It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Minggu pagi ini aku diajak Mas Agam sarapan di sanmor. Kegiatan rutin yang mulai aku jalani semenjak aku berpacaran dengan Mas Agam.
Ketika kami tiba di sanmor, sudah ada Mas Gerald dan Mas Indra datang terlebih dahulu.
Mas Agam memesan makanan terlebih dahulu. Sedangkan aku langsung menuju tempat di mana Mas Gerald dan Mas Indra berada.
“Selamat pagi Reskha…”
“Seger banget pagi ini…”
“Hehehehe….”
“Kan masih pagi, pasti seger lah Mas..”
“Mas Gerald sendiri juga udah seger banget.”
“Eh Kha….Kamu udah ml sama Agam kan ?”
“Eh…udah semalem.” Jawabku tersipu malu.
“Gimana goyangannya ?”
“Pasti kamu ketagihan ya.”
“Aku aja ketagihan.”
“Haa….Mas Gerald udah pernah ml sama Mas Agam ?”
“Udah Kha…”
“Sebelum kalian berpacaran.”
“Kamu jadi T atau B Kha ?”
“Haaa….”
“Apaan itu Mas ?”
“Posisi ml nya…”
“Ooo itu…”
“Gantian Mas…Pertama saya yang T, setelah itu Mas Agam yang T.”
“Yang bener Kha…”
“Sejak kapan Agam jadi B.”
“Eh…maksudnya T itu terlentang kan ?”
“Saya ngga tau B itu maksudnya apaan ?”
“Ya ampun….dikira kamu tau artinya.”
“T itu dari kata Top.”
“B itu dari kata Bottom.”
“Ooo..Saya baru mengerti sekarang.”
“Kalau awal-awal ml sih, Mas Agam jadi T.”
“Setelah saya puas, Mas Agam yang jadi B.”
“Kamu serius Kha….”
“Iya…serius Mas Indra.”
“Kan kalau pertama-tama saya yang di bawah, selanjutnya posisi saya yang di atas.”
“Mba….Dia mana tau perbedaan T dan B.”
“Belum sampai kesitu kok kita berhubungannya.”
“Eh aku kirain kamu udah berubah jadi B wuk.”
“Gam….Tumben kamu belum sampai ke arah situ.”
“Biasanya main hajar aja.”
“Hehehe…..”
“Harus bersabar untuk kali ini.”
“Mas Gerald, memangnya yang dimaksud T atau B itu kayak gimana ?”
“Gam…Jelasin ngga ?”
“Jelasin aja Ger…”
“Ngga apa-apa kok.”
“Kamu tau ngga hubungan lelaki dan wanita ?”
“Tau Mas….”
“Yang lelaki dimasukkan kedalam punyanya wanita.”
“Betul….”
“Nah berhubung kita ini sesama jenis.”
“Kita melakukannya dengan cara memasukkan penis ke dalam rektum melalui anus.”
“Rasanya seperti gimana Mas ?”
“Kayak mau buang air besar gitu ya ?”
“Kalau menurutku, rasanya bikin ketagihan Kha…”
“Enak banget.”
“Tapi untuk pertama kalinya, pasti sakit banget Kha.”
“Haaa…..”
“Sakitnya kayak gimana Mas ?”
“Kalau kita makan kepedesan, perut kita kan mulas.”
“Nah rasanya ngga jauh beda dengan itu.”
“Jadi setiap kali di masukkan, rasanya seperti itu dulu ya Mas ?”
“Ngga Kha…”
“Itu hanya untuk pertama kalinya.”
“Setelah itu sih pasti kamu minta lagi.”
“Apalagi goyangnya Agam luar biasa.”
“Mas Agam….bener ngga apa yang dibilang Mas Gerald.”
“Iya Kha….Ngga ada yang salah.”
“Mas…saya mau…”
“Sama aku aja Kha….”
“Husss….Sembarangan kalau ngomong Mba.”
“Jangan mau kalau diajak Indra ya Kha…”
“Hehehehe……”
“Iya Mas….”
“Sama Mas Agam aja kalau gitu.”
Setelah sarapan di sanmor, aku mengantarkan Reskha menuju kosnya.
