It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Sudah lama aku tidak merasakan situasi seperti ini. Kami satu angkatan beramai-ramai di dalam bak belakang truk. Truk yang menjadi alat transportasi kami dari kampus menuju lokasi camp kami yang terletak di Ranca Upas. Panasnya hawa di dalam truk tentu saja dapat kami rasakan. Dalam satu truk ini mungkin ada sekitar 40 orang yang menyumbangkan karbon dioksida yang pastinya menambah pengabnya udara di bak tempat kami berada. Namun itu semua hilang bersama ramainya suasana di dalam sini. Sepanjang perjalanan kami memainkan beberapa game kecil untuk terus menghidupkan suasana. Mulai dari truth or dare hingga permainan UNO yang menjadi menu utama perjalanan kami. Walaupun tidak dikatakan tapi aku bisa merasakan bagaimana semua teman-temanku begitu antusias menyambut camp kami hari ini.
Aku yang sedari tadi terhanyut dalam ramainya situasi ini mendadak tersadar. Tersadar bahwa sejak tadi kami berangkat bersama, Daniel ternyata hanya duduk termenung di bangkunya. Bangku bak truk yang posisinya paling dekat dengan bukaan bak yang ada di belakang. Ia hanya duduk termenung melihat ke arah luar truk. Akhirnya aku pun menggerakkan badanku untuk mengambil posisi duduk di sebelah Daniel. Kebetulan bangkunya memang agak kosong karena sebagian besar teman-temanku duduk di bawah untuk bermain kartu.
“Woi!” dengan sedikit tenaga aku menepuk pundak Daniel yang nampak sedang melamun.
“Ngelamun aja sih, mikirin apaan?”
“Ah, lo ngagetin gw aja Jo. Nggak kok, gw nggak ngelamun kok. Lagi menikmati indahnya pemandangan aja.”
“Oh gitu. Hmmm tapi emang lo ngga tertarik buat gabung ama yang lain. Lagi meriah banget lo suasananya.”
“Lo sendiri kenapa malah kesini, padahal suasananya kan lagi meriah.”
“Ah lo mah, gak kreatif masa lo malah balik nanya gw.”
“Hhehehe. Iya deh gw ganti pertanyaannya. Kenapa lo kesini tiba-tiba?”
“Dasar. Ya buat nemenin lo lah. Masa sahabatnya duduk termenung gini gw malah asik main-main.”
“Hehehe.” Aku dan Daniel pun sejenak berpandangan dan tersenyum.
“Jo.”
“Iya Dan napa?”
“Kenapa ya kita bisa bersahabat deket?”
“Kok lo nanyanya aneh, emang lo nyesel sahabatan ma gw?”
“Ya nggak lah, tapi gw kepikiran aja tiba-tiba. Soalnya Gw bukan orang yang gampang deket ama orang lain. Tapi kenapa ya kalo ama lo gw bisa deket.”
“Mungkin karena kita punya hobi yang sama, sifat kita juga mirip, n kita sekelas hehe.” Jawaban spontan yang keluar dari mulutku tanpa banyak berpikir.
“Hehe, bener juga ya. “ Sejenak kami terdiam lagi. Entah kenapa aku bisa merasakan ada yang sedang Daniel pikirkan. Tapi aku sendiri tidak tahu apa yang sedang menjadi pikirannya sekarang ini.
“Dan lo lagi banyak pikiran ya?”
“Mmmm.” Sejenak dia hanya tersenyum manis kepadaku.
“Nggak kok Jonathan.” Katanya tiba-tiba sambil mengacak-acak rambutku.
“Eh, kalo menurut lo sendiri kira-kira kenapa kita bisa sahabatan?”
“Hehe, lo juga sama aja nggak kreatif kaya gw.” Sejenak dia tersenyum dan kemudian mengarahkan pandangannya ke luar truk, berlawanan dengan arah dimana aku duduk sekarang.
“Mungkin karena takdir.”
“Hah.” Jawabannya terdengar sedikit aneh di telingaku. “Ya iyalah pastinya karena takdir ya.”
“Eh lo inget nggak Jo, .........
