It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Tp kyaknya mulai Dr part ini bakal seru kedepannya . Tetep mention ya ƪ(ˇ▼ˇ)¬ .
lho, emang yg di blog masih ada ya??? kyknya dah aku hapus biar gada yg tahu bagian akhirnya...
hehehe.... kan dah kubilang... yg ini versi perbaikannya. yg di blog lupakan sajalah.... :P >_<
Haha namanya cerita fiksi bro. Semua orang pasti suka berimajinasi tpi hanya sedikit yang bisa mengembangkannya menjadi sebuah tulisan hebat.
Ia aku sempet keliru antara elise and elia. Nama hampir sama. Hehe. Aku sampai baca2ulang ceritanya.
Setau w penghuni biara cuman ada 5 kq tiba2 ada elia.
Tp rupanya begini toh.
Cerita nya imajinasi tingkat tinggi.
Sampai bisa ke alam baka n lahir kembali.
mantapppp.
Skrg sudah ada antoni lg.
Jd rasanya ceeritanya uda kembali berwarna.
Yesssssss
di tgu lanjutannnnn nya.
(y)
:-bd
Klo Ъk salah di coment awal ku ªϑª nebak siapa penghuni baru di biara ya ? Kayaknya bner tuh )
Lanjut,,, lanjut,,, lanjut,,,,
ngomong2, siapa nama malaikat yang menurut kamu rada asing??? hehehe... :P
percaya atau tidak kejadian itu sering terjadi dalam kehidupan ini...meski banyak orang menyangkalnya...
secara pribadi saya percaya dan yakin 100%, gambaran kehidupan dan perjalanan jiwa dan reinkarnasi, kalau mau lebih mengena alur perjalanan jiwa cari masukan maaf yg orang bilang agama bumi/agama timur.....
menurut info dan survey di USA hasilnya sangat mengejutkan.... 70% warga negara USA percaya adanya reinkarnasi dan 30% mereka menginginkan bila mati dikremasikan...
sekali lagi part ini sangat menyentuh dan dapat memberikan pencerahan bagi kita semua...
selamat bro dan terus kembangkan ceritanya
padahal ceritanya keren bangat.
Hemm
Masih menunggu
Maghrib di Jakarta.
Suara adzan bersaut – sautan dari setiap sudut surau di jalanan ibukota. Langit tampak biru dan hanya menyisakan sedikit siluet matahari di ufuk barat. Di tepian sudut kota, alangkah indanhnya masih ada seorang pria kampung bersarung dan berkopiah berjalan menuju surau didekat gang ibukota. Istrinya yang telah lelah seharian akibat mengurusi urusan rumah tangga, juga berjalan disebelahnya menenteng sebuah mukena yang dilipat dan diselipkan di dalam sajadah lusuh.
Namun senyum mereka tampak bangga saat mereka tahu akan menghadap sang Pencipta Alam Raya. Dengan wajah basah terkena air wudhu, `orang – orang` itu, masih ada! Mereka yang masih peduli untuk mensujudkan wajah – wajah mereka.
Tiadakah yang masih mengingatNya? Adakah yang masih mau mencontoh orang – orang seperti mereka yang meninggalkan urusan dunianya hanya untuk memenuhi panggilanNya? Di sudut – sudut gang kecil, yang tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah negara namun di perhatikan olehNya. Adakah yang masih bersedia menyelipkan sisa hidupnya dengan memberi waktunya untuk Dia Yang Maha Kekal?
Jam menunjukkan pukul 19.00 malam saat sebuah mobil Volvo berjalan santai mendekati halaman biara st.Louis. dilihat dari luar, gereja katedral itu tampak begitu anggun berdiri mengingatkan kita pada kastil sekolah Hogwarts di film Harry Potter. Terdengar suara nyanyian puji – pujian dari dalam gereja. Sangat damai.
Didalam mobil, Kartika masih terpaku. Disebelahnya, Elia yang ternyata adalah Antoni pun hanya menunduk. Entah apa yang ada dipikiran dua insan itu. Meskipun mereka sudah sampai di depan gereja, namun tak ada satupun dari mereka yang beranjak ataupun berbicara. Hening…
“Elia… Maksudku… Antoni…” Kartika menggumam.
