It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Dan jurusku pun berhasil membuat Resya mengendorkan pipinya dan wajahnya merona merah.
“Oke Yan aku sudah selesai,” mendadak Arman muncul dari samping kananku. “Cha, kenapa merah gitu tuh muka?” tanya Arman heran saat melihat wajah Reysa.
“E-e-enggak kenapa-napa,” jawab Reysa pelan salah tingkah.
Arman mengerutkan dahinya dan aku hanya bisa menutup mulut dengan telapak tanganku menahan tawa. “Ehem…, udah selesai? Kalau gitu ayo buruan keburu malam,” tukasku kepada Arman mengalihkan pembicaraan.
“Udah mau pulang?” tanya Reysa pelan.
“Iya nih udah ada janji,” jawab Arman dengan senyuman merekah diwajahnya. “Makasih yah Cha udah undang gue. Talkshownya bagus banget konsepnya,” puji Arman.
“Hehe…, makasih end aku juga terima kasih banget udah mau jadi tamu diacara gue,” Reysa sudah kembali kesadarannya dan diganti dengan binar kepuasan dimatanya.
“Anytime Cha. Anytime,” timpal Arman sembari tersenyum. Arman menjulurkan tangan kanannya kepada Reysa dan Reysa pun menyambutnya. “Good luck yah buat acaranya. Semoga langgeng terus,” ucap Arman disela-sela mencium pipi kiri dan pipi kanan Reysa.
“Thank you,” jawab Reysa.
Gantian Reysa menjulurkan tangannya kepadaku. “Gue belum mau pulang dulu Cha,” ujarku cepat.
“Huh?” Reysa mengernyitkan dahinya.
“Gue mau ketempat adek gue, tapi karena berhubung jarang-jarang ada kesempatan buat gue ketemu sama elo jadinya gue putusin buat ngobrol dulu sama elo.” Agak bahaya juga kalau aku menunggu disini, tapi rasanya aku masih ingin lama-lama bercengkerama dengan Reysa.
“Oooh…,” huruf O terukir jelas dibibir Reysa, “iya deh bagus masih kangen juga gue sama elo.”
“Kalau gitu gue antar dulu Arman ketempat parkiran, oke?” pintaku.
“Oke…,Siip….”
“Bye Cha,” pamit Arman kepada Reysa.
“Bye,” jawab Reysa.
Kuambil tas Arman, kemudian berjalan bersama Arman menuju pintu keluar. Sebelum keluar Arman sempatkan berpamitan kepada para kru dan pengisi acara Coffee Talk. Selesai berpamitan kami bergegas menuju tempat parkiran.
“Yan, kamu tuh gak perlu harus selalu menyingkir setiap kali Renata datang,”celetuk Arman selagi berjalan.
Kuterkesiap mendengar perkataan Arman. Begitu ringan, tapi mampu membuat dadaku terasa seperti terhantam palu besar. Tidak aku harus tetap tenang. “Hah, aku gak mau jadi pengganggu waktu pribadi kalian berdua dan lagian sekalian aku bisa ketemu Nina,” bagus aku bisa menjaga nada suaraku tetap kalem.
“Tapi aku gak keberatan kok, Renata juga,” lanjut Arman.
“Yah, aku keberatan,” balasku ketus. Sekarang kepalaku yang terasa berat.
“Kenapa?” tanya Arman menatapku bingung.
Kueratkan genggaman tanganku di tali pegangan tas Arman. Mengumpat dalam hati betapa besarnya kenaifan Arman. Kutarik napas dalam-dalam,
“Man, gak ada orang yang mau jadi kambing conge pas orang pacaran.”
“Fu…,fu…,” Arman terkekeh pelan, “tenang aja kali Yan aku dan Renatakan bukan ABG lagi yang suka unjuk gigi kalau lagi pacaran, lagian you know Renata right? She is so mature.”
Kumenelan ludah, “Iya kalau Renata aku percaya, kalau kamu? cuih deh, kamu itukan eksibisionis.”
