It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Hey Bro, udah bngn bln neh? Apa msh molor krn keasyikan party smlm?
Gayungpun bersambut. Meskipun agak lama dibalasnya, akhirnya jawaban dari inceranpun datang juga.
Udh bgn kok. Sry lama blzny. Td ke kmr mandi...hhe.
Hatipun bersorak kegirangan. Ternyata responnya lumayan bagus.
By the way, ngapain dia di kamar mandi? Mandikah? Bokerkah? Atau...coli kah? Aku terkikik.
Singkat kata, singkat cerita, setelah melalui beberapa tahapan seperti:
*Tahap berkenalan
*Tahap pendekatan
*Tahap penelitian (Gay atau nggaknya)
*Tahap pengungkapan perasaan
*Tahap verifikasi
and then...
Pacaran! Sampai sekarang!
Well, sebenarnya tak semudah itu sih. Butuh banyak pertimbangan. Tak semudah saat aku menuturkannya. Hanya saja jika harus kutulis sedetil-detilnya, tanganku bisa gempor deh. Mendingan kalo kisahnya unik dan menarik. Tapi ini mah standaarr..!! Setiap orang yang pacaran juga pernah mengalaminya. Cuma cara dan prosesnya aja yang beti (beda-beda tipis).
Aduh, terlalu banyak nyerocos, aku jadi kelupaan menjawab telepon dari sang pacarku tercinta. Aku angkat dulu ya...
***
Tuh kan, marah dia.
"Maaf Yang, tadi aku keasyikan baca. Jadi gak kedengeran suara HP..."jawabku kasih alasan sambil sedikit ngeles.
"Emang kamu bacanya di mana sih? Sampai nggak kedengeran? Hp-nya di silent ya?"
"Nggak kok! Tadi aku bacanya di ruang makan..."
"Yaaa...gimana sih? Baca kok di ruang makan? Baca apaan di sana? Resep?"
"Ada deh pokoknya...udaaah, gak usah dibahas!"pungkasku. "Kamu mau ngomong apa?"
"Gini Yang, aku besok mau arung jeram. Kamu mau ikut nggak?"
Arung jeram?
"Mau nggak?"
"Mau..mau...tapi kamu yang jemput ya?"
"Beressss....!"
"Cuma mau ngomong itu aja?"
"Uhm...iya.."
"Ya udah kalo gitu buruan tutup tele..."
"Eh, kenapa sih emangnya? Gak suka ya aku telepon?"potong Levy.
"Bukan gitu, tapi aku sekarang lagi keranjingan baca ceritaaa...penasaran abis nih!"kataku kasih alasan.
"Cerita apa sih?"
"Ada deh..."
"Ya apa? Bagus nggak? Kalo bagus aku mau baca juga,"desak Levy.
Ugh! coba tadi aku gak bilang lagi baca...akhirnya dia mau tahu kan!!
"Buku...buku Negeri 5 Menara!"jawabku asal.
"Lhi, bukannya itu sudah diangkat ke layar lebar? Kenapa gak nonton filmnya aja?"
Aduh...ini orang tahi semua deh!
"Mau baca aja...biar waktu nontonnya makin ngerti,"jawabku.
"Ooh..ya udah. Tapi besok jangan lupa ya?"
"Iya! Asal kamu yang jemput!"jawabku sambil mematikan sambungan telepon segera.
Hmm...ku harap sikapku barusan tidak melukai hati Levy. Terkadang memang ada kalanya kita tak ingin diganggu, meski oleh sang soulmate sekalipun! Ada kalanya kita butuh kesendirian, tenggelam dalam hoby atau sesuatu yang sedang kita tekuni. Dan itulah yang terjadi padaku sekarang.
***
harus sampai tamat!
@adinu sip
@hikaru emang benar bro. Sry maksdnx maret, hehe. Thx atas koreksinx..
Buat yg lain ttp dtunggu partisiapasinx, hehe.
Aku menggertakkan gigi kuat. Masih panggilan dari Levy.
"Ugh...! Ini orang gak ngerti banget sih...udah dibilangin aku lagi pengen baca..."gerutuku sebal.
"HALO..?!"
"Sayang...! Kok ketus gitu sih?"tegur Levy.
"Habis kamu sih. Udah dibilangin aku lagi asyik baca, masih ganggu aja..."
"Maaf..., ini aku cuma mau bilang, besok kamu langsung aja ke Patung Kuda ya? Kita kumpul di sana pukul delapan. Ingat jangan sampai telat!"
"Oke deh!"jawabku cepat.
"Ya udah. Monggo dilanjutin bacanya. Aku gak akan ganggu lagi..."
Tut!
Aku langsung menekan tombol merah.
