It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
*brb, siap" ditimpukin fans cerita ini
Ah akhirnya berakhir juga camping kami yang sudah kami jalani selama 3 hari ini. Sekarang status kami adalah resmi sebagai anggota himpunan. Ya, subuh hari ini kami baru saja dilantik secara resmi sebagai anggota himpunan kami. Sekarang kami sudah mendapat hak-hak kami sebagai anggota himpunan, seperti ikut dalam kepanitiaan acara, kepengurusan himpunan sampai sekedar nongkrong di sekre himpunan kami. Perasaan lelah tapi lega menyelimuti sebagian besar dari kami. Aku bisa melihat itu di wajah teman-temanku. Ada juga yang sangat senang karena sekarang mereka bisa jadi aktivis himpunan yang memang sudah mereka rencanakan dari awal.
“Dah selesai belum Jo beres-beresnya?”
“Belum Dan bentar ya, dikit lagi.”
“Iya yang penting jangan sampe ada yang ketinggalan.”
“Iya-iya.”
“Eh Jo, ntar pas pulang ke truk mau lewat mana lo?”
“Hah, maksudnya? Ya gw mah ngikut yang lain aja emang kenapa?”
“Nggak, lewat jalan lain aja yuk. Gw kemarin liat pemandangan di jalan lain bagus banget.”
“Hah, tapi lo tau jalan keluarnya nggak?”
“Tau lah tenang aja kali. Lagian kan sayang banget kita kesini masa cuma buat camp doank.”
“Iya juga sih. Hmmm. Ya udah gw ngikut aja deh Dan. Ngajak yang lain juga nggak?”
“Hmmm jangan, hmm soalnya kalo kebanyakan orang ntar ketauan sama senior kalo kita misah.”
“Iya juga sih ya. Yodah bentar ya nih dah mau kelar.”
Aku pun sesegera mungkin membereskan sisa barang-barangku. Daniel juga sekarang membantu membereskan barang-barangku.
“Mario?”
“Hah?” Aku pun menengok ke arah Daniel. Terlihat dia sedang memegang sleeping bag milikku.
“Oh iya, itu punya Mario. Kemarin gw minjem dari dia.” Sambil menjelaskan aku pun melanjutkan aktivitasku membereskan barang-barangku.
“Terus gimana soal lo ama Mario?”
Mendengar pertanyaan Daniel aku pun terhenti sejenak. Pertanyaannnya mengingatkanku akan kebimbanganku soal apa yang harus aku jawab pada Mario seminggu lagi.
“Huh, nggak tau Dan gw juga bingung. Liat ntar aja lah gimana. Udah buruan yuk ntar kita nggak bisa jalan-jalan lama .”
Aku dan Daniel kembali membereskan barang-barangku. Beberapa menit kemudian semua barang sudah tertata rapi di dalam karier ku. Akhirnya aku dan Daniel keluar dari tenda. Ternyata di luar tenda teman-teman kami sedang asik berfoto dan mencari spot yang terbaik di sekitar tempat camp kami. Nampaknya situasi seperti ini mempermudah rencana kami menyelinap ke luar lokasi camp untuk menuju tempat yang dimaksud Daniel. Daniel berjalan di depanku menunjukkan arah jalan yang harus kami ambil.
“Eh kalian mau kemana?” tiba-tiba saja terdengar suara dari arah belakang kami. Ternyata itu kak Rendra salah satu senior kami.
“Mau ke toilet kak.” Daniel dengan cekatan menjawab pertanyaan kak Rendra.
“Oh ok. Abis itu langsung kumpul ke camp ya, mau ada pengarahan terakhir.”
“Iya kak beres.”
Nyaris saja kami tertangkap basah, tapi untung saja Daniel dengan cepat memikirkan alasan yang tepat. Aku dan Daniel pun melanjutkan perjalanan kami. Jalan yang kami lalui ini memang berbeda dengan jalan yang kami tempuh waktu kami menuju lokasi ini. Jalannya sedikit lebih sempit, seperti jalan pintas yang berada di belakang jalan utama. Di kiri dan kanan kami adalah hutan campuran khas daerah pengunungan ini. Entah dari mana Daniel bisa tahu jalan ini, padahal setahuku dia elum pernah ke sini sebelumnya.
“Dan jalannya sempit amat, lo dapet jalan kaya gini dari mana sih?”
“Kemarin pas gw jalan-jalan pagi itu loh. Gw penasaran trus gw jalan aja lewat sini.”
