It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
siapa yang ngamilin jenny bro?
Prang....
Suara pecahan barang selalu menjadi awal pagi di rumahku. Hari ini aku sangat 'beruntung' untuk mendapatinya kembali. Sial....
"Apa lagi sekarang?" Gerutuku dengan nyawa belum sepenuhnya terkumpul. Mataku terbuka dan mendapati Nathan juga bersikap sama denganku. Dia hanya mengangkat bahu tanda tak tahu.
"Kenapa kamu memakai alat dengarmu saat tidur?" Tanyaku baru sadar jika alat dengar Nathan masih setia di telinganya. Nathan tak menjawab dan hanya senyum tidak berdosa. Aku hanya bisa menggelengkan kepala.
"What time is it?" Tanyaku.
Nathan menujuk jam di dinding dan sial, bahkan baru satu jam mataku tertutup.
Prang....
"Shit,!" Kesalku setelah mendapati kenyataan barang dirumah ini kembali hancur.
"I'll check out. Just wait here until I give a sigh that's everything is ok, right??" Titahku dan Nathan mengangguk.
"Good," ujarku mengusak rambutnya dan langsung beranjak dari tempat tidur. Suara ribut masih saja terdengar.
"What the hell is gong in here?" Keluhku sesaat membuka pintu kamar.
Steve ada diatas tubuh Frank, itu pemangan pagiku. Sempat terdiam karena kehadiranku, Frank langsung menyerang Steve dan membuatnya mengaduh sakit karena wajahhnya beradu dengan kepala ayah tiriku.
"Aggh..." aduh Steve.
"Uh...."aku hanya bisa memandang prihatin.
Steve tak terima dengan kekalahan. Dia hampir membalas Frank, namun aku teringat Nathan yang harus menggunakan kamar mandi yang sayangnya harus melewati TKP ini untuk bersiap ke sekolah.
"Hey, stop you two,!!" Ujarku menghamipiri tempat pergulatan mereka.
"No, I will....." geram Steve namun aku berhasil menangkap dan menahan tubuhnya agar tak kembali membuat keributan.
"Let me go,! I want....." usaha Steve.
"Stop it,!" Ujarku lebih keras dan cukup ampuh.
"Did He's your fucking boyfriend?" Tanya Frank dengan tatapan jijiknya.
"Shut your mouth up. Now, back to your room before you regret it,!" Ancamku.
"So disgusting," umpat Frank berlalu dan sukses membuat Steve terpancing emosi.
"Hey, what...." geram Steve hampir menghampiri Frank kerena aku sudah melepas peganganku.
"I say stop it,!" Steve masih cukup menghormati ucapanku.
"But he.."
"It's mean nothing for me." Ucapku memang tak peduli dengan tingkah Frank.
"You...."
"Take care of your face,!" Ujarku melempar sekantong es yang baru kuambil dari kulkas.
Beruntung, Steve mengkikuti ucapanku. Ini akan lebih mudah.
"You can prepare now,!" Ujarku membuka kamar Nathan.
Sempat terkejut melihat sosok Steve, Nathan mengalihkan pandangannya padaku. Aku memberinya senyuman dan dia mengerti untuk tidak bertanya lebih lanjut.
"I'll make your favorite pancakes," ujarku yang langsung membuatnya tersenyum dan cukup bersemangat untuk menuju kamar mandi.
"You cooking?" Sela Steve yang ternyata sedari tadi mengamati interaksiku dengan Nathan.
"Just a simple breakfast," jawabku enteng dan mulai untuk membuat makanan kesukaan adikku.
"You're not cooking for me,"
"Because you never ask me to do,"
"So, can you make it for me too now?"
"Sure,"
Kembali, satu sisi pagi yang cukup bisa kunikmati tersaji di rumah ini. Tidak setiap pagi memang, namun cukup untuk memberi sedikit warna pada rutinitas harianku.