Di dalam perjalanan, Reskha masih penasaran dengan apa yang dikatakan Gerald.
“Mas Agam….saya mau anal sex.”
“Pengen tau rasanya seperti apa.”
“Sayang….bukannya aku ngga mau, tapi aku kan masih di bawah sumpah.”
“Mana berani aku melakukannya.”
“Terus nanti kalau kamu sampai ketahuan oleh Andi, bagaimana ?”
“Emmm……saya minta ke Andi aja kalau begitu.”
“Weeiiit…..”
“Masa kamu mau ml sama Andi ?”
“Ngga boleh dong sayang..”
“Eh…maksud saya bukan gitu.”
“Saya mau minta ijin sama Andi.”
“Ya udah, kamu bilang aja dulu sama Andi.”
“Aku ngga mungkin minta ijin sama dia.”
“Iya Mas…”
“Nanti kalau ada Andi di kos, saya akan minta ijin.”
Setelah aku mengantarkan Reskha, akupun kembali ke rumahku untuk mengerjakan tugas kuliah.
***
Setelah selesai mandi aku menuju kamarnya Andi untuk berpamitan.
Tok…tok…tok….
“Andi….”
Terdengar seseorang membuka pintu kamar.
“Masuk Kha…”
Akupun masuk ke dalam kamarnya Andi.
“Andi…..”
“Nanti malama saya mau berangkat ke Bandung sama Mas Agam.”
“Mau ngapain ke Bandung Kha ?”
“Mau jalan-jalan aja Di.”
“Mau naik kereta api loh…”
“Hehehehe….”
“Memangnya kamu belum pernah naik kereta api ?”
“Udah pernah sih Di…”
“Waktu ke Solo. Pake kereta Pramex.”
“Tapi kata Mas Agam, kereta api ke Bandung jauh lebih bagus dibanding kereta ke Solo.”
“Kalau itu sih udah pasti Kha…”
“Kan perjalanannya juga lama banget.”
“Sekitar 8 jam kamu di kereta.”
“Asik…asik….”
“Saya pengen cepet-cepet nanti malam.”
“Eh iya Di..”
“Saya mau minta ijin.”
“Minta ijin apa Kha ?”
“Emmmm…”
“Bo..boleh ngga Mas Agam jadi T ?”
“Haaa….”
“Maksudnya apaan Kha ?”
“Aku ngga ngerti.”
“Emmm….Top maksudnya ?”
“Top gimana Kha ?”
“Andi ngga tau ya istilah top dan bottom ?”
“Ng……itu bukannya posisi ml ?”
“Iy..iya Di…”
“Maksud kamu main anal sex ?”
“Eh…iy..iya gitu.”
“Ngga boleh !!”
“Pasti Agam yang nyuruh kamu ya…”
“Eh..bu…bukan Di.”
“Sa…saya yang mau.”
“Kok kamu bisa tau istilah kayak gitu ?”
“Dari siapa lagi kalau bukan dari Agam ?”
“Ngga bisa pokoknya.”
“Ahh…saya mau Di…..”Rengekku kepada Andi.
“Ngga boleh Reskha…”
“Andi….boleh ya..ya…ya…”
“Dengerin ya Kha..”
“Kalau sekali kamu melakukan hal seperti itu…”
“Nanti kamu akan ketagihan.”
“Nah kalau Agam mutusin kamu gimana ?”
“Ng…….saya mau Andi…”
“Tetep ngga boleh.”
“Tunggu sampai enam bulan, baru kamu boleh melakukan hal seperti itu.”
“Yaaa…..masih lama kalau begitu.”
“Terus kalau misalnya Mas Agam yang jadi B dan saya jadi T, boleh ngga ?”
“Nah kalau itu boleh aja Kha…”
“Tapi Agam ngga mungkin jadi B.”
“Eh…iya ya…”
“Kamu pulang dari Bandung kapan Kha ?”
“Hari minggu malam Di.”
“Katanya Senin pagi sudah sampai Jogja.”
“Kamu hati-hati ya Kha…”
“Inget pesanku, jangan pernah berfikiran untuk melakukan anl sex sekarang.”
“Iya Andi….”
