It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Seseorang memegang tanganku dari belakang tepat sebelum tanganku memegang tangan Daniel. Spontan aku pun menoleh ke arah belakang untuk melihat sosok orang itu. Mario! Dia tepat berdiri di sisi belakang kananku dan sekarang memegang tanganku. Matanya tajam menatap ke arahku.
“Lo bilang lo mau ngerubah perasaan lo ke dia kan?”
Mendengar perkataannya itu aku hanya bisa terdiam dan menarik tanganku yang sudah sangat dekat dengan tangan Daniel. Yah, Mario memang mengetahui hampir semua perasaanku, termasuk perasaanku pada Mario. Sejak peristiwa malam ulang tahunku 5 bulan lalu bukan Cuma aku dan Daniel yang makin dekat. Aku dan Mario pun semakin akrab. Mario adalah tempat aku menumpahkan dan berbagi tentang perasaanku. Bahkan mungkin terhadap Mario aku lebih terbuka dibandingkan terhadap Daniel. Mungkin karena aku merasa Mario sama denganku sehingga semua terasa lebih nyaman ketika aku berbagi tentang perasaanku dengannya.
“Sorry Yo tadi gw cuma mau kasi semangat ke Daniel.” Aku yang merasa bersalah ini hanya bisa menunduk dan tidak berani memandang Mario.
“Terserah lo aja sih tapi gw cuma mau bantu ngingetin lo. Dia kan sahabat lo jadi sebaiknya lo bisa nahan diri. Gitu kan kata lo?”
“Iya Yo sorry.”
“Ya udah lah ni baju lo. Mandi dulu gih udah bau lo.” Mendengar nada bicaranya yang mulai berubah aku mulai berani mendongakkan kepalaku ke arah Mario. Yah, wajah Mario yang sekarang sudah kembali normal. Tatapan mata yang tajam tadi sudah menghilang dari wajahnya.
“Enak aja lo, thank ya dah dibawain bajunya. Lo bisa gantiin gw bentar ga jagain Daniel selama gw mandi.”
“Beres deh boss, madi gih.”
“Hehe, thank ya Yo.”
Setelah mendengar kesediaan Mario sekarang aku bisa mandi dengan tenang karena ada yang jagain Daniel. Saat mandi aku masih teringat peristiwa barusan. Memang aku salah sih, padahal aku sudah berjanji untuk merubah perasaanku ke Daniel. Tapi dari semua itu satu yang benar-benar masih teringat jelas di otakku adalah tatapan tajam mata Mario. Tatapan itu rasanya sangat penuh emosi. Tatapan yang aku tidak habis pikir kenapa bisa terjadi di saat seperti itu, bahkan untuk melihatnya kedua kalinyapun aku tidak sanggup. Entahlah mungkin karena saat itu Mario terbawa emosinya.
Selesai mandi akupun mempersilahkan Mario untuk pulang. Tapi tidak disangka Mario malah menolaknya. Dia bilang dia akan menemaniku menjaga Daniel malam itu. Seperti biasa permintaan Mario adalah suatu hal yang paling susah aku tolak. Akhirnya kami berdua pun bermalam bersama di rumah sakit. Aku merasa beruntung juga Mario menemaniku malam itu, sebab paling tidak ada teman mengobrol selama aku menunggui Daniel. Sepanjang malam Daniel tertidur lelap dan sama sekali tidak terbangun, mungkin karena pengaruh obat tidur yang dia minum setelah makan.
Keesokan harinya aku terbangun, karena mendengar suara orang mengobrol di dekatku. Ternyata Mario dan Daniel sedang mengobrol tidak jauh dari tempat tidurku yang notabene adalah sofa kamar inap Daniel.
“Loh kalian dah asik ngobrol?”
“Eh dah bangun lo Jo.”
“Iya ni tadi si Daniel kebangun, terus kaget liat gw. Ya wajar sih soalnya kita baru satu kali ketemu itupun dah hampir setahun yang lalu.” Oh aku baru ingat pertemuan mereka pertama kali dan satu-satunya adalah ketika Daniel menginap di kosanku beberapa bulan yang lalu. Selebihnya walaupun Daniel sering mengantarku ke kosan namun dia tidak pernah masuk ke kosanku.
“Oh iya Dan, gw ngajak Mario nemenin gw disini jagain lo semalem.”
“Iya tadi Mario juga cerita. Padahal sebenernya ga usah dijagain juga gak apa. Kan sekarang gw jadi ngrepotin dua orang.”
“Haha, gak apa Dan si Mario mah biasa gw repotin.”
“Iya buat Jo apa sih yang nggak.”
“Beneran nih.”