Tawa Arman semakin nyaring, “haha…,gak segitunya kali Yan.”
“Well I’m only telling the truth. Udah ah buka kuncinya,”aku menyarankan ketika kami hampir sampai ke mobil Avanza milik Arman.
“Oh,” segera Arman mengeluarkan kunci mobil dari dalam saku belakang celananya, lalu menekan remote kecil dan suara *klik* tanda kunci pintu terbuka.
Kuberjalan kearah belakang mobil, kemudian kubuka pintu bagasi. Untung hari ini Arman hanya punya dua jadwal; latihan untuk peragaan dan syuting “Coffee Talk”, jadi masih banyak tempat untuk menaruh tas Arman. Selesai menaruh dan mengatur sedikit barang-barang milik Arman kuambil tas travel kecil berwarna hitam milikku yang terduduk manis dipojok kanan menempel dibelakang punggung kursi penumpang tengah.
Kututup kembali pintu bagasi dan berjalan kesamping mobil. Arman pun mulai menstarter mobil. “Salam buat Nina, Yan. Suruh dia main keapartemen,” ucap Arman sembari menutup pintu.
“Iya,” jawabku pelan. Dalam hati aku meminta maaf berulang kali.
Arman keluarkan mobil dari tempat parkiran, lalu sempatkan melambaikan tangannya kearahku. Kuhanya bisa membalasnya dengan lemah. Seketika dia lajukan mobilnya bergabung ketengah-tengah barisan mobil yang berdesak-desakan.
Hehehe
Hehehe
Kuambil bbku dari saku depan celana jeans yang sedang kupakai dan masuk kedalam daftar nomor telepon. Kugulir tombol arah mencari sebuah nama. Ketemu dengan yang kucari kutekan tombol hijau.
Terdengar beberapa saat nada sambung. “Halo, Princess,” jawab suara berat diseberang telepon.
“Kamu udah ada dimana?”
“Ini udah masuk ke Senopati, bentar lagi juga aku—,”
“Kita ketemuannya jangan di Emilie yah?” tanyaku memotong pembicaraannya.
“Kenapa?”
“Aku udah pernah kasih tahu kamukan kalau produser acara syuting talkshow kali ini temen kampus aku.”
“Iya..., terus?”
“Aku masih mau ngobrol dulu sama dia, gak apa-apakan? Lagian dari Emilie kelokasi coffee shopnya masih satu arah kok”
“Hmm…,”
“Kalau pakai acara makan dulu pasti lama, aku mau cepet-cepet istirahat,” tidak tahu kenapa suaraku sedikit bergetar.
“………, oke deh. Tapi kamu udah makan?”
“Sandwich termasuk makanankan? So, yeah I already ate then,”
“Haha…, nice try. Ya udah aku telepon si bibi beli makanan, aku juga belum makan soalnya.”
“Oh iya nanti kamu gak usah parkirin mobil jadi berhentinya sebelum coffee shopnya dan kalau udah sampai langsung telepon aku, oke?”
“Oke princess, tapi mungkin aku sampainya masih 30 menit lagi atau lebih macet banget soalnya.”
“Iya gak apa-apa. See you then.”
“Yeah, and princess think of me while you’re waiting ok?”
“YOU WISH!” kutekan tombol merah mengakhiri percakapan.
Sambil duduk dikursi malas panjang di beranda, aku nikmati beberapa potong cake coklat dan juga ditemani segelas anggur merah, tapi pikiran ku sudah melayang jauh membelah rimba hutan beton Jakarta menuju satu tempat Arman berada sekarang ini.
Dada bidang Arman yang telanjang menempel pada punggung putih nan lembut Renata yang juga telanjang. Arman lingkarkan kedua tangannya dipinggang ramping milik Renata. Kulit mereka bersentuhan menimbulkan percikan ajaib yang mampu membuat jantung berdegup tak karuan.