“Harus tunggu sampai enam bulan kan ?”
Aku pun berlalu dari kamarnya Andi menuju kamarku.
***
Hari ini aku sangat bersemangat sekali dalam bekerja, karena setelah bekerja aku akan berangkat ke Bandung.
Menurut Mas Agam, kereta akan berangkat jam sebelas malam. Kebetulan hari ini aku bekerja hanya sampai pukul 10 malam.
Jam 10.30 malam aku dan Mas Agam sudah berada di station kereta api. Aku duduk-duduk di peron sebelah selatan sambil menunggu kedatangan kereta api yang akan kami naiki.
Menurut Mas Agam, nama keretanya adalah Turangga.
Sekitar 30 menit kami duduk, keretanya pun tiba di station ini.
“Kha….Tuh keretanya.”
“Naik sekarang yuk.”
“Iya Mas….”
“Keretanya bagus banget Mas.”
Aku mengikuti Mas Agam untuk naik ke dalam kereta ini. Aku sangat takjub melihat ruang dalamnya. Tempat duduknya jauh berbeda dibandingkan dengan Pramex. Sangat empuk sekali, dan di setiap tempat duduk diberi selimut dan bantal. Selimutnya memang sangat berguna sekali, karena kereta ini sangat dingin sekali.
Aku disuruh Mas Agam duduk dekat dengan jendela. Tidak beberapa lama, kereta pun akhirnya berangkat menuju kota Bandung.
Rasa bahagia, nyaman dan damai sedang menari-nari di dalam sanubariku.
Entah berapa lama aku tertidur, kulihat di sampingku, Mas Agam masih terlelap, kepalanya menyender ke bahuku. Kulirik jam yang melingkar di tanganku, waktu menunjukkan pukul 5.25 menit.
Sudah ada sedikit berkas sinar mentari pagi menyinari perbukitan dan sawah-sawah yang kulihat melalui jendela kereta. Tenggorokanku terasa sangat kering, tetapi aku tidak berani bergerak, takut membangunkan Mas Agam yang masih terlelap.
“Udah bangun sayang…”
“Eh..Mas Agam kok kebangun ?”
“Sebenarnya sudah dari tadi aku bangun.”
“Tapi lihat kamu masih tidur, jadi aku tidur lagi.”
“Mas…saya haus banget.”
“Bentar ya sayang…”
“Aku tadi bawa air minum kok.”
Kemudian Mas Agam mengambil air minum dari dalam tasnya.
“Sayang…kamu udah laper belum ?”
“Belum terlalu Mas…”
“Kalau belum laper, kita sarapannya di Bandung aja ya.”
“Banyak tempat makan yang enak-enak kalau di Bandung.”
“Tapi pasti mahal-mahal ya Mas ?”
“Yang murah juga banyak di sana.”
“Tapi jika dibandingkan dengan Jogja, masih lebih mahal di Bandung.”
“Mas Agam sudah sering main ke Bandung ?”
“Aku SMA nya kan di Bandung Kha…”
“Ooo…pasti udah tau seluk beluk kota Bandung ya Mas…”
“Eh…Andi juga orang Bandung kan Mas ?”
“Satu SMA ngga dengan Andi ?”
“Aku kenal Andi di Jogja kok.”
“Kha…bentar lagi kita sampai loh.”
“Berapa lama lagi Mas ?”
“Paling 10 menit lagi.”
“Barusan kita sudah lewat station Kiaracondong.”
Aku baru sekali ini melihat kota Bandung. Jalanan di kota ini banyak ditumbuhi pepohonan yang sangat rindang.
Selang beberapa saat, kereta yang aku naiki tiba di station Bandung.
Walaupun mentari telah menyinari kota ini, namun udara pagi ini sangat sejuk terasa di kulitku. Kuhirup dalam-dalam udara kota Bandung ini, terasa sangat menyegarkan.
“Kha…kita sarapan bubur yang ada di depan station ini ya.”
“Bubur pinggir jalan disini enak-enak Kha….”
“Iya Mas….”
“Saya ngikut aja, pasti pilihan Mas Agam selalu enak.”
