It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
=============================================
Pembangunan Pendidikan (Kompas 31/12-2007)
Indeks Pendidikan Indonesia Menurun
Nama negara seperti Malta, Armenia, Santa Lucia, atau Mauritius tidak terlalu akrab dengan telinga kita. Kalaupun ada yang pernah mendengar, boleh jadi tidak mengetahui di belahan bumi manakah negara-negara "kecil" tersebut berada. Bagaimana bentuk pemerintahannya pun, mungkin kita menerka-nerka.
Akan tetapi, jangan terlalu menganggap remeh. Sebab, negara-negara "kecil" itu ternyata memiliki kualitas pendidikan lebih baik daripada negara yang jumlah penduduknya besar seperti Indonesia.
Kenyataan ini tergambar dalam Indeks Pembangunan Pendidikan atau EDI (Education Development Index) yang terdapat pada laporan EFA (Education For All) yang dipublikasikan dalam Global Monitoring Report 2008. Laporan GMR dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) setiap tahun yang berisi hasil pemonitoran reguler pendidikan dunia.
Indeks pendidikan ini dibuat dengan mengacu pada enam tujuan pendidikan EFA yang disusun dalam pertemuan pendidikan global di Dakar, Senegal, tahun 2000.
Dalam laporan terakhir yang dipublikasikan pada November 2007, EDI mengompilasi data pendidikan dari 129 negara di seluruh dunia. Indeks ini dibuat dengan membagi tiga kategori penilaian, yaitu nilai EDI tinggi, sedang, dan rendah.
Pada GMR kali ini, Indonesia tetap berada pada EDI kategori sedang bersama 53 negara lainnya. Total nilai EDI diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas 5 sekolah dasar (SD).
Posisi Indonesia
Mengetahui posisi Indonesia di dunia mungkin tidak harus membandingkannya dengan negara-negara yang secara geografis letaknya jauh seperti di atas. Cukup dengan melihat posisinya di antara sesama negara Asia Tenggara.
Hasil indeks pembangunan pendidikan terakhir ternyata menunjukkan adanya pergeseran posisi Indonesia dan Malaysia. Jika pada tahun- tahun sebelumnya peringkat Indonesia selalu berada di atas Malaysia, kali ini terjadi perbedaan hasil.
Dalam laporan yang dipublikasikan November lalu itu, posisi Malaysia melonjak enam tingkat dari peringkat 62 menjadi 56. Sebaliknya, peringkat Indonesia turun dari posisi 58 menjadi 62. Nilai total EDI yang diperoleh Indonesia juga turun 0,003 poin, dari 0,938 menjadi 0,935. Sementara itu, Malaysia berhasil meraih total nilai 0,945, atau naik 0,011 poin dari tahun sebelumnya.
Dalam penghitungan kali ini, Malaysia berhasil menaikkan poin pada tiga komponen penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, dan angka partisipasi menurut kesetaraan jender. Adapun kategori angka bertahan kelas 5 SD memperoleh nilai sama dengan tahun sebelumnya.
Indonesia hanya berhasil menaikkan poin pada angka bertahan kelas 5 SD sebesar 0,004 poin. Adapun pada kategori lain, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar dan angka partisipasi menurut kesetaraan jender, poinnya justru turun sebesar 0,007 poin. Sedangkan angka melek huruf berhasil mempertahankan skor yang sama dengan tahun sebelumnya.
Sistem penilaian EDI juga membagi tiga kategori skor, yaitu kelompok negara dengan indeks pendidikan tinggi (0,950 ke atas), sedang (0,800 sampai di bawah 0,950), dan rendah (di bawah 0,800).
Pada pembagian ini tercatat enam negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja, berada di kelompok negara dengan kategori EDI sedang. Sementara Brunei Darussalam yang baru tahun ini masuk dalam penilaian berada di kelompok negara dengan indeks pembangunan pendidikan tinggi.
Negara Asia Tenggara lain, yaitu Laos, hingga saat ini masih termasuk dalam kelompok negara dengan indeks pembangunan pendidikan rendah. Khusus untuk Singapura dan Thailand tidak tercatat dalam penilaian sehingga tidak dapat dibandingkan.
Satu hal yang patut dicatat, tahun ini Malaysia berhasil meraih poin 0,945, atau hanya butuh 0,005 poin lagi untuk masuk ke kelompok negara dengan indeks pendidikan tinggi. Sedangkan Indonesia sedikitnya membutuhkan 0,015 poin lagi untuk masuk dalam kategori EDI tinggi. Itu pun jika tahun depan tidak lagi terjadi penurunan seperti tahun ini.
