!
    Dia menunggu dengan cemas selama lima menit penuh, saat HP nya bergetar pelan dia langsung menyambarnya dan melihat SMS masuk, dari andien.
    ‘ hay juga, btw ini siapa ya?’
    Arghhh bodoh banget! Pikir daniel kesal, dia lupa menulis namanya tentu saja andien bingung. Daniel segera membalasnya dengan jari agak bergetar.
    ‘ ehm ini daniel kak. Apa kabar?’
    Katanya dalam SMS yang langsung disesali. Apa kabar? Ya ampun...kata suara kesal dalam kepalanya.
    ‘ oh daniel...ehm baik kok, kau gimana?’
    Kenyataanya mengobrol dengan andien walaupun lewat SMS tidaklah semudah itu. Daniel terus saja mengulang-ulang pertanyaan yang sama karena dia tak tahu harus ngobrolin apa. Sepertinya hal itu membuat andien agak bosan, sehingga daniel tak menyalahkanya saat dia ingin mengakhiri pembicaraan dengan alasan mau mandi dulu. Daniel mengacak rambutnya dengan frustasi, kenapa dia bisa begitu canggung kalau sudah berhadapan dengan andien?! Stidaknya hal itu bisa sedikit mengalihkan pikiranya dari gee yang membuat pusing.
    Meskipun begitu semangat daniel sudah meningkat tinggi lagi saat dia sampai di gerbang sekolah keesokan harinya. Ini adalah hari terakhir MOS yang artinya dia tak perlu memakai dandanan konyol kesekolah hari ini. Daniel membalas salam doin yang menyalipnya dengan motor matic-nya, hari ini dion memboncengkan cowo berambut ikal yang mungkin saja adiknya.
    Upacara penutupan MOS diadakan di lapangan depan sekolah dan dihadiri oleh semua murid. Daniel kembali memilih tempat dibarisan belakang karena tak ingin terpanggang pagi-pagi. Kepala sekolah mereka memulai upacara dari atas podium tinggi di tengah-tengah barian. Kepalanya yang botak lebar berkilau tertimpa panas matahari pagi yang kurang bersahabat. Dia membuka upacara dengan pidato panjang yang luar biasa membosankan sehingga membuat daniel mengantuk, dan sejauh yang diperhatikanya, hanya sedikit anak yang masih mendengarkan pidato sang kepala sekolah.
    “ baiklah dan selanjutnya sambutan dari wakil peserta MOS tahun ini.” Kata kepala sekolah yang membuat daniel tesentak dari lamunanya, dia tak menyadari bahwa pidatonya sudah selesai.
    Namun sebelum daniel sempat menyadari sudah sejauh mana dia ketinggalan, orang yang berikutnya naik ke podium kembali membuatnya terkejut. Gee berjalan agak membungkuk melewati separo lapangan. Penampilanya tidak berubah sejak terakhir kali daniel melihatnya. Nampaknya acara-acara bodoh seperti memberikan sambutan di depan seluruh sekolah tak membuatnya ingin merapikan rambutnya yang sudah mencuat kemana-mana. Tampaknya bukan hanya daniel yang merasa kalau penampilan gee kali ini tidak pantas karena anak-anak lain disekitarnya mulai berbisik-bisik seru dan menunjuk-nunjuk, bahkan daniel melihat andien, yang kali ini bertugas sebagai pembaca doa, tampak agak takut sewaktu gee berjalan melewatinya.
    “ kenapa gee bisa jadi wakil peserta MOS?” tanya daniel yang tidak mengerti orang macam apa yang sudah memilih gee untuk memberikan sambutan.
    “ yang gue denger sih, menurut tradisi sekolah wakil peserta MOS adalah orang yang mendapat nilai tertinggi saat ujian masuk.” Jawab yudha yang berdiri didepanya.
    “ dia dapat nilai tertinggi? Yang bener aja?” timbrung siska disebelahnya tampak kaget dan tak percaya.
    “ gue denger nilainya sempurna.” Lanjut yudha sambil mengangguk impresif.