Kemudian aku dan Daniel berbincang berdua mengingat kembali tentang bagaimana kami bertemu pertama kali dan tentang banyak hal yang sudah kami lakukan bersama dalam waktu hampir satu tahun ini. Dia begitu bersemangat menceritakan setiap detail aktivitas yang kami lakukan. Sejenak aku merasa saat itu beban pikirannya seperti menghilang. Dia kembali tersenyum riang seperti biasanya. Aku pun merasa sangat senang mendengarkan Daniel bercerita dengan riangnya tentang banyak hal. Hembusan angin dari arah luar truk benar-benar menambah nyamannya suasanaku saat ini. Rasanya mataku pun menjadi semakin berat. Seperti dongeng semua cerita Daniel meninabobokanku hingga akupun terlelap dalam tidur.
...................................................
Hentakan rem truk yang tiba-tiba membuatku terbangun dari tidurku yang sangat nyaman. Terlihat teman-temanku yang juga sedang tertidur lelap. Mungkin karena mereka kelelahan setelah tertawa-tawa bersama sebelumnya. Setelah sepenuhnya tersadar aku merasakan ada beban di pundak kiriku. Aku pun menoleh ke kiri untuk memastikannya, ternyata Daniel juga tertidur di sebelahku. Sekarang kepalanya menyandar ke pundakku. Wajahnya yang terlihat sangat pulas tetap saja begitu menawan untuk dilihat. Ingin sekali aku menghentikan waktu sejenak untuk menikmati waktu kami berdua seperti saat ini. Merasakan kepalanya bersandar di pundakku saja rasanya sudah sangat cukup buatku. Walaupun aku tidak bisa menyentuhnya tapi paling tidak aku bisa merasakannya di sampingku.
“Yak kita sudah sampai, semua silakan turun dari truk dengan membawa kariernya masing-masing.” Suara kakak senior kami terdengar dari arah luar. Menandakan kami sudah tiba di lokasi camp kami.
“Dan, Dan bangun Dan. Kita dah nyampe nih.” Dengan perlahan aku menggoncang-goncangkan tubuh Daniel untuk membangunkannya.
“Eh, dah sampe ya Jo.” Dengan muka yang masih setengah tersadar Daniel mencoba bangun dari tidurnya.
“Iya, tuh kak Gun dah manggil, suruh turun bawa barang katanya.”
“Oh ok, yuk turun. Bangunin yang lain juga.”
Kamipun mengemasi barang kami setelah membangunkan semua teman-teman kami yang masih tertidur. Satu per satu kami turun dari bak truk yang membawa kami selama kurang lebih 2 jam perjalanan. Muka-muka yang masih mengantuk terlihat di sebagian dari kami, sementara yang lain terlihat begitu bersemangat mengikuti jalan yang ditunjukkan kakak senior kami menuju lokasi camp kami. Dinginnya udara di tempat ini benar-benar merasuk sampai ke tulang. Walaupun jaket kesayangannku sudah aku kenakan, tetap saja rasa dinginnya masih terasa. Sebelumnya memang kakak senior sudah memperingatkan kami untuk membawa jaket yang cukup tebal sebab cuaca dingin akan menjadi teman kami selama tiga hari kedepan. Tapi aku tidak menyangka jika sedingin ini. Bahkan aku tidak membawa selimut tambahan untuk tidur nanti malam, karena aku pikir sleeping bag dan jaket sudah cukup. Semoga saja memang begitu sebab kalau tidak berarti bisa dipastikan tidurku dua malam ini tidak akan nyenyak.
“Ya, disini lokasi camping kita. Sekarang silakan kalian beristirahat selama 30 menit. Yang mau makan silakan makan dulu, yang sholat juga silakan. Inget 30 menit lagi kita kumpul di lapangan ini ya.”
Setelah mendengar instruksi kakak kelas kami tadi kamipun segera membuka bekal yang kami bawa. Beberapa teman yang muslim terlebih dahulu melaksanakan ibadahnya. Setengah jam kemudian sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh kakak senior kami, kamipun berkumpul di lapangan.