“Iya suer deh. Lo mau minta hati gw juga gw kasi.”
Mendengar pernyataan Mario barusan mendadak situasi menjadi hening. Aku sempat beradu pandang dengan Daniel. Nampaknya dia juga agak terkejut dengan pernyataan Mario. Wajar saja karena Daniel belum tahu jati diri Mario yang sebenarnya. Walaupun mungkin Mario hanya bercanda tapi pernyataannya barusan benar-benar membuat suasana menjadi sedikit kaku. Tanggap dengan situasi ini aku pun mencoba mengalihkan perhatian.
“Eh kemarin lo bawain baju gantinya berapa biji Yo?”
“Cuma satu kan lo cuma minta satu.”
“Oh iya berarti ga bisa mandi pagi disini donk ya.”
“Ya udah gak apa Jo, kalian pulang aja. Lagian kan udah pagi ini. Ntar siang juga keluarga gw pasti dateng.”
“Oh iya kan lo belum ngasi mereka kabar Dan, sini gw telponin ya.”
“Iya siip-sip. Tolong ambilin HP gw deh di atas meja biar ge tunjukin nomornya.”
“Oke bentar ya”
Setelah itu Daniel pun memberi kabar pada keluarganya. Nampaknya keluarganya sangat terkejut dengan kabar itu. Kurang lebih pukul 11 siang keluarga Daniel datang. Aku dan Mario sempat bertemu dengan keluarga Daniel dan membantu menyampaikan keadaan Daniel. Setelah itu aku dan Mario pun pamit pulang. Sekarang aku sudah bisa tenang meninggalkan Daniel karena keluarganya sudah datang.
...............................................................................
Dua hari kemudian Daniel diperbolehkan pulang dari rumah sakit karena memang kondisinya sudah pulih. Aku membantu keluarganya mengantar Daniel ke kosannya. Tidak hanya aku, Mario juga ikut bersama kami. Entah kenapa hari itu dia bilang ingin ikut mengantar Daniel pulang. Setelah Daniel sampai di kosannya dengan selamat aku dan Mario pun pamit pulang.
“Jo.”
“Napa Yo?”
“Udah mau malem, sekalian makan malem aja ya.”
“Oh boleh. Emang lo mau makan dimana?”
“Sekali-sekali agak jauh dikit ya.”
“Hah agak jauh emang kemana?”
“Udah lo ikut aja ya.”
“Yodah lah yang penting harus enak ya. Tapi harga anak kosan.”
“Dasar lo mana ada enak harga anak kosan.”
Tanpa tahu kemana kami akan bergerak, Mario membawaku. Di perjalanan beberapa kali aku sempat bertanya kemana kita akan pergi, tapi Mario tetap tidak mau memberi tahuku. Jika dilihat dari arahnya kami bergerak ke arah puncak Dago. Jujur aku tidak terlalu tahu daerah ini. Walaupun sudah satu tahun di Bandung aku belum pernah menjamah daerah ini. Kata teman-temanku memang di daerah ini banyak tempat makan yang enak. Namun rasanya juga sebanding dengan harga makanannya yang mahal. Tapi aku percaya Mario tidak akan menjerumuskannku ke restoran yang mahal, sebab dia tahu betul isi kantongku.
“Dah sampe deh kita.”
“Hah disini Yo?”
“Iya.”
“Bagus amat tempatnya, pasti makanannya mahal Yo. Lo jangan ngaco deh.”
“Udah yuk ikut aja.”
“Wah gak bener nih lo, gw bisa puasa 3 hari ni kalo makan disini.”
Tanpa berdebat lebih lanjt Mario menarik tanganku untuk segera masuk ke restoran itu. Restoran ini letaknya di dekat bukit. Pemandangan darisini sangat indah apalagi sekarang malam hari. Lampu-lampu di pusat kota Bandung benar-benar mempercantik pemandangan dari dalam restoran ini.
“Mbak menunya.” Seorang waitrees kemudian mengantarkan dua buah daftar menu ke meja kami.
“Lo dah sering ke sini yo?”
“Gak juga baru dua kali kayanya, buruan pesen.”
“Eh iya.” Aku pun mulai membuka daftar menu. Astaga mataku terbelalak melihat harga menu makanan yang luar biasa mahalnya. Sama dengan jatah makanku dua hari.
“Yo lo gila ya. Udah lo aja deh yang mesen gw liat aja.”
“Dasar orang miskin nih. Buruan pesen aja gw yang traktir.”
“Hah beneran lo mau nraktir gw?”
“Iya, giliran ditraktir aja semangat.”
“Iyalah, dimana-mana orang ditraktir pasti semangat. Apalagi makanannya mahal. Hehehehe.”