“Ya?” Antoni menjawab panggilan Kartika.
“Kita… sudah sampai…” Gumam Kartika. Antoni terdiam. Ia sama sekali tak ada niatan untuk beranjak saat itu. Begitupula dengan Kartika yang tidak memaksakan.
“Aku… ingin berbicara sesuatau padamu.” Gumam Antoni.
“Apa?”
“Terima kasih… telah mempercayaiku.” Gumam Antoni.
Kartika mengguratkan sedikit senyum.
“Bukan masalah.” Kata Kartika. Untuk sesaat suasana kembali hening. Entah, sepertinya cerita yang mereka bagi tadi sore telah membuat pikiran mereka bingung.
“Aku juga ingin berterima kasih karena kau telah mau membantu menangani kasusku.” Gumam Kartika.
“Tidak! Aku yang harusnya berterima kasih karena kau mau mengurusi kasus kematianku.” Kata Antoni. Kartika tersenyum.
“Aku berjanji akan menemukan siapa pelaku pembunuhan atas dirimu. Dan, semoga aku juga bisa membantumu merubah sifat Alif.” Gumam Kartika.
“Ya. Aku berharap begitu.” Kata Antoni. Namun, sekali lagi kesunyian menghinggapi mereka.
“Kau tidak mau turun?” Gumam Kartika berbasa – basi. “Kita sudah sampai didepan gereja.” Kata Kartika lagi. Antoni tersenyum. Seolah ada sesuatu yang ingin dia katakan.
“Kenapa?” Tanya Kartika membaca raut wajah Antoni yang tenggelam dengan tubuh sejati Elia.
“Aku… hanya ingin bicara sesuatu padamu.” Kata Antoni.
“Apa itu?” Tanya Kartika lagi. Untuk beberapa saat, Elia diam tertunduk.
“Menurutmu… bagaimana pandanganmu tentang... mereka?” tanya Antoni. Kartika mengernyitkan dahi.
“Siapa yang kau maksud `mereka`?” tanya Kartika.
“Pastur Agustinus, suster Ana, Fabian, Elise, Janetta dan Valent. Keluarga biara st. Louis. Menurutmu bagaimana mereka? kau sudah lebih dulu mengenal mereka kan daripada aku?” Tanya Antoni.
“Mereka baik. Toleransi kepada siapapun. Dan juga rukun. Kenapa memangnya? Apa kau tidak bahagia bersama mereka?” Tanya Kartika. Antoni terdiam.
“Tidak. Menurutku, mereka baik. Mereka toleransi kepadaku meskipun aku berbeda keyakinan. Keempat remaja di st. Louis juga sepertinya menganggapku sebagai saudara. Ana dan Agustinus menganggapku sebagai anaknya.” Kata Antoni.
Namun sepertinya ada sesuatu yang ganjil disana.
“Lalu, kenapa kau menanyakan hal itu?” tanya Kartika. Antoni menatap sendu kearah gereja katedral di depannya. Tempat selama ini ia bersinggah dan menemukan naungan saat tak ada lagi yang mengenalinya.
“Aku… hanya… kangen dengan… keluargaku dulu.” Gumam Antoni sedih. Nadanya sedikit bergetar. Ada sesuatu yang terasa mencekik didadanya.
Kartika terdiam. Ia mencoba menyerap apa yang dirasakan Antoni.
“Aku, kangen dengan ibuku. Ayahku, papa Dharma, Kak Rifay, dan… Aditya, adikku.” Gumam Antoni. Ada sedikit nada sedih disana.
“Melihat keluargaku yang sekarang, aku jadi bertanya – tanya tentang keluargaku yang dulu, apa yang mereka lakukan sekarang saat aku tak ada. Saat aku ditubuh baru ini, masihkah mereka merasakan kehadiranku?” Gumam Antoni.
Kartika terdiam.
“Maaf, menurut hasil laporanku, kau… hanya tinggal bersama ibumu saja, kan?” Tanya Kartika.