Kami berdua berjalan melalui parkiran mobil yang terdapat di depan gedung station Bandung. Setelah melewati gerbang, Mas Agam mengajakku berjalan ke sebelah kanan.
Di trotoar jalanan ini, ada pedagang kaki lima yang menjual bubur ayam. Mas Agam memesan dua mangkuk bubur.
Berbeda dengan bubur ayam yang ada di jalan Mangkubumi, di sini buburnya tidak diberi kuah. Tapi masalah rasa, ternyata sangat nikmat sekali.
“Mas Agam….makanan di sini memang enak-enak ya.”
“Bener kan Kha…”
“Di sini ngga harus makan di restauran, yang di pinggir jalan juga banyak yang enak.”
“Eh Kha…kita booking hotel dulu ya.”
“Biasanya kalau weekend seperti ini, susah banget cari kamar kosong.”
“Iya Mas….”
“Cara booking hotelnya bagaimana Mas ?”
“Kita datang langsung aja Kha…”
“Aku sama sekali ngga punya nomor telpon hotelnya.”
“Saya ngikut aja Mas…”
“Sippp….kita ke dago aja sekarang.”
“Ada angkutan kota yang langsung kesana.”
“Iya Mas….”
Setelah selesai sarapan, kami berdua pun berangkat menuju jalan Dago dengan menggunakan angkutan kota. Di depan angkutan ini tertulis St.Hall – Dago, mobilnya berwarna hijau.
Setelah menyeberang jalan, kami menuju suatu bangunan yang di atasnya tertulis Hotel Utari. Menurutku bangunan ini cukup bagus asri, di depan bangunan ini terdapat poohn yang sangat besar.
Mas Agam berjalan menuju meja receptionist yang berada dekat dengan pintu masuk. Aku disuruh menunggu di lobby hotel ini. Selang beberapa saat, Mas Agam berjalan ke arahku.
“Udah dapat kamarnya Kha….”
“Kita sudah bisa masuk kamar pagi ini.”
“Kebetulan kamarnya ada yang kosong.”
“Asikk…jadi kita bisa mandi-mandi dulu ya Mas…”
“Iya sayang…”
“Yuk ke kamar sekarang.”
Mas Agam mengajaku menuju kamar hotel yang berada di lantai 2. Setelah masuk ke dalam kamar, aku segera diajak Mas Agam untuk mandi berdua.
***
Kota ini banyak sekali menyimpan kenangan-kenangan manis, khususnya untuk diriku sendiri. Kota yang dahulunya aku tolak untuk bersekolah, tapi karena kedua orangtuaku mendapatkan tugas di kota ini, dengan terpaksa kami semua pindah ke Bandung.
Tetapi setelah aku merasa nyaman tinggal di kota ini, aku dipaksa oleh kedua orangtuaku untuk meninggalkan kota ini. Sehingga aku memilih kuliah di kota Jogjakarta.
Sedangkan kedua orangtuaku beserta adikku balik ke kota Jakarta.
SMA ku berada sejalan dengan hotel ini, sedangkan dulu aku tinggal tidak jauh dari toko kaset Aquarius. Jalan kaki dari hotel inipun bisa.
Sepanjang pagi sampai dengan siang hari, aku menghabisakan waktu berdua di dalam kamar. Dan selama itu pula aku sudah tiga kali mengeluarkan cairan dari dalam tubuhku. Aku benar-benar tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk melakukan hubungan intim dengan Reskha.
Walaupun beberapa kali Reskha menginginkan aku melakukan penetrasi ke dalam tubuhnya, tetapi aku selalu menolaknya. Bukannya aku tidak ingin melakukannya, tetapi aku takut melanggar sumpahku. Hanya Andi yang bisa mencabut sumpahku.
Siang ini aku akan mengajak Reskha jalan-jalan ke Ciwalk yang berada di jalan Cihampelas. Dari hotel ini kami menggunakan angkutan umum jurusan Ledeng. Kemudian berjalan kaki sedikit menuju Ciwalk.
“Dari tadi saya perhatikan, jalanan di kota Bandung, banyak sekali ditumbuhi pepohonan ya Mas..”
“Iya Kha….uniknya kota Bandung itu seperti ini.”
“Kotanya sendiri mempunya tag line Berhiber.”