Jika mengamati perolehan total skor indeks pendidikan selama empat tahun, yaitu antara tahun 2001 dan 2005, terlihat hanya Myanmar dan Kamboja yang menunjukkan peningkatan setiap tahun. Bahkan, pada tahun 2005 terjadi lompatan posisi Kamboja dengan berhasil masuk ke kelompok EDI medium (sedang) dari tahun-tahun sebelumnya di kelompok negara ber-EDI rendah. Seperti juga Malaysia, pada tahun tersebut hampir semua nilai komponen dalam indeks pendidikan Kamboja meningkat. Hanya angka melek huruf yang stagnan, sama dengan tahun sebelumnya.
Kenaikan poin setiap tahun sebenarnya terjadi juga pada Malaysia, khususnya periode 2002-2005. Untuk tahun 2001, Malaysia belum tercatat dalam pengukuran indeks pembangunan pendidikan dunia.
Mengenai posisi Indonesia di EFA kali ini, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan, penurunan peringkat pencapaian EFA di UNESCO itu tidak perlu dibesar-besarkan. Pasalnya, peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia sudah mulai diakui negara lain.
"Media massa jangan mencari yang jelek-jelek saja dalam pencapaian reformasi pendidikan di Indonesia. Secara kualitas, pendidikan Indonesia sudah mengalami lompatan yang luar biasa. Meskipun masih masuk kategori yang perekonomiannya menengah, Indonesia memberanikan diri mengikuti program penilaian PISA atau Programme for International Assessement. Setidaknya Indonesia berani ikut penilaian dengan 30 negara industri maju," kata Bambang.
Untuk menindaklanjuti hasil evaluasi UNESCO terhadap pencapaian EFA 2015, tanggal 11-13 Desember lalu diadakan pertemuan evaluasi pertengahan pencapaian EFA. Pertemuan dihadiri pemimpin negara, lembaga donor, dan lembaga internasional lainnya. Evaluasi ini menolong negara yang berkomitmen mewujudkan pencapaian EFA sehingga masing-masing negara menjadi tahu bagaimana posisinya dalam pencapaian pendidikan dasar, yang umumnya masih jauh dari target EFA 2015. Kelemahan pencapaian umumnya terlihat di pencapaian pendidikan dasar dan pendanaan.
Dalam peningkatan kualitas pendidikan, ada tiga kebijakan yang ditekankan.
Pertama, negara-negara harus mengembangkan kebijakan untuk melatih dan merekrut sebanyak-banyaknya guru SD dengan memerhatikan perkembangan karier mereka.
Kedua, melakukan pendekatan komprehensif dengan berfokus pada kurikulum, pedagogi, persamaan jender, bahasa pengantar, buku teks, dan fasilitas yang layak.
Ketiga, adanya kebijakan untuk menyiapkan anak-anak siap belajar, caranya dengan meningkatkan partisipasi pendidikan anak usia dini serta akses kesehatan dan gizi di sekolah.
================================================
sekali lagi ini bukan hanya tugas pemerintah saja, tapi kita semua, masayarakat indonesia yg menginginkan pendidikan murah dan berkualitas...
regards
mulky
yah gimana lagi, perubahan yang harus dilakukan di Indonesia susah kalo pake sistem gradual, karena masalahnya sudah kronis, termasuk di dunia pendidikan.
liat aja tuh kasus Lapindo, gimana bisa dianggap bencana alam, kalo lumpurnya muncrat karena human error, tapi kenyataannya para hakim bilang itu bencana alam he he he he he,
hal kayak gini lah yang benar2 meruntuhkan fondasi pendidikan karena penuh dengan ketidakjelasan dan pemutarbalikan fakta dan ini yang dipercaya masyarakat karena berefek langsung kemereka, sehingga masyarakat gak percaya lagi sama pendidikan, jadinya tidak berkembang deh ilmu pengetahuan di Indonesia
jadi inget kata-katanya Soe Hok Gie, "sudah saatnya para partikelir dan politisi-politisi tua itu digantung dilapangan banteng"
bukan bermaksud tidak bangga dengan Indonesia, tapi kita harus banyak belajar dari negara lain. Sebagai gambaran saja bagaimana seharusnya pemerintah, pendidik dan kita bertindak agar bisa membangun pendidikan di Indonesia
___________________________________________
.........................
Tidak ada toleransi
bagi mahasiswa yang menyontek dan para pengajarnya
selalu siap melayani mahasiswa. Bahasa Inggris menjadi
bahasa pengantar di kebanyakan perguruan tinggi.
Bahkan, sejumlah sekolah dasar sampai menengah atas di
India telah memakai bahasa Inggris sebagai bahasa
pengantar.