“Ya. Kenapa memangnya?” tanya Antoni.
“Siapa itu Rifay dan Aditya.” Tanya Kartika. Antoni tersenyum kecut.
“Sebelumnya, hidupku bisa dibilang hampa semenjak kehilangan dua orang itu. Ayahku adalah Hendrawan, seorang misionaris. Setelah menikah dengan ibuku, ia dikarunia dua orang anak laki – laki; aku dan Aditya, adikku. Saat itu, aku sangat menyayangi Aditya dalam hidupku.
Tapi, kebahagiaan keluarga kami sangat singkat kurasakan.
Ayahku berselingkuh didepan ibuku! Itu membuat ibuku sakit hati sehingga pernikahan mereka berujung pada kata perceraian! Dan… pengadilan membagi persaudaraanku dengan Aditya! Aku ikut dengan ibuku, dan ayah mendapat Aditya. Bisa kau bayangkan kan bagaimana seorang anak menjadi korban perceraian orang tua?! Memecah berai antara dua saudara yang saling menyayangi?” Gumam Antoni. Kartika hanya terdiam mendengar tutur kisah Antoni.
“Selang beberapa tahun, aku dan ibuku pindah ke Jakarta. Disini, ia bertemu dengan Dharma, duda beranak satu. Yah, setidaknya perkenalanku dengan Rifay, saudara angkatku, mampu mengobati perpisahanku dengan Aditya kala itu.
“Namun sekali lagi keluarga kami diuji. Kak Rifay dan Papa Dharma, meninggal dalam kecelakaan pesawat menuju Singapura! Dan sekali lagi, aku kehilangan sosok saudara.” Gumam Antoni.
Antoni terdiam, menatap nanar kearah langit manghrib yang perlahan kini tengah bermunculan bintang – bintang.
“Dan… itu yang jadi pemacumu untuk… menerima Alif sebagai pacarmu?” Gumam Kartika. Antoni tertunduk.
“Sepertinya begitu.” Kata Antoni tanpa melihat Kartika. Kartika hanya menatap Antoni dihadapannya. Dengan tubuh mungil dan kulit putih, ia tak seperi jasad laki – laki yang ia lihat di ruang otopsi beberapa bulan lalu.
Untuk beberapa saat, merereka terdiam. Sunyi.
Kartika tahu, sebaik apapun keluarga barunya, tidak akan pernah menggantikan keluarga lama Antoni. dan Antoni sungguh beruntung, mempunyai dua keluarga yang keduanya sebenarnya sangatlah sempurna bagi Kartika.
Tidakkah ada yang tahu, bahwa ada sedikit rasa sakit saat Kartika harus mengingat kembali keluarganya?
Tiba – tiba, Kartika menginjak gas dan mobil kembali melaju! Meninggalkan gereja st. Louis bahkan sebelum Antoni turun!
Antoni terkejut. Ia kemudian menatap Kartika yang sedang menatap serius kejalanan.
“Apa yang kau lakukan? Mau kemana kita?” Tanya Antoni. untuk beberapa saat, Kartika terdiam.
“Kita ke Malaka.” Gumam Kartika.
“Untuk apa?” Tanya Antoni. Kartika tersenyum.
“Kau rindu ibumu, kan? Bertemu dengannya lima menit saja kurasa bisa mengobatinya.” Gumam Kartika. “Sekarang, kita menuju rumahmu.” Kata Kartika. Antoni melongo. Namun untuk beberapa saat, ia tersenyum.
]
“Terimakasih, Kartika.” Gumam Antoni.
Mobil itu kembali melaju meninggal gereja st. Louis menuju kesebuah rumah yang telah lama ditinggalkan.
*****
Di bar millennia. Di waktu yang sama.
Musik murahan yang berdentum – dentum keras seolah adalah setan yang mengajak para remaja depresif untuk menari di tepi jurang kemaksiatan. Jika seandainya mereka tak seimbang, mungkin tarian mereka akan membuat mereka terpeleset dan menjatuhkan mereka ke jurang tersebut!
Sayangnya, mereka mabuk!
