It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
dengan kata lain :
orang yg memakai baju wanita untuk upacara bersih dusun apakah budaya gay ? benar jika yg memakai itu memang gay. artinya ia pernah/memang berhubungan dengan sejenis dlm waktu yg lama. jika bukan, artinya ia hetero. lantas jika yg memakai itu hetero. kitapun akan mengatakannya sbg budaya hetero. begitu juga drama gong : apa ini budaya gay ? ia kalau mereka memang homo : terbiasa berhubungan intim dgn sejenis. tidak kalau ternyata mrk laki-laki tulen yg cuma pakai baju wanita hanya utk pementasan drama kesenian. prajurit yg saling melihat dan memegang kemaluan apa budaya gay ? ia kalau mereka memang homo : dimana sebelumnya terbiasa berhubungan dengan org sejenis. kalau tidak berarti ia hetero. kecuali kalau setelah kebiasaan tersebut. semua prajurit tsb berubah menjadi homo dan kembali melakukan prilaku tsb.
SESUATU DIKATAKAN GAY CULTURE JIKA PELAKUNYA JUGA SEORANG/KUMPULAN ORG YG TERBIASA MELAKUKAN HUBUNGAN SEKS LAKI DENGAN LAKI-LAKI.
KARENA GAY : ORG YG BERHUNGAN SEKSUAL LAKI-LAKI DENGAN LAKI-LAKI. ATAU HUBUNGAN SEKSUAL ANTAR LELAKI.
kita tidak perlu membahas apa yg mereka lakukan. tapi siapa yg melakukan. apakah yg melakukan prilaku tsb hanya kelompok org yg mempunyai orientasi seksual terhadap sesama saja atau memungkinkan juga dilakukan oleh kelompok orientasi lain.
jika parameternya hanya berdasarkan apa yg dilakukan :
maka tessy adalah gay. karena ia selalu berperan menjadi banci dlm ketoprak humor atau sinetron. jangan lupa, ia juga memakai sanggul.
sehingga, bukan defenisi budaya yg harus dipentingkan. tapi pengertian gay itu sendiri. karena gay adalah org yg berhubungan seks laki-laki dengan laki-laki.
Buat Anak Agung, apakah setuju dengan pendapat diatas?
Bahwa dibali hal ini sudah biasa? berarti prilaku tersebut berlaku dan biasa juga untuk kasta dibawah brahma.
maaf baru bisa hadir kembali.
Kata Budaya dilihat etimologi berasal dari Kata Bedoyo (ingat Tarian Sakral Jawa "Bedoyo" atau Budaya) yang berasal dari dua suku kata Budi dan Daya, yang merupakan pinjaman dari bahasa Sanskerta. Adapun Budi secara harfia adalah hasil dari usaha nalar dan pikir dan diaplikasikan dengan tindakan yang dilakukan secara terus menerus (aksi, reaksi), bagi dilakukan secara perorangan atau kelompok. Sedangakan Daya lebih menitik beratkan hubungan yang dihasilkan dengan akktifitas.
Yang masuk dalam kelompok ini adalah, Kebiasaan, peratusan, adat istiadat, tradisi, sampai yang lebih tinggi hukum adat atau Undang-undang. Contoh : Kita bisa mendengar adanya budaya korupsi, Budaya malu dll. Atau hal menyangkut upacara keagaman (misalnya di Bali Ngaben), Halal-bi halal, Slametan, Upacara Minum Teh di Jepang.
Di Bali misalnya banyak adat istiadat atau Budaya yang tidak tercantum dalam ajaran Hindu, tetapi itu sudah menjadi Kebiasaan.
Atau Halal- Bi Halal adalah tradisi Indonseia yang di Negara Timur Tengah hal tersebut tidak ada, tetapi budaya ini tidak menyimpang dari kaedah agama.
Dalam hal ini sekali lagi saya tidak pernah memandang dari sudut atau norma-norma agama, karena banyak tradisi yang menjadi Budaya banyak juga yang tidak berasal dari ajaran Agama, misalnya Slametan, Pesta Khitanan, dll. Tetapi sekali sudah menjadi kebiasaan (budaya).
Dalam kaitan dengan tofik di atas, jelas tradisi, mandi secara bersama-sama sudah menjadi kebiasaan atau tradisi. Atau adanya pesta-pesta seks yang dilakukana di beberapa Puri aadalah tradisi atau Budaya yang diwariskan dari sejak Zaman Majapahit.
Kebiasaan-kebiasaan itu akhirnya diterima menjadi hal yang wajar, yang pada akhirnya mengkriltas menjadi tradsisi atau Budaya.
Pada upacara bersih desa, sebelum zaman Islam Masuk Ke Pulau Jawa selalu dimulai dengan upacara ritual seks (Lihat Candi Sukuh, penuh dengan relief Pesta seks), karena saat itu hubungan itu sebagai pemujaan sebagai permohonan keseburuan. Maksud saya seks bukan sebagai komoditi seperti saat ini. Pada zaman animisme, dinamisme, sampai era Budha dan Hindu, ritual seks dianggap sakral. Walaupun demikian seks juga sebagai prokreasi, bukan komoditi komersial seperti saat ini. Saat ini Sultan atau Raja yang mempunyai hal mutlak.
Zaman dulu di Bali adanya Kurban Perawan Suci untuk Gunung Agung. Atau di Jawa adanya tradisi bahwa hanya perawan yang boleh menari Tarian Sakral semacam Tari Bedoyo dimana dulu tarian ini hanya di Tarikan oleh kaum Lelaki.