    Ini satu hal lagi yang membuat daniel semakin bingung dengan sosok aneh bernama gee. Di atas podium gee berbicara dengan suara serak, tampaknya dia sama sekali tak peduli dengan bisik-bisik meresahkan yang telah memenuhi barisan didepanya, bahkan menurut daniel, gee juga tak akan peduli walaupun seandainya mereka semua menertawakanya.
    Upacara yang berlangsung lebih dari tiga puluh menit itu akhirnya berakhir diringi desah kelegaan anak-anak yang mulai merasa capek dan kepanasan. Mereka bubar dengan ramai untuk kembali ke kelas. Daniel memilih untuk mengambil jalan memutar melewati belakang ruang kelas IPA karena dia tak ingin ikut berdesak-desakan memasuki gerbang depan. Namun saat daniel melewati jalan sempit belakang sekolahnya yang penuh dengan petak-petak bunga, sebuah suara halus namun tampak cemas membuatnya berhenti. Daniel merapatkan diri ke dinding dan mengintip melalui sebuah jendela kecil berdebu di ruang tempat penyimpanam peralatan olah raga. Matanya terbelalak saat melihat andien dan revan tengah berdebat di dalam.
    “ kamu mukulin gee?! Yang bener aja! Kamu bisa dapet masalah kalau sekolah sampai tahu!” kata andien panik.
    “ dia duluan yang cari masalah!” jawab revan tak mau kalah.” Anak baru itu songong lo tau nggak! Dia harus dikasih pelajaran biar kapok!”
    jadi beneran revan yang mukulin gee! Pikir daniel geram.
    “ iya, tapi kalau dia sampai lapor gimana? Kamu bentar lagi ujian.”
    “ dia nggak bakalan lapor tenang aja. Gue udah ancem dia!”
    “ tapi...” kata andien yang langsung dipotong oleh revan yang berseru.” Udahlah! Lo tenang aja nggak bakalan terjadi apa-apa kok. Oh ya, melly titip pesen sama lo, dia bilang ‘jangan lupa’. Emang jangan lupa apaan sih?”
    “ aku nggak akan lupa!” kata andien yang tiba-tiba berubah galak.” Dan ini urusanku sama melly, kau nggak perlu tahu!”
    Dan tampaknya revan pun tak berniat untuk mendebat, dia menggangkat bahu dan berjalan keluar. Daniel yang panik langsung bersembunyi di balik tumpukan dus disamping pintu. untung saja revan berjalan ke arah berlawanan sehingga dia tidak melihatnya. Daniel menghela nafas lega dan keluar dari tempat persembunyianya, namun sialnya dia hampir bertabrakan dengan andien yang tampak kaget.
    “ da..daniel?! kenapa disini?” tanya andien gugup.
    “ ehm..itu kak, tadi mau balik ke kelas.” Jawab daniel tak kalah gugupnya.
    “ kamu denger yang tadi?” tanyanya langsung. Danel merasa bahwa tak ada gunanya dia berbohong, jadi dia mengangguk pelan. Andien menggigit bibir bawahnya sebelum bicara dengan suara memohon.” Tolong jangan ngomong ke siapa-siapa soal yang tadi ya daniel, please banget, bentar lagi kak revan ujian dan...jangan sampai dia dikeluarkan.”
    “ tapi dia udah mukulin gee kak.”
    “ iya aku tahu, tapi please jangan aduin kak revan.” Pinta andien sambil menggengam tangan daniel yang langsung membuat wajahnya panas. Sebenarnya daniel ingin mengadukannya, apalagi dia juga tak suka sama revan. Tapi wajah andien yang tampak sangat manis saat memohon membuat keinginanya itu lenyap, dan daniel pun mengangguk pelan, ini semua agar dia bisa dekat dengan andien.
    “ beneran? Makasih ya, makasih.” Kata andien riang sementara daniel tersenyum agak kaku.” Ehm... dan juga aku bisa minta tolong nggak, siang ini bisa temenin aku cari buku? Tapi kalau kamu udah ada acara nggak apa-apa sih, nggak maksa kok.”