Membuat mereka semakin terperosok kedalam lingkaran setan yang kelak akan membawa mereka pada hukuman sang penguasa semesta!
Disalah satu meja bar. Seorang remaja tampan namun hancur, sedang menenggak bir yang memabukkan untuk yang kesekian kalinya. Di hadapannya, ada sekitar sepuluh gelas bekas tenggakannya. Namun anehnya, ia masih belum merasa mabuk dengan semua itu! Sepertinya, ia sudah terbiasa dengan aroma alkohol sehingga ia bisa mengendalikan mabuknya!
Suara musik murahan ataupun asap rokok yang menyesakkan, tidak membuatnya berpaling dari acara minumnya. Bahkan, beberapa kali wanita berpakaian minim menggodanya, ia tampak acuh saja! Yang ia lakukan dan dapat menghilangkan stress nya hanyalah minum, minum, dan… minum!
Apakah dia sadar, bagaimana perasaan ibu dan ayahnya saat mengetahui tiap hari ia seperti ini?
Namun Alif, pemuda itu, tidak memperdulikan lagi kedua orang tuanya! Menurutnya, mereka berdua sekarang bukanlah orang yang pengertian lagi kepadanya!
Semenjak kejadian itu, ia tak pernah bertatap muka pada ayahnya. Sekalinya ia bicara, ujung – ujungnya pasti hanya akan adu mulut dengan ayahnya!
Sementara ibunya… ah, mana mungkin ia bersembunyi di belakang ibunya untuk meminta pembelaan. Apapun yang terjadi, ia tak bisa mengandalkan ibunya karena ibunya pun hanya mengikuti apa kata ayahnya!
“Hai…”
Suara seseorang mencoba menyapanya meski terkesan dingin dan tidak ramah. Alif melirik sedikit seorang pria besar berbaju merah ketat disebelahnya. Huh! Pria yang tak diharapkannya!
Alif mencoba tak menghiraukannya.
“Hidup itu tak adil, ya?” kata pria itu mengejek acuh. Alif diam saja. Pria itu kemudian mengambil gelas dan menuangkan sebotol bir milik Alif kedalamnya. Kemudian menenggaknya seolah menjadi pelampiasan sakit hatinya.
“Abim… itu bir ku.” Gumam Alif dingin. Abim diam saja.
“Sudah kuduga kau disini.” Kata Abim. Alif terdiam. Abim kembali menuang bir ke gelas kosongnya. Perlahan, bir yang berada didalam botol hijau gelap itupun mulai menyurut airnya.
“Kau mencariku?” Tanya Alif dingin tanpa melihat Abim yang duduk disampingnya. Abim terdiam.
“Wanita itu, memang brengsek, ya?!” Gumam Abim mengigau. Alif dapat mendengar ada nada geram di suara Abim. Alif mencoba diam. sementara Abim terus menuang bir dari botol kegelas kosong dan menenggaknya lagi.
“Aku, ingin menceritakan sebuah kisah padamu.” Gumam Abim. Suaranya nyaris tak terdengar akibat suara musik diskotik yang membahana di ruangan itu.
“Hari ini, aku baru ditolak cewek!” Gumam Abim. Alif terdiam. Kepalanya pening. Mungkin kandungan alkohol sudah mulai memabukannya!
“Oh ya… kenapa? Apa cewek itu sadar kalau ternyata kau jelek?” kata Alif sedikit mengejek. Abim tampak dingin saja dan hanya menenggak minuman.
“Tidak… dia mencintai orang lain…” Gumam Abim. Alif tampak tak acuh.
“Beruntung sekali cewek itu. Untunglah dia tak mau denganmu!” Gumam Alif mabuk. Abim tak acuh. Seolah ia sengaja mencari Alif ke bar itu untuk `menuntaskan` sesuatu!
“Dan pria yang dicintai si cewek itu… ternyata adalah…. Musuhku…” Gumam Abim yang kali ini tampak mabuk.
Tangannya geram nyaris meretakan gelas di genggamannya.
Bir didalam botol itu akhirnya hanya tinggal setetes karena habis diminum Alif dan dihabiskan Abim. kosong.
