It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ya diliatin la, masa nutup mata....
Trus kalo temen ente bilang : "NGAPAIN LU LIAT2, LU HOMO YA?". Lantas ente mo bilang apa?
ANYWAY, kalau gw udah kejadian, temen gw seenaknya telanjang bulat depan gw. langsung aja kuambil hp, pura2 ngetik sms, padahal ambil gambarnya dia.
bilang aja "gw ga homo, gw cuma suka aja liat punya lo"...
:shock: hahahaha, Asli ngakak gw ngebayangin si Nicky diembat sama Teteh Vire. Bisa-bisa kakinya malah tambah parah.
Tentang apakah gw ini sabar atau ngga, ya udah bisa dilihat lah dari true story yg gw tulis. thanks buat Teteh Vire yg udah komen. Terharu gw.. hiks....hiks...
i mean when exactly that happen?
gw perhatiin dari awal lo gak nyebutin kapan nya deh
ato emg dirahasiakan ya
Itulah salah satu pertimbanganku untuk tidak melakukan pemaksaan kehendak kepada Nicky. Salah satu kemungkinan buruk yang akan terjadi jika aku berlaku kasar pada Nicky adalah dia akan marah. Dan tidak hanya sampai disitu, mungkin dia akan mengadukan perilaku aku ke manajemen sekolah, sehingga aku akan dipecat. Sebenarnya kalau hanya sekedar dipecat saja aku ga terlalu takut, banyak pekerjaan lain yang bisa kulakukan. Yang aku takutkan adalah reputasiku akan jatuh sebagai seorang guru, sebab mungkin saja berita ini tersebar di media dengan judul “Seorang guru pria melakukan pelecehan seksual kepada temannya sesama guru pria di sebuah sekolah bonafid yang beralamat di Parung – Bogor.” Wow! Jangan sampai deh itu kejadian. Seperti apa tanggapan keluargaku jika membaca berita itu.
Pertimbangan kedua adalah berdasarkan pengalamanku sebagai seorang guru pula. Ketika menangani anak-anak yang bermasalah, biasanya itu akan selesai kalau aku bisa mengambil hatinya. Saat kita sudah memegang hatinya, maka apapun yang kita katakan pada anak, maka si anak akan menerimanya. Nah, prinsip ini yang sementara kugunakan kepada Nicky. Aku mencoba memegang hatinya dengan cara yang elegan. Menjajaki apa yang ada didalam hatinya. Kalau dia punya kecenderungan yang sama denganku, apa salahnya kalau bisa diselaraskan. Tapi kalau ternyata tidak, ......, yah, ..apa boleh buat, that was my fate.
Trus story ini terjadi di Parung – Bogor. Saat liburan kenaikan kelas tahun 2006, akhir Juni sampai pertengahan Juli.
Sengaja kuselingi ceritaku dengan tulisan di atas, untuk menjawab beberapa pertanyaan rekan pembaca.
KELANJUTAN CERITA SEBELUMNYA :
“Kamu yang bikin bangun Di. Tanganmu itu loh….” Katanya dengan raut wajah aneh.
“Keenakan nih…. hehehe, jangan-jangan kamu lagi ..........?” Aku menggodanya dengan kalimat yang menggantung.
“Udah dong Di, terusin lagi ...., kedinginan nih aku, mana kakiku mulai nyut-nyutan lagi”. Rajuknya
“Iya… iya… iya.... sini kuterusin.” Kataku sambil tertawa.
Kulanjutkan membasuh mulai dari wajahnya yang cute itu. Kutelusuri lekuk-lekuk wajahnya dengan jari-jariku, hmmmm tampan sekali dia. Karena aku melakukannya sambil berdiri berhadapan dengannya, maka sesekali kurasakan sundulan benda keras menyentuh celanaku. Kulihat batangnya masih tetap dalam keadaan keras.
Selesai membasuh wajahnya, kulanjutkan dengan menyabuni leher, dada dan perut. Ketika sampai di batangnya yang masih berdiri tegak, aku sempat ragu-ragu, tapi karena kupikir toh dia juga ga bisa membersihkannya sendiri, jadi kulanjutkan saja dengan menyabuni penisnya, bagian yang selama ini selalu kuhindari setiap memandikannya di atas tempat tidur.
Saat kusabuni penisnya yang terasa hangat, terdengar desahannya. Pinggulnya sedikit agak ditarik ke belakang. Aku lihat ke wajahnya, matanya terpejam, sepertinya dia menikmati caraku menyabuni penisnya. Kuteruskan saja mengurutnya pelan-pelan seluruh bagian penisnya mulai dari pangkal sampai ke ujung beberapa kali, Kusabuni juga buah zakarnya – ketika aku menyentuhnya kurasakan badannya sedikit tersentak - dan keisenganku tiba-tiba muncul dengan menggelitiki scrotum itu. Desahannya terdengar berulang-ulang teratur, dan badannya agak bergetar.
Tidak mau terlena dengan apa yang mungkin terjadi, akhirnya aku pindahkan tanganku ke pahanya sambil berjongkok, tapi kulihat matanya terbuka, aku melihat dengan jelas ada sinar kekecewaan karena aku tidak meneruskan aksiku tadi.
