It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
baru tau
jangan ditungguin..
#lirik.sinis.tees
@ularuskasurius @obay @4ndh0 @congcong @nero_dante1 @beepe @boyzfath @hwankyung69 @danze @callme_DIAZ
@hades3004 @chibipmahu @gaudeamus @noe_noet @abyan_alabqary @bintang96 @kebohenshin @yui_yoshioko
@Han_Gaozu hananta @bi_ngung bandar beha @rubysuryo @adra_84 @venussalacca @ardi_cukup @jhoshan26
@pokemon @rubysuryo @andhi90 @RiidzSyhptra
apdett
"Yujii betulan ga datang...."
Gege dengan lesu masuk ke dalam ruang kelasku, aku sedang sibuk menghabiskan pop mie ku, sementara teman gank yang lain masuk ke dalam kelas sambil membawa ratusan hadiah menarik (ala iklan wafer) dengan wajah tak kalah lesu.
Pemandangan yang sudah bosan kulihat seharian.
Tadi pagi buta, aku sudah melihat banyak kakak kelas cowok yang mengintip berkali kali ke dalam kelas, dan harus kecewa saat guru kami mengumumkan Yujii izin sekolah hari ini.
"Harus kuapakan buket bunga ini...."
Hen hen dengan lesu menatap seikat bunga di tangannya dan beberapa bungkus cokelat berukir hati yang aku yakin di beli di toko cokelat di mall seharga 52.500 rupiah per buahnya.
Dan yang kecil itu, 12.500 ya?
Entahlah.
"Hei, Marco, kamu kenapa lesu banget hari iini...?"
Aku hanya tersenyum dan mengangkat bahuku pada Benny yang mengerutkan keningnya.
Benny dan Janto berpandangan, kemudian saling mengangkat bahu.
Aku hanya tersenyum lagi.
Mana bisa aku ga kepikiran.
Masalahku dengan Yujii kemarin malam memenuhi kepalaku.
Aku masih belum mengerti kenapa dia menangis kemarin.
Dan aku membuat orang yang selama ini selalu tersenyum dan tidak pernah murung di hadapan kami menangis terisak.
Apa aku membuatnya benar benar sedih?
Memangnya apa yang salah dengan memberi hadiah dan merayakan ulang tahunnya?
Aku benar benar tidak paham.
Dan lebih dari itu, aku dengan bodohnya malah masuk ke mobil dan pulang karena kebingungan.
Keputusan yang baru aku sesali tadi pagi.
Kenapa aku kemarin tidak masuk ke dalam dan meminta maaf padanya? Mungkin aku juga bisa mendapat kejelasan, apa kesalahanku, bukannya malah pulang dalam kebingungan.
Dadaku serasa sesak kalau aku mengingat wajahnya saat memohon aku keluar tadi malam.
Penuh rasa sedih dan gugup.
Apa aku begitu menyakitinya?
Kenapa dadaku ikut terasa sakit?
Apa karena aku merasa berasalah?
Hari ini dia lagi lagi ga masuk, padahal aku yakin betul kalau dia tidak sakit kemarin.
Apa dia ada masalah?
Aku harus mencari tahu.
"Ge, kamu ga liat Yujii memangnya? Kalian kan satu kost?"
Gege menggeleng lemas, ia meletakkan sebuah kotak kecil terbungkus satin merah dengan pita kuning.
Apa itu?
Cincin nikah?!
"Tadi pagi aku rencana mau kasih ini ke dia, terus ajak dia pesiar ke Bali, tapi kamarnya kosong, kata penjaga kost dia pergi tadi malam, nitipin kunci, katanya pulang ke rumahnya..."
Aku mengernyitkan dahiku.
Yujii pulang ke rumah?
Kalau tidak salah, merangkum dari semua yang aku tahu, Yujii benar benar membenci keluarganya, dan memilih tinggal di kost karena dia tidak suka tinggal bersama keluarganya.
Atau aku salah menyimpulkan pembicaraannya dengan Yobelina?
Berarti Yujii ada di rumahnya?
Kenapa dia pulang?
"Apa Yujii sakit parah ya sampai dia pulang ke rumahnya....?"
Billy angkat bicara, dia membuat semua anggota gank mengerutkan kening dan menggangkat bahunya sambil menggeleng.
Aku pun menggeleng
Tidak, bukan karena itu, apa yang membuatnya pulang?
Apa karena moodnya jadi jelek setelah kejadian tadi malam?
Berarti aku yang bertanggung jawab untuk kejadian ini?
Astaga, Marco! Kamu sudah melakukan hal buruk!
Lagi lagi kau menyakiti orang lain tanpa kausadari!
"Gimana kalau kita jenguk Yujii....?"
Kalimat Benny segera disambut anggukan antusias seluruh anggota gank kami.
