It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Dikit baanget adegan ncus2 nya...
Lanjut lagi CATAR !!!
sedikit updateannya nih
hihihihi
ЂёђёђёЂёђёђё
ditunggu kisah nya deh selanjutnya ngelanjutin alurnya
@adacerita : iya nih pertahanan Andri jebol. Lanjut ke part 53 ya...
@Adam08 : duh kalau ada Hendra, ngga akan sampai terjadi dong malam pertamanya. Hendra lagi sama Rena.
@4ndh0 : maafkan author yang kelupaan mention. Sekarang lanjut lagi ke part 53 ya....
@Alvalian_Danoe : Nah loh....ini kan bukan cerita XXX. Ke Red Distric aja yuk. banyak tuh yang XXX
@danu_dwi : Nah yang adegan ncus2 nya dideskripsikan sendiri ya. Author susah banget mendeskripsikan kedalam tulisan.
Lanjut ke part 53 ya...
@darkrealm : lanjut ya ke part 53
@arieat : Masih ingatkan pengalaman malam pertama ?, kurang lebih sama seperti yang dilakukan Andri dan Ferdi.
Lanjut ya ke part 53
@pokemon : iya nih....Author tidak menulis terlalu panjang di part 52. Author hanya mendeskripsikan sedikit diawal, sedangkan untuk kelanjutannya, bisa di deskripsikan oleh seluruh Readers.
Lanjut ya ke part 53
Bandara Udara Fuimicino Rome Italy
~Hendra Hargiana~
”Aa….kayaknya kita salah naik pesawat siah…”
”Haaa…Ngga mungkin Hendra…Gw tadi sudah memastikan kok nomor penerbangannya”
”Itu liat keluar A… di atas gedung ada tulisan Empiro Armani. Kan kita teh mau ke Bandara Fuimicino”
”Heddeeehhh…Lo tuh ya, bikin kaget gw aja, itu kan cuma iklan aja.”
Setelah pesawat yang kami tumpangi berhenti dengan sempurna, kami pun keluar dari pesawat. Gw melirik jam yang tergantung di dinding bandara Fuimicino , sekarang masih pukul 9.50. Dua jam lebih perjalanan dari Amsterdam menuju Rome.
”Aa….dari sini kalau mau ke Termini pake apa ?”
”Lo mau pake kereta atau mau pake Bis ?”
”Aku pengen pake kereta aja A…Untung aku perginya sama si Aa…Jadi ngga susah kalau mau pake transportasi.”
”Ya udah gw beli dulu tiket keretanya.”
”Aa…minta yang express ya…”
”Iya Hendra…pake Leonardo Express. Jalannya wus…wus….”
”Siap A….”
Andri pun kemudian berjalan menuju loket pembelian tiket kereta. Tidak lama aku menunggu, Andri sudah kembali.
”Hen…keretanya setiap 30 menit sekali berangkat ke Termini. Masih ada waktu 15 menit lagi kalau mau pake yang jam 10.30.”
”ya udah atuh A…kita langsung ke peronnya.”
Kami segera menuju peron kereta. Ternyata kereta Leonardo express telah tersedia di peron 2. Kamu pun langsung masuk untuk mencari tempat duduk yang kosong.
”Aa…aku teh mau tanya…”
”Tanya apa Hendra…”
”Kenapa sama si Aa, aku ngga boleh jadi gay. Dari dulu si Aa ngga mau jawab pertanyaanku yang itu.”
”Gini Hendra, gw jawab ya alasan kenapa lo kok ngga boleh jadi gay.”
”Lo pernah denger stereotipe homosexual”
”Apaan itu A…?”
”Jadi stereotipe homosexual itu adalah penilaian terhadap individual yang mempunyai orientasi homosexsual hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok homosexual. Sebenarnya penilaian ini merupakan jalan pintas yang dilakukan secara intuitif oleh masyarakat untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks untuk membuat suatu keputusan secara cepat.”
”Jadi maksudnya bagaimana kalau begitu A ?”
”Kalau lo mengenal lebih dalam lagi tentang dunia homosexual, banyak sekali yang berprilaku berganti-ganti pasangan, pesta sex, melakukan pencabulan, atau lainnya yang berhubungan dengan selangkangan.”
”Mereka menganggap perbuatan kaum homosexual itu rendah, tidak bermoral ataupun hina. Mereka merasa jijik dan sebisa mungkin untuk menghidar dari orang yang mempunyai orientasi homosexual. Tetapi mereka lupa jika perbuatan yang berhubungan seputar selangkangan dengan konteks negatif, tidak hanya dilakukan oleh kaum homosexual saja, tetapi kalangan bisexual dan heterosexual pun melakukannya.”
”Padahal tidak semua orang yang mempunyai orientasi homosexual itu hanya berfikir tentang seputar selangkangan, masih banyak yang berkarya dan mempunyai pretasi sesuai dengan bidangnya masing-masing.”
”Tetapi karena sudah terlanjur adanya persepsi di negara kita bahwa kaum homosexsual itu adalah negatif, maka gw ngga mau kalau orang lain menganggap lo juga negatif.”