Alif mulai lemas. Kali ini dia benar – benar telah mabuk.
“Ck ck ck…. Sungguh kisah yang tragis.” Alif masih mencoba mencibir. Sementara Abim tampak mulai marah meskipun tidak menatap Alif. ia meningat kejadian tadi sore saat Elia menolaknya hanya karena mencintai orang lain! dan untuk menuntaskan amarahnya, ia berniat untuk melampiaskannya kepada orang yang menjadi taksiran Elia. yah, amarah yang harus dilampiaskan!! itulah sifat Abim.
“Ngomong – ngomong… siapa pria yang berhasil mengalahkanmu itu?” Gumam Alif dengan nadan ejekan.
Tiba – tiba, rahang Abim menggeretak! Matanya berkilat marah dan ia meremas gelas dan botol bir di kedua tangannya! Alif masih tak menyadari ada bahaya yang mengincarnya!
Untuk sesaat, ia menoleh kepada Alif.
“Pria brengsek itu…” Gumam Abim.
“KAU!!”
PRAAANNGGG!!!
“AKHH!!!”
Alif mengaduh kesakitan saat Abim menghantam kepalanya dengan botol bir yang telah kosong. Botol itu pecah berkeping – keping menghantam kepala Alif sehingga Alif terhuyung jatuh dari tempat duduknya dan terduduk di lantai.
Tak ayal, keributan itu membuat suasana di diskotik hening meski musik masih berdentam – dentam. Orang – orang memperhatikan Alif yang terduduk memegangi kepalanya. Beberapa serpihan kaca menancap di kepala dan wajahnya sehingga kepalanya berdarah dan terluka parah!
Abim tersenyum meremehkan dan berdiri dihadapan Alif yang sedang terduduk memegangi kepalanya dengan tangan kanannya. Mata sebelah kanannya menutup rapat mengahalangi darah segar yang mengalir ke matanya.
Abim berjalan mendekati Alif dengan tangan kanan memegang botol yang sudah pecah sebagian dan masih bersisa leher botol sebagai pegangan dan bagian sisa pecahan yang tajam dan mengarahkannya kepada Alif.
“Lihatlah..., wajah yang dulu tampan kini akhirnya hancur!” Gumam Abim membanggakan.
Mendapat perlakuan Abim, Alif geram! Saat tangan kanannya memegangi kepalanya yang terluka, tangan kirinya perlahan merayap memungut sebuah kepingan kaca didekatnya tanpa sepengetahuan Abim!
Suasana di diskotik saat itu hanya diam. pelayan bar segera memanggil keamanan karena tak ada yang mencoba menghentikan keributan.
“Kau, sudah dua kali merebut perhatian orang – orang yang aku cintai karena ketampananmu. Riska dan Elia, menolakku hanya karena melihat ketampanan fisikmu. Aneh, kenapa Tuhan menciptakan wajah sempurna itu kepada orang yang bahkan tidak normal!
Tapi kuharap, kali ini aku benar – benar menghancurkan wajahmu!” Kata Abim.
Sesaat kemudian, Abim mencoba melayangkan pecahan botol kearah Alif! Semuanya memekik melihat adegan berdarah mereka yang hanya menjadi tontonan!
Sesaat saat Abim mengangkat lengannya, Alif dengan cepat menendang rusuk Abim yang tanpa perlindungan!
BUG!
“Akh!”
Konsentrasi Abim terpecah! Saat itu juga kesempatan itu dipakai Alif untuk menyerang balik Abim. Alif berdiri dan mengarahkan serpihan kaca yang ia pungut tadi kearah mata Abim dan…
“Arrrgghhh!!!!”
JLEB!!!
Serpihan kaca itu mengenai mata Abim sehingga mengakibatkan mata kiri Abim menjadi buta sebelah! Darah segar megalir dari kelopak mata Abim! Semuanya yang ada disana memekik ngeri!
“Kau brengsek!!!” Gumam Alif mengejek Abim yang memegangi matanya. Sesaat, Abim berniat hendak menbalas Alif dengan sisa –sisa rasa sakitnya.
