It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"Yang bener aja, Ti! Gak boleh main-main begitu! Ini udah kelewatan !!"sergahku kesal.
"Suwer, Dy! Aku gak bohong...!"bantah Wanti dengan nada serius.
Aku terdiam.
"Aku juga sempat gak percaya saat mendapat kabar ini. Tapi itulah kenyataannya. Sahabat kita Dandy, sudah dipanggil lebih dulu oleh Yang Kuasa..."sambung Wanti lirih.
Aku terdiam. Tak terasa air mataku langsung jatuh.
"Kami berencana mau melayat ke rumah duka. Kamu gak ikutan?"tanya Wanti memecah tangisku.
"I-ikut...aku ikut..."kataku sambil mengusap air mata yang berleleran di pipi.
***
"Helen itu sosok manusia sempurna di mataku, Dy. Gak akan ada yang pernah menggantikan dia. Bahkan aku gak akan pernah rela dia direbut sama orang lain. Kalaupun kita gak ditakdirkan buat bersama, hanya orang yang lebih dari akulah yang boleh memiliki dia. Salah satunya kamu, mungkin. Hehehe..."
Itulah sederetan kalimat yang masih jelas kuingat meluncur dari bibir Dandy.
Tapi sekarang, sahabatku itu sudah tiada. Aku tak menyangka kalau nyawanya akan terenggut oleh dua ABG yang ugal-ugalan mengendarai motor di jalan raya. Akh, benar kata pepatah, rezeki, jodoh dan kematian adalah rahasia Ilahi.
***
"Apa ini Dek?"tanyaku.
"Titipan Kak Dandy..."
Aku mengerutkan kening.
"Titipan? Kok ada titipan segala sih..."kataku sambil mengambil bungkusan itu dari atas meja.
"Kak Dandy memberikan ini ke Meyda sebelum dia meninggal, saat dalam perjalanan ke rumah sakit..."terang Meyda dengan mata berkaca-kaca.
Aku langsung memegang tangannya.
"Sabar ya, Mey. Mungkin ini yang terbaik buat Dandy..."kataku mencoba menenangkannya.
Meyda mengangguk.
"Ya sudah, kalo begitu Mey pulang dulu Kak. Mey cuma pengen ngasih itu doang..."pamit Meyda sambil mengusap matanya.
Aku mengangguk.
"Makasih ya Dek..."
"Ya , Kak."
Sepeninggalan Meyda, aku langsung membuka bungkusan warna merah itu. Penasaran banget dengan apa yang ada di dalamnya. Kok bisa-bisanya Dandy memberikan sesuatu padaku?
Saat ku buka, ternyata sebuah buku...Agenda! Aku sedikit mengerutkan kening. Aku sering melihat Dandy membawa-bawa Agenda warna cokelat ini. Setahuku Dandy juga kerap menuliskan sesuatu di sana. So, kenapa dia mewariskannya padaku?
Aku langsung membuka agenda itu. Mungkin ada sesuatu yang penting yang ingin almarhum bagikan padaku. Siapa tahu saja sebuah rahasia besar? Harta karun atau kotak Jumanji? Haha. Who knows?
Ku buka lembaran pertama. Isinya mengenai biodata Dandy. Lembar kedua puisi. Sampai pada lembaran ke-lima belas, masih tak ada sesuatu yang berarti. Aku tertawa lirih. Dandy ada-ada aja. Lagaknya kayak disinetron-sinetron aja deh. Sebelum meninggal pake nitip sesuatu segala...
Aku membuka lembar demi lembar agenda itu secara acak dan cepat. Belum mencapai setengahnya, lembaran agenda itu sudah kosong. Sampai akhirnya tak sengaja aku membuka tepat di tengah-tengah agenda dan kembali ada tulisan di sana.
Kok diberi jarak sih?
Mungkin ini adalah sesuatu yang ingin Dandy sampaikan. Akupun mulai membacanya...
***
Aku duduk di pojok sebuah bangku taman sembari menunggu Ayah kembali dari membeli es krim. Tiba-tiba seseorang datang dan duduk di sampingku. Kutatap dia dari ujung kaki sampai ujung rambut. Masih lekat dalam ingatanku bagaimana bentuk fisiknya.