"What actually happened between you and Frank?" Ujarku mengalihkan topik.
"That's a stupid incident." Jawab Steve dengan gelengan kepala. Aku tahu tingkah Frank memang tak lebih dari hal bodoh.
"Tell me,!" Pintaku dengan senyum tertarikku.
"No, I won't." Tolak Steve kekeuh.
"Oh come on Steve, tell me,!" Aku masih berusaha membujuknya.
"Jangan tertawa jika aku menceritakannya," syarat yang Steve ajukan.
"Aku tidak janji,"
"Kalau begitu lupakan."
"Oh ayolah Steve, aku akan berusaha tidak tertawa." Tawarku lagi.
"Promise?" Ujar Steve menguatkan.
"No... I can't." Aku yakin ini akan menarik, dan aku tidak bisa berjanji untuk tidak tertawa. Bahkan aku sudah menampilkan senyum membayangkan kelakukan Frank.
"Lupakan,!" Ujar Steve yang bahkan tak bisa menghilangkan senyum kecil di wajahnya.
"Ok ok ok, I'll try." Kalahku. Aku mengankat telapak tangan kananku sebagai tanda persetujuan.
"Oh... This is so embarrassing." Kembali Steve dengan kesegananya untuk bercerita.
"Come on." Rayuku lagi. Aku yakin ini akan menarik untuk pagiku.
"We kissed," ada jeda tak ada suara saat Steve mengeluarkan kalimat itu. Hingga.....
"Bwahahaahaha..." aku mengingkari janji.
@lulu_75
@melkikusuma1
@liezfujoshi
@kikyo
@hendra_bastian
@hajji_Muhiddin
@sogotariuz
@junaedhi
@abiyasha
@Rama212
@banaaaaanaaaa
@happyday
seting tempatnya sih ngebayanginnya berada di daerah pinggiran ala america tau eropa gitu yang dapur and ruang tamu jadi satu. makane makananya pke pancake gitu. taulah pinggirannya org sono masih mending lah...
"Bwahahahahha..." dia langsung tertawa puas. Dia terlihat lepas dan tanpa beban, aku suka tawa seperti itu.
Beberapa detik berlalu tawanya akhirnya berhenti ketika dia menyadari jika aku tidak melepas tatapanku padanya.
"Oh, sorry. But it's just....hahaha" dia kembali tertawa, ia berusaha menghentikan tawa namun selalu gagal. Ini akan membutuhkan menit yang lebih panjang kukira. Dia belum punya cara untuk menghentikannya.
"Sorry,....ekhem..." Dia akhirnya agak sedikit berhasil menunda tawanya. Dia kini tengah berusaha menormalkan kembali nafasnya.
"Puas tertawa'?" Tanyaku dengan nada yang kubuat sedikit datar.
"I said sorry Steve,"
"You broke your own promise,"
"Kamu tahu aku akan melakukannya." Sangkalnya dan aku memang tahu hal memalukan ini akan terjadi, namun aku tidak cukup menyesal melakukannya.
"Yayaya you won." Ujarku menampilkan gestur kalah. Dia tersenyum puas.
"By the way, I need a detailed. Can you...."
"No," tolakku sebelum dia mengakhiri kalimatnya.
"Oh come on Steve, it's must be good for morning story."
"Good for you not for me." Itu hukum mutlak.
"I will make you a special pancakes," tawarnya. Aku cukup tertarik.
"Oke,"
"Good..." ucapnya puas. Aku tidak pernah berpikir sekalipun dalam hidupku akan menceritakan hal terburuk dan memalukan pada orang lain, sialnya kali ini aku akan melanggarnya hanya demi sebuah makanan. Aneh...
"Steve,?" Panggilnya dengan senyum menyebalkan.
"What?" Ujarku malas.
"Who kissed first?"
"Did I need to answer that question?" Tanyaku karena jujur pertanyaannya sangat tidak ingin aku jawab.
"Of course,"
"Me,"
"What?"