"Tapi, memangnya kalian tau rumahnya dimana...?"
Semua orang kembali menunduk dengan suram.
Ck, cukup dengan satu kata aku membuat semua orang murung.
Marco, kamu memang berbakat jadi mood killer!
Aku menggigit bibir dengan perasaan bersalah, berharap ada seseorang yang muncul dengan saran bijak.
"Oh, kalau data siswa, bisa kita tanya ke ibu Endah ga sih...?"
Janto tiba tiba berceletuk, membuat semua orang menjentikkan jarinya beramai ramai.
"Janto! Akhirnya otakmu menyala juga! Setelah begitu lama hiatus!"
Teriak Gege girang.
Hiatus?
Memangnya otaknya Janto Boyband?
"Oke! kalau gitu kita bergerak! Cari ibu Endah sekarang!"
Semua anggota Gank kami mengangguk, dan segera pergi dari kelas.
Hmm...
Oke, sebaiknya aku juga ikut mencari, aku harus bertemu Yujii, dan kalau memang dia jadi murung karena aku, berarti aku harus meminta maaf!
*****
Ibu Endah sedang berada di kantornya, menyeruput es kopinya saat kami semua masuk dengan beringas, membuatnya melompat kaget karena kantornya yang ada di lantai dua mendadak di grebeg satu gank murid.
"Bu! Stop! Jangan! Kami bukan mau mengamuk karena nilai Fisika kami yang awut awutan! Err,, ya, nanti deh kapan kapan kami ngamuk, tapi sekarang kami mau nanya, jadi ibu jangan takut!"
Ujar Benny cepat saat Bu Endah sudah menaikkan sebelah kakinya dalam usahanya lompat dari jendela untuk melarikan diri.
Ibu Endah menyipitkan matanya, meneliti kami dengan seksama.
Benny melebarkan senyum seribu giginya dan menyodok kami satu persatu agar ikut tersenyum.
Setelah sekian lama, Ibu Endah akhirnya yakin, dan masih dengan keraguan duduk kembali ke kursinya, meneguk es kopinya masih dengan tatapan awas ke arah kami.
"Ada apa? Kalian datang keroyokan, kok ga tau sopan santun sih...."
Beliau segera mengomel dengan pongah.
Ck.
Apa dia mau aku membantunya kabur dengan melemparny ke lantai satu?
Remasan kesal tanganku segera disenggol oleh Benny agar aku tidak melakukan pikiranku.
Benar juga, kami masih perlu dia.
Jadi aku harus mengurungkan niatku.
"Maaf banget Bu, kami mau bertanya aja nih bu, soalnya adaa teman kami yang sakit, kami mau besuk, ga tau alamat rumahnya...."
Bu Endah menaikkan alisnya tak percaya.
"Kalian mau cari alamat teman kalian atau kalian mau menyelidiki sasaran kejahatan kalian?"
Tanyanya dengan nada tinggi.
Aku ikut menaikkan alisku.
Baru kali ini ada yang menganggap The Triumph sebagai sebuah Gank dengan ancaman serius.
Padahal biasanya kami minus Yujii ga pernah dianggap lebih berbahaya dari Ekskul hobby atau ekskul dance.
"Temen kami bu, Alamatnya Yujii, bisa kasih tau ga bu...?"
Dan anehnya, Bu Endah mendadak terhenyak saat mendengar kami mencari alamat Yujii.
"Yujii? Maksudmu Yohanes?"
Kami mengangguk, mengiyakan, dan raut muka Bu Endah berubah serius.
Ia tampak menimang nimang, kemudian menggeleng.
"Maaf, kalau alamat Yujii, saya ga bisa bantu..."
Semua orang segera mengernyit bingung, saling berpandangan.
"Ayolah Bu, kami perlu tahu alamat Yujii, sudah dua hari dia ga datang."
Henhen berusaha mendesak Ibu Endah, dia bahkan memberikan buket bunga yang tadinya untuk Yujii pada Bu Endah, tapi Bu Endah menggeleng dengan tegas.
"Maaf, kalau alamat Yujii saya benar benar ga bisa bantu."
Bu Endah mendengus jengah, mendadak Benny meremas kedua bahu jas Bu Endah, dan mengguncangnya.
"Kenapa si sok rahasia banget?! Daritadi aku udah sabar ya ngadepin guru sok kayak Ta*k kayak Lu! Sekarang cepat kasih tau atau gua sob...Eh, mana Bu Endah...?"
Benny menatap bingung pada Jas kosong di tangannya yang tadinya dipakai Bu Endah.
Aku dan Benny bertatapan, anggota gank kami hanya menatap takjub, sambil menunjuk ke arah jendela yang terbuka.
Aku dan Benny segera melongok, dan sosok Bu Endah tampak sedang menuruni tambang, kemudian segera berlari pergi.