Bibirnya merah dan tipis, rambutnya halus, lehernya kecil dan kulitnya putih susu. Dia sangat rupawan. Tanpa sadar aku membandingkan rupanya dengan rupaku. Aku kalah telak. Dan tanpa sadar pula, aku malah beringsut sedikit menjauhinya. Aku tiba-tiba jadi minder.
Ia lalu menoleh dan menatapku.
Eh, dia langsung menyunggingkan senyum manisnya.
"Hay...!"sapanya.
Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Tak ada siapa-siapa.
"Kamu..."
"Aku?"
Dia mengangguk.
"Lagi nunggu Papa juga?"tanyanya ramah.
"I-iya..."jawabku kikuk sembari celingak-celinguk mencari Ayah.
"Sama! Aku lagi nunggu Papa beli gorengan. Oh ya, namaku Helen..."
"Helen..? Oh...aku Dandy..."
Baru saja berkenalan, tiba-tiba muncul seorang bapak-bapak dengan pakaian rapi dengan kulit putih. Kutaksir dialah Papa Helen.
"Papaku udah dateng...aku duluan ya...!"
Aku mengangguk.
Itulah sepenggal percakapan pertamaku dengan Helen. Sesosok anak manusia yang untuk pertama kali begitu menarik perhatianku. Selain rupanya yang sempurna, juga namanya yang unik. Helen. Baru pertama kali aku mendengar nama serupa itu. Biasanya nama orang-orang yang kukenal di kota kecil ini adalah Andi, Winda, Citra, Dika dan nama-nama pasaran lainnya.
Sejak hari itu, aku tak pernah lagi bertemu dengannya. Meskipun aku sangat ingin melihat rupanya yang menawan itu. Bahkan berkali-kali aku mengunjungi taman demi menantikan Helen muncul di hadapanku, tapi saat seperti itu tak kunjung tiba. Sampai akhirnya aku berpikir, aku masih terlalu kecil (umurku saat itu baru 10 th) untuk menyukai seseorang...
(..)
Aku masih ingat banget saat itu seantero negeri tengah merayakan hari kemerdekaan Bangsa Indonesia. Beragam lomba diadakan di kotaku. Seluruh sekolah diliburkan. Seluruh masyarakat tumpah ruah di jalanan demi melihat pertunjukan drumband dan pawai keliling yang diadakan sepanjang jalan.
Tentu saja aku tak ketinggalan untuk larut dalam segala kemeriahan itu. Aku bersama Dody dan Benjo pergi bersama menonton pawai dan drumband di pinggir jalan. Terutama sekali yang ingin kami tonton adalah aksi sekolah kami yang ambil bagian dalam pertunjukan drumband.
Ternyata giliran sekolah kami adalah setelah sholat Dzuhur. Kami tentu saja tak sabaran. Mana cuaca sangat terik lagi. Kalau bukan demi solidaritas dengan sekolah, ingin rasanya aku pulang ke rumah.
Aku dan kedua temanku serta penonton yang lain masih bertahan di trotoar jalan. Saat pukul dua belas, muncullah rombongan drumband dari SD lain. Wah, kostum mereka sangat meriah. Beberapa murid di dekat kami bersorak-sorai. Pastilah yang baru datang ini adalah drumband milik sekolah mereka.
Aku, Dody dan Benjo tak antusias. Yang kami inginkan adalah kemunculan drumband sekolah kami, titik!
Eits, tapi entah apa yang menggerakkan mataku, saat iringan drumband dari SDN 02 Centre (Kubaca dari spanduk yang mereka bentangkan) itu persis melewatiku,aku tiba-tiba saja menoleh pada salah seorang Mayor(et)nya.
Tiba-tiba aku tersentak. Itukan Helen?!
Aku langsung mengucek kedua mataku. Aku gak salah lihat. Dia memang Helen!
Jantungku langsung berdegup kencang. Sama kuatnya saat pertama kali aku melihat rupanya. Setelah sekian lama menanti, akhirnya tanpa sengaja aku melihatnya di sini!
Spontan aku berdiri dan mengikuti iring-iringan Drumband itu tanpa memperdulikan kedua sahabatku dan penampilan Sekolahku yang tak kunjung muncul. Persetan sama semuanya, yang aku inginkan hanyalah terus menatap wajah rupawan itu...
