It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ah, saya baru sadar kalo ternyata saya itu hobi bgt ngilang, udah kayak Kakashi aja, hhaa.
Maaf, saya lupa kalo saya punya tanggungan buat ngepost cerita disini, ini aja tadi nggak sengaja inget ama boyzforum. Nyoba2 login pake hp, dan ternyata bisa. Wow. Trima kasih utk hp lama saya yg rusak, karena kalo dia nggak rusak mungkin sampe kapanpun saya nggak akan mosting lagi di sini >,<
Saya tau, saya itu banyak kekurangan, cerita saya juga kurang macem2, saya terharu lho baca komen tmen2, mski cuman beberapa biji doang, trnyata masih ada yg nungguin cerita saya. Jadi dg sungguh2 saya bilang...
Hontou Ni Gomennasai!!
Pelan2 akan coba saya lanjutin cerita ini. Maaf sudah mengecewakan sebelumnya. Emak, sungguh saya ngetik ini sambil mengusap air di ujung mata
Yg sudah meluangkan waktu utk buka ni thread, makasih.
Yg udah buka thread dan baca, makasih.
Yg udah buka, baca, dan ngomen ni thread, makasih makasih.
Jadi, intinya bebek mau pamit dulu, mau ngetik dulu
*cerita lintas th
Ceritanya oke kok. Seneng deh lu bangkitin threat ini dr kuburannya, jd gw bisa baca cerita bagus tanpa perlu ngubek2 threat jadul...
Semoga @you_chan skrg lebih sukses dr yg 2011 lalu...
Mention me ya kalo update.
Pleaseeee banget update nya jgn lama2 ya.
Awalnya aku memang terkejut dengan munculnya Junot secara tiba-tiba tepat di saat aku sedang membahasnya bersama Rio. Tapi itu hanya sepersekian detik sebelum akhirnya aku memasang wajah datar.
"Dateng juga akhirnya...," aku bergumam, tersenyum sinis, menatap apapun yg penting bukan Junot. Aku tidak sanggup utk melihat ekspresi Junot. Bukan. Bukannya aku sedang membohongis diriku sendiri. Aku... sedikit tidak tega melihat sorot kekecewaan di matanya. Hanya itu.
"Kalo lo muak ama gue, kenapa lo nggak bilang dari awal?" Junot berbisik lirih, nada suaranya bergetar.
"Tanyain ama cowok di samping gue ini kenapa gue nggak bilang," aku menyadari kalau Rio sedang salah tingkah sekarang. Tangannya beralih dari menggaruk kepala, saling meremas telapak tangan, intinya sih dia gugup.
"Maaf Jun, gue... Gue emang pingin ngenalin lo ama... ama Arka..."
"Dan sayangnya," potongku ,"Rio nggak bilang dari awal kalo gue itu straight."
"Kenapa Yo?" Junot kembali bersuara. Rio semakin kebingungan, tentu saja. Kalau dia sampai salah bicara, bukan tak mungkin Junot bakal cerita ke sepupunya, Vino. Dan bisa dipastikan itu akan mempengaruhi hubungannya ama si cowok Jepang KW7 itu.
"Gue... Gue pingin nyomblangin elo ama Arka."
"Lo nyomblangin gue? Emang lo siapa?!"
"Gue pikir... kalian berdua cocok!"
"Cuman karena itu?"
"Cukup!" potongku mendadak, "gue gak mau ngliat ada drama di hadapan gue!"
Junot memalingkan muka ke arah lain, tak mau menatapku. Aku tak akan memprotes kelakuannya. Setelah apa yg dia lalui denganku, dan kata-kataku tadi, yaahh... Aku sedang berusaha membutakan mataku saat ini. Junot tidak bisa terus-terusan berkhayal aneh-aneh, padahal jelas-jelas itu harapan kosong.
"Junot...," aku bisa menangkap kalau barusan Junot sedikit tersentak. Dia tak menjawab, tapi matanya kini menatapku balik, meski dgn sendu.
"Maaf... Gue emang gak bilang sama lo dari awal kali gue straight, karna gue pikir Rio udah bilang ama lo sebelumnya. Gue emang fine-fine aja ama gay, gue bukan homophobic kok. Tapi bukan berarti gue mau menjalin hubungan romantis dg pria. Lo ngerti maksud gue kan?" aku berusaha mati-matian mengucapkan kalimat barusan dg nada normal. Aku cuman gak mau dia tersinggung.
"Gue cuman nganggep lo temen," lanjutku, "nggak ada niatan lebih. Dan soal kemarin," aku menelan ludah, "ciuman di rumah Eyang gue... Anggap aja itu nggak pernah terjadi".
Tangan Junot bergetar, tidak, bahunya juga. Mungkin dia tersinggung karena kata-kataku barusan seperti kata-kata cowok yg udah ngehamilin ceweknya tapi nggak mau tanggung jawab. Mungkin juga karena secara tidak langsung menghina orientasinya. Ah, ada begitu banyak kata 'mungkin' lalu lalang di pikiranku.
"Dan lo Rio," tanpa ragu aku mengarahkan telunjukku tepat di depan hidungnya. Aku diam sebentar, berpikir kalimat apa yg paling pantas utknya, dan sekian detik kemudian aku baru berbisik,
"Setelah gue nerima kekurangan lo, lo justru bawa-bawa gue ke dunia lo. Lo bawa pengaruh buruk buat gue, itu faktanya. Gue nyesel... temenan ama lo."
Dan dengan itu aku melangkahkan kakiku pergi dari kelas, tanpa menoleh ke belakang meski hanya utk melihat ekspresi terluka Rio.