”Cukup gw yang merasakan tidak nyamannya menjadi seseorang yang mempunyai orientasi homosexsual.”
”Tapi kan kalau aku jadi gay, berhubungan sex nya hanya dengan si Aa aja.”
”Terus Rena mau dikemanakan ?”
”Oh iya ya A…”
”Gini Hen…sekali lo mencoba, lo akan merasa ketagihan. Jika lo ngga puas dengan gw, lo akan mencari kepuasan dengan orang lain. Dan hal itu akan terus berulang tanpa henti.”
”Gw ibaratkan kalau sex sesama jenis itu seperti air laut. Semakin lo minum air lautnya, maka lo akan semakin haus.”
”Emang si Aa ngga pernah berhubungan dengan orang lain selain Ferdi ?”
”Belum pernah Hen, bagi gw Ferdi udah lebih dari cukup. Andaikata ada kekurangannya, gw kan bisa menutupinya.”
”Iya si Aa mah meni setia pisan….”
”Lo juga setia kan sama Rena ?”
”Itu mah udah pasti A….walaupun kadang suka bertengkar.”
”Sama aja kalau itu sih, gw juga sering kok bertengkar sama Ferdi. Namanya juga menjalin hubungan.”
”Iya ya A….apalagi waktu pas mau nikah sama Rena, hampir batal itu juga.”
”Gw juga masih inget lo bertengkar hebat sama Rena.”
=Flash Back=
Gaudeamus igitur
Juvenes dum sumus.
Gaudeamus igitur
Juvenes dum sumus.
Post jucundam juventutem
Post molestam senectutem
Nos habebit humus.
Nos habebit humus.
Vita nostra brevis est
Brevi finietur.
Vita nostra brevis est
Brevi finietur.
Venit mors velociter
Rapit nos atrociter
Nemini parcetur.
Nemini parcetur.
Vivant omnes virgines
Faciles, formosae.
Vivant omnes virgines
Faciles, formosae.
Vivant et mulieres
Tenerae amabiles
Bonae laboriosae.
Bonae laboriosae.
Vivat academia!
Vivant professores!
Vivat academia!
Vivant professores!
Vivat membrum quodlibet
Vivant membra quaelibet
Semper sint in flore.
Semper sint in flore.
Lagu yang dinyanyikan oleh paduan suara kampus dimana Andri kuliah, membuat bulu kudukku berdiri. Sangat syahdu sekali lagu ini. Aku sangat bangga melihat Andri akhirnya lulus kuliah.
Terdengar suara mc memanggil para wisudawan/ti dari masing-masing jurusan dengan predikat cum laude, untuk di wisuda dan kemudian diberi Ijazah kelulusan.
“Dari Ilmu-ilmu Matematika, kami panggil wisudawan dengan IPK 3,97, saudara Oktaviandri, predikat Summa Cum Laude”
(Summa Cum Laude adalah lulus dengan pujian tertinggi, IPK harus diatas 3,80)
Banyak sekali tamu dan wisudawan/ti yang berdecak kagum dengan keberhasilan Andri. Kembali bulu kudukku berdiri, namun diiringi dengan tetesan air mata haru melihat Andri menjadi wisudawan terbaik. Andai Tante Nur masih hidup, aku bisa bayangkan betapa bangganya beliau.
“Hen….Aku bangga banget sama Andri.” Ucap Ferdi sambil merangkulku.
“Iya Fer…aku juga sama…”ucapku sambil terisak haru.
Setelah penyerahan Ijazah bagi seluruh wisudawan/ti, acara ini ditutup dengan doa. Akhirnya acara wisuda pun telah usai. Aku dan Ferdi segera memburu Andri.
“Aa…..”hanya itu yang bisa kuucap sambil memeluk tubuhnya Andri. Kembali mengalir dipipiku tetesan airmata haru. Perjuangan seorang Andri yang ingin mewujudkan cita-citanya untuk memenuhi wejangan dari Tante Nur, berbuah hasil yang sangat luar biasa.
“Makasih ya Hen….Lo mau datang kesini.” Ucap Andri sambil membalas pelukanku.
“Andri ku sayang….aku sangat bangga padamu.”
“Makasih ya Fer….berkat doa lo juga, gw akhirnya bisa lulus.”
“Nah sekarang mau dirayakan dimana ?” Kataku sambil melepaskan pelukanku.
“Berhubung hari ini gw yang wisuda, berarti gw yang menentukan tempat perayaan ya.”
“Iya Andriku sayang…kamu mau dimana ngerayainnya ?”
“Aku mau ngerayain di rumah makan laksana aja yang di jalan Bypass.”
“Kok ngga di dago pakar sayang ?”
“Eh…ngga boleh protes.”
“Iya deh…aku nurut apa katamu.”
“Aa…aku…aku…aku….mau makan sambel laksana. Pedes pisan siah.”
“Gw juga mau banget Hen….”
Kemudian dari arah dago kami meluncur ke jalan bypass melalui jalan Merdeka dan jalan Lembong. Jaraknya lumayan agak jauh. Butuh waktu 1 jam untuk sampai rumah makan Laksana.
Setelah sampai, kami hanya memesan nasi putih, karena lauk pauknya telah tersedia di meja makan.