(..)
Awal2 udh sedih gini, gimana selanjutnya.
Lanjut lagi..
Aku tersenyum membaca tulisan sahabatku ini. Sungguh konyol membayangkan bahwa ia sudah tergila-gila sama seseorang saat masih duduk di kelas 5 Sekolah Dasar! Dan lebih gokilnya lagi, ia masih menyimpan rasa cinta itu sampai sekarang !! Ckckck...
***
Dari balik sebuah bangku, terus kuamati Helen bersama teman-temannya. Aku tengah mencari waktu yang tepat untuk menemuinya.
Untunglah tak berapa lama kemudian, waktu yang kuharapkan datang juga. Teman-teman yang sedari tadi berkerumun di sekitar Helen satu per satu meninggalkan tempat. Tinggalah Helen sendiri. Akupun segera menghampirinya.
"Hey...! Masih ingat aku?"sapaku sambil menepuk pundak Helen yang lagi minum.
"Huuhkk.."ia langsung tersedak sambil menatapku kesal.
"Maaf..."ucapku lirih.
Ia mengerutkan keningnya.
Aku mendesah. Akh, sepertinya ia tak mengingatku lagi!
"Aku Dan..."
"Dandy ya?!"potong Helen.
Aku langsung mengangguk disertai senyuman manis.
Yippy! Ternyata ia masih mengenaliku!!
"Kamu ikutan drumband ya?"
"Iya. Kamu?"
Aku menggeleng.
"Eh, kamu SD mana sih?"tanya Helen.
"SD 43..."
"Wah deketan dong. Rumah kamu di mana? Kalo aku di Prumnas jalan Rinjani..."
"Aku di Talang Rimbo..."
"Dekat itu! Kalo gitu kita pulangnya barengan aja. Gimana?"tanya Helen menawarkan diri.
"Dengan senang hati..."sambutku riang.
.....
Sampai sekarang aku masih tak mengerti apa yang membuat aku dan Helen begitu dekat. Padahal kami memiliki banyak perbedaan. Lingkungan tempat kita beda, sekolahan juga beda. Tapi kami sering banget Main bersama.Kami saling melengkapi....[continue]
...lembar ke 8....
Hubungan pertemananku dengan Helen semakin lama semakin akrab. Keakraban kami semakin menjadi setelah menempuh pendidikan menengah di SMP yang sama, yakni SMPN 1 Crp, salah satu SMP terfavorit di kotaku. Meskipun kami berbeda lokal, tetap saja kami tak terpisahkan. Saat jam istirahat aku dan Helen kerap saling mengunjungi lalu pergi ke kantin bersama.
Sementara itu, kalau di rumah, begitu banyak yang kulakukan bersama Helen. Termasuk melihat gambar seronok ! Hehe, rasanya sungguh aneh saat itu. Muka kami berdua langsung memerah, menunduk, tertawa malu-malu lalu saling tatap dan saling lempar ejekan...[continue]
(..)
***
Naik ke kelas dua SMP, aku dipertemukan dengan Helen dalam satu lokal. Tak bisa dilukiskan bagaimana senangnya hati kami berdua, terutama hatiku.
Aku dan Helen melompat kegirangan saat melihat nomor induk kami berdua tertera di lokal B.
"Kita sekelas, Len!"seruku.
"Iya, iya. Kita selokal! Horeee...!!!"
Melihat ekspresi kami yang mungkin terlalu berlebihan, murid-murid di sekeliling kami sontak mengarah ke kami berdua.
Aku dan Helen cengengesan.
"Ckckc...suami istri ini girang banget rupa-rupanya!"celetuk Reti.
"Gak tahu nih, pasangan ini kok heboh banget ya?"timpal Redo sambil geleng-geleng kepala.
"Maklum...setelah setahun terpisahkan ruang..., akhirnya bisa bersatu lagi..."sambung Ervin.
Tawa mereka langsung meledak.
Muka kami berdua langsung memerah. Aku dan Helen bertatapan. Kami dibilang suami istri?
Suasananya waktu itu cukup menyudutkan Helen. Aku langsung menarik lengannya untuk menjauh dari mulut-mulut usil itu.
"Gak usah diambil hati ya, Len..."kataku.
"Gak apa-apa kok. Aku sadar kalo aku emang cantik..."desah Helen.