***
Juli, 2006
Beranjak remaja, gejolak cinta mulai menghampiri diriku. Hanya saja aku masih tak dapat mengerti, mengapa aku harus menyukai sahabatku Helen? Seharusnya itu tak terjadi. Meskipun kami sama, tapi pada hakekatnya kita tak mungkin bersama.
Lagi pula, mana mungkin Helen mau dengan aku? Kita selama ini cuma berteman. Tak lebih. Helen tak pernah menunjukkan rasa sukanya padaku. Hal ini membuatku bingung dan gelisah. Harus kuapakan perasaan cintaku ini?
Meskipun hati kecilku menolaknya, tapi tetap kupaksakan untuk mencoba menyelami hati Helen. Siapa tahu ia juga memendam perasaan yang sama padaku.
Aku pun berusaha menunjukkan perhatian yang lebih semampuku. Perhatian itu terasa intens sekali jika di luar sekolah. Kalau di sekolah, aku tak mau kami berdua terus menjadi bulan-bulanan siswa lain. Sehingga saat di rumah atau saat kami tengah berduaan, sebisa mungkin kumanfaatkan peluang sekecil apapun.
Hmm...sebenarnya sih susah. Sedikit sekali peluang yang ada. Dengan fakta bahwa kami sudah berteman sangat akrab, terkadang perhatianku itu tak menunjukkan kalau itu adalah sebuah usaha untuk menggaet seseorang untuk dijadikan pacar. Helen pun tak menyadari itu. Apa yang kulakukan dianggapnya hanya bentuk perhatian seorang sahabat.
Aku frustasi jadinya. Cara apa yang mesti kutempuh? Ini cinta pertamaku. Apakah harus kukubur begitu saja?
Terus berfikir, akhirnya aku memilih mundur sebelum mendapatkan hasil. Aku tak mungkin meneruskan cinta gilaku ini. Sebelum semuanya kacau dan Helen keburu tahu, mendingan ku stop saja sampai di sini.
Aku pun mulai mencoba meluruskan hati. Mencari sesosok lain yang bisa menggantikan Helen di hatiku.
Begitu banyak manusia berjenis kelamin cewek di sekolah ini. Kenapa harus Helen? Aku pun mulai melebarkan pandangan. Mencari siswi cantik yang mampu menggetarkan hatiku. Hatiku pun memilih Sutera. Yeah, gadis cantik berambut sebahu. Dia adalah seorang Mayoret pula. Aku pun mulai mendekati dia, meskipun hatiku masih terpaut pada Helen.
Tentang rencanaku itu, tak lupa kuberitahukan pada Helen. Ia harus tahu soal ini lagi pula aku ingin melihat reaksinya.
"Kamu suka sama Suthe (panggilan Sutera)? Gak salah! Dia kan cantik? Kalau kalian jadian pasti jadi pasangan yang serasi...!"komentar Helen sambil terus mengunyah kacang Garudanya. Di mukanya tak ada tanda-tanda terluka.
Aku tersenyum kecut. Mengasihi diri sendiri karena jelas sudah Helen tak memiliki perasaan yang sama padaku.
Aku aja yang gila dan naif! Mana mungkin juga terbesit rasa di hatinya untuk menyukaiku? Hanya aku dan orang gila sajalah yang memiliki perasaan seperti ini.
"Kapan mau nembaknya?"tanya Helen.
Aku menggeleng pelan.
"Hahaha...pedekate aja belum, gimana mau nembak? Hihihi..."kata Helen lagi.
"Aku gak tahu gimana cara mendekatinya,"kataku. "Eh, kamu mau bantuin aku nggak, Len? Kalian kan sama-sama anggota drumband?"tanyaku.
Helen menghentikan aktivitas mulutnya mengunyah kacang.
"Aku?"tanya Helen sambil menunjuk dadanya sendiri.
Aku mengangguk.
"Eng...iya deh..."jawabnya kemudian.
Aku tersenyum senang.
"Thanks ya Len..."
Helen mengangguk.
"Kita ke kelas yuk!"ajakku.
"Eng...sebentar. Aku mau ke toilet dulu."
"Oke. Ayo!"
"Nggak usah...biar aku sendirian aja," tolak Helen.
"Gak mau diantar?"
"Nggak usah!"jawab Helen sambil berlari meninggalkanku sendirian di lapangan basket.
Aku pun kembali ke kelas sendirian.
Lama aku menunggu Helen kembali. Tapi kok dia gak muncul juga? Aku melirik jam di dinding kelas. Dua menit lagi jam istirahat berakhir.
Ngapain sih dia di toilet sampai selama ini? Sakit perut atau apa?
Aku berniat ingin menyusulnya, tapi belum sempat aku berdiri, wajah cantiknya sudah muncul di hadapanku.