Kutatap matanya, dia diam saja, tapi tampak sekali ada sinar lain dari matanya itu.
Akhirnya aku berdiri tegak lagi di hadapannya, “Kamu mau aku teruskan seperti tadi, Nick?” Tanyaku agak gugup. Dia hanya mengangguk sedikit, tanpa berkata apa-apa. Kulit wajahnya yang putih tampak kemerahan.
“Ah, inilah yang aku tunggu selama ini”? Kataku dalam hati. Akhirnya kesempatan itu datang juga, dan ini adalah benar-benar atas permintaannya, bukan karena paksaan.
Tangan kanannya menggenggam tangan kiriku, seolah-olah mencari kekuatan dariku, sementara tangan kirinya masih bertopang pada tongkatnya. Aku balas menggenggam tangan kanannya sementara tangan kananku sibuk bekerja. Setelah beberapa saat, tiba-tiba tubuhnya bergetar, matanya terpejam, tangan kanannya berpindah memeluk bahuku yang telanjang.
“Aaaaaaaggh…. Andi aku mau keluar.” Rintihnya.
Rupanya dia sampai pada puncaknya, air maninya yang agak encer – mungkin karena badannya yang kurang fit - memancar dari ujung penisnya beberapa kali dan mengenai celana pendekku dan sedikit memercik betis dan kakiku – terasa panas. Kupeluk dia dan kuelus-elus punggungnya yang licin dengan tangan kiriku.
Nicky menyandarkan kepalanya ke bahuku, lemas setelah selesai orgasme.
“Sory ya Di.., kotor celanamu.” Katanya perlahan.
“It’s no problem kok Nick. Kalau ini sih kan bisa kucuci sambil aku mandi sebentar.” Kataku sambil tetap memeluk tubuhnya.
“Thanks ya Di…. , aku gak pernah merasakan yang senikmat ini.” Katanya. “Tapi aku lemes sekali nih..”
Bingung juga aku mendengarnya. Apa yang dimaksud dengan “senikmat ini”? Apakah karena dia suka karena aku yang melakukannya. Ataukah karena memang nikmat orgasme yang dirasakannya, aku ga percaya kalau dia ga pernah coli sebelumnya.
“Ya iyalah, pasti lemes, sini biar kuteruskan membilas badanmu, baru setelah itu kamu bisa istirahat.” Kataku.
Nicky bersandar lemas di dinding, dan kulanjutkan acara memandikannnya secepat mungkin. Kuwudukan dia dan kusiram badannya tiga kali dari arah kepala, sebagai pengganti mandi junub. Lalu setelah tubuhnya kering kuhanduki, kupapah dia dan kubantu duduk di atas ranjangnya.
“Di…” katanya setelah beberapa saat.
“Hmmm… kenapa Nick?” tanyaku sambil mengambil baju dan sarungnya dari lemari.
“Kenapa sih kamu kok baik sekali sama aku?” tanyanya.
Aku menatapnya agak bingung mencari jawaban, ragu-ragu untuk menjawab terus terang bahwa i like him and love him very much as my boyfriend. Akhirnya kubilang :”Pertanyaan kamu aneh, Nick. Kamu adalah temanku, masak aku harus jahat sama kamu?”
“Aku punya beberapa teman dekat sebelumnya, tapi tidak ada yang atentif seperti kamu. Biasanya mereka gak peduli urusan-urusanku, apalagi yang sifatnya sangat pribadi. Yang kurasakan kamu tuh lain dari mereka, Di.” Paparnya.
Dugh!! Kurasakan jantungku berdetak agak keras. “Apakah aku harus mengatakannya secara jujur seperti apa perasaanku?” pikirku.
Tapi.... Ah, belum saatnya.
“Setiap orang kan gak ada yang sama, Nick.” Kataku berkilah.
“Tapi Di..................., emhhh..... aku tuh jadi suka sama kamu, gimana kalo kamu jadi abangku saja? Belum pernah aku punya perasaan seperti ini biar sama saudaraku sekalipun.” Katanya, masih sambil duduk telanjang di tepi ranjang dan memandangku dengan wajahnya yang innocent. Nicky empat belas bulan lebih muda dariku, memang pantas kalau dia memanggilku abang.
Aku terharu sekali mendengar ucapannya yang tulus itu. Kugenggam tangannya sambil duduk disampingnya. “Seneng banget aku bisa menjadi kakakmu sekaligus sahabatmu, Nick. I like you as you like me.”