“Sekarang buat barisan di depan saya 5 banjar ke belakang cewe di depan, cowo di belakang, sesuaikan dengan tinggi badan 30 detik.”
Kami pun berlarian tidak teratur untuk segera membentuk barisan sesuai apa yang diperintahkan kakak kelas kami. Waktu 30 detik yang diberikan benar-benar menjadi shock pertama buat kami hari ini. Setelah sebelumnya perjalanan terasa begitu menyenangkan.
“Bagus, 5 barisan sudah terbentuk. Sekarang lihat baik-baik teman-teman satu banjar kalian. Itu adalah kelompok kalian selama tiga hari ke depan. Kalian harus saling menjaga dan mengingatkan.”
Aku pun mulai meneliti satu per satu orang-orang yang ada di depan dan belakang ku. Aku melihat Marko ada di barisan lain, begitu juga Nadia dan Karin. April ada di 5 baris di depanku berarti dia adalah kelompokku. Hmm, dimana ya dia. Setelah sejenak mencari-cari akhirnya aku menemukan Daniel ada di banjar sebelahku di bagian depan. Saat itu rasanya sedikit kecewa mengetahui dia tidak sekelompok denganku. Tapi beberapa saat kemudian, dia berbincang dengan salah seorang dari kelompokku dan tiba-tiba mereka bertukar barisan. Entah apa yang aku pikirkan saat itu tiba-tiba saja aku tersenyum. Sepintas akupun melihat Daniel melihat ke arahku dan tersenyum. Daniel, apa mungkin dia pindah untuk jadi satu kelompok denganku. Apa pun alasannya aku senang bisa sekelompok dengannya.
“Oke sekarang aktivitas pertama kalian adalah mendirikan tenda. Untuk mendirikan tenda kalian diberi waktu 20 menit. Satu kelompok buat 3 tenda. Dimulai dari sekarang.”
Benar-benar hebat cara kakak kelas kami memainkan emosi kami. Tekanan yang belum hilang dari pikiran kami sekarang dimulai dengan maslah lain. Mendirikan tenda dari jas hujan dan tongkat dalam waktu 20 menit. Kamipun bergegas. Daniel dengan sigap membagi tugas kepada kelompok kami. Kamipun memulai membangun tenda sesuai tugas yang telah dibagi oleh Daniel. Aku mendapat bagian memancang tongkat agar berdiri lurus tidak condong ke salah satu sisi, sebab apabila condong ke salah satu sisi, tendanya akan mudah roboh. Daniel mendapat tugas mengikat tali-tali tenda ke pasak.
“ Dan kok lo pindah ke kelompok 2 sih tadi? Lo kan harusnya kelompok 3?”
“Ssst, diem-diem rahasia tuh.”
“Oh iya hehehe.”
“Emang ga suka sekelompok neh?”
“Bukan gitu tapi, penasaran lo nekad amat.”
“Udah pegang tongkatnya yang bener.” Katanya sambil tersenyum dan aku pun membalas senyumannya.
“Iya-iya pak ketua.”
Pak ketua? Aku rasa semuanya akan setuju kalau Daniel menjadi ketua regu kami. Dan benar saja setelah selesai mendirikan tenda, kami sepakat untuk memilih Daniel sebagai ketua regu kami. Tidak perlu banyak waktu bagi kami untuk keluar dengan keputusan ini.
“Yak apapun tenda yang kalian buat itu adalah tempat kalian berteduh malam ini, terutama untuk cowo. Karena cewe akan tidur di tenda lain yang sudah disiapkan. Tambahan lagi malam ini diperkirakan akan turun hujan jadi kalian silakan mempertimbangkan segalanya dengan apa yang ada. Inget saling melindungi saling mengingatkan.”
Ah seperti biasa diskriminasi gender memang tidak ada habisnya. Padahal Ibu Kartini sudah bersusah payah menghapus diskriminasi. Tapi untuk urusan yang menyiksa seperti ini tetap saja laki-laki menjadi pihak yang tersiksa. Eh, tapi kalau begitu berarti aku akan tidur satu tenda dengan Daniel yah. Senang sekali rasanya mengingat bisa tidur satu tenda dengan Daniel dua malam ini. Rasanya semua rasa kesalku barusan terbayar tuntas.