"Len, dari mana aja? Masa ke toilet lama banget?"
"Aku tadi ke perpustakaan dulu..."jawab Helen.
"Ooo..."
Helen kemudian duduk di kursinya.
Ah, ada yang aneh di wajah cantiknya itu. Matanya merah dan pipinya sembab. Ada apa?
"Len, kamu habis nangis ya?"tanyaku.
"Enggak."
"Tapi mata kamu merah?"
"Tadi waktu di perpus kelilipan kena debu. Huhh...perpus kita itu kotor banget ya? Debu berterbangan..."gerutu Helen.
Aku tersenyum.
Meskipun Helen memberikan jawaban yang masuk akal, tapi aku tak sepenuhnya mempercayai. Masa sih effek kelilipan bisa sehebat itu? Tapi ya sudahlah.
(..)
Aku menguap sambil melirik jam di Hp. Benar saja. Sekarang sudah pukul Setengah dua pagi. Keasikan membaca Diary Dandy membuat aku lupa diri. Aku harus memejamkan mata sekarang. Jika tidak, aku bisa kesiangan. Padahal Levy sudah mengajakku pergi arung jeram besok.
Aku pun menutup Agenda Dandy lalu kutaruh di atas meja. Setelah itu ku matikan lampu kamar dan digantikan dengan sinaran lampu tidur yang cahayanya tak seberapa. Aku pun memejamkan mata...
***
DOR...! DORR...!!
"Ady! Ady !! Bangun...!" teriak Mama sambil menggedor pintu kamarku.
Mataku masih berat banget. Dengan bersusah payah ku buka kelopak mata yang serasa bagaikan direkat dengan lem paralon saking lengketnya.
"Dy...! Levy datang nih...!!!"seru Mama lagi.
Levy sudah datang? Wah, alamat didamprat nih. Dia paling gak suka jika melihatku belum siap sama sekali saat dia datang menjemputku.
"I-iyaaa...!!"jawabku dengan teriakan pula.
Dengan berat hati kutinggalkan tempat tidurku yang nyaman. Setelah itu mengambil handuk dan berjingkat ke kamar mandi. Jangan sampai Levy melihatku.
"Hey...!"
Aku tersentak dan langsung menoleh. Orang yang baru saja kubicarakan sudah berdiri tepat di hadapanku dengan kening mengkerut dan tatapan yang tajam. Keadaanku saat ini persis seperti penguntil yang lagi tertangkap tangan sedang beraksi di Swalayan.
"Jam berapa sekarang?"tanya Levy lunak.
Hadeehh...nada suaranya yang lembut itulah yang membuatku merasa bersalah.
Levy memang selalu begitu. Jika ia sudah kelewat kesal, ia tidak akan melampiaskannya dengan marah-marah dan suara yang tinggi. Tapi justru bertutur kata dengan suara yang tenang dan santai.
Tapi ada pengecualiannya lho. Sikap santainya saat lagi kesal itu akan berubah seratus delapan puluh derajat saat ia marah di telepon. Ia akan menunjukkan kemarahan dalam nada bicaranya. Contohnya kemarin itu. Nada bicaranya langsung sewot saat aku terlambat mengangkat telepon. Entahlah, kenapa bisa begitu. Pacarku itu rada aneh tapi aku sangat menyayanginya.
"Semalam ngapain aja? Kok sampai kesiangan sih?"tegur Levy lagi.
Aku cengengesan.
"Apa? Kok senyam-senyum sendiri?"
"Aku mandi dulu ya, Vy. Ntar telat lho..."
"Udah telat! Kita gak jadi pergi..."jawab Levy santai tapi dingin.
"Heh?"
"Sekarang udah jam berapa, heh?"
Aku mencuri pandang menatap jam di ruang tengah.
What?! Udah pukul setengah sepuluh?
Aku langsung menelan ludah. Dengan ketakutan kutatap bola mata Levy . Ia tak berucap apa-apa. Malahan ia berbalik pergi meninggalkanku.
***
"Sampai kapan Mama harus bangunin kamu heh? Bukannya kamu udah bosan dengar teriakan Mama setiap pagi? Kamu sendiri kan yang bilang, 'Ma, Ady itu udah dewasa. Ady bisa atur diri sendiri kok...',"kata Mama menirukan ucapanku tempo hari.
Aku misuh-misuh.
"Tapi kenapa mesti berhentinya hari ini, Ma? Kenapa gak besok aja...?"
"Terserah Mama dong...,"jawab Mama santai.
Aku menelan ludah. Senjata makan tuan nih !
Dengan kesal kulangkahkan kaki ke kamar mandi. Hatiku mengkel banget. Sayang seribu sayang, memang akulah yang salah. Bersalah sama Levy dan juga sama Mama. Double deh!