It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
heuheu
kayaknya antara eza n azam itu ada apa2 deh.. apa mereka ade kakak ya??
#mulai ng hang
tapi keren kok..
lanjuuuuttttt
besok ya..
sabar anak muda.
satu-satu yah..hari ini giliran si item
Aku suka critanyaa GOOD lah,eza ngegemsin banget dahh
Tpi msih bingung dgn azam ma azka -___- azam ini suka ma eza atau gimana sih haha
trus si bayu nya blum bgitu ada tanda2 naksir ma eza nih huhu
Oea,smangat yah buat nulis next part nya^^
siap laksanakan..
Lalu pintu kamar mandi terbuka dan kulihat azam masuk. Aku mencoba tersenyum padanya, tapi dia malah menatapku tajam dengan tatapan yang sepertinya penuh kebencian. Aku baru hendak membuka mulut tapi dia keburu balik sambil membanting pintu.
“brak” aku hanya melongo melihat sikapnya. Dia kenapa? Apa aku udah buat salah sama dia? Terakhir ketemu, aku dan dia masih ngobrol seperti biasa di kostnya. Memang waktu itu aku melihat gelagat aneh ketika kutanya azka apakah akan pamit dulu ke ibunya eza. apa emang ada hubungannya sama eza. arrggght..ada apa sih sebenarnya?
Aku mencari-cari kemungkinan logis yang membuat dia bersikap seperti itu kepadaku. Tapi buntu. Satu-satunya yang kupikirkan adalah kaitan antara azka memutuskan aku. Iya, itu mungkin. Tapi aku bingung, azka yang mutusin aku tanpa sebab kan. Lalu kenapa azam begitu? Apa mungkin azka mengatakan hal yang tidak-tidak tentang aku? Apa itu mungkin? setahuku azka orangnya gak begitu, meski kami pacaran baru beberapa hari. Lagipula selama kami pacaran, aku masih menjaga batas-batas kesopanan. Aku tak pernah melecehkannya secara fisik. Paling juga aku pernah mencium keningnya, itupun hanya sekali dan berlangsung cepat.
Aku lantas keluar kamar mandi dengan pikiran kesana-kemari. Dan ketika aku sudah sampai di kerangkeng, kulihat beberapa orang melihat kearahku, dan azam ada diantara mereka. kulihat pandangan mereka kearahku jadi berbeda. Kemudian mereka bubar dan meninggalkanku tanpa sapa basa-basi seperti hari-hari biasa. Aku dilanda bingung. Ada apa ini? Lalu Tamam datang menghampiriku.
“bay, gua mo nanya satu hal, boleh kagak?” tanya dia dengan logat betawi-sundanya.
“apa tam?” tanyaku kuyu.
“lu udah putus sama adenya ajam?” (orang sini melafalkan huruf z dengan j)
“napa emangnya?”
“lu gak ngapa-ngapain adenya si ajam kan?”
“gak lah” jawabku.
“ilok ah?” (ilok = yg bener) katanya dengan nada sedikit tak percaya.
“sumpah, kenapa emangnya?” tanyaku penasaran.
“maaf maaf ni ya’, bukannya gua gimana ini ya’, tapi kayaknya si ajam jadi benci pisan sama elu.”
“gua ge gatau tam.”
“dulu-dulu (sebentar), lo ngapa-ngapain sama adenya si ajam meurrrreun”
(meurrrreun = kali, orang sini mengucapkan huruf ‘r’ seperti ada banyak huruf ‘r’-nya)
“kagak ngapa-ngapain. Beneran” kataku berusaha meyakinkannya. Aku memang belum pernah ngapai-ngapain dalam artian dewasa dengan azka.
“yadah, jangan dipikirin bae ya’ntar kerjo lu jadi kagak benerrr” kata dia.
Ternyata benar, tadi si azam ngejelek-jelekin aku di hadapan rekan kerjaku. Damn, aku salah apa sih sebenarnya?
Aku masih duduk di kursi panjang sambil memikirkan kejadian hari ini. Aku duduk sendiri dan kulihat yang lain agak menjauhiku. Mereka tampak berbisik-bisik seperti sedang membicarakan aku sambil sesekali melihat ke arahku. Dan kulihat azam menatap dingin kearahku. Aku sudah tak mau ambil pusing sekarang. Aku menyibukkan diriku dengan membolak-balikan manual book mesin Tien Jin.
Lalu Pak Edi datang menghampiri kami.