______________
Untuk program S-2 dua tahun, saya cuma bayar US$ 600, sekitar Rp 6 juta.
Itu sudah all-in, sudah admission fee dan tuition fee. Tinggal mikir biaya
hidup. Dan biaya hidup di Delhi sama dengan di Jakarta. Uang US$ 600 itu
pun karena saya foreigner yang bayar lebih mahal. Soalnya, duit saya itu
dipakai buat subsidi warga India asli. Kalau orang India yang kuliah,
setahun bayarnya cuma 700 rupee, sekitar Rp 40.000.
______________
Di sini, buku murah luar biasa, bahkan buku-buku impor karena pemerintah
memberi subsidi kertas! Selain itu pemerintah juga bikin kerja sama dengan
penerbit-penerbit gede kayak Penguin Books agar buku-buku mereka bisa
dicetak di India, jadi bisa dijual lebih murah. Buku-buku kuliah saya,
kalau dikonversi ke rupiah, paling mahal cuma Rp 10.000. Kalau di
Indonesia, saya bisa keluar sampai Rp 2,5 juta untuk beli buku saja. Dan
karena subsidi kertas itu, harga langganan koran juga murah. Saya itu
langganan satu koran, satu majalah berita semacam Gatra, dan satu majalah
wanita. Nah, untuk langganan tiga media itu, sebulannya saya cuma bayar 110
rupee, atau sekitar Rp 22.000. Selain itu di India, pelajar dapat fasilitas
kartu abonemen yang harganya cuma 50 rupee, atau sekitar Rp 10.000, yang
berlaku selama empat bulan. Dengan kartu pas itu, selama empat bulan kita
bisa gratis naik bis pemerintah jurusan apa aja. Mau keliling-keliling
Delhi juga boleh. Meski bisnya bobrok, tapi nyaman. Berhentinya juga cuma
di halte. Kartu abonemen itu selain untuk pelajar, juga dikasih untuk
pegawai negeri, tentara, orang jompo dan physically disabled (orang cacat).
Itu untuk transportasi.
______________
Naik dari lantai I ke lantai
IV masih manual, masih pakai kapur tulis, terus nggak ada AC. Tapi, kalau
kualitas content-nya, kita kurang.
______________
Kalau di India enaknya, dosen-dosen itu bisa dihubungi kapan saja. Kayak
Amartya Sen, peraih nobel, kalau mahasiswanya minta diskusi private session , masih dilayanin. Nggak susah. Bahkan presidennya sendiri, Abdul Kalam, dia juga mengajar, dan masih bisa ditelepon! Saya pernah bareng mahasiswanya makan malam bareng Abdul Kalam. Saya lihat Abdul Kalam itu dikritik mahasiswanya yang orang India, ditunjuk-tunjuk gitu, dia nggak marah kok. Masih santai aja.
______________
"Berpikir adalah kemajuan. Tidak berpikir merupakan stagnasi bagi individu, organisasi, dan negara. Berpikir mengarahkan pada tindakan.
Pengetahuan tanpa tindakan tidak ada gunanya dan tidak relevan.
Pengetahuan dengan tindakan mengubah kesengsaraan menjadi kesejahteraan." Dr Abdul Kalam,
Pakar Aeronautika yang Presiden India
______________
Adiknya yang lebih dahulu lulus dari Indian Institute of Technology (IIT)
Kanpur saat ini bekerja di sebuah perusahaan komputer di AS.
Ia membayar uang kuliah 10.000 rupee (sekitar Rp 2 juta) per tahun.
Jumlah itu setara dengan gaji sebulan guru SD di India.
______________
Industri piranti lunak di India berkontribusi besar bagi perekonomian India. Pada tahun 2002 industri piranti lunak di India menghasilkan 10 miliar dollar AS, dengan pasar domestik 2 miliar dollar AS,
masih memberikan sumbangan 16 persen dari total ekspor dari negara itu.
Apa yang diperlukan untuk mencapai itu semua? "Kekuatan teknologi bangsa ini yang menjadi kunci untuk mencapai status negara maju. Perhatian yang memadai perlu diberikan untuk membangun kader-kader sumber daya manusia khusus di negara ini," kata Kalam dalam sebuah bukunya.
Visi pendidikan yang kuat juga mewarnai lembaga peradilan di India. Baru-baru ini Mahkamah Agung India mengabulkan gugatan sejumlah warga masyarakat dan memerintahkan sekolah-sekolah swasta di New Delhi mengalokasikan 25 persen bangku sekolah untuk kalangan jelata secara cuma-cuma. Keputusan ini cukup kontroversial, tetapi mulai tahun ajaran baru ini pemerintah dan sekolah-sekolah swasta tunduk mengikuti perintah pengadilan.