“Hen…ini sambelnya emang enak banget. Super pedas.” Kata Ferdi sambil mengunyah nasi dan ayam goreng.
“Bener kan…si Aa mah ngga akan salah pilih tempat.”
Setelah kami selesai menikmati kelezatan masakan sunda ini. Kulihat Andri yang membayar semua makanan yang kami santap.
Kemudian kami meluncur kembali ke rumah Andri yang berada di jalan Ciateul.
“Aa….tadi si mamah sama si papah nitip kado buat Aa…tapi aku mah ngga beli apa-apa loh A…”
“Kok jadi ngerepotin sih Hen…”
“Da itu mah yang repot si mamah aja, nih A kadonya.”kataku sambil memberikan satu buah kado untuk Andri.
“Makasih ya Hen….”ucap Andri.
“Buka Atuh A kadonya, aku pengen liat si mamah teh ngasihnya apa.”
“Iya Hendra….gw buka ya…”
Andri pun kemudian membuka kado dari ibuku. Kulihat sebuah dompet bermerk LV hitam dengan motif damier graphite.
“Hen…bukannya ini dompet yang pernah gw liat di ION Orchad dulu ya ?”
“Iya A….tapi itu beneran bukan dari aku loh A…Sumpah ini mah. Si mamah yang beli.”
“Oh ya udah….nanti gw datang ke rumah lo deh, mau mengucapkan terimakasih.”
“Iya A…ada da si mamahnya.”
“Andriku sayang…ini ada surat dari ibuku.”ucap Ferdi sambil menyodorkan sebuah amplop coklat berukuran kecil.
“Oh iya Fer, gw baca sekarang ya…”
“Iya Andri ku sayang”
“Aa….aku juga pengen ikutan baca. Boleh ya…?”
“Ya udah sini duduknya…”
Aku pun beranjak dari kursiku untuk duduk disampinya Andri. Kulihat sebuah surat dengan tulisan tangan.
Dear Oktaviandri
Tante dan Om, mengucapkan selamat atas keberhasilan kamu untuk mewujudkan impian mu menjadi seorang sarjana.
Ferdi selalu menceritakan apapun tentang kamu. Tante ikut bangga melihat perjuangan kamu yang gigih selama ini. Dari awal Tante bertemu kamu, Tante sudah menduga kalau kamu mempunyai pendirian yang teguh.
Tante berharap kamu bisa meneruskan pendidikanmu ke jenjang yang lebih tinggi.
Sebagai ungkapan kebanggaan, Om dan Tante memberikan sedikit hadian untuk kamu. Gunakanlah secara bijak. Tante percaya kamu seorang yang bijaksana.
Salam dari Om dan Tante.
Itulah isi surat yang singkat dan padat dari orangtuanya Ferdi. Kemudian Andri mengeluarkan sebuah kartu ATM berwarna merah dengan logo bank terkenal di Singapore, beserta secarik kertas yang aku duga itu merupakan pin dari ATM tersebut.
“Weeiiittt….mukanya ngga boleh cemberut sayang. Itu bukan dari aku loh. Aku juga ngga bawa hadiah apa-apa.” Ucap Ferdi membela diri.
“Iya…iya…Gw tau. Tapi gimana caranya gw ngucapin terimakasih Fer…”
“Telepon aja ya sayang…”
“Ya udah gw telpon sekarang ya…”
Kulihat Andri masuk kedalam kamar untuk menelepon ibunya Ferdi.
“Hen…gimana persiapan pernikahannya ?”
“Udah beres Fer, surat permohonan dan pencatatan nikah dari KJRI Jeddah udah disetujui. Tinggal nunggu visa Saudi Arabianya yang belum keluar, kata travel agentnya minggu ini udah jadi”
“Yang diajak kesana ada berapa orang jadinya ?”
“Hanya keluarga inti aja Fer…yang ngurus jumlah anggotanya mah si Rena, aku kebagian ngurus surat-surat perijinan.”
“Moga-moga lancar ya Hen…”
“Amin Fer…. Ini juga bentar lagi mau kerumah Rena. Masih banyak yang harus diurusin.”
“Tunggu Andri dulu ya…dari tadi dia belum beres teleponnya.”
“Siap Taruna !!!”
“Weiiittt….kita udah bukan Taruna lagi.”
“Maaf ABK….!!!”
“Fer….lo mau kemana lagi hari ini ?”
“Aa….aku mah mau kerumah Rena dulu.”
“Heehhh….Aku yang ditanya, bukan kamu Hendra.”
“Atuh Fer…..Aku yang udah mau pamitan juga. Kan kamu mah masih sama si Aa.”
“Hen…tapi sore lo ada dirumah kan ? Gw mau ketemu sama nyokap dan bokap lo.”
“Ada A…ini mau ke rumah Rena dulu. Ada yang mau diurusin.”
“Ya udah….lo hati-hati dijalan ya.”
“Siap A…” kataku sambil memeluk badannya Andri.
Setelah berpamitan dengan Ferdi dan Hendra, aku pacu mobilku menuju Rumah Rena yang tidak jauh dari jalan Buah Batu.