Memoriku tiba-tiba teringat tentang kejadian di pagi hari kemarin. Aku teringat waktu itu Daniel telat mandi karena dia bilang sebelum mandi dia jalan-jalan dulu di sekitar lokasi camp kami.
“Masih jauh nggak Dan?”
“Tuh di depan.”
Daniel menunjuk ke arah depan kami. Spontan pandanganku mengikuti arah yang ditunjukkannya. Di sana terlihat bukaan jalan melalui sebuah tangga ke tempat yang nampaknya lebih luas. Sebab cahaya matahari di bagian sana terlihat lebih terang. Kami pun terus bergerak menaiki tangga tersebut. Sesampainya di atas, pemandangan yang luar biasa tersaji di depanku. Warna daun hutan campuran yang berbeda-beda membentuk karpet indah di lantai hutan bagian bawah kami. Aku bisa melihatnya dengan jelas karena sekarang posisi kami berada di tepi tebing yang lebih tinggi dari daerah sekitar kami. Cahaya matahari pagi dan aliran embun yang membasahai dedaunan di bawah benar-benar menambah kemilau keindahan di depan mataku ini.
“Wahhh, gila ini mah bagus banget Dan.”
“Iya kan gw bilang juga bagus banget. Jadi worthy kan kita ke sini.”
“Iya, iya ini mah TOP BGT. Keren gini ya pemandangannya dari sini.”
“Iya kemarin gw juga kaget pas kesini, ternyata ada juga bagian yang ok di daerah sini.”
“Bawa kamera nggak Dan?”
“Bawa-bawa nih.”
Aku pun dengan cepat menyambar kamera Daniel. Dengan jiwa seni yang tersisa dalam diriku aku mencari angle –angle cantik di daerah sini dan mengabadikannya dengan kamera Daniel.
“Jo.”
“Iya , napa?”
“Lo kapan harus jawab pertanyaan Mario?”
“Oh” sejenak aku terdiam, aku sendiri ragu apakah aku bisa menjawab pertanyaan Mario atau tidak.
“Minggu depan Dan.”
“Sorry ya kalo pertanyaan gw nyinggung lo.”
“Nggak papa tanya aja.”
“Lo yakin sama hubungan kaya gini?”
“Hehe.”
Aku tersenyum dan sejenak berpikir, apa aku yakin dengan hubungan semacam ini. Hubungan cinta yang tidak semestinya di mata masyarakat. Banyak hal terlintas di pikiranku, berbagai pertimbangan-pertimbangan yang sejak kecil ditanamkan di pikiranku oleh kedua orang tuaku, bercampur dengan pertimbangan yang muncul dari emosiku.
“Sorry Jo, lo nggak perlu jawab pertanyaan gw kok kalo lo gak mau.”
“Nggak papa kok Dan. Itu pertanyaan yang wajar kok.”
“Oh, jadi?”
“Hmm awalnya emang gw bingung tentang jati diri gw. Sejak kecil gw dibesarin di keluarga gw dengan kasih sayang yang luar biasa, bahkan mungkin cenderung berlebih. Terutama dari mama gw. Gw tau kalo gw nggak normal mungkin dari sejak gw SD. Pastinya waktu itu gw masih nggak yakin. Bahkan sampe SMA pun gw masih selalu bimbang. Tapi sejak gw di sini, ketemu banyak orang, ketemu Mario yang sama kaya gw, Gw belajar banyak hal. Mulai dari belajar buat mengenal diri gw, sampai menerima dan menghargai diri gw apa adanya. So kalo ditanya apa gw udah yakin dengan hubungan yang akan gw jalani. Jawabannya gw harus yakin. Karena ini hidup gw, apapun keputusan yang gw ambil harus gw yakini dari hati yang paling dalam. Apalagi soal urusan yang menyangkut perasaan kaya gini.”
Daniel pun tersenyum ke arahku dengan senyuman manisnya yang menawan.
“Gw kagum ama lo Jo, lo orangnya penuh semangat, kuat, n berani. Gw bangga punya sahabat kaya lo.”
“Hmm mungkin keadaan yang membuat gw bisa jadi lebih kuat sekarang Dan. Tapi emang kenapa lo tiba-tiba nanya kaya gitu ke gw?”
“Sebenernya, gw juga lagi bingung ama perasaan gw.”
“Hah bingung gimana maksudnya?”
“Yah mungkin gw belum bisa cerita sama lo sekarang, tapi kalo nanti gw dah bisa cerita pasti gw ceritain kok ke lo.”
“Oh gitu. Oke gw tunggu kok.” Sejenak kami terdiam. “Eh Dan sekarang boleh nggak gantian gw nanya?”