“Lagian kan gw sering nraktir lo.”
“Iya sih tapi kan ga pernah di restoran mahal kaya gini. Emang dalam rangka apa lo nraktir gw? Abis dapet pelanggan top ya?”
“Sialan lo ah, ga jadi ditraktir neh.”
“Eh ampuun, becanda kok. Lagian dalam rangka apa sih?”
“Udah ntar juga lo tau.”
“Ah lo mah sok misterius muluk, bodo ah yang penting gw makan enak. Hehehe.”
Makan malam kamipun kami habiskan dengan mengobrol. Tidak hanya itu pemandangan yang sangat indah dari restoran ini pun menjadi salah satu topik pembicaraan kami. Tak heran jika banyak sekali pasangan muda-mudi yang datang ke restoran ini malam ini. Makanan yang lezat, restoran mewah, pemandangan yang romantis memang sangat sempurna bagi pasangan yang sedang dimabuk asmara seperti mereka.
“ Yo liat deh, di sekitar kita pada pacaran semua tahu.”
“Iya emang ini tempatnya orang pacaran.”
“Ya terus ngapain kita kesini, mana mahal lagi.”
“Jadi lo nyesel neh gw ajak kesini.”
“ya kaga lah, bercanda lo. Mana mungkin nyesel makanan top bgt gini. Gratis lagi. Hehehe”
“Bagus lah kalo lo nggak nyesel.”
“Tapi beneran lo Yo gw penasaran dalam rangka apa lo nraktir gw disini?”
“Ok sekarang gw mau jawab pertanyaan lo itu.”
“Nah gitu dong kan enak jadinya gw gak mati penasaran.”
“Tapi lo jawab dulu ya pertanyaan gw.”
“Ok deh sip.”
“Menurut lo gw orangnya gimana?”
“Lo mah baik dah pokoknya. Trus asik diajak ngobrol, apalagi sering nraktir gw lagi. Wlaupun kadang-kadang konyol tapi gw enjoy aja kalo ama lo.”
“Oh gitu, terus lo seneng ga jalan ma gw?”
“Ya iyalah, seru abis kalo ama lo. Wkwkw. Apalagi kita kan sama jadi enak ngobrolnya.”
“Jadi lo suka nggak ma gw.”
“Ya elah kalo kaga ngapain gw masih mau jalan ama lo. Tw ngapain sih lo tiba-tiba nanya gituan?”
“Oke, sekarang gw jawab pertanyaan lo. …… Gw suka ama lo!”
“Hah maksudnya gimana?” Sebenarnya mungkin saat ini aku sudah mulai bisa menebak ke arah mana pembicaraan ini akan dibawa. Tapi kalimat standard ini terlontar begitu saja karena aku sangat kaget dan tidak yakin dengan apa yang baru saja aku dengar.
“Gw cinta ma lo Jo. Sejak pertama gw liat lo gw udah tertarik ama lo. Cuma gw merasa gw butuh waktu untuk akhirnya sampe ke tahap ini. …. Lo mau jadi bf gw ngga?”
Ya Tuhan ternyata semua yang Mario lakukan malam ini adalah untuk moment yang sekarang aku hadapi. Aku benar-benar tidak menyangka aku akan menghadapi moment seperti ini. Memang aku merasa sangat nyaman bersama Mario. Dia punya sesuatu yang berbeda dari semua teman-temanku yang membuatnya punya tempat khusus di hatiku. Tapi pertanyaannya saat ini benar-benar sulit untukku. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang ini.
“Kok lo diem aja sih Jo?”
“Gw.”
“Gw tahu kok lo masih nyimpen perasaan ama Daniel. Tapi gw tau juga lo sedang berusaha buat ngubah perasaan lo. Mau nggak lo ijinin gw buat bantu lo ngelupain Daniel?”
“Mmm.”
“Hehe, gw harusnya sadar ya gw kan udah gak bener gini, jual diri tiap malem. Mana mungkin lo mau ama gw. Gak apa kok kalo emang lo nggak bisa nerima gw, gw sepenuhnya ngerti.”
“Bentar Yo, lo jangan ngambil kesimpulan sendiri donk.”
“Jadi maksudnya?”
da kesalahan ketik tuh om..
“Gw tahu kok o masih nyimpen perasaan ama Daniel. Tapi gw tau juga lo sedang berusaha buat ngubah perasaan lo. Mau nggak lo ijinin gw buat bantu lo ngelupain Mario?”
harusnya daniel kan??
ayo cepet lanjutin lagi ceritanya.. jangan bikin orang penasarannn
@zulkorich : nanggung soalnya masih bingung juga abis itu gimana hehehe. Let me think ya. ;P