It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
anyway, gw suka ceritanya
orisinil banget...
Hhhhh …..ahhhh, kutarik nafasku dalam-dalam. Kurasakan aku sangat mencintainya, aku sangat sayang padanya, tapi aku tidak ingin rasa sayang dan cintaku terkotori hanya karena nafsu saja, jadi kucoba untuk mengendalikan diriku untuk tidak mengambil kesempatan yang sudah ada di depan mata. Tidak! aku ga ingin dia berpandangan negatif padaku.
Mungkin pendapatku ini bagi sebagian PLU akan dianggap konyol. Mana mungkin sih ada cinta seperti itu, yang ada kan memang sebenarnya nafsu badani yang tumbuh secara alami dari perasaan kita. Tapi biarlah aku dianggap konyol, karena memang sesungguhnya rasa sayang dan cinta juga tumbuh dalam hatiku mengiringi tumbuhnya nafsu badani tadi. Aku masih ingin memelihara rasa sayang dan cinta itu tetap tumbuh. Dan siapa tahu Nicky bisa merasakan itu dan membalasnya. Hahaha........., terlalu mengawang-awang harapanku ini.
Sehingga ketika tinggal bagian selangkangannya, kuserahkan saja handuk basah itu kepadanya. Dia mengangguk dan mengambil handuk itu dariku. Aku segera saja berdiri membelakanginya menyibukkan diri untuk mengambil pakaiannya dari lemari. Sementara itu kurasakan badanku masih bergetar, keringat dingin keluar dari tempat-tempat tertentu di tubuhku. Kucoba untuk menenangkan diri dengan berulang kali menarik nafas panjang.
“Nick, gimana kalo kamu pakai sarung saja, ngga’ usah pake celana, biar ngga repot kalo mau kencing?” saranku, sambil mataku melirik ke arahnya, penasaran dengan apa yang sedang dia lakukan.
“Iya deh, sarung aja, lagian kasian juga kamu nanti kalo harus bantuin terus aku kalo mau kencing.” Jawabnya. Kulihat dia duduk dan menggunakan tangan kirinya menggosok bagian penis dan sekitarnya tanpa ditutupi oleh handuk lagi. He wasn’t shy anymore, he showed his everything in front of me.
“Bukan masalah kalo cuman bantuin kamu, tapi yang namanya pengen B.A.K ya nggak kenal waktu. Kalau pas aku ngga ada disini, nah …. apa kamu mau ngompol di celana ……….hahaha. Apa kata anak-anak nanti, kalau mereka tau guru olah raga mereka ngompol di kasur.” candaku mencairkan suasana hatiku. Andai saja dia tahu kalau aku justru lebih senang bisa ngurus dia dua puluh empat jam sehari, menyentuh tubuhnya dari ujung kaki sampai ujung rambut.
“Jangan sampe deh....…..” katanya.
Setelah itu kupakaikan kaus bersihnya dan juga kain sarungnya. Keuntungan bagiku, selama tangan kanannya belum sembuh maka dia ga akan bisa pake baju sendiri, apa lagi dengan kaki yang masih bengkak seperti itu. Maka selama itu adalah kesempatan buatku untuk menyentuh bagian-bagian tubuhnya. Pikiran kotor seperti itu sering menyelinap di otakku.
Malam tiba, aku duduk berselonjor kaki diatas dipan sambil memeluk gitarku dengan posisi berdiri. Tanganku iseng memetik-metik senar gitar tanpa sadar. Nicky masih berbaring di dipannya dengan kaki kiri diangkat diatas bantal yang ditumpuk. Dari tadi dia mengeluh bosan tidur telentang terus katanya.
“Panas punggungku. Mana sakit lagi kakiku ga ketahanan kalau aku miringkan. Aku takut pas liburan habis nanti aku masih belum bisa jalan.” Ujarnya.
“Sabar dong Nick, palingan satu minggu lagi kamu sudah bisa jalan lagi.” hiburku. “Liburan kan masih dua minggu lagi baru habis. Nanti besok kupanggilkan Mang Suta untuk mengurut kaki dan tanganmu lagi.” Sementara berbicara jariku secara tidak kusadari telah memainkan lagu romance de amor, sebuah lagu klasik yang sering sekali kumainkan kalau sedang fall in love.