_____________________________________________________________
regards
mulky
Penurunan tersebut bukan hanya faktor dari pendidik dan anak didik saja, banyak faktor lain yg mempengaruhinya salah satunya anggaran pendidikan kita yg masih minim.
Oh iya berbicara masalah anggaran maka akan menimbulkan komplikasi masalah yg pelik mengingat kapasitas anggaran pemerintah yang terlihat belum mampu memenuhi amanat konstitusi yaitu 9.1 % dari APBN kita. Tema mengenai anggaran pendidikan seakan menjadi teramat sentral tatkala Mahkamah Konstitusi melalui keputusannya No. 026/PUU-III/2005 tertanggal 22 Maret 2006 menyatakan bahwa selama anggaran pendidikan belum mencapai 20% sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945, maka APBN akan selalu bertentangan dengan UUD 1945.
Persoalan menjadi semakin rumit ketika UU Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat 1 juga menyebutkan bahwa amanat anggaran pendidikan 20 % dari APBN tersebut tidak termasuk gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.
Gw pernah ikut seminar di DPR oleh Rama Pratama anggota panitia anggaran dan audiensi dengan Ibu Aan Rohana dari FPKS mengenai anggaran pendidikan dan berikut kutipan alternatif anggaran untuk pendidikan:
Upaya untuk memenuhi porsi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN sesungguhnya akan selalu berkisar pada tiga cara yang dapat ditempuh, yaitu melalui peningkatan penerimaan negara, atau melalui pengetatan belanja negara atau dengan mengupayakan kelebihan pembiayaan.
Terkait dengan peningkatan penerimaan negara, pengoptimalan sektor perpajakan merupakan opsi yang paling realistis mengingat sumber-sumber penerimaan bukan pajak sangat fluktuatif, tergantung pada berkembangnya faktor eksternal yang relatif sulit dikendalikan. Akan tetapi, upaya untuk menaikkan pendapatan dari sektor perpajakan biasanya akan menimbulkan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap variabel ekonomi makro seperti penurunan kinerja investasi, peningkatan laju inflasi, perlambatan pertumbuhan ekonomi serta peningkatan angka pengangguran.
Alternatif berikutnya adalah pengetatan belanja negara. Hal ini juga tidak mudah untuk dilakukan mengingat sebagian besar beban pengeluaran negara bersifat non-discretionary (kaku). Pengurangan anggaran belanja tentunya akan berakibat pada tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi pemerintah, yang pada tahun 2006 adalah sebesar 5,9% dan 6,4% untuk tahun 2007.
Akan tetapi, jika merujuk data yang berasal dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan, sesungguhnya ada sejumlah pos anggaran pada beberapa Departemen yang bisa dikurangi mengingat kurang optimalnya penyerapan anggaran. Betapa tidak, realisasi belanja negara dalam semester I 2006 baru mencapai Rp 238,1 triliun atau 36,8% dari target APBN. Kondisi ini ditengarai karena mandegnya realisasi belanja yang dilakukan oleh kementerian atau lembaga negara akibat dari belum sempurnanya pelaksanaan sistem administasi dan tata cara pelaksanaan anggaran yang baru. Konon, penghematan dari anggaran kementerian atau lembaga ini bisa mencapai minimal Rp 7 triliun!
Pemangkasan anggaran juga bisa menjadi opsi yang memungkinkan ketika hingga saat ini kita masih menemukan banyak penyimpangan yang terjadi mulai dari tahapan perencanaan hingga tahap pembelanjaan anggaran yang sangat tidak efisien dilaksanakan oleh Departemen-Departemen, sebagaimana terungkap dalam temuan BPK setiap tahunnya.
Alternatif yang lain adalah mengupayakan kelebihan pembiayaan. Ini bisa dilakukan dengan menerbitkan SUN, privatisasi atau dengan merestrukturisasi utang luar negeri melalui debt swap dan pemotongan utang. Debt swap untuk program pendidikan merupakan program yang paling realistis karena tentunya hal ini sejalan dengan target Millennium Development Goals (MDG’s) yaitu agar setiap anak di dunia dapat mencapai dan menyelesaikan program pendidikan dasar. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Swedia dan Kanada bahkan sudah menawarkan debt swap, tetapi pemerintah Indonesia selalu lambat dalam merespon tawaran ini. Pemerintah semestinya mampu menyerap debt swap sekitar US$ 1,2 miliar setiap tahunnya.
