It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ada adegan mirip di chapter 8 sama yang pertama. Tapi lokasi perasaan berbeda. Ah atau saya saja kali ya yang kurang teliti.
Cerita menarik btw, mention buat update ya kalau bisa.
Setelah meletakkan kacamata hitamku di dashboard mobil aku keluar dari mobil sambil mengecek hp ku. Aku dan Rendi ke mall dengan kendaraan masing-masing. Kalau dia sudah sampai, dia akan menelfonku.
"Dimana??" akhirnya aku yang menelfonnya lebih dulu.
'Baru sampai nih. Kamu dimana?'
"Parkiran mobil."
'Ya udah langsung ketemuan di inul ya.'
Aaahhh....jadi obat nyamuk lagi. Ya mau bagaimana lagi. Dia temanku, aku tidak mungkin membiarkannya begitu saja.
Sudah beberapa kali ini aku ikut menemaninya ke mall saat bertemu dengan si tante. Maminya Johan itu wanita yang cantik biarpun sudah mempunyai beberapa kerutan di wajahnya. Bahkan aku akui dia lebih cantik dari mamaku. Tante Ferly, sudah memikat hati Rendi. Wanita itu...entahlah...apa yang dia pikirkan saat berkencan dengan anak SMA seperti Rendi? Siapa yang dia bayangkan saat dia bercinta dengan Rendi? Suaminya? Anaknya? Atau siapa? Apa dia benar-benar menyukai Rendi dengan tulus? Atau sekedar tante-tante girang? Bagaimana dengan Rendi? Bagaimana perasaannya?
Aku menghela nafas.
Pertanyaan yang selalu terulang dikepalaku tanpa pernah terjawab. Yang jelas mereka selalu berkencan diam-diam seperti bertemu di tempat karaoke atau di hotel. Aku sampai merinding saat membayangkan kalau si Johan sampai tahu maminya ada main sama Rendi. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan dia lakukan pada Rendi. Johan dikenal sebagai cowok yang keras. Dia tidak akan segan-segan memukul orang yang diincarnya. Saat kelas 11 dulu, dia pernah menghajar anak kelas 12 yang kini sudah lulus sampai terluka parah. Aku tidak tahu alasannya. Saat ditanya guru dia tidak menjawab apa-apa. Dia juga terancam di keluarkan dari sekolah karena masalah itu. Tapi karena maminya donatur terbesar di sekolah, dia bebas dari ancaman itu.
"Heeeh!!!"
Rendi sudah ada di sana rupanya.
"Lama banget sih. Jalanmu kayak kura-kura. Lelet."
Aku nyengir.
Kami langsung masuk ke room yang sudah di pesan. Room yang dipesan ada dua. Aku masuk di room yang berbeda dengan Rendi. Aku sendirian dalam ruangan kecil ini. Rendi dan tante Ferly ketemuan di room yang ada di sampingku.
Dua jam...akan jadi sangat membosankan untukku. Layar besar itu tidak mengeluarkan suara apapun. Aku memang tidak ingin menyanyi saat ini. Apa yang bagus dari bernyanyi seorang diri?
Hpku bergetar. Saat aku cek ternyata adik kecilku yang menelfon.
'Kak Vinn dimana? Gita lagi makan es krim. Haaaauuppp....'
"Hooo.. es krim. Kalau kamu sampai batuk lagi gimana?"
Lain kali aku harus memberitahu mama untuk tidak memberinya uang lebih.
'Aku nggak batuk kok kak. Aku kan sehat dan kuat.'
"Kalau sampai batuk pilek nggak boleh nangis lo ya. Kalau nangis hidungmu nanti kakak jepit pakai penjepit jemuran."
'Es krimnya gak dingin kok. Es krim mainan. Ini es krim yang sangat panjang...'
'Klotak...'
Ah...hp nya pasti jatuh.
'Kak...kakak masih disana?? Hallooo...hallooooooooooo....'
Aku terkekeh.
"Iya kakak masih disini," sahutku, "kamu sama mama nggak jadi kerumah tante?"
'Nggak jadi. Tadi Gita kebelet pup. Jadi pulang kerumah.'