“Hei, Kalian!” Pihak keamanan datang dan mencoba untuk menegahi mereka! Pihak keamanan yang kira - kira berjumlah dua orang itu mendekati mereka!
Karena panik dan takut akan masalah yang berbuntut panjang, Alif akhirnya memilih lari menembus keramaian pengunjung dan dentaman musik keras dengan luka menganga dikepala dan wajahnya!
Petugas keamanan tampak mengejarnya dan memanggil – manggilnya. Namun karena padatnya pengunjung saat itu membuat langkah petugas keamanan terhambat sehingga Alif berhasil kabur dan keluar dari diskotik!
Di trotoar, beberapa orang memandangnya heran namun tak ada yang peduli dengannya. Tak apa, Alif memang menginginkan itu. Ia lebih baik tidak bersosialisasi dengan orang lain. Meskipun ia sendiri membutuhkan bantuan akibat luka di kepalanya!
Darah segar semakin merembes sehingga membuat seluruh wajahnya memerah. Kepalanya pusing sekaligus sakit akibat efek dari bir dan serpihan kaca yang mungkin masih menancap di tengkoraknya!
Hingga saat langkahnya sudah jauh, ia tak kuat lagi melangkah!
Ia ambruk seketika karena langkahnya sudah lelah!
Darah seolah tak henti – hentinya mengalir dari kepalanya. Ia bersender pada sebuah bangunan dinding di tepi trotoar.
Orang – orang berlalu lalang didepannya namun tak satupun yang peduli! Jika diibaratkan, Alif seperti seorang gelandangan yang sekarat dan tak ada yang peduli dengannya!
Dan saat itu, entah mengapa ia membutuhkan seseorang dalam hatinya!
Saat ia tak kuat berjalan lagi, saat ia tak tahan lagi dengan rasa sakit yang dideranya, saat matanya tak sanggup lagi menatap, seolah… ia membutuhkan… Tuhan dalam kalbunya! Meski susah payah Alif menyanggah perasaan itu!
Saat tak ada lagi orang yang peduli akan keadaannya, saat sahabat – sahabatnya menjauhinya, saat keluarganya tak lagi menjadi pijakannya, saat Antoni tiada… ia merasa kosong dan hampa! Namun harusnya saat itu ia tahu, bahwa ia masih punya Tuhan!
Ia bersandar pada dinding dan membiarkan darahnya keluar. Matanya berkunang – kunang dan kakinya dingin. Mungkin akibat dari terlalu banyak kehabisan darah!
Apakah Tuhan masih tetap ingin membantunya meskipun ia tak lagi menyembahNya?
Mata Alif semakin terpejam akibat rasa lelah yang luar biasa! Efek dari minuman keras dan luka parah dikepalanya. Ia merasa, bahwa ia akan mati sebagai sampah saat itu juga!
“Astaga… Alif!!”
Tiba – tiba suara seseorang yang ia kenal terdengar di telinganya. Dari milyaran orang yang lewat didepannya, hanya satu orang yang masih peduli dengannya, dan itupun yang sepertinya Alif kenal!
Suara itu seolah panik melihat Alif terkapar dan tak berdaya dengan luka menganga di kepala. Alif merasakan tubuhnya diangkat dan kemudian… gelap…
*****
Jam sebelas malam di Komplek perumahan Malaka.
Sebuah mobil Volvo Silver berjalan pelan ke sebuah komplek perumahan. Mobil itu berhenti di salah satu gerbang yang tertutup rapat dan terkesan mencekam. Suara angin sejuk di kala malam seolah menandakan bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Angin meniupkan daun – daun kering yang gugur dan berserakan di aspal jalan.
Dari dalam mobil, Antoni menatap rumahnya yang dulu pernah ia tempat sebelum mati. Ia menatap rumah yang terlihat sepi dari balik kaca mobil Kartika. Sebuah rumah putih sederhana yang pernah menjadi naungannya dalam tumbuh kembangnya di masa remaja. Ia cukup ragu apakah ia harus menemui ibunya atau tidak. Namun rasa penasaran akan kabar ibunya pun menggelayut di benaknya.