“Artinya apa Mas ?”
“Bersih Hijau Berbunga.”
“Makanya di sini banyak sekali pohon-pohon yang tinggi, supaya kelihatan hijau.”
“Terus bunganya dimana Mas ?”
“Nanti di Ciwalk, banyak sekali bunga-bunganya.”
Setelah kami masuk ke dalam Mall ini, Reskha langsung berkomentar.
“Mall nya ngga sesuai dengan bayangan saya Mas…”
“Saya pikir mall nya seperti Malioboro Mall.”
“Di sini mall nya bagus banget ya Mas.”
“Tuh Kha….Banyak kan bunga-bunganya.”
“Iya ya Mas…”
“Warnanya bagus-bagus, dan subur lagi.”
“Pohonnya juga besar-besar Mas…”
“Ini konsep mall terbaru Kha..”
“Tapi bentar lagi ada mall yang hampir sama dengan mall ini.”
“Di Jogja Mas ?”
“Di Bandung juga Kha..”
“Tapi aku sendiri ngga tau kapan dibukanya.”
“Kata temenku yang masih tinggal di Bandung, pertengahan tahun ini bakal dibuka.”
“Bagus banget ya Mas…”
“Walaupun kita jalan-jalan di alam terbuka, tapi kerasa adem banget.”
Setelah puas berjalan-jalan di Ciwalk, kami berdua menyusuri jalan Cihampelas.
Sudah ada beberapa toko yang dahulunya menjual celana jeans beralih menjadi oleh-oleh khas Bandung.
Dari Cihampelas, kami naik angkutan kota jurusan kebon kelapa, dan turun di Bandung Indah Plaza.
Sabtu sore dan juga awal bulan, sehingga mall ini banyak dipadati oleh penduduk Bandung dan pendatang seperti kami berdua. Di depan mall ini ada yang menjual binatang-binatang piaraan seperti kucing, kelinci, tikus sampai dengan ular pun ada di sini.
Selain itu juga ada yang menjual berbagai macam casing handphone, dvd bajakan dan aksesoris yang bisa kita gunakan.
Kami berdua hanya berputar-putar saja di dalam mall ini sambil melihat-lihat barang yang jajakan di masing-masing counter.
Keluar dari mall ini, hari sudah gelap. Aku lihat Reskha sepertinya sudah kelelahan. Aku memutuskan untuk kembali ke hotel. Jaraknya tidak jauh dari mall ini.
“Kamu cape banget ya sayang…”
“Lumayan Mas…”
“Mungkin saya jarang berolahraga sekarang.”
“Jadi kakinya cepat pegel.”
“Ya udah, kita balik lagi ke hotel aja yuk.”
“Emmm…..”
“Boleh juga Mas…”
“Sekalian mandi lagi ya.”
“Iya sayang…”
“Ntar habis mandi, kita nongkrong aja di depan hotel.”
“Rame banget di situ kalau malam minggu.”
“Memangnya ada apa di depan hotel Mas ?”
“Di depan hotel kan ada Dago Plaza.”
“Banyak banget orang yang nongkrong di sana.”
“Asikkk….”
“Ntar kesana ya Mas.”
Kemudian kami menuju hotel. Di bandung sebenarnya tidak perlu menggunakan kendaraan pribadi. Karena kendaraan umumnya sangat banyak, dan mudah untuk berpindah dai satu lokasi ke lokasi lainnya.
***
Minggu pagi ini aku berencana mengajak Reskha ke lapangan Gasibu Bandung. Jalanan di sekitar Gasibu beralih fungsi menjadi pasar kaget.
“Kha….kita ke sanmor yuk.”
“Eh…emang di Bandung juga ada sanmor ya Mas ?”
“Ada dong…ngga jauh kok dari sini.”
“Cuma sekali naik angkutan.”
“Ada yang jual tengkleng juga Mas ?”
“Nah kalau itu aku ngga tau sayang…”
“Tapi yang jelas ada yang jual longtong kari.”
“Yuk Mas….”
“Saya udah ngga sabar pengen lihat sanmor ala Bandung.”