Benar juga Gita tidak bisa pup di sembarang tempat. Dulu pernah dipaksa pup di rumah temannya mama tapi yang ada Gita hanya menangis sedangkan kotorannya tidak bisa keluar.
'Kakak punya mainan es krim diem aja. Padahal es krimnya lucu.'
?
Mainan es krim??
Huh...??
Es krim??
"GIIIITTT!!!!" teriakku panik, aku buru-buru menyambar kunci mobilku yang ada di atas meja, "LETAKKAN ITU!!! ITU BUKAN MAINAN!!! ITU KOTOR. JANGAN DIMASUKIN KE MULUT. KAMU DENGAR?! GITAAAA!!!"
'I....iya...ka...kakak kok teriak-teriak..hi...hiikk...hhuuu...huuuueeeee......'
Tut...tut....tut...
Aduh...mampus...
Bagaimana kalau Gita membawanya turun. Mama bisa tahu.
"Hallo Ren, aku pulang duluan," kataku sambil menyalakan mesin mobil.
'Huh?? Kok gitu??'
"Gita nemuin dildoku. Dan dia mainin itu sekarang."
Dildo dari kamu pastinya.
'...'
"Jadi aku pulang dulu sebelum dildonya di bawa ke bawah."
Semoga sempat.
Aduh..
Aku melajukan mobilku.
'Oh...oke. Ya udah nggak apa-apa.'
"Mmm...keluarmu nanti hati-hati. Jangan berdua."
Rendi terkekeh.
'Iya. Tenang aja.'
Mobilku melaju.
~ Whoami Pov ~
Hemm...vinn nabrak chandra di lorong sekolah saat mau pulang..sblm k mall. Lokasinya masih di sekolah yg part 8.
Oh ya..dulu lulu tanya apa chandra yg d tabrak vinn...aq jawab. Enggak..mksdx enggak d tabrak mobil hahaha... sorry aq agak lelet. Butuh proses buat ngerti mskdx lulu..haha..
Btw tinggalin jejak ya ^^
Aku merenggangkan kedua tanganku ke depan. Rendi terlihat sedang tidur beralaskan kedua lengannya. Ya maklum, tadi pelajaran matematika yang sangat membosankan. Biasanya guru matematika itu galak. Tapi guruku ini super santai. Terlalu santai sampai-sampai apa yang beliau jelaskan tidak masuk ke dalam otak. Aku sampai harus belajar sendiri dirumah supaya mengerti. Sebagian besar temanku ada yang mengambil les diluar.
"Ren...ke kantin nggak?"
"Hmm..."
"Kalau nggak, aku mau ke kantin sendiri nih."
Rendi mengintipku.
"Aku...ikut..."
Matanya merah. Anak ini pasti tidur nyenyak. Enak banget ya jadi orang malas tapi nilainya tetap di atas rata-rata. Aku saja harus belajar setiap malam untuk mendapatkan nilai bagus. Ya bukannya aku bodoh, tapi jika di bandingkan dengan Rendi, aku masih harus berusaha sedikit lebih keras.
Aku beranjak dari dudukku diikuti Rendi. Saat Rendi berjalan ke kanan, aku menariknya ke kiri.
"Ngapain lewat si...aaahh...kelasnya Chandra...."
"Hehehehehe..."
Ini jam istirahat ke dua, jadi aku tidak perlu susah payah pergi ke kantin di area kelas 10. Aku istirahat pertama tadi sudah bertemu dia di sana. Dia tidak akan ke sana lagi di istirahat ke dua. Kemarin aku melihat kegiatannya. Dia hanya menghabiskan waktunya di dalam kelas. Tipe anak pendiam.
Bruugghh...
"Sorry..." kataku saat bertubrukan dengan seseorang.
Cewek yang menabrakku atau lebih tepatnya sengaja menabrakku hanya tersenyum sambil berlari bersama dua temannya.
"Heeee....tadi itu sengaja ya?! Dasar...ngapain juga nabrak-nabrak kamu, toh kamu juga nggak bakal tertarik. Mendingan nabrak aku aja. Hahaha..."
"Hahahahaha...." aku tertawa garing di depan wajah Rendi yang menyebalkan.
Rendi langsung menampol kepalaku.