“Kau mau turun?” tanya Kartika. Antoni terdiam.
“Aku tidak yakin.” Gumam Antoni.
“Bagaimana kau bisa tahu kabar ibumu jika kau tidak mencari tahu!” Kata Kartika.
“Dia mungkin takkan mengenaliku.” Kata Antoni.
“Dia memang tidak mengenalimu! Tapi kau mengenalinya, kan?! Setidaknya kau tahu kalau dia baik – baik saja setelah kematianmu.” Kata Kartika.
“Ini kali pertamanya aku mengunjunginya setelah kematianku.” Kata Antoni.
“Ini takkan jadi pertamakali jika kau tidak menemuinya?!” Omel Kartika. Antoni terdiam meragu.
Namun untuk beberapa saat, seorang wanita tua keluar dari balik pintu!
Ia berlari mengenakan baju tidur dengan wajah yang sepertinya tampak panik. wajah seperti lelah dan ketakutan seolah ia baru terbangun dari Mimpi buruk!!
Dia terjatuh terduduk di halaman depan rumahnya dan matanya menatap langit! seolah ingin mengatakan sesuatu!!
Antoni terbelalak! Wanita itu... Rini, ibunya!
Rini tampak menatap langit dan wajahnya seakan menampakkan kesedihan mendalam. Antoni menyaksikan tingkah ibunya saat itu.
“Itu ibumu?” Tanya Kartika. Antoni hanya mengangguk.
Sekali lagi, wajah Rini saat itu sangat kesakitan! Seolah ia meyakini sesuatu yang sia –sia!
“Tuhan, kuyakin anakku belum mati! Kumohon, pulangkanlah dia ke dalam pelukanku! Di masih hidup! Dia harus tetap hidup karena aku membutuhkannya!” Gumam Rini dengan berderai airmata.
Ya, Tuhan, tidakkah Engkau saksikan ratapan seorang ibu yang menangisi kepergian anaknya?! Seolah ia tak rela Tuhan mengambilnya! Rini yakin anaknya, Antoni, belum mati! Ia masih berharap Antoni datang lewat pintu pagar rumahnya seperti yang dilakukannya dulu! memakai seragam sekolah dengan wajah lelah dan dekil! atau sambil menenteng tas gymm seperti yang biasa dia lakukan di minggu pagi. namun, sepertinya penantiannnya akan tetap sia - sia. karena Antoni takkan lewat pagar itu lagi... setidaknya, Antoni yang seperti dulu....
Antoni menyaksikan ratapan ibunya malam itu. Untuk sesaat, airmatanya menetes!
Kartika dapat merasakan apa yang dirasakan Antoni saat itu. Sisi kewanitaannya juga membuat setitik airmata jatuh menetes melihat ratapa seorang ibu untuk anaknya! Tiadakah cinta yang lebih sempurna dan mulia dibandingkan cinta ibu kepada anaknya?!
Rini menangis, pilu! Ia menunduk dalam. Apakah ia lelah menangis?
Kemudian, tubuhnya tiba – tiba terjatuh pingsan!
Antoni terkejut. Dan seketika, ia langsung berlari keluar mobil dan menghampiri tubuh ringkih ibunya. Kartika mengikutinya memasuki pagar rumah.
Namun sebelum mereka mencapai tubuh yang terkapar itu, sekonyong - konyong seorang pemuda remaja juga ikut berlari dari dalam rumah!
Pemuda itu berhasil mendekati tubuh Rini dan menggendongnya dalam pangkuannya lebih dulu!
Antoni dan Kartika sesaat kemudian juga mencapai tubuh Rini. dan sepertinya ia tak terlalu peduli dengan kehadiran pemuda dihadapannya!
Antoni mengangkat tubuh ibunya di bantu dengan pemuda misterius itu. Mereka berdua sama – sama panik sambil menggotong tubuh pingsan ibunya. Kartika membantu membukakan pintu rumah agar ketiga orang itu bisa masuk.
Untuk sementara, tubuh Rini dibaringkan di sofa. Antoni tampak khawatir dengan keadaan ibunya. Ia mengguncang – guncang pelan tubuh ibunya yang kala itu sedang pingsan.