Kami berdua keluar hotel menuju perempatan jalan Sulanjana. Di sini kami naik angkutan kota jurusan Cicaheum – Ledeng. Kemudian kami turun persis di depan gedung sate.
“Mas Agam…!!!”
“Kenapa Kha…”
“Kok kamu melotot gitu ?”
“Ini…ini kan ikon nya kota Bandung.”
“Iya sayang….ini yang disebut dengan gedung sate.”
“Gedungnya bagus banget ya Mas…”
“Itu gedung peninggalan Belanda Kha.”
“Mas Agam tau sejarahnya ya ?”
“Ya pasti tau lah Kha…”
“Rata-rata orang Bandung pasti tau sejarah gedung ini.”
“Mas….saya pengen tau juga.”
“Gedung ini dibangun pada masa Hindia Belanda, tepatnya tanggal 27 Juni 1920.”
“Namanya juga bukan Gedung Sate, tapi GB singkatan dari Gouvernements Bedrijven.”
“Terus siapa yang merancang bangunan ini ?”
“Yang jelas bukan aku loh Kha…”
“Hehehehehe….itu sih udah pasti Mas.”
“Kan Mas Agam belum lahir.”
“Nama arsiteknya J.Gerber, Eh. De Roo dan G. Hendriks.”
“Semuanya mempunyai gelar Insinyur.”
“Orang Belanda semuanya ya Mas….”
“Yuk jalan ke sana.”
“Rame banget kan.”
“Iya Mas…”
“Mas….itu angkutan kotanya saya ngga bisa baca jurusannya.”
“Susah banget tulisannya.”
“Ooo yang itu.”
“Ciumbuleuit – Cicaheum ya sayang…”
“Iya itu deh.”
“Pake eu gitu Mas.”
“Jadi susah bacanya.”
“Khasnya Bandung kan seperti itu.”
“Dibacanya E”
“Sayang….makan lontong karinya di sini aja ya.”
“Iya Mas Agam…”
Aku mengajak Reskha makan lontong kari di samping barat lapangan Gasibu.
Kulihat Reskha sangat menikmati makanan ini.
Setelah menikmati lontong kari, kami berjalan-jalan di seputaran lapangan ini. Banyak sekali dagangan yang di gelar di jalan seputar lapangan Gasibu. Mulai dari berbagai makanan mentah atau jadi, barang kebutuhan sehari-hari, hingga kendaraan bermotor pun ada disini. Tapi hal yang membuat aku tertarik adalah, di sini juga ada yang menjual pakaian sisa ekspor dan pakaian bekas. Jika diperhatikan lagi, pakaian ini rata-rata merk terkenal.
Siang harinya aku harus nego dengan bagian receptionis untuk meminta late cek out. Karena kereta yang kami gunakan akan berangkat pada pukul 7 malam. Untungnya aku bisa keluar dari kamar ini pada pukul 5 sore dengan menambah setengah dari harga kamar.
Sepanjang siang menuju sore, aku habiskan waktu berdua bersama Reskha di kamar hotel ini. Walaupun siang ini aku hanya sekali mengeluarkan cairan tubuhku, tetapi Reskha sekarang sudah benar-benar ahli dalam menstimulus tubuhku. Dia sangat cepat dalam mempelajari sesuatu.
***
Sepulangku dari kota Bandung, hubunganku dengan Mas Agam semakin erat. Aku semakin sayang kepadanya dan tidak ingin kehilangan.
Apapun harus aku lakukan agar Mas Agam tetap bahagia berada di sampingku. Sudah beberapa kali aku meminta ijin kepada Andi, agar aku bisa menjadi B, dan Mas Agam tentunya menjadi T.
Sama seperti hari ini, aku memintanya untuk kesekian kali.
“Andi…..”
“Emmmm….”
“Pasti mau minta ijin lagi kan ?”
“Eh….iy…ngg..ngga kok.”
“Iya atau ngga ?”
“Hehehehehhe….”
“Iya Di….”Ucapku sambil menundukkan kepala untuk menahan malu.
“Sudah beberapa kali aku bilang tidak ya tidak.”
“Emmm…..ta…tapi Mas Agam kan besok lagi mau ulang tahun.”
“Sa..saya mau kasih itu aja Di.”