Kakiku berhenti di depan kelas 11 IPS 2. Mataku langsung melihat Chandra yang duduk di pojok depan.
"Tuh...gebetanmu..."
Dia bertopang dagu dengan tangan kirinya. Sepertinya dia sedang membaca buku. Buku pelajaran?
"Dia...pasti udah punya pacar kan?!"
Karena dia cuek, dia juga pendiam. Ada cewek cantik dan sexy dikantin dia biasa saja. Matanya tidak jelalatan seperti anak cowok kebanyakan. Orang yang seperti itu pasti sudah punya pacar.
"Aku nggak tau darimana kamu bisa mikir gitu. Tapi aku yakin sepuluh ribu persen kalau dia jomblo. Satu juta persen deh."
Aku mendengus.
"Sok tau."
"Yeee...kok nggak percaya sih," tiba-tiba Rendi menarik cewek yang baru keluar dari kelas itu.
"Apaan...." desisku kaget dengan tingkah laku Rendi.
Cewek itu juga terlihat kaget.
"Si Chandra udah punya pacar belum?" tanya Rendi to the point.
"Huh???" aku langsung menyenggol lengan Rendi.
Apa-apaan sih dia itu?! Dia sudah gila...yaampun. Otaknya sudah tidak waras.
Cewek yang di tanya juga nampak kebingungan.
"Nggak tau sih tapi kayaknya dia nggak punya cewek deh," kata cewek itu yang langsung masuk kedalam telingaku.
Belum punya pacar ya...
Rendi menatapku.
"Aku menang taruhan. Mana lima puluh ribu??"
Huh???
Huuuh???
Biarpun aku masih bingung tapi aku mengeluarkan uang lima puluh ribu dari dompet lalu memberikannya pada Rendi.
Cewek itu membulatkan bibirnya sambil mengangguk-ngangguk sebelum pergi.
"Nih..." kali ini Rendi mengembalikan uang tadi padaku, "biar dia nggak mikir macem-macem. Lain kali gunain otakmu yang pinter itu. Kalau di biarin aja nanti berdebu."
Cih...
"Aku kan nggak licik kayak kamu."
"Heee...tadi kamu bilang apa?? Coba bilang lagi!!!"
"Awawawawawa....awawawawawawa...."
Plak!!!
Aku memukul tangan Rendi yang mencibit kedua pipiku sampai bibirku melar.
Asem...pipiku sakit.
"Dra!!!"
Mataku langsung membulat lebar saat Rendi dengan entengnya memanggil Chandra. Jantungku langsung terpompa dengan cepat. Aku bisa merasakan kalau aliran darahku bergerak dengan cepat. Kakiku rasanya lemas tak bertenaga.
"Sini!!" sekali lagi dia memanggil Chandra dengan entengnya, "buruan!!"
"Ren!! Apa-apaan sih?! Ayo balik!! Pergi dari sini!! Jangan..."
AAAAAAAAAAAAAAAAAAA.....
Chandra sudah berdiri di dekat pintu.
Spontan aku berjalan di belakang Rendi. Sumpah serapah aku lontarkan dalam hati untuk orang yang otaknya sedikit kacau itu.
Biarpun aku belum siap berhadapan dengan Chandra tapi aku masih mencuri pandang ke arahnya. Dia nampak bingung melihat kami berdua.
"Nih temenku mau minta maaf karena udah nabrak kamu dan jatuhin hpmu kemarin. Hp mu nggak rusak kan?!"
Kini Chandra manatapku.
Aku bersumpah akan membunuh Rendi setelah ini. Awas saja dia nanti. Aku akan menenggelamkannya di kamar mandi.
Aku menelan ludah saat Rendi menyeretku keluar dari tempat persembunyian.
"Eerrr.....sorry," kataku lirih, "kemarin aku nggak sengaja."
Chandra masih menatapku. Aku bisa menangkap raut kebingungan dari wajahnya.
"Oh...nggak masalah sih," katanya pelan.
Suaranya...sangat...jantan.
"Emm...rusak nggak?" tanyaku lagi.
Aku bisa melihat Rendi yang menahan senyumnya.
Sialan. Dia pasti menikmati ini semua.