“Lagu apa tuh Di?” Nicky bertanya.
“Yang mana?” aku tanya balik.
“Itu yang kau mainkan.”
“Oh ini..... hmmm...........ini judulnya Romance de amor?”
“Tentang apa, enak banget didenger?”
“Gampang ditebak sih, Romance artinya Romansa, de amor artinya cinta, jadi Romansa Cinta. Ini lagu tentang orang yang sedang jatuh cinta.” Aku menjelaskan sok tahu, padahal aku cuman tahu nadanya saja, ga pernah tahu seperti apa liriknya.
“Kamu sedang jatuh cinta ya Di?” Dia bertanya tiba-tiba.
Tersentak aku dengan pertanyaan itu. Kujawab :”Ya gitu deh.”
“Siapa? Salah seorang guru disini juga ya?” tanyanya menyelidik.
Kujawab dengan cepat :” Ada deh, mau tau aja.” Kalau kujawab yang sebenarnya, aku ga bisa membayangkan bagaimana reaksinya.
“Aku pengen banget bisa main gitar. Kau ajari aku nanti kalau tanganku sudah sembuh, ya. ......................Mainkan satu lagu lagi dong, biar aku ga suntuk.” Pintanya.
“Oke...., ini lagu kukhususkan buat kamu.” Jawabku sambil membetulkan posisi gitar.
Lalu kumainkan sebuah lagu karangan Opick yang dinyanyikan oleh Once. Setelah intro, aku mulai bernyanyi pelan sambil memandang jariku yang sedang memetik gitar :
aku ingin menjadi mimpi indah dalam tidurmu
aku ingin menjadi sesuatu yg mungkin bisa kau rindu
karena langkah merapuh tanpa dirimu
oh karena hati tlah letih
aku ingin menjadi sesuatu yg selalu bisa kau sentuh
aku ingin kau tahu bahwa ku selalu memujamu
tanpamu sepinya waktu merantai hati
oh bayangmu seakan-akan
Sampai disini aku mengangkat kepalaku memandang Nicky. Kulihat Nicky menatapku sambil tersenyum. Wajah itu terlihat sangat tampan dan seperti bercahaya, mungkin karena senyumnya itu. Kulanjutkan laguku sambil terus menatap wajahnya yang terasa menginspirasiku untuk bernyanyi lebih keras dari sebelumnya.
kau seperti nyanyian dalam hatiku
yg memanggil rinduku padamu oo...
seperti udara yg kuhela kau selalu ada
ooo...... huu.....
hanya dirimu yg bisa membuatku tenang
tanpa dirimu aku merasa hilang
dan sepi, dan sepi
kau seperti nyanyian dalam hatiku
yg memanggil rinduku padamu oo...
seperti udara yg kuhela kau selalu ada
Lalu kupejamkan mataku sambil melanjutkan lagu bagian akhir. Kusimpan dalam hatiku wajah Nicky tampan yang tersenyum cerah itu.
selalu ada, kau selalu ada
selalu ada, kau selalu ada
syau na na na na na na na na.....
“Waw, romantis amat, sih, Di.” Katanya sambil tersenyum.”Jadi penasaran, siapa ya yang beruntung dijatuhi cinta oleh kamu ?”
Aku terdiam beberapa saat sambil menunduk.
Lalu kuangkat wajahku menatapnya.
"Kamu, Nick?"
mau dunk...
Aaaarrgghhh another hangover !!!!!!
hargailah kami-kami yang browsing pake hape ini
boros atuh....
tidak bermaksud menysahkan
Seandainya waktu itu gw dah kenal Bang Remy, mau gw tanya sama dia trik-trik mancing cowo yg kita duga straight, tapi orangnya cenderung introvert. :roll:
Thanx buat yang udah nyempetin baca tulisan gw dan udah bersabar menunggu lanjutannya. Cukup sulit bagi gw buat ngumpulin memory dua tahun yang lalu secara detail. Tapi yang jelas that was my first experience with guy and not forgetable.
anyway, ada ml nya ga sih?
was not forgetable = unforgetable. those are same.