Dia merangkulkan tangannya ke pinggangku sambil tersenyum. “Kalau gitu, tolong dong pakaikan aku baju, kedinginan nih aku.” Katanya. Tersirat nada manja pada suaranya yang ngebas itu. Bergetar hatiku saat itu, tak pernah terbayang selama ini dia yang terlihat begitu cool, pendiam, sangat straight berkata dengan nada manja seperti itu kepadaku, dalam keadaan telanjang pula.
pasti semua pengen punya pengalaman sepertimu
akhirnya ada juga yang muncrat ya
kirain ni cerita bakal clear dari yg begituan
tapi lucu juga ya, masa andi mau aja ngocok punya nicky, that's why nicky nya jadi heran atas kebaikan andi
emang gw pikir kekna ga bakal ada deh teman termasuk sahabat yang mau bantuin coli, kalo cuma mandiin sih wajar aja kecuali si sahabat ini horny abis liat temennya telanjang bulat
and that's what happened to you...
and you're right secretofsa
i really wanted his story to be mine
of course with my own beloved one
“Aku mau ke musholla, Nick, sekalian ambil makanan di dapur. Kamu mau titip sesuatu?” Tanyaku setelah mandi dan berpakaian lengkap.
“Belikan aku dage ya Di. Udah seminggu aku ga makan dage, ketagihan aku….. dan ehmmm……… pake uangmu dulu ya, aku ga sempet ambil di ate-em.” Katanya.
“Ah, gampang itu, ga usah dipikirin. Palingan berapa sih dage itu.” Aku mencari kunci motorku, karena membeli dage* malam-malam gini berarti harus ke pasar dekat terminal.
“Jangan kelamaan ya Di, ga enak nih sendirian.”
“Yah, paling lat habis Isya lah aku balik.”
* Bagi yang belum tahu, dage itu sejenis makanan khas Parung Bogor (ada juga yang bilang khas banyumas) bentuknya mirip combro tapi ga ada isinya (kalau ga tau juga combro, keterlaluan banget), terbuat dari singkong dan ada campurannya yang aku ga tahu persis apa saja, trus digoreng. Bentuknya bulat pipih, agak keras kalau digigit, rasanya … hmmmm…… crunchy dan gurih. Pantas saja kalau si Nicky jadi ketagihan.
Sambil mengendarai motor menyusuri jalan raya parung – ciputat aku merenungkan kejadian tadi sore. Mencoba menerka-nerka jalan pikiran Nicky. Apakah dia tahu kalau aku suka melakukannya? Atau selugu itukah Nicky, sehingga menyangka kalau yang kulakukan adalah karena sebatas kebaikan seorang sahabat saja? Atau mungkin dia ga pikirin itu semua, yang penting baginya adalah kepuasan yang dia peroleh?
Trus berfikir tentang orientasi seksnya. Aku sih hampir yakin kalau dia itu straight, sebab ga pernah aku lihat dia memandangku dengan pandangan penuh keinginan secara fisik. Ga pernah kulihat dia salah tingkah ketika aku keluar dari kamar mandi hanya dengan ber-cd ria. Terlihat biasa saja baginya ketika merangkulku atau menyentuh bagian tubuhku. Atau……. bisa jadi juga dia sebenarnya punya ketertarikan pada cowok, hanya saja aku ini bukan tipe-nya. Padahal menurutku aku ini ga jelek, bahkan termasuk cowok yang cukup diminati oleh banyak cewek. Hehe……ga bermaksud narsis, tapi bukti yang mengatakan seperti itu. Sejak aku SMA, dalam satu tahun aku bisa dapat lebih dari lima pesan cinta dari cewek – baik itu lewat surat tertulis, atau lewat sms, atau lewat titipan salam yang disampaikan secara lisan padaku. Bahkan pernah, ketika aku kuliah semester lima di Bandung dulu, ada seorang teman cewek berkerudung memintaku bertemu di sebuah halaman Masjid. Katanya sih mau curhat, ternyata memang benar dia mencurahkan isi hatinya sekaligus meminta aku jadi calon suaminya. Hahahaha…., terang saja aku tolak secara halus, dengan alasan aku masih kuliah, belum terpikirkan untuk menikah.
Ternyata mencari dage malam hari tidaklah semudah yang aku duga, karena memang biasanya dage dijual oleh tukang sayur yang berkeliling pagi sampai siang hari. Setelah bertanya sana sini di sekitar terminal yang aromanya terasa kurang sedap karena tumpukan sampah dimana-mana, akhirnya aku dapatkan juga dage di sebuah warung kecil yang cukup bersih di sudut terminal.
Sesampainya kembali di asrama, kulihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh menit. Kuputuskan untuk mampir dulu di musholla untuk sholat, setelah itu ke dapur mengambil makan malam. Sebenarnya aku sudah ga sabar ingin bertemu Nicky setelah kejadian tadi sore itu, tapi kupikir lagi lebih baik kalau kukerjakan dulu kewajiban2ku baru setelah itu aku bisa santai-santai di kamar tanpa perlu keluar lagi.
Sebelum aku masuk ke kamar Nicky, kudengar suara-suara dari televisi di kamar. Tapi di antara suara TV itu samar-samar kudengar suara erangan tak beraturan yang juga berasal dari dalam kamar. Ketika aku masuk, kulihat Nicky tidur telentang berselimut sambil menggigil, dari mulutnya kudengar suara erangan itu.
Kuletakkan barang bawaanku di meja, dan kupegang bahunya. Tapi reaksinya sama sekali ga kuperkirakan sebelumnya. Dia mengibaskan tangannya, sambil berkata ketus :”Jangan sentuh aku! Kenapa kau buat aku jadi begini?”