Chandra hanya tersenyum sebelum mengeluarkan hpnya.
DEG...
"Ya ampun. Sorry. Aku...aku nggak sengaja."
Rendi ikut memperhatikan layar hp itu.
"Beliin yang baru aja Vinn. Kalau di benerin juga percuma. Hp sama harga benerinnya mahalan benerinnya tuh."
Plaaaak...
Kali ini tanganku menjitak kepala Rendi. Umpatan langsung terdengar dari mulutnya yang rusak itu.
"Nggak usah. Nggak masalah kok. Lagian juga udah retak sedikit. Jadinya gini deh."
Aku merasa tak enak hati.
Harus aku ganti. Tidak mungkin aku cuma diam saja.
"Kalau di ganti palingan cuma lima ratus ribuan kan? Hp apa sih itu...oh...iya tuh lima ratus ribuan."
"Ren!!!"
Rendi langsung menjauh.
Anak itu...benar-benar...
"Nggak usah diganti," kata Chandra lagi, "nggak apa-apa."
Tapi aku merasa tak enak hati.
"Oh ya udah...gimana kalau...sebagai gantinya..." aku mencoba berfikir.
Sebagai gantinya....
Aku tanya nomor telfonmu. Ayo pacaran sama aku.
"Gimana kalau...aku traktir kamu makan."
Hehehe...cuma itu yang bisa keluar dari bibirku.
Chandra tertugun menatapku.
"Gimana??" tanyaku lagi.
"Yah...sebenernya nggak perlu nraktir makan segala sih."
"Nggak apa-apa. Aku tahu kok tempat yang bagus. Makanannya juga enak."
Chandra masih terdiam. Dia nampak berfikir.
"Gi...gimana??" tanyaku untuk kesekian kalinya.
"Ya oke deh."
Yes!!!
"Ya udah. Gimana kalau nanti malem??"
"Besok aja bisa? Kalau nanti malem rasanya nggak bisa."
"Oh..oke. Aku jemput di rumahmu."
"Emangnya kamu tau rumahku?"
"Ta....nggak. aku nggak tau."
Hampir saja keceplosan. Kata mbah google, kalau sedang pdkt tidak boleh sok tau. Apalagi sampai bilang tau rumahnya segala. Nanti di kira penguntit.
"Aku minta nomermu aja. Nanti aku smsin alamatku."
Serius?? Dia minta no hp ku kan?? Seriusan???
Aku langsung menyebutkan nomor hpku.
Tak lama kemudia hpku bergetar saat dia mencoba menghubungiku.
"Itu nomerku," kata Chandra sambil mematikan telfonnya, "udah kan? Aku mau ke toilet."
"Udah kok."
Dan Chandrapun berjalan menjauh.
Hehehe...
Aku menatap Rendi yang sedang menungguku.
"Aku mau kencan," kataku saat berjalan melewatinya.
AKU MAU KENCAAAAAN. BESOK AKU KENCAAAAAAAAANNNN....
"Mau aku kasih ucapan selamat? Mungkin kado? Apa?? Hmm...mau dildo bergerigi atau...ini??"
Aku langsung menjitak kepala Rendi saat dia mulai mengacau dengan menunjukkan gambar penjepit puting.
Apa dia lupa bagaimana dildonya hampir membuatku kena serangan jantung. Ya memang sih yang dimainkan Gita bukan dildo darinya tapi gantungan kunciku yang berbentuk es krim. Ukurannya kecil sih, tapi karena imajinasi Gita yang liar jadinya seperti itu. Es krim yang besar. Sialan. Aku kena marah mama karena sudah membuat Gita menangis. Kalau pikir-pikir aku bodoh sekali saat berfikir Gita memainkan dildoku. Dildoku aku simpat di atas lemari, di kardus yang berisi barang-barangku. Lagipula ada bibi yang menemani Gita saat Gita bermain di lantai atas. Tidak mungkin Gita dibiarkan naik-naik untuk mengambil dildo. Astaga... itu semua gara-gara Rendi.
Hpku yang berbunyi membuatku hampir tersandung kaki meja.
"Aaauu...auuu...auuu..."
Aku langsung menyambar hp yang ada di atas kasur.