"......................................."
"................... Dia kayak bunglon, ya Marco....?"
"......... Maksudmu Cicak Ben....?"
"Worewoh....... Yang pasti keren...."
Semua anggota gank ku mengangguk ramai ramai.
"Setuju...."
"Jadi, gimana kita bisa dapat alamat Yujii kalau Bu Endah kabur...?"
"Hmm.............."
*****
"Marco! Cepat! Benny! Kalian ngapain sih?!"
"Sabar! Kamu pikir murid di SMA ini cuma sepuluh? Kami lagi mencari jarum di tumpukan jerami!"
"Hah?! Kalian kan bertugas mencari arsip Yujii! Ngapain kalian nyari jarum segala sih?!"
"Janto bego diam aja kamu! Makanya jangan otot doang digedein! Tu otak juga dilatih sekali kali!"
"Hoi! As*! Cepat C*k! Kalau ketahuan gawat ini!"
Gege berteriak dari luar, sementara kami mengaduk aduk ruangan arsip sekolah demi mencari arsip Yujii
"Cepat! Nanti bu Betty balik!"
"Sabar! Gila, ibu Betty arsipnya di berantakin kayak gini! Dasar gaji buta!"
"Shut up Benny! Cepat cari!"
Ting!
Sebuah pesan masuk ke dalam handphone ku, pesan dari Henhen yang bertugas membawa Bu Betty ke luar dari sarangnya.
from: Henhen
Ibu Betty balik kesana! Hati2!"
Bah!
Dasar ga bisa diharap! Disuruh ngalihin perhatian aja ga bisa!
To: Henhen
Dasar payah! Traktir aja dia biar betah!
From: Henhen
Duitku udah habis Bray! Dia makannya kayak kuda! Masak jajan se kantin diabisin! Nyesel aku bilang naksir dia tadi.
To: Henhen
Deritamu nak.
From: Henhen
Bang***
Aku mendengus kesal, memberikan tanda pada Benny.
"Ben, Henhen gagal, kita mundur sekarang..."
Benny tampak kecewa. Ia berdiri merapikan pakaiannya, tubuh gempalnya disandarkannya di kursi, kemudian ia menyisir rambutnya yang tersisir ke belakang.
"Gila, dimana pun ga ketemu nama Yujii, kok bisa ya?"
"Entahlah, yang penting sekarang kita harus pergi, eh, sebentar."
Mataku tertuju pada sebuah rak kecil yang tesembunyi di atas lemari arsip, sebuah tingkap tak terlihat. Syukurnya seberkas cahaya masuk dari dalam ventilasi dan menyinari tempat itu, menampilkan segaris belahan tipis.
"Ada tingkap disini...."
aku mencongkel benda itu dengan tanganku, dan dengan cepat ia membuka, menampilkan beberapa map keemasan yang melorot jatuh.
Arsip rahasia?
"Apa itu Marco?"
"Arsip rahasia sekolah. Yang ini adalah surat akta tanah, terus ini ada surat perjanjian, ada beberapa surat bermaterai, ada juga perjanjian dengan Djody Prasetya....."
"Wow? Orang terkenal itu? Sekolah kita punya perjanjian? Perjanjian apa?"
Aku baru akan membuka surat perjanjian itu, saat keributan terjadi di luar.
"Wuuaaaauuuuuwwww wwwuuuaaaauuuuwwww wwwuuuaaaaauuuuwwww"
Suara Janto menirukan sirene melengking yang memekakkan telinga, aku dan Benny berpandangan.
"Kupikir, itu isyarat tanda bahaya terbaik yang bisa dibuat oleh otak kecilnya...."
Aku mengangguk setuju, tak lama kemudian teman temanku tampak berbicara dengan gugup pada seseorang.
"Gawat! Kayaknya Bu Betty datang! Kita ga ketemu nih! Alamat Yujii!"
Aku dengan panik menjatuhkan tumpukan arsip itu, dan sebuah kertas dengan foto Yujii menyembul keluar.
"Yohanes Yobel Prasetya. Kayaknya ini arsip Yujii! Benny! Ini ada alamat! Cepat catat!"
Aku dan Benny semakin panik, saat Janto menjerit semakin melengking, membuatku merasa terserang vertigo akut.
"Sial! Aku ga konsen!"
Janto akhirnya melipat kertas itu dan memasukkannya dalam kantongnya.
"Itu Arsip sekolah Ben!"
"sekarang ini arsipku, sekolah bisa bikin lagi kok..."
Ujarnya dengan cuek.
Klek!
Pintu ruang arsip mendadak terbuka.
******
"Gila, nyaris aja kita ketahuan ya Marco!"
Aku masih mengemudikan mobilku tak mengacuhkan kata kata Benny.