    Daniel yang tak mempercayai telinganya langsung mengangguk semangat.” Bisa kak,bisa, nggak ada acara kok.” Katnya senang.
    “ bagus, pulang sekolah ya, aku tunggu di gerbang depan.” Andien berbalik dan meninggalkan daniel yang masih tersenyum lebar. dia tak menyangka hari andien mengajaknya jalan akan tiba sehingga dia baru ingat bahwa dia harusnya ada di kelas lima belas menit yang lalu.
    Ternyata ngobrol dengan andien jauh lebih mudah dilakukan saat mereka bertatap muka. Bahkan daniel sendiri heran mereka bisa ngobrol dengan santai tanpa ada kecanggungan lagi. Semakin lama mereka mengobrol, semakin daniel menyadari bahwa mereka punya banyak sekali kesamaan, mereka sama-sama menyukai owl city, dan sama-sama benci makanan pedas. Setelah mengantar andien beli buku, daniel mengajaknya pergi ke sebuah cafe yang cukup nyaman. Mereka berbincang seru selama ber jam-jam ditemani choco latte, sehingga tak menyadari bahwa langit di jendela belakang mereka sudah berubah merah. Daniel mengantar andien pulang keumahnya yang bergaya minimalis namun tampak nyaman, sebenarnya andien mengajaknya mampir dulu namun daniel menolaknya dengan alasan sudah hampir malam. Hari itu daniel tak bisa berhenti tersenyum, bahkan dia sama sekali tak terpengaruh oleh sindiran kakaknya yang mengatakan bahwa sudah waktunya dia mencari psikiater.
    Dua bulan berlalu dan hubungan daniel dengan andien semakin dekat. Semakin mengenalnya daniel semakin menukai gadis itu, bahkan dia sudah membulatkan tekad untuk nembak andien akhir minggu nanti. Dia sudah berdiskusi panjang lebar dengan alfan yang memberinya berbagai macam saran, karena daniel pun baru pertama kalinya menyatakan cinta pada seorang gadis. Walaupun sekali dua kali dia masih kepikiran tentang gee, namun daniel hampir tak pernah melihat gee lagi sejak dia memberikan sambuta di upacara penutupan MOS, dan saat daniel bertanya pada teman-teman sekelasnya mereka bilang bahwa gee memang jarang berangkat sekolah.
    Hari ini daniel ijin ke kamar mandi ditengah pelajaran matematika karena perurnya entah kenapa jadi sangat melilit. Dia kesal karena jarak kamar mandi sangat jauh dari kelasnya dan berada di belakang selkolah. Saat sampai disana daniel mendengar suara erangan aneh dari salah satu bilik yang tidak terkunci. Daniel yang penasaran mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit dan langsung melotot ngeri. Gee duduk diatas bak mandi dengan wajah tertunduk, dia tak memakai baju, membuat badanya yang kurus pucat terlihat berkeringat. Di dada dan perutnya penuh plester penutup luka, namun yang membuat daniel ngeri adalah karena gee memegang sebuah cutter panjang bernoda darah sementara di lengan kirinya belasan luka memanjang dan masih merah tertoreh dari bahu sampai pergelangan tanganya. Membuat darahnya yang banyak mengalir ke dalam bak mandi.

  • ask: gmn sih cara hapus komentar? mau bersihin yg dopost bnyk bngt
  • lanjut agann..
    seneng bnget ama storynya..
    yg semangat dan harus di tamatin ceritanya ya...
    kasian gee, mudah2an daniel bntu gee untk kluar dr masalhnya...
    <cium pipi authornya>
  • lanjut agann..
    seneng bnget ama storynya..
    yg semangat dan harus di tamatin ceritanya ya...
    kasian gee, mudah2an daniel bntu gee untk kluar dr masalhnya...
    <cium pipi authornya>
    klo da posting, jng lupa mention
Sign In or Register to comment.