“Kamu kan bisa kasih kado berbentuk barang Kha.”
“Eh…iy..iya Di.”
“Tapi saya bingung mau kasih kado apa ?”
“Sekarang kan belum gajian Di…”
“Kamu memangnya mau belikan apa untuk Agam Kha ?”
“Emmmm…saya ngga tau Di.”
“Tapi Mas Agam besok malam mau ngajak saya nginep di rumahnya.”
“Gini aja Kha…”
“Sekarang kan kalian sudah jalan tiga bulan.”
“Aku tahu banget tentang Agam.”
“Kamu minta aja Agam yang jadi B nya, kamu yang jadi T nya.”
“Kalau dia mau jadi B, aku ijinkan.”
“Haaaa…..”
“Mana mungkin Mas Agam mau jadi B Di…?
“Hehehehe…..”
“Dia mau melakukan apa saja untuk orang yang dia cintai.”
“Dia pernah cerita, hanya sekali menjadi B dengan orang yang dia sayangi banget.”
“Sama siapa Di ?”
“Pacar pertamanya, orang Bandung.”
“Itu juga waktu dia masih SMA.”
“Nah kalau dia mau jadi B sama kamu, berarti dia bener-bener sayang sama kamu.”
“Makanya aku ijinkan.”
“Duh…Andi…”
“Saya ngga tega kalau Mas Agam jadi B….”
“Pasti dia bakal kesakitan.”
“Ahhhh….Andi…”
“Boleh ya….”
“Pokoknya itu syaratnya.”
“Kalau kamu ngga mau, ya sudah.”
“Tunggu aja tiga bulan lagi.”
“Hu…uh….”
“Andi kok jahat banget sama saya…”
“Bukan jahat Reskha…”
“Tapi aku masih ngga percaya sama Agam.
“Sekarang kamu mau beli kado apa untuk Agam ?”
“Maunya sih saya kasih ikat pinggang Di.”
“Tapi kemarin waktu lihat di Malioboro mall, harganya mahal banget.”
“Memangnya harganya berapa Kha ?”
“Duaratus duapuluh lima ribu Di…”
“Saya cuma punya uang seratus dua puluh lima ribu aja.”
“Ya udah, kamu beliin kadonya pake uangku.”
“Tapi kamu jangan bilang ke Agam ya.”
“Eh…nanti pas gajian, saya kembalikan ya Di.”
“Tapi saya cicil dua kali ya…”
“Ngga usah Kha…”
“Anggap aja aku ngasih uang untuk jajanmu.”
“Ahhh…saya kan jadi ngga enak.”
“Kamu tuh…”
“Dikasih uang bilangnya ngga enak.”
“Tapi setiap minggu selalu saja minta ijin jadi B.”
“Heheheheh….”
“Iya Andi…”
“Kha….nanti sore aku harus pulang ke Bandung.”
“Kamu jaga diri baik-baik ya.”
“Andi juga hati-hati ya ke Bandungnya.”
“Saya pengen naik kereta api lagi.”
“Andi pasti pake kereta api kan ke Bandungnya.”
“Iya Reskha…”
“Kapan-kapan kita naik kereta api ya.”
“Asikk…”
“Saya mau Di…”
“Ya udah, aku berangkat ke kampus dulu.”
“Kamu juga harus berangkat kan.”
“Nanti malahh kesiangan.”
“Iya Andi…”
“Salam ya buat Gedung Sate….”
“Heheheheh….”
Kami berdua pun bergegas menuju parkiran motor, dan berangkat ke kampus.
Di siang hari setelah shalat Jumat, aku berangkat menuju Malioboro mall membeli kado untuk Mas Agam. Kebetulan di lantai paling atas, ada tempat yang menyediakan jasa pembukusan kado.
Setelah terbungkus rapi, aku langsung bergegas menuju tempat kerjaku.
***
Sabtu 27 May 2006
Selamat pagi Journal !!!
“Weeiittt….udah seger, mau kemana kamu ?”
Hehehehhe….
Hari ini kan ulang tahunnya Mas Agam.
“Ucapin selamat ulang tahun dari aku ya.”
Iya Journal, nanti aku sampaikan ya…
Eh Journal….