“Boleh lah, kenapa?”
“Sebenernya pertanyaan ini udah pengen gw tanyain ke lo sejak dari dulu.”
“Pertanyaan apa?”
“Kenapa sih lo masih mau bertemen sama gw, setelah tau kalo gw kaya gini.”
“Hmm, sebenernya kalo boleh jujur aku nggak tau jawabannya. Awalnya aku ngerasa berat banget tau keadaan lo kaya gini. Tapi gw ga tau kenapa sekarang buat gw lo tuh .. Lo tuh spesial. Kalo bareng lo gw nyaman, lo tu konyol, polos, kadang aneh n complicated. Tapi buat gw semuanya itu udah jadi kaya bagian dari hidup gw belakangan ini. Jadi kenapa gw bisa nerima keadaan lo, mungkin karena lo itu beda dari temen gw yang lain.”
Jawaban Daniel selalu abu-abu buatku. Entah aku yang terlalu bodoh untuk mengetahui arti perkataannya atau aku yang terlalu banyak berharap. Mungkin memang sudah saatnya aku belajar menerima Daniel sebagai sahabat terbaikku tidak lebih dan tidak kurang. Walaupun memang berat tapi ya itulah kenyataan yang memang sudah seharusnya aku sadari sejak awal.
“Jawaban lo bikin pusing ya. Hehehe.” Aku dan Daniel pun tersenyum .
“Tapi apapun alesan lo, thank banget ya lo mau jadi sahabat terbaik gw. Mungkin sekarang gw dah tau keputusan apa yang bakal gw kasi buat Mario.”
“Keputusan?”
“Iya, jawaban gw ke Mario satu minggu lagi.”
Tiba-tiba Daniel memegang tangan kananku. Dia menggenggam tanganku dengan sangat erat. Aku melihat ke arahnya karena terkejut dengan apa yang baru saja ia lakukan. Ternyata dia juga sedang melihat ke arahku. Kami pun beradu pandang sejenak.
“Sorry ya gw memang ga pinter nyusun kata-kata jadi bikin lo bingung, tapi semoga lo tau apa maksud gw. Apapun keputusan lo, gw selalu berharap yang terbaik buat lo kok.”
“Makasi Dan.”
“Yuk lanjut jalan. Ntar kita ditinggalin lagi ama truknya.”
“Yuk.”
“Bentar Jo, kita foto dulu sekali ya di pohon yang itu.”
“Oh ok-ok.”
Akhirnya aku dan Daniel pun berfoto dengan background pohon beringin pilihan Daniel. Sejenak aku mengamati pohon beringin ini. Banyak sekali coretan-coretan di batangnya, mungkin ini ulah muda-mudi yang asik berpacaran di tempat ini. Salah satu tulisan yang mencolok besar adalah tulisan “I love you” yang nampak cukup jelas dibandingkan coretan lainnya. Mungkin karena baru saja ditulis oleh muda-mudi yang datang semalam. Setelah selesai berfoto, aku dan Daniel pun melanjutkan perjalanan kami. Sesampainya di lokasi tempat berkumpul, semua teman-teman kami sudah berada di tempat itu begitu pula dengan kakak-kakak senior kami. Mereka sempat menginterogasi kami. Namun Daniel dengan lihainya membuat alasan bahwa kami tersesat ketika sedang berjalan sejenak untuk menghirup udara segar. Setelah sedikit pengarahan dari kakak senior kami. Kami semua pun pulang kembali ke Bandung dengan tubuh yang sangat lelah. Buatku tiga hari masa campku bersama Daniel sangat berarti, aku lebih banyak mengenal dia. Satu hal yang aku sadari bahwa abu-abu bukan lah warna Daniel di mataku. Namun Abu-abu adalah warna Daniel yang sebenarnya. Itulah Daniel, Daniel yang pendiam namun terkadang ceria, tertutup namun berusaha terbuka, terlihat cuek namun penuh perhatian, begitu dekat namun terasa jauh, sahabat terbaikku namun juga orang yang sangat aku cintai.
Ceritanya baguuus...
Oh ya....bagaimana caranya buat ganti/Ngedit judul....kan sekarang gaak bisa Ngedit judulnya karna tampilan baru....trus kalau kamu bgm ??? Please.....makasiiiiih
klik 'pilihan' trus pilih 'edit' dipostingan pertama.
@fansnyaAdele sama abu2 juga warna fav gw hehehehe
peace,,ckckckckc
aq tunggu kelanjutanya....