“zam, kamu ke mesin packing ya. Barusan Pak Jumawa telpon, katanya roll over-nya gak mau muter” kata pak edi kepadaku.
Lalu pak edi melihat ke arah azam.
“zam, kamu bantuin Bayu ya. Kyaknya bayu gak bisa ngerjain sendiri” kata Pak Edi dan beliau pun langsung menuju ke komputer mengecek axapta.
Huft, aku dibarengkan sama azam. Tapi gapapa. Ini kesempatanku buat klarifikasi ke dia.
Aku lalu mengambil tool kit (seperangkat alat kerja) lalu berjalan ke mesin packing. Kulihat lewat sudut mataku dia berjalan mengikutiku.
Setelah kami agak jauh dari kerangkeng, aku menghentikan langkahku. Kubalik bdanku dan kutatap matanya.
“zam, gua mau ngomong sama lo” kataku sambil menatap matanya.
“...” dia tak menjawab. Hanya menatap dingin ke arahku.
“lo kenapa si?” tanyaku tak sabaran.
“...”
“gua ada salah ya sama lo?” kataku lagi
Tapi tanpa berkata sedikitpun dia melengos pergi meninggalkanku.
“zam..” kataku sambil berusaha mengejarnya.
“apa ini ada hubungannya sama azka?” akhirnya aku menanyakannya juga.
Dia lalu menghentikan langkahnya.
“zam..azka mutusin gua tanpa gua tahu alesannya.” Kataku.
“dia mutusin lo?” kata dengan tatapan tak percaya.
“hah? Lo gak tau kami udah putus?” sekarang aku yang lebih heran.
Dia masih saja diam. Aku mengantisipasi.
“gua Cuma minta penjelasan sama dia, tapi gua hubungin dia, nomernya dah gak aktif. terakhir smsnya dia ngelarang gua buat nanya ke elo apa alesan dia mutusin gua. Tolong jelasin, ada apa sebenarnya?” tanyaku.
Tapi kulihat dia tak sedikitpun bicara. Dia menatapku tajam lalu berlalu meninggalkanku dengn kebingungan.
Mesin Packing, 15.20 wib
“bisa nggak si?” kata azam membentakku.
Aku tersentak kaget. Mukaku terasa panas. Dia dengan entengnya membentakku, padahal dari tadi dia Cuma duduk saja melihatku, sementara aku sudah keringatan dan tanganku sudah penuh dengan oli dan grease. Aku tak menjawab. Aku lalu melanjutkan kerjaanku dengan perasaan kesal. Tinggal masang sprocket, pasang dan kencengin baut lock-nya, pasang rantai, test drive deh.
Dan ketika aku sedang memasang rantai, tinggal masang chain link (sambungan rantai), aku kaget karena tiba-tiba azam menyerobotku dan tang serta chain link-ku terjatuh, bahkan aku sempat sedikit terjajar ke belakang beberapa langkah dan hampir terjatuh. Aku kaget sekali. Aku baru sadar ketika aku mendengar suara seseorang. Kulihat Pak Edi datang bersama Pak Jumawa.
“gimana, udah clear?” tanya pak edi.
“tinggal masang chain link aja” jawab azam.
“kok lama? Down timenya banyak ini” protes pak edi.
“lagian aku kerja sendiri pak. Si bayu dari tadi Cuma ngeliatin aja sambil smsan.” Kata azam dengan tatapan meremehkan kearahku.
Deg, ulu hatiku tertohok sekali. Aku tak percaya dengan pendengaranku. Aku yang sudah berlumur oli dan grease ini dibilang hanya diam sambil smsan?
“kamu ini, bukannya kerja. Kita ini team work. Harus bersinergy. Itu kan core value kita. “ kata pak edi dengan mata melotot kearahku.
Aku baru mau menjelaskan, tapi langsung dipotong oleh azam.
“iya pak. Tangannya emang kotor. Tadi sempat aku ajarin sebentar, tapi baru juga buka baut, dia udah ngeluh, katanya bautnya keras, habis itu dia hanya asik smsan.” Tambahnya.
Aku molongo. Aku tak percaya seorang azam berkata begitu. Mukaku terasa panas sekali, tanganku mulai gemetar. Kalau saja aku tak bisa menahan diri, sudah kupukul kepalanya dengan kunci inggris. Tapi aku masih bisa menahan diri.
“bayu, habis dari sini kamu ikut saya ke kantor.” Kata pak edi langsung berlalu meninggalkan kami.