Untuk sesaat, airmatanya mengucur deras melihat ibunya pingsan!
“Ibu, bangunlah… aku… pulang… ibu… dapatkah ibu merasakan kehadiranku?!” Gumam Antoni di isak tangisnya.
Pemuda dihadapannya tampak bingung melihat tingkah wanita asing didepannya. Namun sepertinya Antoni tak menyadari tatapan yang ditujukan padanya.
Dan seketika itu pula, mata ibunya perlahan terbuka!
Ia menatap Antoni yang dalam bentuk wajah seorang wanita. Namun anehnya, mata Rini terbelalak mengisyaratkan keharuan. Bibirnya untuk sesaat menyunggingkan sebuah senyum rindu!
“Antoni… kau sudah pulang, nak?!” Gumam Rini. Antoni tersenyum di sela isakannya. Ia mengangguk. Rini memegangi wajah anaknya dalam bentuk berbeda. Untuk sesaat, senyum keharuan tergambar jelas diwajahnya.
“Sudah kuduga kau akan pulang. Sekarang tidurlah, besok kau sudah harus kembali sekolah.” Gumam Rini yang sepertinya mengigau!
“Aku akan tidur. Tapi... ibu dulu yang tidur. beristirahatlah dan jangan pikirkan aku lagi.” Kata Antoni dengan tatapan berbinar. Dibalik kerut tua dan kurusnya, Rini mengangguk.
Sambil tersenyum, ia kemudian memejamkan matanya.
Seolah tadi yang ia ucapkan hanya sebuah igauan belaka!
Setelah kesadaran Rini reda, suasana kembali hening. Antoni menghapus airmatanya yang sedari tadi menetes. Ia membiarkan ibunya tertidur pulas dan membiarkan ibunya menganggap bahwa semua igauannya tadi hanya mimpi sesaat!
Suasana kembali hening.
“Maaf mengganggu. Tapi… siapa kalian?” Tanya seorang pemuda remaja didepan Antoni dan Kartika. Antoni baru menyadari ada pemuda yang sedari tadi bersamanya. Mungkin karena tadi ia lebih mengkhawatirkan keadaan ibunya yang tiba – tiba pingsan sehingga ia tak menyadari ada orang asing disana!
“Mmm… Maaf… a… aku…” Antoni gugup. Remaja belasan tahun itu menatapnya. Wajahnya sangat familiar dengan Antoni. bisa dikatakan, sangat mirip dengan Antoni! hanya saja, yang ini lebih tinggi, lebih kurus, dan rambutnya pun sedikit ikal dan legam meski tidak seikal Alif. Ada sedikit kumis liar diatas bibirnya. Dan jika seandainya ia punya jenggot tipis didagunya, mungkin akan nampak seperti Antoni. Tapi… Antoni kan sudah `mati`!
“Aku Kartika. Dan ini temanku, Elia. Kami berdua temannya almarhum Antoni. kami kesini untuk menjenguk ibu Rini.” Gumam Kartika memperkenalkan diri. Antoni menunduk. Dan pemuda itu hanya manggut – manggut.
“Dan kau… siapa?” Tanya Antoni menatap pemuda didepannya.
“Aku, anaknya ibu Rini.” Kata pemuda itu. Kartika mengernyitkan dahi, begitupula Antoni tampak bingung. Ia tahu pemuda didepannya memang mirip dengannya, tapi… Antoni, anak Rini, kan sudah meninggal?!
“Lho? Bukankah anak ibu Rini sudah meninggal?!” Tanya Kartika heran.
“Itu kakakku yang meninggal. Aku adiknya…” Gumam pemuda itu. Antoni terbelalak.
“Namaku… Aditya Hendrawan.” Gumam pemuda itu.
“Aditya?!” Pekik Antoni tak percaya.
~Kematian dan cinta itu sama
Keduanya menyatukan tali ikatan
`Cinta` adalah rela mati untuk manusia
`Kematian` adalah pembuktian cinta kepada Tuhan~
udah tuh....