tentang ml, kita lihat aja ntar. gw blm bisa buka rahasia sekarang. hahaha
“Kamu, Nick.” Itulah perkataan yang ingin sekali kuucapkan pada waktu itu. Terasa seperti menggantung di ujung lidah. Tak ada keberanianku untuk mengucapkannya sedikitpun. Rasa takut akan reaksi negatif dari Nicky yang tidak kuharapkan jauh menutupi keberanian untuk berterus terang. Padahal mungkin saja dia akan tertawa sambil berkata : “Bercanda aja lo, serius dong jawabnya.” Atau mungkin dia akan bilang :”Gombal, memangnya aku cewe?” Atau mungkin juga dia akan bengong karena bingung. :roll:
Yang terucap dari mulutku pada waktu itu adalah :”Kok kamu penasaran amat? Memangnya kalau dah tau kamu mau apa?” tanyaku sambil tersenyum.
“Yaaa pengen tau aja, memangnya kenapa aku ga boleh tau?”
“Belum saatnya, Nick. Ya mudah-mudahan aja nanti juga kamu akan tau.”
Kembali kumainkan Romance de Amor dengan gitarku untuk mengalihkan pertanyaannya. Dia terlihat asyik mendengarkan. Begitu selesai lagu itu kumainkan, dia komentar :”Di, kenapa ada di bagian hampir akhir lagu barusan petikannya sepertinya kacau gitu. Padahal diawal begitu tenang, dan akhirnya ditutup juga dengan lembut?”
“Ya, seperti itulah perjalananan cinta, tidak selalu indah. Seperti lagu ini, ada kalanya percintaan itu dilanda masalah. Pada saat seperti itu kan perasaan kita terasa kacau sekacau nada-nada tadi. Ah, sok pintar banget aku ini.............., ga perlu dijelasin juga pastinya kamu juga pernah ngalamin, iya kan?”
Dia mengangguk dengan tatapan seperti menerawang menembus masa lalunya.
Aneh juga sebenarnya, tanpa disadari dan tanpa pernah direncanakan, ternyata aku bisa juga berdialog dengan Nicky tentang topik yang cukup sensitif bagiku ini. Padahal sebelum-sebelumnya, obrolan dengan dia hanya berkisar pada pendidikan, hobi, berita tv atau hal-hal umum saja.
Tengah malam, sekitar jam 2.00 dini hari.
Aku biasa terbangun tengah malam karena beberapa alasan. Lebih sering sih karena alasan buang air kecil. Apalagi di daerah dingin seperti Parung Bogor, bisa berkali-kali bolak-balik ke kamar mandi.
Dan malam itu aku terbangun karena kurasakan kantung kemihku penuh. Aku bangun dan langsung duduk di pinggir dipan. Lampu kamar menyala terang, karena Nicky tidak bisa tidur kalau kamarnya gelap. Sementara pikiranku masih dalam proses loading, tiba-tiba kesadaranku langsung pulih 100%, sebab pandangan mataku tertumbuk pada sebuah pemandangan indah. Nicky tidur telentang dengan kaki kiri diletakkan di atas tumpukan bantal dan kaki kanannya diposisikan seperti huruf V terbaring ke kanan. Karena posisi kakinya itulah mungkin yang menyebabkan kain sarungnya tersingkap penuh.
Yang membuatku takjub adalah penisnya yang sedang “on”. Berdiri tegak seperti menara yang dibangun di tengah rimbunnya semak belukar. Hatiku terasa kacau saat itu, karena jantungku berdetak lebih cepat. Pergulatan antara nafsu dan rasa takut kembali berkecamuk, membuat keringat dingin keluar dari dahiku, padahal hawa saat itu sangat dingin. Khawatir Nicky terbangun, maka kutolehkan wajahku menatap wajahnya yang tampan. Tidurnya terlihat nyenyak, karena terdengar suara dengkuran halus dari mulutnya yang sedikit terbuka.
Aku duduk tidak bersuara beberapa lama sambil menatap ke ranjangnya Nicky. Nafsuku dari tadi sudah membisiki, “Mumpung gratis, lihat saja terus sepuasnya. Toh, bukan aku yang membuka sarungnya.” Bisikan2 semacam itu terus menerus mendesakku, membuatku bergerak maju untuk melihat dengan jelas keindahan senjata yang sedang siap ditembakkan itu. Teksturnya begitu jelas dan tegas, membuat tangan kananku bergerak mendekatinya hendak menyentuh merasakan secara langsung keindahan itu.