"Iya, pas kami dapat alamat Yujii, mendadak bu Betty masuk! Aku udah takut banget!"
Benny melanjutkan ceritanya, membuat semua orang antusias mendengarkan ceritanya.
"Untung aja jendelanya ga di teralis, jadi kami lompat dari sana! Kalau ga entah gimana! Bisa bisa kita di skors!"
Aku menghela nafasku dengan kesal mendengar Benny terus menerus membanggakan cerita penyelamatannya.
Bitch please.
Memang benar kami melompat dari jendela, dan itu di lantai 3.
Ya, itu di lantai 3!
Untungnya aku masih dengan waras bisa memegang talang air sambil menarik tangan Benny, membuatku merasa berada di film Die Hard edisi pelajar.
Sial, tanganku masih sakit.
Andai saja tadi aku ikut melompat, pasti sekarang kami lagi menikmati masa skorsing di rumah sakit.
"Kamu yakin alamatnya disini? Ini perkampungan kan...?"
Aku menatap dengan bingung ke sekeliling, menatap aktifitas perkampungan di pinggir kota itu.
Jalan yang bisa dilewati mobilku akhirnya habis, dan kami terpaksa memarkirkan mobilnya di pingir sebuah rumah kecil.
"Yujii tinggal di desa begini ya? Pantas saja dia pilih untuk kost. Sekarang gimana kita bisa ketemu Yujii?"
Ujar Benny sambil memandangku.
Aku hanya mengangkat bahuku, dan berpikir sejenak.
"Kita tanya aja, siapa tahu ada yang kenal. Lagipula ini desa kecil, pasti mereka semua sudah saling mengenal kan?"
Teman temanku mengangguk saling setuju, kami kemudian segera menyetop seorang lelaki yang membawa jerami di punggungnya.
"Permisi pak, kami mau tanya..."
Lelaki itu segera berhenti, dan tersenyum, menunggu lanjutan pertanyaanku.
"Kalau rumah Yohanes Yobel Prasetya dimana ya?"
Orang itu melebarkan matanya, kemudian segera tersenyum ramah.
"Ah, rumahnya Pak Park? Itu, di ujung jalan desa ini rumahnya, sebenarnya kalian bisa bawa mobil kalian lewat jalan samping, tapi kalau darisini taruh mobilnya disana aja, nanti saya titipkan sama yang jaga rumah, tinggal ikuti jalan satu satunya yang terbuat dari batu ini...."
lelaki itu menunjuk pada sebuah jalanan rata dari batu batuan berwarna putih.
Kami segera mengangguk paham, kemudian berjalan menyusuri jalan batu itu, sampai di sebuah pintu kayu yang menyerupai gerbang, dengan dinding putih beratap genteng.
"Ada yang bisa dibantu?"
Dua orang berpakaian merah bertopi lebar yang berdiri di samping pintu membungkuk saat kami berada di dekat pintu itu.
"Kami teman Yujii, bisa kami masuk dan bertemu Yujii?"
Kedua penjaga itu berpandangan, bulu burung di topi mereka meliuk indah saat mereka menggerakkan kepalanya.
"Sebentar, saya akan masuk ke dalam dan memberitahu nyonya..."
Salah satu dari mereka masuk dari pintu lain di sebelahnya, kemudian berlari masuk, sementara seorang lagi menutupi pintu dengan sikap siaga.
"Psst, Marco, aku kok merasa gugup ya? Ini rumah atau penjara? Jangan jangan Yujii tinggal di penjara?"
Henhen berbisik padaku, aku hanya mengangkat bahuku sambil terus melihat Benny yang daritadi berbicara dengan kedua penjaga itu, sekarang menunggu dengan senyuman berwibawanya.
"Masuklah, kalian ditunggu oleh nyonya, maaf membuat kalian menunggu..."
Penjaga yang baru kembali itu mengangguk sopan pada kami, kemudian perlahan membuka pintu kayu bertuliskan aksara yang tidak kumengerti.
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
"Ow Shit...."
"A..Anjrit!"
Aku ternganga menatap tak percaya pada pemandangan yang menyambut kami dari balik pintu.
Ini lelucon!
Memang sekarang agak sibuk saya.
Tapi juga, karena menulis cerita begini buatku lebih susah daripada menulis fiksi fantasi.
Dan cerita ini titipan dari dia yang ingin ceritanya aku abadikan, jadi aku juga punya beban berat buat bikin cerita ini sebaik mungkin.
Sekarang buat tulis satu apdet aja aku sampai 3 hari, karena mau semuanya bagus dan tertulis rinci.
Jadi, mohon maaf, tapi saya lama ga apdet bukan karena anget2 tai ayam doang.
Mohon pengertian pembaca ya.
Sekali lagi te es minta maaf!
Have a nice day!