"Kamu tidak tuli," ujarku malas dengan tanggapannya.
"Bagaimana bisa?"
"I thought he was you. I'm drunk, end of questions." Ujarku berusaha mengakhiri percakapan memalukan. Dia hanya memberi respon sederhana dengan sebuah senyum, namun aku yakin sisi lain dirinya masih menyimpan hal menyebalkan untukku.
"Dimana kamu mencium Frank?" Lanjutnya dengan pertanyaan mematikan menurutku. Ini hal meyebalkan yang tadi kusebut.
"Can you skip that's kind of question?" Tawarku. Aku yakin ini akan semakin buruk untukku.
"No. Answer it,!" Ujarnya semakin antusias. Dia bahkan meninggalkan makanan yang tengah di buatnya hanya demi mendengar jawabanku.
"Came on," sambungnya.
"On lips," ucapku cepat namun aku yakin dia bisa mendengarnya. Situasi menjadi senyap sesaat. Sebelum.....
"Bwahahahaha....." dia kembali tertawa puas. Kurasa dia akan sakit perut dengan tawanya kali ini.
"Ouch...." perkiraanku tak salah. Dia memegangi perut yang aku yakin sedikit kram karena tawanya.
"Masih ingin tertawa lebar lagi?" Sindirku saat dia berusaha memulihkan nafasnya.
"Yeah, but not with this." Jawabnya menunjuk perutnya.
"Yeah, whatever you said. Just Finish your work now." Saranku berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
"Take easy mister," jawabnya kembali dengan kegiatan memasaknya.
Untunglah dia menepati janjinya kali ini. Dia kini fokus dengan masakannya. Namun Ada hal atau tepatnya orang lain yang entah sejak kapan tengah berdiri di dekatku dan memandang lekat padaku. Dia tidak bersuara, dia hanya memandangku.
"Are you done Nath?" Tanya sebuah suara dari orang yang beberapa waktu lalu dengan senang hati menertawakanku.
Kualihkan pandangan pada sang penanya, kemudian kembali pada orang terdekatku. Dia tidak menjawab dengan suara tapi melalui anggukan.
"Good." Ujarnya menanggapi anggukan tadi.
"This is it, a yummy spacial pancakes is already now...." ucapnya mendekati meja makan di depanku. Tiga piring berisi pancake dia bawa serta. Dia menepati janjinya lagi untuk membuatkanku pancake spesial.
Kami kini duduk nengelilingi meja makan berbentuk bulat. Masing-masing mendapat jatah makanan. Aku tidak sabar untuk menyantap makanan di depanku,....
"Wait,!" Cegahnya menahan tanganku yang hendak mengambil makanan milikku. Aku memandangnya heran.
"Let's pray first, and you must lead it" jelasnya.
"Why me,?" Tanyaku dengan tatapan menuju sosok yang sedari tadi belum juga bersuara. Dia duduk dikursi sampingku. Dia masih tetap memandang.
"Because you're the oldest one," ujarnya tersenyum.
"Oke," ujarku setuju karena memang aku pikir apa yang diucapkannya benar.
"Thanks God for this yummy spacial pancakes on the table made by someone beside me, with this little family. Thanks to treat us well today, amen."
"Amen," hanya ada satu suara yang merespon doaku dengan sebuah suara. Aku kembali melirik sosok disampinku.
"He can't talk." Interupsinya seolah tahu tingkahku yang terus memandang sosok tanpa suara disampingku.
"Sorry,"
"It's oke. He's Nathan, my little brother." Jelasnya. Nathan, dia hanya tersenyum memandangku. Satu lagi orang baru di hidupku, semoga ini akan lebih baik.
@lulu_75
@melkikusuma1
@liezfujoshi
@kikyo
@hendra_bastian
@hajji_Muhiddin
@sogotariuz
@junaedhi
@abiyasha
@Rama212
@banaaaaanaaaa
@happyday