Aku menatap kulit Helen yang mulus dan putih. Dia memang sangat cantik. Bahkan aku sering bertanya-tanya, kok dia bisa begitu cantiknya ya???
"Bukannya bagus ya kalo cantik? Pasti banyak yang demen sama kamu..."
"Bukannya lebih banyak yang mencemooh?"
"Akh, itu mereka iri aja..."kataku sambil merangkul bahu Helen.
"Eits, nanti ada yang lihat lho...dibilangin kita mesum..."kata Helen sambil melepaskan lenganku dari leher panjangnya.
"Hahaha...masa sih ampe segitunya?"
"Ntar makin banyak lagi gosip yang beredar..."gerutu Helen dengan bibir merahnya yang manyun.
"Tapi kalo di rumah boleh dong?"godaku.
"Huh..!"
....
(..)
By the way, aku jadi penasaran banget, gimana sih tampangnya si Helen? Kalo menurut pendeskripsian si Dandy sih dia cantik banget. Kalo aku yang ketemu dia, apakah aku juga akan berpendapat yang sama dengan dia?
***
Sekali lagi...! Untuk pemilk hape ditunggu di kuping kiri SE-GE-RA !!!
Aku menggerutu kesal.
"Siapa sih yang berani-beraninya mengganggu acara bacaku?!"ceracauku sambil berjalan menuju ruang tengah (kebetulan HP-ku tengah di charging di sana).
Ternyata yang menelepon adalah Levy, dia pacarku.
Aha! Akhirnya ketahuan juga apa orientasi seksualku, huhu.
Yup. Sejak detik ini kuproklamirkan kalau aku adalah seorang Gay. Aih, beraninya aku. Tapi cuma berani sama pembaca doang kok, hehehe.
Iya, aku mulai menyukai manusia yang bernama cowok saat SD. Cowok yang pertama kali kutaksir adalah guru Olahragaku, yakni Pak Rino! Haha. Dia memang layak untuk dikagumi. Badannya tegap, ototnya keras, dan bagian tubuh belakangnya itu lho, uhm..so yummy! Tak hanya tubuhnya yang indah, wajahnya juga rupawan. Satu kata: meneduhkan !
Kalian bisa membayangkan bagaimana dahsyatnya perpaduan tubuh yang atletis dan wajah yang lembut nan menenangkan? Kalau kalian satu SD denganku dahulu, pasti kalian akan setuju dengan ucapanku ini. Aku yang waktu itu baru berumur 7 tahun saja sudah klepek-klepek sama pesonanya, apalagi manusia dewasa. Hehe.
Sepertinya aku memang terlahir sebagai seorang gay. Eits, jangan ada yang protes! Itu pandanganku kok... Kenyataannya memang begitu kan? Bahkan saat aku belum mengenal kata seks, gay, homo, fucking dan seluruh kerabatnya itu, aku sudah menunjukkan gejala membelot. Jadi apa mau dikata? Dan sekarang it's me dengan segala kelebihan dan kekurangan serta rahasia hidup yang berat.
Akh, cukup ya membahas masa laluku yang menyimpang itu, hhehe. Sekarang kita kembali meluncur ke masa kini.
Akhirnya di salah satu party temanku yang bernama Dina tahun lalu, dipertemukanlah aku dengan Levy, pacarku sekarang. Dia adalah teman dari teman Dina yang mengadakan party itu. Sejak pandangan pertama, memang sudah ada rasa. Saat dia datang bersama serombongan cowok-cowok, hanya dialah yang menarik hati. Dia paling bersinar. Langsung saja kudekati. Pura-pura ambil minuman di samping dia, lalu melirak-lirik dan bertukar senyum. Selanjutnya melempar pertanyaan standar seperti, "Temannya Dina ya?" dan dia menjawab, "Bukan kok. Dina ini temannya temanku. Tadi Tito (nama sang teman) ngajakin aku dan yang lainnya buat datang ke party ini..." Aku mengangguk pura-pura antusias. Selanjutnya mengalirlah obrolan seru yang berujung pada tanya nama dan bertukar nomor handpone. Cara mintanya pun klise banget, "Siapa tahu someday ada perlu sama kamu..." aduh, basi banget deh! Hehe. Untungnya mempan!