Wooaaaa... Chandra!!!
Dia mengirimiku sms di mana alamat rumahnya. Dia memberiku arahan yang sangat jelas sekali.
Aku langsung menyambar dompet sebelum pergi meninggalkan kamarku.
"Wooaaa..." bi Reni kaget saat melihatku, "mau kemana mas?? Rapi bener. Kencan ya??"
Senyumku sulit untuk kutahan.
"Mau tau aja," aku mencolek dagunya.
"Astagaaaa maaaaasss...kok bajunya berserakan gini?? Aduuuhh kok...aduh sampai ada yang di lantai. Itu kotor apa bersih??"
Hehehe...maaf bi. Tadi aku bingung mau pakai baju yang mana. Yah...setidaknya aku pakai baju yang keren dong.
"Itu bersih. Beresin ya bi. Aku buru-buru nih," kataku sambil berjalan cepat.
"MAASSSSS!!!!"
Hehehehe...
Saat aku sudah sampai di lantai bawah mama baru saja keluar dari dapur.
"Mau kemana?"
"Mau keluar dulu ma."
"Makan di rumah atau..."
"Diluar," aku kembali melangkahkan kakiku.
Aku menghela nafas saat melihat mobilku yang masih penyok. Papa tidak mau membawanya ke asuransi. Yah...yang ada aku kena marah.
Oke...mobilku sudah harum. Aku juga sudah. Aku pakai parfum yang harumnya cenderung segar tapi tidak terlalu ringan juga. Merk nya? Itu...rahasia. Itu kado dari papa saat aku naik kelas dengan nilai yang lumayan bagus. Memberi parfum untuk kado...aku bisa menirunya. Kado untuk Chandra. Waktu ultah dia. Tapi aku tidak tahu kapan ultahnya. Apa bisa aku tanya langsung sama dia?
"Yoosshhh!!!!"
Mobilku langsung meluncur ke rumah Chandra. Karena mobil tidak bisa masuk. Aku memarkirkannya di samping gang rumahnya.
Kalau malam, jalanan di samping gang ramai karena banyak orang berjualan. Ada sate ayam. Ada bakso. Ada mie setan. Ada mie jancuk (ups...tapi emang gitu namanya). Ada terang bulan. Ah...macam-macam deh.
Dengan ragu aku mengetuk pintu rumah yang terbuat dari kayu itu. Kalau diperhatikan rumah Chandra itu besar tapi masih kuno. Kalau direnovasi pasti jatuhnya megah.
Kriiiekkk...
Deg...
"Haaa....haii..."
Sial aku gugup banget.
Chandra terdiam menatapku.
"..."
"..."
"..."
Aku menelan ludah.
Ada apa? Ada yang salah dengan penampilanku? Apa aku kurang rapi? Berantakan? Nggak wangi?
Mataku melirik pakaian yang aku kenakan.
Kembali aku menelan ludah.
"Kayaknya aku salah kostum ya?!" kata Chandra lirih hampir tak terdengar.
Dia nampak memegang tengkuknya.
Pakainnya bagus kok. Kaos oblong sama celana jeans selutut. Dipadu sama sendal warna hitam.
Hehehe....hehehehehehehehehe... dia...tipe cuek banget ya. Gayanya keren. Cool...cool gimana gitu.
"Aku ganti baju dulu..."
"Nggak! Nggak usah!"
Chandra manatapku.
...
...
...
Heeeee...
Aku langsung melepaskan tanganku dari pergelangan tangannya.
"So.. sorry," desisku.
"Ya udah kita berangkat aja. Keburu laper," Chandra menutup rumahnya setelah berteriak pamit sama orang tuanya.
Aku juga ingin berpamitan tapi aku tidak melihat sosok kedua orang tuanya dan hanya mendengar suara mereka dari ruangan yang tertutup gorden, jadi aku hanya diam saja mengikuti Chandra.
Berjalan di belakangnya seperti ini membuatku bisa sesenang ini. Aku baru pertama kali pedekate dengan orang yang aku suka. Rasanya luar biasa.
~ whoami pov ~
Sbb...aq lg sibuk nonton anime. Aq lg suka incest sih. Hahaha...