..............................................................................
Setelah pengarahan malam selesai akhirnya tiba juga waktu tidur. Rasanya badanku ini sudah sangat lelah dengan segala aktivitas yang harus aku lakukan sebelumnya. Walaupun nampaknya baru awal tapi benar-benar lelah, mungkin juga karena perjalanan 2 jam di dalam truk yang aku habiskan dengan posisi tidur yang tidak nyaman. Tapi ya sudahlah, yang penting sekarang aku sudah berada di dalam sleeping bag nyamanku yang ketat membungkus tubuhku. Namun sialnya karena aku datang ke tenda paling telat aku berada di posisi pinggir tenda. Dimana angin dari luar dengan leluasa akan berlalu-lalang.
“Jo lo nggak ngerasa dingin apa?” Sapa Daniel yang tiba-tiba saja berada di sebelahku.
“Loh lo tidur di sebelah sini?”
“Iya.” Oh pantas saja sedari tadi aku merasa cukup familiar dengan karier yang ada disebelahku ini.
“Dingin lah makanya gw masuk ke sleeping bag.”
“Terus sekarang dah nggak dingin emangnya?”
“Masih lumayan sih.”
“Terus kenapa nggak pake selimut?”
“Hehehe, nggak bawa Dan.” Kataku sambil nyengir ke arah Daniel.
“Ah lo dasar nggak pernah prepare, yaudah kita tuker tempat aja.”
“Hah?”
“Iya tuker tempat, disitu kan banyak angin ntar lo masuk angin lagi.” Wah senangnya Daniel emang sahabat paling baik sedunia deh.
“Asik thank ya Dan, emang lo emang ketua yang baik sama anggotanya. Hehehe.” Kataku sambil tertawa girang dan menepuk-nepuk pundak Daniel. Kemudian kamipun bertukar tempat tidur.
“Alah. Gini aja baik deh.”
“Loh kan gw selalu baik. Emang pernah nggak baik gitu Dan?”
“Iya-iya baik selalu kok. Yodah tidur-tidur besok kan mesti bangun subuh-subuh.”
“Iya bener juga hehehe, met tidur yo.”
Aku dan Daniel pun merebahkan badan di dalam tenda 2 x 3 meter kami. Aku melihat Daniel sebelum memejamkan mata. Ada perasaan senang luar biasa yang menyelimutiku karena punya sahabat sebaik Daniel. Walaupun hal yang dia lakukan hari ini cukup sederhana, tapi begitu luar biasa buatku. Perasaan ini berbeda dengan perasaan yang aku rasakan kepada Daniel sebelumnya. Apa ini ya arti hangatnya persahabatan. Perasaan yang tulus dan rasanya tidak mengenal pamrih.
“Dan lo nggak apa di pinggir gitu, ntar masuk angin loh?”
“Udah tidur.” Kata Daniel dengan tetap memejamkan mata dalam posisi tidurnya. Mendengar perkataannya aku hanya bisa tersenyum dan kemudian memejamkan mataku. Baru beberapa detik aku memejamkan mata tiba-tiba saja aku dikagetkan oleh benda yang jatuh tepat di atasku. Akupun membuka mata untuk memastikannya. Loh selimut.
“Katanya kan bakal ujan, kita pake selimutnya barengan aja ya. Biar gak terlalu dingin.”
“Tapi dan kan ntar lo jadi gak selimutan penuh. Lagian kayaknya di daerah lo lebih banyak angin deh.”
“Udah dipake aja jangan banyak protes ah.”
Untuk kesekian kalinya aku tersenyum karena Daniel. Selimut ini memang begitu tipis dan tidak sebenarnya tidak terlalu menambah kehangatan malam ini. Tapi perhatian Daniel benar-benar terasa lebih hangat , jauh lebih hangat dari sebelumnya.
Lanjut mang
ayo di lanjut lagi... penasarann! hehe
pasti nya abis cerita nya aku suka