Di Jawa umumnya cross Gender tidak lepas dari aktifitas seksual homo kalau boleh disebut budaya gay, walaupun memang pada kenyataannya di dalam masyarakat Jawa sendiri tidak mengenal adanya istilah Budaya gay, perilaku tersebut dianggap lumrah atau kebiasaan-kebiasaan yang wajar (gemblak, Ludruk, Bissu, dll). Budaya Gay lahir setelah adanya kajian dari orang-orang luar, ternyata dari hasil menelitian atau kajian tersebut adalah bahwa di beberapa daerah di Nusantara, Budaya lokal memberi ruang lingkup bagi perilaku homoseksual.
Budaya pada tingkat yang lebih tinggi menjadi adat istiadat bagi yang lisan atau yang sudah berupa tulisan atau aturan (menjadi Hukum adat).
Kalau teman-teman ke Bali, jangan hanya melihat yang dipermukaan saja, tapi lihat apa yang ada di Balik itu. Tidak semua adat istiadat Bali aplikasi dari ajaran Hindu.
Satu lagi, perilaku budaya lokat yang memberi luang kingkup homoseksual inilah yang akhirnya banyak mendatangkan seniman mancara negara untuk tinggal di Bali, seprti Lee Majeur, Walter Spies, Ari Smit, Antonio Blanco dll, dari mereka lahir apa yang kita kenal seperti Tari Kecak, Tari Baris Gede, Gaya lukisan Kesaman, dan yang pasti dari Maetro itu ada yang gay atau bi. Keberadan aktifitas seksual mereka sangat ditolerir oleh masyrakat saat itu.
Maaf ini hanya ulasan singkat bukan sebagai bahan mata kuliah. Terima kasih
cheers, DOKTER LOVEEEEEEEEEEEEEEE melulu
maaf bukan maksud saya untuk merendahkan Bali yang kita cinta, apalagi Bali sebagai the Last Paraside.
Kalau kamu mau membaca posting saya, Alxander Gay dunia, itu arti bahwa kehidup Gay bukan kejadian saat ini saja, tetapi sudah pernah memberikan arti dan andil kepada peradaban dunaa. Ingat saat itu gay adalah roda kehidupan di hampir belahan dunia, Eropa, Laut Tengah, Arab, India sampai ke Nusantara (Asean).
Jadi kaum tidak perlu kerkecil hati, bahwa seolah-olah gay itu tidak ditrima di masyarakat.
semangat semuanya, DOKTER CINTA
Gw setuju tapi tolong jangan dihubung-hubungkan masalah ini dengan Agama (masalah ini kalo gak salah sudah kita bahas dalam forum Islam/Agama dan Homosexual), disini kita bicarakan tentang BUDAYA/KEBIASAAN.
aku sudah pernah bilang sama Saudara Freid, bahwa adalah tidak fair menghubungkan gay dengan agama (khususnya Islam), karena pertama kita tidak tinggal di negara Islam, Indonesia bukan negara Islam, jangan menghakimi dengan Hukum Islam.
Begitupun menurut Christian Snouck Hurgronje ( 1857-1936) sejak dulu, sejak zaman Kerajaan, hanya berlaku hukum adat yang dipengaruhi hukum Islam, pengaruh Hukum Islam sendiri baru memiliki kekuatan sejauh diterima dan dikehendaki dalam kerangka hukum adat asli. Bahwa hukum adatlah yang mempunyai pengaruh akibat hukum di Nusantara.
Realita bahwa budaya lokal memberi ruang lingkup bagi homoseksual harus diakui. Prof. Dr T. Ibrahim Alfian, guru besar Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada mengakuai realita kehidupan gay di Aceh masa lalu. Fenomena homoseksual di Aceh muncul karena ketatnya norma-norma yang membatasi pergaulan antara pria dan wanita.
Snouck sendiri yang bergelar doktor sastra semit, dalam membantu pemerintah kolonial Belanda dalam usaha menahlukkan Aceh mendesak pemerintah kolonial untuk memahami kondisi Aceh, lewat bukunya "THE ACHENESE" MELAPORKAN kondisi kehidupan homoseksual di Aceh saat itu.
Bearti kesimpulannya, ternyata diIndonesia khususnya di kepulauan kita memang sudah banyak sekali budaya yang mengarah ke homosexual, walaupun tujuannya tidak untuk menjadi Homosex.
Apakah ini disebabkan oleh adat/peraturan yang sangat keras untuk membatasi hubungan antara pria dan wanita? Hingga akhirnya justru mejadi homosex? Apakah ini juga munkin terjadi dalam suatu keluarga yang ortunya (khusunya sosok ayah) mempunyai peraturan yang sangat keras, hingga justru menjadikan anaknya mejadi homosex yang biasanya mendambakan kasih sayang seorang ayah yang tidak pernah dia rasakan?
selamat berjuang semuanya, DOKTER CINTA
Sekali-kalilaah..Sat..musingin diri, biar kita lebih terbuka wawasan kita ama budaya dinegeri sendiri..., yang ternyata sangat luas dan kaya dengan keunikan dan keragamannya.
Daripada musingin orang...he..he..canda-canda...
Kegay sendiri berangkat dari nilai-nilai seorang atau kekompok adalah hasil budaya itu sendiri, menurut Prof.Dr. C.A. Van Peursen, Bermain asmara adalah kebudayaan itu sendiri (baca Hakekat Agama Dan Kebudayaan, Ngurah Parsua, Ilmu dan Budaya, No. 4 Januari 1984, hal 314-315. Atau baca Andil Kaum Gay kepada PERADABAN DUNIA, tulisan saya di forum ini.