Kelebihan pembiayaan, sebagaimana telah disebutkan diatas, juga dapat berasal dari pemotongan utang luar negeri. Hal ini dapat dikategorikan sebagai tindakan yang revolusioner karena pemerintah Indonesia belum pernah sekalipun melaksanakan opsi yang satu ini. Opsi ini terbuka karena sesungguhnya, negara-negara kreditor yang tergabung dalam G8 pada tahun 2003 telah melakukan sebuah pertemuan di Evian, Perancis untuk mengklasifikasikan sebuah pendekatan dalam menanggulangi permasalahan utang pada negara-negara berpendapatan menengah.
Pendekatan ini bertujuan untuk menyelesaikan dan memformalkan solusi atas permasalahan sustainabilitas dari negara-negara non-HIPC (Highly Indebted Poor Countries), serta untuk menyediakan sebuah kerangka analisa kondisi utang di masing-masing negara. Pendekatan Evian ini pada dasarnya diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan sustainabilitas utang luar negeri dimana jika ketidakmampuan membayar utang dikarenakan permasalahan sustainabilitas yang teramat parah, maka mekanisme yang diterapkan bisa sangat ekstrim seperti hair cut dan write off. Sebagaimana diketahui, Indonesia memiliki masalah sustainabilitas hutang luar negeri yang teramat parah. Angka 45,63% debt to GDP ratio sedikit banyak telah bercerita.
regards
Mulky
wadohhhhh....mas....gak baca postingan gw diatas yach....
jadi anggran kita itu baru 9,1% belon 20% dari APBN seperti yg diamantkan oleh UU. Selama belon 20% artinya APBN kita itu bertentangan dengan UU. Seperti putusan Mahkamah Konstitusi melalui keputusannya No. 026/PUU-III/2005 tertanggal 22 Maret 2006 menyatakan bahwa selama anggaran pendidikan belum mencapai 20% sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945, maka APBN akan selalu bertentangan dengan UUD 1945.
ehms...semoga Jelas....
regards
mulky
wadohhhhh....mas....gak baca postingan gw diatas yach....
jadi anggran kita itu baru 9,1% belon 20% dari APBN seperti yg diamantkan oleh UU. Selama belon 20% artinya APBN kita itu bertentangan dengan UU. Seperti putusan Mahkamah Konstitusi melalui keputusannya No. 026/PUU-III/2005 tertanggal 22 Maret 2006 menyatakan bahwa selama anggaran pendidikan belum mencapai 20% sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945, maka APBN akan selalu bertentangan dengan UUD 1945.
ehms...semoga Jelas....
regards
mulky[/quote]ia uda baca...tapi pernah dgr/baca kalo anggran tuh mau dinaikin jadi 20% gitu...mang blm di naikin?
belon mas..makanya ada beberapa alternatif seperti yg gw kutip diatas...
ehm..kaeknya bisa dibaca lagi dech...!
belon mas..makanya ada beberapa alternatif seperti yg gw kutip diatas...
ehm..kaeknya bisa dibaca lagi dech...![/quote]ehmm ic ic deh moga yg berkewenangan ada yg plu n baca2 nih tread
belon mas..makanya ada beberapa alternatif seperti yg gw kutip diatas...
ehm..kaeknya bisa dibaca lagi dech...![/quote]ehmm ic ic deh moga yg berkewenangan ada yg plu n baca2 nih tread[/quote]
yah semoga saja...
kalau India, mereka unggul karena universitas2 mereka bekerja sama dengan penerbit2 textbook ternama di Amerika seperti McGraw-Hill, Bantam dll.Alhasil, mahasiswa2 India bisa dapet textbook2 bermutu dengan harga sangat murah (tapi dengan kualitas kertas yang dibawah aslinya, walau ini tentu tidak mengurangi mutu dari isi textbook tersebut). Sistim ini setahu gw juga diterapkan oleh univ.2 di Philippines. Kenapa Indonesia gak begitu ya? tanya kenapa...???
FYI, sekarang lulusan India selain dicari perusahaan2 Amerika terutama utk bidang IT, sekarang hampir semua perusahaan besar di A.S meng outsource pekerjaannya di India dengan alasan tenaa kerjanya banyak, harganya relatif lebih murah dibanding pekerja Amerika, kapabilitasnya setara dengan pekerja Amerika dan bahasa inggrisnyapun bagus.
Masak india
tp gw suka bhs finland
bhs nya lucu:
kutjuupakaa tuponeenu sukonnen donal matiijaar ukunuinunamaaen puvkelueguni pahhetni hupu lupu tupu
tokoh ponakan donald bebek namanya diganti menjadi hupu lupu tupu