Kulihat azam tersenyum puas. Aku menatapnya tajam.
“kenapa heh?” tanya dia dengan tatapan penuh kebencian.
Aku mendengus. Nafasku memburu. Dan tanganku terasa gemetar menahan emosi. Kemudian aku segera membereskan alatku dan langsung melengos pergi meninggalkan dia sendiri. Aku lantas ke kamar mandi dan segera membersihkan tanganku yang penuh oli dan grease dengan sabun. Setelah tanganku bersih, aku lantas mencuci mukaku untuk mendinginkannya yang dari tadi terasa panas sekali. Kuhirup nafas dalam-dalam. Kupejamkan mataku dan kubuang pelan-pelan. Sekarang aku sudah mulai sedikit tenang. Kupandang wajahku di cermin, wajahku tampak kusut sekali. Kucoba tarik ujung bibirku dan tersenyum. Setidaknya itu akan mengurangi sedikit kekusutan di wajahku.
Tiba-tiba azam masuk. Aku menatapnya tajam, dan sebelum dia mengatakan sesuatu, aku melengos dan membanting pintu. Kemudian aku bergegas meninggalkan kamr mandi. Sefatal apakah kesalahanku sampai-sampai si azam yang brengsek itu melakukan ini padaku. Dan sekarang aku memikirkan apa yang akan terjadi di ruangan Pak Edi nanti. Kemungkinan besar aku akan kena SP atau Surat peringatan.
Setelah aku berdiri di depan ruangannya, aku ragu-ragu mengetuk pintunya.
“tok tok tok..”
“masuk..” jawab Pak Edi dari dalam.
Aku lantas membuka pintu dan masuk. Beliau menatapku tajam.
“duduk” katanya.
Aku lantas duduk dengan kikuk. Aku merapatkan kedua kakiku dan menaruh tanganku diatas pahaku, kakiku mulai tak nyaman. Aku memang jarang bermasalah dan dihadapkan pada kondisi seprti ini dari zaman sekolah. Makanya aku diliputi rasa tak nyaman sekarang. hawanya seperti aku akan diintrogasi oleh pihak berwenang.
“kamu ada masalah dengan kerjaan?” tanya beliu.
“maksud bapak?” tanyaku bingung.
“Kamu sudah gak betah kerja disini?” kata Pak Edi retoris.
Aku hanya diam.
“kalau kamu masih mau kerja disini, ikutin aturan main disini. Kita ini team work. Kerja itu harus saling mendukung. Kamu pernah dengar istilah partner in crime? Penjahat pun bekerja sama. Apalagi kita yang orang-orang terdidik. Sekarang ini engineering dituntut untuk menurunkan break down (waktu perbaiakan mesin) oleh BOD (Bord of Director, jajaran direksi). Apalagi kemarin produck kita yang di Amerika dapat complain, untung gak kena claim (permohonan ganti rugi dari pihak user). Kita hanya perlu recall (menarik kembali) produck kita yang sudah dikirim. Ada sekitar 50.000 unit. Jadi saya mohon keseriusan kamu dalam bekerja.” Katanya panjang lebar.
“iya pak” jawabku.
Rasanya kalaupun kujelaskan kejadian sebenarnya juga pak edi gak bakal percaya.
“saya perhatikan kamu dekat sama eza. apa karena tadi kamu kerja sama azam jadi begitu?” katanya dengan pandangan menyelidik.
“ma..maksud bapak?” tanyaku gelagapan.
“kamu harus bersikap profesional dan fleksibel. Harus bisa ditempatkan dimana saja dan bekerja dengan siapa saja.”
“baik pak.” Jawabku singkat.
“yaudah, bentar lagi jam pulang. kembali ke kerangkeng. Bentar lagi meeting koordinasi” kata pak edi.
Aku lantas berdiri dan pamit lalu keluar.
Aku sedikit lega, ternyata Pak Edi hanya memberikan pengarahan padaku. Aku terus berjalan ke kerangkeng dan kulihat orang-orang sudah berkumpul untuk meeting koordinasi. Kulihat Azam dan dia melihat ke arahku. Langsung kualihkan pandangan. Malas sekali aku bertatap muka dengan mahluk itu. Lalu aku merasa ada tangan yang menyentuh pinggangku. Aku kaget. Ternyata eza. aku melihatnya tapi dia masih tetap fokus melihat white board. Aku tersenyum tipis. Ya, setidaknya aku masih punya Eza.
*****