Arman dengan lembut menyingkap rambut Renata yang menutupi wajahnya dan menyelipkannya ditelinga. Arman dekatkan hidungnya kerambut Renata dan menghirup wangi lembut floral dari shampoo yang biasa dipakai oleh Renata. Dari bibir tipis Arman keluar kata-kata manis, sedetik kemudian tersungging senyum malu diwajah Renata.
Kubuka mataku dan berteriak dalam hati
“AAAAAAARRRRRRRRRGGGGGGGHHHHH!!!”. Kupukul dahiku berulang kali, “bodoh…, bodoh…, bodoh…!!!” gerutuku pelan.
‘KAU SUDAH GILA APA RYAN?’ teriak suara kecil didalam kepalaku.
‘Maaf,’ jawabku lirih.
‘Kau sendirikan yang membiarkan diri kau berada diposisi ini,’ cecarnya.
‘Aku tahu,’ sekali lagi aku hanya bisa menjawabnya lirih.
‘Kalau begitu terima saja semuanya.’
‘Tapi…,’ aku benar-benar menyedihkan.
‘Tolong jangan biarkan dirimu jatuh seperti 13 tahun lalu,’ mohonnya memelas.
Kugeleng-geleng kepala dengan cepat, ‘Tidak, tidak aku tidak akan membiarkannya. Aku sudah 28 tahun bukan lagi anak ingusan yang hanya mengikuti emosi.”
‘Baguslah kalau kau menyadarinya. Kalau saranku secepatnya kau pergi menjauh dari Arman, tapi kali ini usahakan jangan sampai meninggalkan jejak yang bisa membuat Arman tidak bisa menemukanmu lagi,’ perintahnya.
‘Aku tahu, tapi tidak sekarang. Nanti. Pasti!,’
Ditiap gigitan cake yang kutelan kurasakan getir yang teramat sangat, tapi kuabaikan. Kureguk anggur merah manis membiarkannya membasuh rasa dahaga yang tidak pernah kunjung terpuaskan.
‘SHIT’ kutukku dalam hati. Kenapa sih aku harus cengeng seperti ini? Ini realita. Arman saat ini berada didalam pelukkan seorang wanita yang tentu teramat sangat wajar ketimbang dia berada dipelukkanku. ‘AKU HARUS MENERIMANYA’ kuulang kata-kata itu didalam kepalaku tetapi hatiku justru mengatakan sebaliknya. Kupejamkan mataku dan menarik napas dalam-dalam, lalu kukeluarkan.
Bersimpuh diatas lutut dan menundukkan badan sedalam-dalamnya choco mohon maaf buat para pembaca cerita ini yang sudah membaca sebelumnya. Maaf choco sudah menelantarkan cerita ini, tapi maaf bukan maksud hati choco begini, tapi choco benar-benar sibuk belakangan ini dan belum lagi saya sempat kehilangan mood untuk cerita iniT.T, bahkan choco sempat terbesit untuk tidak meneruskan tapi choco merasa ini seperti hutang kalau tidak dituntaskan. Karenanya choco akan teruskan cerita ini walau saya tidak bisa menjanjikan kapan choco bisa menguploadnya. jadi choco minta teman2 untuk bersabar kepada choco:)
Oh ya choco juga mau bilang ada kemungkinan cerita ini akan dipindahkan ke wattpad.com. Disana memang tempatnya para pembaca dan penulis amatiran seperti choco ngumpul(bukan iklan) bahkan choco juga sedang dalam proses pengerjaan cerita lain disana, tapi menggunakan bahasa inggris. Sudah tayang dan sudah sampai chapter 5 judulnya Tricky Love Club berikut ini linknya.
http://www.wattpad.com/2766607-tricky-love-club-boyxboy
sebagai kata terakhir semoga pembaca lama tidak marah dan kalau mau balas dendam dengan tidak membaca juga boleh(Tapi jangan lama2 yah) dan buat pembaca baru selamat menikmati.
xoxo
choco
selanjutnya jangan lama-lama! ceritamu bagus.