Tadi malam aku nongkrong sebentar di jembatan Gondolayu.
Sambil liat gunung Merapi yang lagi terbatuk-batuk.
Bagus banget Journal.
Magmanya mengalir dari puncak gunung.
Kayak ular berwarna emas turun dari gunung.
Aku baru sekali ini lihat.
Hari ini Mas Agam mau ngajak nginep di rumahnya.
“Heeemmmmm…Pasti mau berbuat sesuatu ya ?”
Hehehehehe…..
Maunya sih Journal.
Aku sekarang sudah ahli loh…...
Malam ini tadinya aku mau jadi B Journal.
Kemarin aku sudah minta ijin sama Andi.
Tapi Andinya kasih satu syarat.
“Apa syaratnya ?”
Kalau Mas Agam mau jadi B, baru saya boleh jadi B.
Tapi kalau Mas Agamnya ngga mau, saya harus nunggu tiga bulan lagi.
Kata Mas Gerald, pertamanya sih sakit banget.
Tapi selanjutnya, pasti minta lagi dan lagi.
Demi Mas Agam, aku rela deh menahan sakit sebentar.
Yang penting Mas Agamnya bisa bahagia.
Journal…
Akhir-akhir ini aku kok merasa lain ya ?
“Rasanya gimana Kha ?”
Emmmhhh…
Bahagia
Senang
Damai
“Itu sih namanya jatuh cinta.”
Hehehehehe…
Iya kali
Semakin hari aku semakin cinta sama Mas Agam.
Dia sangat perhatian sama Aku.
Ternyata enak juga ya punya pacar.
Tapi Journal
Sampai sekarang Gilang belum aku kasih tau.
Aku yakin, sepintar-pintarnya aku menyembunyikannya
Suatu saat dia akan tahu juga.
Pasti dia akan marah besar jika aku kasih tahu nanti-nanti.
Apalagi kalau sampai tahu dari orang lain.
Aku bisa langsung lenyap dari muka bumi ini.
Ahhh…Serem…
“Ya udah kamu kasih tau aja hari ini.”
Aku belum siap journal.
Aku ngga mau kalau sampai kehilangan sahabatku itu.
“Terus mau kapan kamu kasih taunya ?”
Emmmmm…..
Aku ngga tau Journal.
Tapi memang harus secepatnya aku kasih tahu.
Sebelum dia tahu dari orang lain.
Eh Jour
Duk…duk…duk….
Aku mendengar suara kencang dari atap kamarku, mungkin seekor kucing yang sedang mengejar tikus.
Tapi….
Gerrrrr……..Braakkk!!!!
Lantai yang aku pijak tiba-tiba bergoyang sangat kencang sekali.
Sempat aku melihat meja belajarku terpelanting ke atas.
Saat hendak aku akan berdiri dari kursiku, keseimbanganku pun tidak bisa kukendalikan.
Dengan sukses aku jatuh ke lantai.
Brukk!!!!
Wuuaaaaaaaa !!!!
Aku sangat kaget, dinding kamarku roboh. Belum sempat aku berdiri, tiba-tiba
Aaargggggghhhhhhhh !!!!!!
Setengah badanku tertindih oleh lemariku.
“Ya Tuhan….apa yang terjadi.”
Aku hanya bisa meringis dan menahan sakit yang luar biasa.
Guncangan ini semakin lama semakin kencang.
Brakkk…..!!!! Geerrrrrrrrrrr !!!!!!! Brakkk!!!!!
Aku sudah tidak bisa lagi mendengar suara apapun. Hanya yang kudengar seperti suara deru mesin pesawat yang sangat kencang.
“Andii…To…tolong sa…saya.” Hanya suara lirih yang bisa aku keluarkan.
Beberapa pecahan tembok kamar melesat bagaikan batu yang terlontar dari ketepel mengenai punggung dan kepalaku.
Sangat sakit sekali. Yang hanya bisa kulakukan, menutup kepalaku dengan kedua tanganku.
BRRRRAAAKKKKKK !!!!!!!
***
Smoga selamat,
sabtu pagi kelabu.
untungnya seh di kampungku gak ada yg knapa2